Anda di halaman 1dari 42

CASE REPORT

GASTROENTERITIS AKUT + DEHIDRASI RINGAN-


SEDANG

Oleh
dr. Ulima Mazaya Ghaisani

Perceptor
dr. Aspri, Sp.A

Pendamping:
dr. Ratna Purwaningrum, M.Kes
dr. Dwi Robbiardy Eksa, M.Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH


SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

Gastroenteritis merupakan keluhan yang cukup mudah di temui pada anakanak


maupun dewasa di seluruh dunia. Gastroenteritis adalah suatu keadaan dimana
feses hasil dari buang air besar (defekasi) yang berkonsistensi cair ataupun
setengah cair, dan kandungan air lebih banyak dari feses pada umumnya. Selain
dari konsistensinya, bisa disertai dengan mual muntah dan frekuensi dari buang
air besar lebih dari 3 kali dalam sehari. Gastroentritis akut adalah diare yang
berlangsung dalam waktu kurang dari 14 hari yang mana ditandai dengan
peningkatan volume, frekuensi, dan kandungan air pada feses yang paling sering
menjadi penyebabnya adalah infeksi yaitu berupa virus, bakteri dan parasit.
Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyumbang morbiditas tertinggi
hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan khususnya di negara berkembang
dengan tingkat sanitasi yang masih tergolong kurang seperti Indonesia. Menurut
data dari World Health Organization (WHO ) tahun 2003, terdapat 1,87 juta orang
meninggal akibat gastroenteritis di seluruh dunia. Penanganan dini yang cepat,
tepat dan adekuat harus dilakukan dalam mengatasi gastroenteritis akut agar
pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah. Mulai dari diagnosis, pemberian
terapi sampai nutrisi bagi penderita harus diberikan dengan tepat. Dalam
penegakan diagnosis gastroenteritis akut bisa dilihat langsung dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, penampakan klinis dan penentuan diagnosis definitif bisa
menggunakan pemeriksaan laboratorium. Dalam pemberian terapi sangat penting
dalam penanganan gastroenteritis akut disamping pemberian obat spesifik
terhadap agen penyebab yang bisa diketahui dari manifestasi klinis hasil
laboratorium. Dari besarnya insiden gastroenteritis akut di negara–negara
berkembang seperti di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkat topik
gastroenteritis akut dalam upaya ketepatan penegakan diagnosis hingga pemberian
terapi yang adekuat sehingga dapat dilakukan pencegahan dari komplikasi yang
dapat ditimbulkan.
BAB II
LAPORAN KASUS

Masuk RSPBA : Selasa, 5 Mei 2020, pukul 09:00 WIB

ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu os

Identitas
Nama Pasien : An. Al
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 11 bulan
Tinggi badan : 81 cm
Berat Badan : 12,5 kg
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jl. Imam Bonjol, Bandar Lampung
Nama Ayah : Tn. E
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Honorer
Pendidikan : SMA
Nama Ibu : Ny. E
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Staff administrasi
Pendidikan : S1

Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : Diare
Keluhan Tambahan : Muntah dan demam
Riwayat Penyakit Sekarang : Alloanamnesis (ibu os)

Satu hari SMRS os mengalami diare dengan frekuensi kurang lebih 10 kali
dalam sehari dengan konsistensi cair, encer disertai sedikit ampas, berlendir,
berwarna kuning, namun tidak disertai darah. Os tampak kehausan dan rewel,
karena itu ibu os memberi os ASI, os masih menerima ASI ibu. Keluhan tersebut
disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi, naik-turun, sepanjang hari.
Selain diare dan demam, os juga mengalami muntah sebanyak 3 kali dalam sehari.
Muntahan berupa gabungan cairan, sisa nasi, dan susu. Mual dan muntah
dirasakan setelah os makan makan dan minum. Riwayat batuk dan pilek pada os
disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal, alergi susu disangkal, kemerahan
pada kulit disangkal, demam yang lama pada os disangkal, serta penurunan berat
badan yang drastis disangkal.
Ibu os mengatakan bahwa perut os kembung, os menjadi rewel, os sering
minum susu namun BAK sedikit. Ibu os juga mengatakan os sulit makan sejak
keluhan tersebut datang sehingga orang tua os membawa os ke Puskesmas satu
hari SMRS (siang hari). Di Puskesmas os diberi terapi diantaranya oralit 200 ml,
zinc 1x1 cth, lactoB 3x1 sachet, dan kaolin 4x1 cth. Setelah mendapat terapi di
Puskesmas, keadaan os belum membaik, ditandai dengan diare masih 3 kali
sebelum dibawa ke RSPBA, os masih demam, muntah 1x, dan os jarang BAK.
Keadaan tersebut membuat orang tua os membawa os ke RSPBA untuk
pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.

Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu os mengatakan bahwa os tidak pernah mengalami diare sebelumnya. Riwayat
demam tifoid disangkal, riwayat demam dengue disangkal, riwayat malaria
disangkal. Os pernah dirawat inap di RS Abdul Moeloek lima hari pada tahun
2016 dengan diagnosis bronkopneumonia.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami diare, sakit dalam keluarga seperti malaria
disangkal, demam tifoid disangkal, demam dengue disangkal, serta penyakit
kronis seperti keganasan darah dan kanker disangkal.

Riwayat Makanan
0 – 6 bulan : Os diberi ASI disertai tambahan bubur susu pada usia tiga bulan
6 – 9 bulan : Os diberi susu formula dan bubur susu
9 – 12 bulan : Os diberi susu formula dan nasi tim
1 tahun : Os diberi makan lunak keluarga

Ibu os mengaku, riwayat makan os baik. ASI diberikan sejak lahir sampai
usia 3 bulan. Bubur SUN diberikan pada usia 3-6 bulan. Usia 6-9 bulan os mulai
diberi susu formula (SGM) dan bubur susu. Usia 9 bulan os mulai diberikan nasi
tim. Os tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan. Menurut ibu os, Os tidak
pilih-pilih dalam hal makan. Dalam sehari os makan rata-rata 2-3 kali. Makanan
sehari-hari os adalah nasi 1 porsi/makan (176 kkal/ 100 gr), telur (251
kkal/100gr), tempe goreng (335 kkal/gr), ikan goreng (182 kkal/100 gr), ayam
goreng (595 kkal/ 100gr), sayur – sayuran (20 – 40 kkal/ 100gr). AKG
(Kemenkes, 2013): 2125 kkal/hari.

Riwayat Imunisasi
BCG : diberikan 1 kali
DPT : diberikan 3 kali
Campak : diberikan 1 kali
Hepatitis : diberikan 3 kali
Polio : diberikan 3 kali

PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 35,2ºC
Frekuensi nadi : 144x/menit
Frekuensi nafas : 32x/menit
Berat Badan : 12,5 kg
Tinggi Badan : 81 cm
Lingkar Lengan Atas : 19 cm
Lingkar kepala : 37 cm
Status Gizi : BB/U : 2 s/d 3 SD kesan: normal
TB/U : 2 s/d 3 SD kesan: normal
PB/BB : 1 s/d 2 SD kesan: normal

Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh
Pucat : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Oedem : tidak ada
Turgor : baik
Pembesaran KGB : tidak ada pembesaran KGB di retroaurikular,
oksipital, submandibula, submentalis, servikal
anterior, supraklavikula, aksila, dan inguinal
Kepala
Rambut : hitam tersebar merata, tidak mudah dicabut
Ubun-ubun besar : datar
Mata : simetris, cekung (+/+), sekret (-/-), edema palpebra
(-/-),
CA (-/-), SI (-/-), hiperemis (-/-), pupil isokor,
refleks pupil (+/+)
Telinga : simetris, sekret (-/-)
Hidung : deviasi (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis (-), candidiasis (-), bibir kering (-),
mukosa kering (+/+)
Leher
Bentuk : normal
Trakea : tidak ada deviasi
KGB : tidak ada pembesaran

Thoraks
Bentuk : simetris, tidak ada lesi
Retraksi suprasternal : tidak ada
Retraksi substernal : tidak ada
Retraksi intercostal : tidak ada
Retraksi subcostal : tidak ada

Jantung
Inspeksi : iktus kordis tak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV linea midclavicula
sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I/II regular, gallop (-), murmur (-)

Paru-Paru
Anterior Posterior
Sinistra Dextra Sinistra Dextra
Inspeksi Pergerakan nafas Pergerakan nafas Pergerakan nafas Pergerakan nafas
= dextra = sinistra = dextra = sinistra
Palpasi Ekspansi Ekspansi Ekspansi Ekspansi
simetris simetris simetris simetris
Perkusi Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Auskultas Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
i Suara tambahan Suara tambahan Suara tambahan Suara tambahan
-/- -/- -/- -/-

Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada lesi
Auskultasi : bising usus (+), 12x/m
Perkusi : timpani, asites (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), massa (-), hepatomegali (-),
spleenomegali (-)

Status Neurologis
A. Motorik
Kekuatan : 5 5
5 5
Gerakan :
Dekstra : Aktif
Sinistra : Aktif
Tonus : Normotonus
Klonus : Tidak ada
Reflek Fisiologis
Bisep : +/+
Trisep : +/+
Patella : +/+
Achilles : +/+
Reflek Patologis
Babinski : negatif
Chaddock : negatif
Gordon : negatif
Gonda : negatif
Schafer : negatif
B. Sensorik
Anastesi : tidak ada
Hipoestesi : tidak ada
C. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : negatif
Brudzinsky I : negatif
Brudzinsky II : negatif
Lasseque sign : negatif
Kernig sign : negatif
D. Otonom
Miksi : normal
Defekasi : hiperperistaltik
RESUME
Satu hari SMRS os mengalami diare dengan frekuensi kurang lebih 10 kali
dalam sehari dengan konsistensi cair, encer disertai sedikit ampas, berlendir,
berwarna kuning, namun tidak disertai darah. Keluhan tersebut disertai dengan
demam yang tidak terlalu tinggi, naik-turun, sepanjang hari. Selain diare, os juga
mengalami muntah sebanyak 3 kali dalam sehari. Muntahan berupa gabungan
cairan, sisa nasi, dan susu. Muntah dirasakan setelah os makan makan dan minum.
Riwayat batuk dan pilek pada os disangkal, keluar cairan dari telinga disangkal,
alergi susu disangkal, kemerahan pada kulit disangkal, demam yang lama pada os
disangkal, penurunan berat badan yang drastis disangkal.
Ibu os mengatakan bahwa perut os kembung, os menjadi rewel, os sering
minum susu namun BAK sedikit. Ibu os juga mengatakan os sulit makan sejak
keluhan tersebut datang sehingga orang tua os membawa os ke Puskesmas 1 hari
SMRS (siang hari). Di Puskesmas os diberi terapi diantaranya oralit 200 ml, zinc
1x1 cth, lactoB 3x1 sachet, dan kaolin 4x1 cth. Setelah mendapat terapi di
Puskesmas, keadaan os belum membaik, ditandai dengan diare masih 3 kali
sebelum dibawa ke RSAM, os masih demam, muntah 1x dan os jarang BAK.
Keadaan tersebut membuat orang tua os membawa os ke RSPBA untuk
pemeriksaan dan penatalaksanaan lebih lanjut.
Ibu os mengatakan bahwa os tidak pernah mengalami diare sebelumnya.
Os pernah dirawat inap di RS Abdul Moeloek lima hari pada tahun 2016 dengan
diagnosis bronkopneumonia. Ibu os mengaku, riwayat makan os cukup baik. ASI
diberikan sejak lahir sampai usia tiga bulan. Os tidak memiliki riwayat alergi
terhadap makanan. Menurut ibu os, Os tidak pilih-pilih dalam hal makan. Dalam
sehari os makan rata-rata 2-3 kali. AKG (Kemenkes, 2013): 2125 kkal/hari.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum tampak sakit ringan,
kesadaran compos mentis, frekuensi nadi 144 kali/menit, frekuensi nafas 32
kali/menit, suhu 35,2oC, BB 12,5 kg, TB 81 cm, BB/U 2 s/d 3 SD, PB/U 2 s/d 3
SD, BB/PB 1 s/d 2 SD; kesan normal. Pada pemeriksaan status generalis
didapatkan mata cekung, konjungtiva tidak anemis, bibir tidak pucat. Pada
pemeriksaan jantung terdengar BJ I/II regular tanpa disertai bunyi jantung
tambahan seperti murmur dan galloop. Pada pemeriksaan paru – paru didapatkan
bunyi paru vesikular tanpa adanya suara paru tambahan seperti ronki. Pada
pemeriksaan abdomen tidak didapatkan nyeri tekan, hepatomegali, dan
spleenomegali. BU meningkat, 12x/menit.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Faeces Lengkap : 5 Mei 2020 pukul 09.00


Pemeriksaan Hasil Rujukan
Makroskopis
Warna : Kuning Kuning kecoklatan
Konsistensi : Encer Lembek
Bau : Khas
Lendir : Negatif Negatif
Darah : Negatif Negatif
Mikroskopis
Telur cacing : Negatif
Amoeba : Negatif
Sel-sel
Eritrosit : 1-2 /LP
Leukosit : 20-25 /LP
Epitel : 3-5 /LP
Sisa makanan
Serat daging : Negatif
Granula amylum : Negatif
Granula lemak : Negatif

Haematologi : 5 Mei 2020 pukul 09.00


Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hb : 11,8 g/dL 10,70-13,10
Leukosit : 11.000 u/l 10.800-11.800
Eritrosit : 4,9 juta u/l L =4,7-6,1 P=4,2-5,4
Hematokrit : 34% L= 42-53 P= 37-47
Trombosit : 375.000 /ul 150.000-450.000
MCV : 69 fl 79-99
MCH : 24 pg 27-31
MCHC : 34 g/dl 30-35
Hitung jenis
Eusinofil : 0% 0-8
Batang : 0% 0-8
Segmen : 0% 17-60
Limfosit : 49 % 20-70
Monosit : 12 % 1-11
LED : 25 mm/jam 0-10

DIAGNOSIS BANDING
GEA dengan dehidrasi ringan-sedang ec Rotavirus
GEA dengan dehidrasi ringan sedang ec Salmonella

DIAGNOSIS KERJA
GEA dengan dehidrasi ringan-sedang

PENATALAKSANAAN
Rehidrasi IVFD RL 50 tpm selama 3 jam
Setelah BAK (+) dilanjutkan, IVFD Ka EN 3B 12 tpm
Cefixim 2x100 mg
Oralit 200 ml
Zinc 20 mg 1x1
Lacto B 1 x1 sachet

PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
FOLLOW UP TANGGAL 5 Mei 2020 – 7 Mei 2020

S O A P
Keluhan Status Assesment Penatalaksanaan
5 Mei 2020 Pemeriksaan (O): GEA dengan Rehidrasi IVFD RL 50
09.00 WIB KU : Tampak sakit ringan dehidrasi tpm selama 3 jam
KS : Compos Mentis ringan sedang Setelah BAK (+)
Keluhan (S): HR : 144 x/ menit dilanjutkan, IVFD
Diare 1x, RR : 32 x/menit Ka EN 3B 12 tpm
muntah 3x, T : 35,2°C Oralit 50 ml/per diare
BAK jarang, BB : 12.5 kg Zinc 20 mg 1x1
terlihat PB : 81 cm Lacto B 1 x1
kehausan, dan
rewel Kepala
simetris, normocepal, rambut
hitam tersebar merata, tidak
mudah dicabut, ubun-ubun besar
datar.

Mata : simetris, mata cekung


(+/+), sekret (-/-), edema
palpebra (-/-),CA (-/-), SI
(-/-), hiperemis (-/-), pupil
isokor, refleks pupil (+/+)
Telinga : simetris, sekret (-/-)
Hidung : deviasi (-), sekret (-/-),
nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis (-), candidiasis
(-), bibir kering (-)

Leher
Normal, tidak ada deviasi
trakea, tidak ada pembesaran
KGB

Thoraks
Simetris, tidak ada lesi
Retraksi suprasternal : tidak ada
Retraksi substernal : tidak ada
Retraksi intercostals : tidak ada
Retraksi subcostal : tidak ada
Jantung
Inspeksi: iktus kordis tak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di
ICS IV linea
midclavicula sinistra
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: BJ I/II regular,
gallop (-), murmur (-)

Paru-Paru
Inspeksi : gerakan nafas
dekstra=sinistra
Palpasi : ekspansi simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +/+,
suara tambahan -/-

Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada lesi,
turgor baik
Auskultasi: bising usus (+),
14x/m
Perkusi: timpani, asites (-)
Palpasi: nyeri tekan (-), massa
(-), hepatomegali (-),
spleenomegali (-)

Ekstremitas :
Simetris, hangat, CRT < 2 detik

6 Mei 2020 Pemeriksaan (O): GEA dengan IVFD Ka EN 3B 12


09.00 WIB KU : Tampak sakit ringan dehidrasi tpm makro
KS : Compos Mentis ringan sedang Cefotaxim 200 mg/12
Keluhan (S): HR : 110 x/ menit jam
Diare 6x, BAK RR : 20 x/menit Oralit 50-100 ml/per
(+), minum 600 T : 37,0°C diare
ml, rewel BB : 12.5 kg Zinc 20 mg 1x1
PB : 81 cm Lacto B 1 x1

Kepala
simetris, normocepal, rambut
hitam tersebar merata, tidak
mudah dicabut, ubun-ubun besar
datar.

Mata : simetris, mata agak


cekung (+/+), sekret (-/-),
edema palpebra (-/-),CA
(-/-), SI (-/-), hiperemis
(-/-), pupil isokor, refleks
pupil (+/+)
Telinga : simetris, sekret (-/-)
Hidung : deviasi (-), sekret (-/-),
nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis (-), candidiasis
(-), bibir kering (-)

Leher
Normal, tidak ada deviasi
trakea, tidak ada pembesaran
KGB

Thoraks
Simetris, tidak ada lesi
Retraksi suprasternal : tidak ada
Retraksi substernal : tidak ada
Retraksi intercostals : tidak ada
Retraksi subcostal : tidak ada

Jantung
Inspeksi: iktus kordis tak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di
ICS IV linea
midclavicula sinistra
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: BJ I/II regular,
gallop (-), murmur (-)

Paru-Paru
Inspeksi : gerakan nafas
dekstra=sinistra
Palpasi : ekspansi simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +/+,
suara tambahan -/-

Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada lesi,
turgor baik
Auskultasi: bising usus (+),
8x/m
Perkusi: timpani, asites (-)
Palpasi: nyeri tekan (-), massa
(-), hepatomegali (-),
spleenomegali (-)

Ekstremitas :
Simetris, hangat, CRT < 2 detik

7 Mei 2020 Pemeriksaan (O): - IVFD Ka EN 3B 12


09.00 WIB KU : Tampak sakit ringan tpm makro
KS : Compos Mentis Cefotaxim 200 mg/12
Keluhan (S): HR : 110 x/ menit jam
Diare 3x, BAK RR : 20 x/menit Oralit 50-100 ml/per
(+), minum 200 T : 35,3°C diare
ml, rewel (-) BB : 12.5 kg Zinc 20 mg 1x1
PB : 81 cm Lacto B 1 x1

Kepala Pasien diperbolehkan


simetris, normocepal, rambut pulang.
hitam tersebar merata, tidak
mudah dicabut, ubun-ubun besar Terapi rawat jalan :
datar. Zinc 20 mg/ 24 jam
selama 14 hari.
Mata : simetris, mata
cekung (-/-), sekret (-/-),
edema palpebra (-/-),CA
(-/-), SI (-/-), hiperemis
(-/-), pupil isokor, refleks
pupil (+/+)
Telinga : simetris, sekret (-/-)
Hidung : deviasi (-), sekret (-/-),
nafas cuping hidung (-)
Mulut : sianosis (-), candidiasis
(-), bibir kering (-)
Leher
Normal, tidak ada deviasi
trakea, tidak ada pembesaran
KGB

Thoraks
Simetris, tidak ada lesi
Retraksi suprasternal : tidak ada
Retraksi substernal : tidak ada
Retraksi intercostals : tidak ada
Retraksi subcostal : tidak ada

Jantung
Inspeksi: iktus kordis tak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di
ICS IV linea
midclavicula sinistra
Perkusi: tidak dilakukan
Auskultasi: BJ I/II regular,
gallop (-), murmur (-)

Paru-Paru
Inspeksi : gerakan nafas
dekstra=sinistra
Palpasi : ekspansi simetris
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler +/+,
suara tambahan -/-

Abdomen
Inspeksi : datar, tidak ada lesi,
turgor baik
Auskultasi: bising usus (+),
8x/m
Perkusi: timpani, asites (-)
Palpasi: nyeri tekan (-), massa
(-), hepatomegali (-),
spleenomegali (-)

Ekstremitas :
Simetris, hangat, CRT < 2 detik
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Diare Akut


Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali sehari disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair berlangsung selama kurang dari 14 hari
terutama usia di bawah 5 tahun(1).

3.2 Cara Penularan


Cara penularan melalui fekal oral yaitu melalui makanan dan yang terkontaminasi oleh
enteropatogen, atau kontak langsung tangan penderita dengan barang-barang yang
tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui alat (finger, flies, fluid, food)(2).

Faktor resiko meningkatkan penularan antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh
4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih,
pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan
dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higenis dan
cara penyapihan yang tidak higenis. Faktor resiko lain seperti imunodefisiensi, gizi
buruk, berkurangnya asam lambung, menurunnya motilitas usus, dan menderita campak
4 minggu terakhir, serta faktor genetik(2).

3.3 Etiologi

Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi yaitu non inlfammatory dan
inflammatory. Enteropatogen menimbulkan diare non inlfammatory melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya diare inflammatory
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin(2).
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah
sebagai berikut (2):

Golongan bakteri :

 Aeromonas
 Bacillus cereus
 Campylobacter jejuni
 Clostridium perfringens
 Escherichia coli
 Salmonella
 Shigella
 Staphylococcus aureus
 Vibrio cholera
 Vibrio parahaemolyticus
 Yersenia enterocolitica

Golongan virus(2) :

 Astrovirus
 Calcivirus
 Enteric adenovirus
 Coronavirus
 Rotavirus
 Norwalk virus

Golongan parasit :

 Balantidium coli
 Entamoeba hystolitica
 Giardia lamblia
 Strongyloides stercoralis
 Trichuris trichiura
 Cryptosporidium parvum

Golongan helmintes: Strongiloides stercoralis


3.4 Patogenesis

Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan oleh virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung vilus
pada usus halus. Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan
menyerang vilus diusus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus
terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru,
berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus
mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan meningkatkan tekanan kolid
osmotik usus dan terjadi hiperplastik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari
penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna(2).

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakarida dan fungsi penyerapan
transport elektrolit dan air melalui pengangkutan bersama (kotransporter) glukosa dan
asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak berdiferensiasi, yang tidak
mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi air dan elektrolit.
Dengan demikian infeksi virus b selektif sel-sel ujung vilus menyebabkan
ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi dan malabsorbsi
karbohidrat kompleks, terutama laktosa(2).

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Bakteri
enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi
sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi
bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorbsi
yaitu cytoskleton dan perubahan susunan protein. Toksin dari bakteri enteral patogen
akan menyebabkan perubahan barrier tight junction yaitu perubahan pada celluler
cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh tersebut menyebabkan hiperkseresi
klorida yang akan diikuti natrium dan air(2).
Bakteri non invasi (enterotoksigenik)

Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasi disebut juga diare sekrotik, atau watery
diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin
yang bersifat tidak merusak mukosa. Bakteri non-invasi misalnya V. cholera non 01,
V.cholerae 01 atau 0139, Enterotoxigenic E. coli (ETEC), C. Perfringens, Staph.
Aureus, B. Cereus, Aeromonas spp. V. cholera eltor mengeluarkan toksin yang terikat
pada mukosa usus halus 15-30 menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini
mengakibatkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenine dinukleotid pada dinding sel
usus, sehingga, meningkatkan kadar adenosine 3’,5’-siklik monofosfat (siklik AMP)
dalam sel yang menyebabkan sekresi aktif anion klorida ke dalam lumen usus yang
diikuti oleh air, ion bikarbonant, kation natrium dan kalium. Namun demikian
mekanisme absorbsi ion Na melalui mekanisme pompa Na tidak terganggu, karena itu
keluarnya ion Cl (disertai ion HCO3-, H20, Na+, dan K+) dapat dikompensasi oleh
meningkatnya absorbsi ion Na (diiringi oleh H20, K+, HCO3-, dan Cl). Kompensasi ini
dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh
dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersamaan air, sekaligus diiringi oleh ion
Na+, K+, Cl dan HCO-. Inilah dasar terapi oralit peroral , seperti terlihat pada skema
berikut ini(3) :

Gambar 1. Mekanisme kerja enterotoksin AMF siklik dan cara kompensasi dengan oralit.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian beras dan meninggalkan
dubur secara deras dan banyak. Keadaan ini disebut sebagai diare sekretorik isotonik
voluminal. (watery diarrhea)

ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoxin (LT) dan stable toxin (st). LT Bekerja secara
cepat terhadap mukosa usus halus tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas
terhadap enzim adenilat siklase. Dengan demikian V.cholerae lebih bahaya di banding
E. coli(3).

Bakteri Enterovasif

Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai diare inflamatori. Diare
terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya
sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat bercampur lendir, darah, pada pemeriksaaan
tinja biasanya didapat sel-sel eritrosit dan leukosit(3).

Gejala rotavirus Shigella Salmonel ETEC EIEC Kolera


klinik a
Masa 17-72 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
tunas jam jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
muntah
Nyeri tenesmu Tenesmus Tenesmus - Tenesmu Kramp
perut s kramp kolik s kramp
Nyeri - + + - - -
kepala
Lama sakit 5-7 hari  hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
Sifat tinja
Volume sedang Sedikit sedikit banyak sedikit Banya
k
Frekuensi 5-10x/ >10x/hari sering sering Sering Banya
hari k
Konsistens cair Lembek lembek cair Lembek Cair
i
darah - sering kadang - + -
Bau langu +- busuk + Tidak Amis
ada khas
Warna Kuning Merah hijau kehijauan Tak Merah- Seperti
hijau berwarna hijau air
cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain anoreksi Kejang +- sepsis Meteorismu Infeksi +-
a s sistemik

Diare Osmotik

Diare osmotik terjadi ketika adanya gangguan penyerapan air pada usus. Gangguan ini
dapat terjadi karena pemecahan yang tidak sempurna atau malabsorbsi nutrisi di dalam
usus halus yang membuat masa yang lebih besar dan cairan yang lebih banyak lolos dan
masuk ke kolon. Masalah feses ini kemudian menciptakan gradien osmotik negatif yang
menyebabkan kebocoran lebih banyak cairan ke dalam usus meningkatkan volume tinja.
Penyebab dari jenis diare osmotik ini bervariasi namun bisa dibagi menjadi penurunan
ketersediaan enzimatik (intoleransi laktosa), kelainan genetik dengan menurunkan atau
menghilangkan kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi tertentu (celiac sprue), gula
yang kurang diserap (sorbitol, manitol, atau laktosa), "obat pencahar, magnesium
mengandung antasida, amebiasis dan pemberian antibiotik, serta malabsorpsi lemak
tertentu. Penyebab lainnya lebih banyak berhubungan dengan perubahan di dalam usus
yang menurunkan kemampuan untuk menyerap kembali cairan dan nutrisi karena tinja
didorong melalui lumen. Malnutrisi, terutama kekurangan gizi protein menyebabkan
atrofi reversibel villi dan sikat perbatasan struktur dalam usus bertanggung jawab atas
penyerapan. Reseksi bagian usus, terutama ileum terminal, secara mekanis akan
menurunkan kemampuan tubuh menyerap karena berkurangnya panjang usus yang
tersedia . Peradangan pada usus karena infeksi atau proses penyakit (penyakit Crohn)
bisa menjadi penyebab lain diare osmotik. Biasanya, diare osmotik merespons dengan
penurunan tinja saat individu puasa. Seseorang dengan diare osmotik akan memiliki
volume tinja di bawah satu liter per hari, tinja akan bersifat asam dan kalium lebih
banyak akan hilang dibanding natrium(4).

3.5 Diagnosis

Anamnesis

Riwayat pemberian makan anak sangat penting dalam melakukan tatalaksana dengan
diare. Tanyakan juga hal-hal berikut(1):
 Diare
- frekuensi buang air besar (BAB) anak
- lamanya diare terjadi (berapa hari)
- apakah ada darah dalam tinja
- apakah ada muntah
 Laporan setempat mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) kolera
 Pengobatan antibiotik yang baru diminum anak atau pengobatan lainnya
 Gejala invaginasi (tangisan keras dan kepucatan pada bayi)

Pemeriksaan fisis
Tanda-tanda dehidrasi ringan atau dehidrasi berat:
- rewel atau gelisah
- letargis/kesadaran berkurang
- mata cekung
- cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat
- haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum.
Darah dalam tinja
Tanda invaginasi (massa intra-abdominal, tinja hanya lendir dan darah)
Tanda-tanda gizi buruk
Perut kembung

Tidak perlu dilakukan kultur tinja rutin pada anak dengan diare
Menilai Dehidrasi
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan
klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/sedang atau
tanpa dehidrasi dan beri pengobatan yang sesuai(1).

Klasifikasi Tanda-tanda dan gejala Terapi


Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih dari Beri cairan untuk diare
tanda di bawah ini : dengan dehidrasi berat
- Letargis/tidak sadar (lihat Rencana Terapi C
- Mata cekung untuk diare, di rumah sakit)
- Tidak bisa minum atau
malas
- minum
- Cubitan kulit perut
kembali
- sangat lambat ( ≥ 2
detik)

Dehidrasi ringan-sedang Terdapat dua atau lebih - Beri anak cairan dan
tanda di bawah ini: makanan untuk
- rewel gelisah dehidrasi ringan (lihat
- Mata cekung rencana terapi B)
- Minum dengan - Setelah rehidrasi,
lahap/haus nasehati ibu untuk
- Cubitan kulit penanganan di rumah
kembali lambat dan kapan kembali
segera
- Kunjungan ulang dalam
waktu 5 hari jika tidak
membaik
Tanpa dehidrasi Tidak ada gejala yang - Beri anak cairan dan
cukup untuk makanan untuk
mengelompokkan dalam menangani diare di
dehidrasi berat dan tak berat rumah
- Nasihati ibu kapan
perlu kembali ke
dokter
- Kunjungan ulang
dalam waktu 5 hari
bila keadaan tidak
membaik

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat.

Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut(2) :


- Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisis gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika,.
- Urine : urine lengkap, kultur dan testkepekaan terhadap antibiotika.
- Tinja
Pemeriksaan makroskopis
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti: E. Hystolitica, B. Coli, T. Trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.
Hystolitica darah sering terlihat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC
terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides(2).
Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses
peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif menunjukkan
adanya kuman yang invasif yang memproduksi sitokin seperti Shigella,
Salmonela, C. Jejuni, EIEC, C. Difficle, Y. Enterocolitica, V. Parahaemoliticus.
Leukosit yang ditemukan umumnya PMN(2).

3.6 Terapi

Dehidrasi berat
Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan oralit.
Larutan intravena terbaik adalah larutan ringer laktat. Tersedia juga larutan ringer
asetat. Jika ringer laktat tidak tersedia, dapat diberikan larutan NaCl 0,9%. Larutan
glukosa 5% tidak dianjurkan. Berikan 100ml/kg larutan yang dipilih sesuai dengan tabel
berikut(1) :

Pertama, berikan 30 ml/kg dalam Selanjutnya, berikan 70 ml/kg dalam


Umur < 12 bulan 1 jam 5 jam
Umur > 12 bulan 30 menit 2,5 jam
Terapi C
Dehidrasi ringan- sedang
Pemantauan
 Nilai kembali anak setiap 15-30 menit hingga denyut nadi radial anak teraba.
Jika hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetasan infus lebih cepat.
Selanjutnya, nilai kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran
dan kemampuan anak untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan
bahwa telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata cekung akan membaik lebih
lambat dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat dalam
pemantauan.
 Jika jumlah cairan interavena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali status
hidrasi anak.
 Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti
yang telah dilakukan sebelumnya.
 Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda-tanda
dehidrsi ringan, hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam. Jika
anak bisa menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering
memberikan ASI pada anaknya.
 Jika terdapat tanda dehidrasi lanjutkan dengan terapi A.

Tatalaksana(1)

 Pada 3 jam pertama beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai
dengan berat badan anak.
 Pemberian oralit denfan satu sendij teh setiap 1-2 menit jika anak berumur di
bawah 2 tahun, dan pada anak yang lebih besar, berikan minum oralit lebih
sering dan menggunakan cangkir.
 Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
 Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit, lalu beri larutan oralit
lebih lambat (1 sendok teh setiap 2-3 menit)
 Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit, dan beri
minum air matang atau ASI.
 Nasihati ibu untuk terus memberikan asi lebih sering
 Jika ibu tidak dapat tinggal diklinik dalam 3 jam tunjukkan cara penggunaan
oralit.
 Nilai anak setelah 3 jam, memeriksa tanda dehidrasi yang terlihat sebelumnya
(periksa anak sebelum 3 jam jika anak tidak bisa minum oralit dan keadaan
semakin memburuk)
 Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk
perawatan dirumah yaitu :
 beri cairan tambahan
 beri tablet zink selama 10 hari
 lanjutkan pemberian makan dan minum
 kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini : anak tidak
bisa atau malas minum atau menyusu, kondisin anak
memburuk, anak demam, terdapat darah dalam tinja anak
 Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi
pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, mulai beri
anak makanan, susu atau jus dan berika ASI sesering mungkin.
 Jika timbul tanda dehidrasi berat, maka tatalaksana sesuai
tatatalaksana terhadap dehidrasi berat
 Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali
tidak bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus,
diberikan infus cairan intravena secepatnya. Berikan 70ml/kgBB
cairan ringer laktat atau ringer asetat, juka tidak tersedia gunakan nacl
0,9% yang dibagi sebagai berikut
Umur Pemberian 70 ml/kg selama
Bayi (dibawah umur 12 bulan) 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 2,5 jam

 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam


 Juga beri oralit (kira – kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau
minum
 Periksa kembali bayi setelah 6 jam atau anak setelah 3 jam.
Klasifikasi dehidrasi, pilih cara treatment yang tepat
Rencana terapi B penanganan dehidrasi sedang/ringan dengan oralit
Beri oralit diklinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam
 Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama
umur Sampai 4 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5tahun
bulan
Berat badan <6kg 6-10 kg 10-12 kg 12-29 kg
Jumlah cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400
Jumlah oralit yang diperlukan = 75 ml/kg berat badan

- Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas,


berikan sesuai kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
- Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, beri juga
100-200 ml air matang selama periode ini.
- Mulai member makan segera setelah anak ingin makan
- Lanjut pemberian ASI
 Tunjukkan kepada ibu cara pemberian larutan oralit
- Minum sedikit- sedikit tetapi sering dari cangkir/mangkok/gelas.
- Jika anak muntah , tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan
lebih lambat.
- Lanjutkan ASI selama anak mau
 Berikan tablet zink selama10 hari.
Setelah 3 jam :
- Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya
- Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan
 Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai:
- Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit di rumah
- Tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan di rumah
untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan
- Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambah 6
bungkus lagi sesuai yang dianjurkan dalam rencana terapi A
- Jelaskan 4 aturan perawatan di rumah: beri cairan tambahan, lanjutkan
pemberian makan, beri tablet zinc selama 10 hari, kapan harus kembali.
Tanpa dehidrasi
Rencana terapi A : penanganan diare di rumah(1)
Jelaskan kepada ibu tentang 4 aturan perawatan di rumah :
Beri cairan tambahan, beri tablet zink, lanjut pemberian makanan, kapan harus kembali
1. Beri cairan tambahan
Jelaskan kepada ibu :
- Pada bayi muda, pemberian ASI merupakan cairan tambahan yang
utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian
- Jika anak memperoleh ASI eksklusif beri oralit atau air matang sebagai
makanan tambahan
- Jika anak tidak memperoleh ASI eksklusif, beri 1 atau lebih cairan
berikut ini : oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) air matang

Anak harus diberi cairan oralit dirumah jika


- Anak telah diobati dengan rencana terapi B dan C dalam kunjungan
ini
- Anak tidak dapat kembali ke fasilitas kesehatan saat diare semakin
parah
Ajari iby cara mencampur dan melarutkan elektrolit
Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah

Tunjukkam kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus
diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari :
< 2 tahun : 50-100 ml setiap kali BAB
≥ 2 tahun : 100-200 ml setiapmkali BAB

Katakan kepada ibu :


- Agar meminumkan sedikit demi sedikit tetapi sering dari mangkuk/
cangkir/ gelas.
- Jika anak muntah tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan dengan
pemberian lebih lambat.
- Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.
2. Beri tablet zinc
Pada anak umur 2 bulan ke atas , beri tablet zinc selama 10 hari dengan dosis :
- Umur < 6 bulan : ½ tablet (10mg) per hari
- Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
3. Lanjutkan pemberian makan/ASI
4. Kapan harus kembali

Antibiotik
Berbagai macam obat telah digunakan untuk pengobatan diare seperti antibiotika dapat
diberikan bila sesuai atau ada indikasi. Antibiotik pada umunya tidak diperlukan pada
semua daire akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya
selflimited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotik. Hanya sebagian kecil (10-20%)
yang disebabkan oleh bakteri patogen seperti V. Cholera, Shigella, Enterotoksin, E.
Coli, Salmonella, Campylobacter, dan lainnya(1).

Kolera Tetracycline 12,5 Erythromycin


mg/kgBB 12,5mg/kgBB 4x sehari
4x sehari selama3 hari selama3 hari
Disentri Ciprofloxacin 15 mg/kgBB Pivmecillinam 20
2x sehari selama 3 hari mg/kgBB 4x sehari selama
3 hari
Ceftriakson 50-100
mg/kgBB 1x sehari IM 2-5
hari
Amoebiasis Metronidazole 10
mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari (10
hari pada kasus berat)
Giadiasis Metronidazole5mg/kgBB
3x sehariselama5 hari
Probiotik
Mekanisme kerja probiotik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dalam
mukosa usus dengan adanya kompetisi untuk mengadakan perlekatan dengan
enterosit (sel epitel mukosa). Enterosit yang telah jenuh dengan bakteri probiotik tidak
dapat lagi dilekati bakteri yang lain. Jadi dengan adanya bakteri probiotik di dalam
mukosa usus dapat mencegah kolonisasi oleh bakteri pathogen .Lactobacillus strain
pada manusia amempunyai kemampuan melekat pada Caco-2 cells dan sel goblet
HT29-MTX pada sel epitel mukosa usus. Lactobacillus acidophilus LA1 dan LA3
mempunyai kemampuan melekat yang kuat,tidak tergantung pada kalcium, sedangkan
Lactobacillus strain LA10 dan LA18 kemampuan melekatnya rendah. Kemampuan
perlekatan tersebut dapat dihilangkan dengan adanya tripsin. Strain LA1 mempunyai
kemampuan untuk mencegah perlekatan diarrheagenic Escherciacoli (EPEC) dan
bakteri enteroinvasive seperti Salmonella typhymurium, Yersinia tuberculosis.
Kemampuan mencegah perlekatan strain LA1 lebih efektif bila diberikan sebelum
atau bersamaan dengan infeksi E.coli dari pada setelah infeksi E coli.Di samping
mekanisme perlekatan dengan reseptor pada epitel usus untuk mencegah
pertumbuhan bakteri patogen melalui kompetisi, bakteri probiotik memberi manfaat
pada pejamu oleh karena produksi substansi antibakteri misalnya, asamorganik,
bacteriocin, microcin, reuterin, volatile fatty acid, hidrogenperoksida, dan ion
hydrogen(1,5).
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini telah dilakukan anamnesis kepada keluarga pasien secara
alloanamnesis dengan ibu pasien. Keluhan pada anamnesis diperoleh bahwa anak
mengalami diare konsistensi cair, encer disertai sedikit ampas, berlendir, berwarna
kuning, namun tidak disertai darah sebanyak 10 kali sejak 1 hari SMRS. Diare juga
disertai demam, mual dan muntah. Berdasarkan keluhan tersebut gejala klinis
mengarahkan kearah diare cair akut. Diare cair akut adalah buang air besar lebih dari 3
kali sehari selama kurang dari 14 hari dapat/tanpa disertai lendir dan darah.1 Diare
dengan demam dapat terjadi pada inflammatory diare. Diare akut karena infeksi dapat
disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut
atau kejang perut.3 Mual dan muntah adalah gejala non-spesifik namun dapat
disebabkan oleh organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik
virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Crytosporodium.2
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan pada
anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Insidensi tertinggi diare terjadi pada usia 6-11
bulan pada saat mulai diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan
menurunnya kekebalan aktif dari ibu, kurangnya kekebalan aktif dari anak, kontaminasi
tinja pada makanan pendamping ASI, atau kontaminasi langsung dengan tinja / binatang
saat mulai merangkak.3
Penularan diare terjadi melalui entereropatogen dan faktor resiko penulurannya
dapat meningkat disebabkan beberapa hal, diantaranya tidak memberikan ASI eksklusif
pada anak selama usia 4-6 bulan pertama kehidupannya. 2 Saat anamnesis, diketahui
bahwa pasien hanya memperoleh ASI eksklusif selama 3 bulan. Pemberian ASI ekslusif
adalah salah satu cara mencegah diare karena dapat melindungi saluran cerna dari
infeksi dan intoleransi. Selain efek imunitas, pemberian ASI secara tidak langsung
membatasi pajanan terhadap makanan/minuman yang terkontaminasi kuman.5
Saat diare, terjadi peningkatan kehilangan cairan dan elektrolit dari tinja cair
anak. Hal ini disebabkan saat suatu segmen usus besar teriritasi, seperti infeksi bakteri
menyeluruh saat enteritis, mukosa mensekresikan sejumlah air dan elektrolit lain selain
mukosa alkali yang normal. Sekresi ini bertujuan untuk mengencerkan faktor pengiritasi
dan menyebabkan pergerakan tinja yang cepat menuju anus. Hal ini mengakibatkan
diare, disertai kehilangan sejumlah cairan.5
Dehidrasi dapat terjadi apabila kehilangan cairan tersebut tidak diganti secara
2,3
adekut. Derajat dehidrasi diklasifikasikan berdasarkan gejala dan jumlah cairan yang
hilang. Saat anamnesis, Ibu os mengatakan sejak os diare, os menjadi rewel, os banyak
minum susu, dan os jarang BAK. Diare ringan sedang merupakan diare yang
menyebabkan kehilangan berat badan 3-9 % yang ditandai apabila ditemukan 2 gejala
atau lebih berupa: rewel/gelisah, mata cekung, minum dengan lahap/ haus, turgor kulit
kembali dengan melambat. Diare ringan sedang dapat diikuti dengan gejala klinis
berupa, kesadaran normal/letargi/irritable, denyut jantung normal-meningkat, kualitas
nadi normal-melemah, pernapasan normal-cepat, mata sedikit cekung, air mata
berkurang, mulut kering, cubitan kulit kembali < 2 detik, CRT memanjang, ekstremitas
dingan, dan kencing bekurang.2
Hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan suhu pasien 35.6°C,
RR:32x/menit,HR: 144x/menit. Saat pemeriksaan fisik ditemukan bahwa mata os
cekung, bising usus 14x/m (hiperperstaltik), turgor baik, dan akral hangat. Karena
kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung,
lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak.
3
Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik. Iritasi yang kuat pada
mukosa usus, sepeti pada diare infeksi berat, dapat menimbulkan peristaltik yang sangat
kuat dan cepat, disebut desakan peristaltik (peristaltic rush). Keadaan ini sebagian besar
dicetuskan oleh reflek saraf otonom dan batang otak, dan sebagian lagi oleh pleksus
miesentrikus intrinsic yang ada didalam dinding usus itu sendiri. Kontraksi peristaltik
yang sangat kuat ini berjalan jauh dari usus halus ke dalam kolon dan karena itu
membebaskan usus halus dari kimus yang mengiritasi dan peregangan yang berlebihan.5
Sehingga dari anamnesis dan pemeriksaan fisik diperoleh diagnosa pasien yaitu diare
akut dengan dehidrasi ringan sedang yang ditandai buang air besar encer lebih dari 3
kali sehari disertai dua atau lebih kriteria dehidrasi ringan sedang, berupa : 1) rewel, 2)
tampak kehausan, dan 3) mata cekung.
Penyebab dari diare dapat diketahui melalui gejala khas yang ditimbulkan dan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien gejala berupa diare cair lebih dari 10 kali sehari
disertai demam dan mual muntah. Pada pasien ditemukan bahwa feses berwarna kuning,
encer, tidak ditemukan lendir dan darah. Enteropatogen yang memiliki masa tunas 24
jam, dapat berupa Rotavirus, Shigella, Salmonella, ETEC, EIEC. Sedangkan, diare yang
disertai demam dan mual muntah dapat disebabkan Rotavirus, shigella, dan Salmoella.
Lama sakit dari infeksi rotavirus 5-7 hari, Shigella >7 hari dan Salmonella 3-7 hari.
Frekuensi BAB 5-10x dapat disebabkan Rotavirus, BAB >10x dapat disebabkan
Shigella dan Salmonela BAB sering. Konsistensi diare akibat rotavirus cair sedangkan
yang disebakan salmonella dan shigella lembek. Warna dari BAB yang disebabkan oleh
Rotavirus berwarna kuning kehijauan, Shigela berwarna merah-kehijauan dan
Salmonella berwarna kehijauan. Infeksi rotavirus tidak ditemukan leukosit pada feses
dan infeksi Salmonela menghasilkan bau feses yang busuk.2

Pada pemeriksaan makroskopis feses dapat dilakukan meskipun tidak dilakukan


pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi penyebab diare. Feses yang watery atau
tanpa mukus dan tanpa darah dapat disebabkan oleh virus enterotoksin, protozoa, atau
infeksi yang disebabkan diluar gastrointestinal. Feses yang mengandung mukus dan
darah disebabkan oleh bakteri yang menghasilkan enterotoksin, bakteri enteroinvasif
yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus misalnya; E histolica, E Coli,
dan T Trichuria. Bila terdapat darah bisanya tercampur dalam tinja, kecuali pada infeksi
E.Hystolica darah sering terdapat dipermukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat
garis garis pada feses. 2

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan


informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Pada pemeriksaan mikroskopis feses pasien, diperoleh telur cacing (-), amoeba
(-), leukosit (+) 20-25/LP. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap
bakteri yang menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti
Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang
ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit
mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien yang
terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah banyak.2

Pada pemeriksaan hematologi, hasil menunjukan nilai yang normal, kecuali


pemeriksaan LED yang meningkat. Infeksi virus sering ditandai dengan leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan
bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3 dengan neutrofil yang predominan.
Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri yang menandakan infeksi bakteri
serta peningkatan laju endap darah. Pada hasil pemeriksaan hematologi pasien diperoleh
nilai leukosit 11.000 (normal), namun terjadi peningkatan kadar LED (25 mm/jam). LED
atau dalam bahasa Inggrisnya Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) merupakan salah
satu parameter pemeriksaan darah lengkap yang menggambarkan perbandingan antara
eritrosit dan plasma. LED terutama mencerminkan perubahan protein plasma yang
terjadi pada infeksi akut maupun kronik, proses degenerasi dan penyakit
limfoproliferatif. Peningkatan LED merupakan respons yang tidak spesifik terhadap
kerusakan jaringan dan merupakan petunjuk adanya penyakit.3

Penyebab pasti diare pada pasien sulit untuk ditegakkan. Pada anamnesis pasien,
gejala lebih menujukan infeksi virus dikarenakan diare encer sebanyak 10x, berwarna
kuning dan tidak disertai darah atau bau yang busuk. Pada pemeriksaan penunjang
makroskopis feses juga ditemukan watery feses yang tidak disertai mukus atau darah
sehingga meningkatkan kecurigaan infeksi Rotavirus. Namun, pada pemeriksaan
mikroskopis ditemukan leukosit pada feses yang menunjukan adanya infeksi bakteri.
Pemeriksaan hematologi juga mengindikasikan leukosit yang normal, namun disertai
peningkatan LED. Leukosit yang normal dapat disebabkan adanya viral infection,
sedangkan peningkatan LED menunjukan adanya inflamasi akut atau kronik pada pasien.

Tatalaksana awal pada pasien di bangsal perawatan anak antara lain: rehidrasi
IVFD RL 50 gtt/m selama 3 jam, rehidrasi dengan Ka EN 3B 12 gtt/m diberikan setelah
os diare, oralit 50 ml/per diare, zinc 20 mg 1x1, lacto B 1 x1. Terapi ini sesuai diberikan
berdasarkan lima lintas diare yaitu rehidrasi dengan menggunakan oralit baru, Zinc
diberikan selama 10 hari berturut-turut, ASI dan makanan tetap diteruskan, antibiotik
selektif , dan nasihat kepada orang tua. 1,2,3
Terapi rehidrasi pada pasien dengan dehidrasi derajat ringan-sedang adalah ORS
(Oral Rehidrasi Solution). Namun dikarenakan anak muntah tiga kali dalam sehari,
maka pemberian rehidrasi melalui oral tidak dapat diberikan, sehingga rehidrasi
diberikan secara parenteral. Larutan RL (isotonis) diberikan karena elektrolit dan
konsentrasinya yang serupa dengan yang dikandung cairan ekstraseluler. Natrium
merupakan kation utama dari plasma darah dan menentukan tekanan osmotik. Klorida
merupakan anion utama di plasma darah. Kalium merupakan kation terpenting di
intraseluler dan berfungsi untuk konduksi saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit tersebut
dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan cairan pada dehidrasi dan syok
hipovolemik termasuk syok perdarahan. Pada os diberikan larutan RL 50 gtt/m sesuai
dengan terapi rehidrasi derajat ringan-sedang menurut Lozner dalam buku IDAI
Gastroenterologi menyebutkan bahwa kebutuhan cairan os ±50-70 ml/kg/3 jam (±3-5
tt/kg/menit) sehingga 12,5 kg x 3-5 gtt/m = 37,5-62,5 tpm.3

Setelah dievaluasi tiga jam kemudian didapatkan keadaan pasien membaik


ditandai dengan BAK sering sehingga cairan RL diganti dengan cairan rumatan KaEN
3B 10 tpm. KaEN 3B diberikan sesuai dengan teori yang menyebutkan KaEN 3B
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan
kalium cukup untuk meminimalisir adanya risiko hipokalemia dan mengganti ekskresi
harian pada keadaan asupan oral terbatas. KaEN 3B juga merupakan infus rumatan
untuk bayi dan anak berusia kurang dari tiga tahun. KaEN 3B mengandung Na 30
mEq/L, K 8 mEq/L, Cl 28 mEq/L, laktat 10 mEq/L, dan glukosa: 37,5 g/L.3

Rehidrasi secara oral juga diberikan dengan menggunakan oralit. Oralit baru
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran
tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru
ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera
pada anak. Oralit berisikan natrium, klorida, glukosa, kalium, dan sitrat. Pada hari
pertama os diberikan 50ml/diare dan pada hari kedua dan ketiga diberikan 100ml/diare,
jumlah ini sesuai dengan teori penatalaksanaan dari IDAI yang menyebutkan bahwa
untuk anak kurang dari dua tahun diberikan 50-100 ml tiap BAB.3

Lintas diare kedua adalah pemberian zinc guna mengurangi lama dan beratnya diare
serta untuk mengembalikan nafsu makan anak. Selain itu zinc berperan untuk pertumbuhan dan
pembelahan sel, sebagai anti oksidan, mempengaruhi kekebalan seluler. Zinc juga berperan
dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Pada diare, zinc berfungsi untuk memperbaiki epitel saluran cerna selama diare,
meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi
epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang
mempercepat pembersihan patogen dari usus. Os menerima 20 mg zinc per hari selama tiga hari
perawatan. Hal ini sesuai dengan anjuran tatalaksana diare yang menyebutkan bahwa anak di
atas umur 6 bulan membutuhkan 20 mg (1 tablet) per hari. Setelah tiga hari rawat inap, zinc
tetap dikonsumsi hingga 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. 3

Lacto B merupakan probiotik yang diberikan dengan beberapa tujuan, antara


lain: 1) melindungi sistem pencernaan, 2) menghambat pertumbuhan bakteri dengan
adanya lactic acid bacterial yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan asam
organik untuk menghambat bakteri yang merugikan pada usus, 3) menghidrolisa laktosa
menjadi glukosa dan galaktosa karena kandungan lactobacillo yang mampu
menghasilkan enzim beta-galaktosidase yang mampu menghidrolisa laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa, 4) mengurangi intoleransi laktosa, 5) menyeimbangkan flora
usus, 6) membantu menormalkan fungsi gastrointestinal, serta 7) mengoptimalkan
pertumbuhan pada anak.3

Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena
sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat
dibunuh dengan antibiotika. Hanya sebagian kecil (10 – 20%) yang disebabkan oleh
bakteri patogen seperti V. cholera, Shigella, Enterotoksigenik E. coli, Salmonella,
Camphylobacter dan sebagainya. Pada pasien diberikan terapi antibiotik dikarenakan
berdasarkan hasil laboratorium pemeriksaan tinja secara mikroskopis didapatkan
leukosit sebesar 20-25/LP. Adanya leukosit dalam tinja menandakan adanya infeksi
yang disebabkan oleh bakteri Salmonella atau Shigella. Pengobatan yang tepat untuk
diare yang disebabkan bakteri salmonella dan shigela adalah dengan pilihan pertama
pemberian antibiotic ciprofloxacin 15mg/kgbb 2 kali sehari selama 3 hari. atau pidengan
pemberian ceftriaxone 50-100mg/kgBB 1 kali sehari IM selama 2-5 hari.2,3

Pada hari pertama os telah direhidrasi dan mengalami perbaikan yang ditandai
dengan berkurangnya frekuensi diare yang semula dari 6x menjadi 3x sehari, os juga
sudah BAK. Jika dilihat dari pemeriksaan fisik didapatkan mata cekung berkurang.
Pada hari kedua pasien diberikan terapi dan menunjukkan adanya perbaikan yang
ditandai denan adanya mata cekung yang semakin berkurang. Pada hari ketiga
perawatan keadaan os makin membaik karena mata sudah normal dan tidak cekung,
BAB 3x sehari, dan os sudah tidak rewel lagi. Diagnosa diare akut tanpa dehidrasi
ditegakkan apabila tidak ditemui gejala sebagai berikut: os gelisah/rewel, letargi, tidak
bisa minum, haus, mata cekung, dan turgor kulit kembali lambat. Oleh karena alasan
tersebut, os dapat dipulangkan dan ibu os diberi edukasi mengenai aturan rawat jalan
anak diare yaitu 1) pemberian cairan tambahan, 2) pemberian ASI eksklusif lebih
banyak dan lebih sering. Bila anak tidak minum ASI eksklusif, perlu diberikan oralit,
cairan rumah tangga (sup, kuah sayuran, atau air tajin), atau air matang, serta 3) beri
tablet zinc 20mg/hari untuk anak usia di atas enam bulan untuk 10-14 hari walau diare
sudah berhenti.3

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 diperoleh bahwa


diare masih merupakan penyebab kematian bayi terbanyak yaitu 42% dibandingkan
pnemonia 24%, untuk golongan usia 1 – 4 tahun penyebab kematian karena diare 25%
dibandingkan pneumonia. Kematian yang banyak terjadi pada anak dengan diare
disebabkan karena dehidrasi. Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa
penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan
cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
2,3
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut.

Prognosis pada diare akut umumnya baik, namun diare akut dengan dehidrasi
dapat menimbulkan prognosa yang buruk apabila tidak dilakukan penatalaksanaan yang
cepat dan tepat serta edukasi yang baik kepada orang tua. Pasien diare dengan dehidrasi
dapat memperoleh prognosis yang lebih baik apabila keluarga dapat mendukung proses
pengobatan hingga anak sembuh. Pada pasien ini, prognosa diare dengan dehidrasi
ringan-sedang bersifat baik karena segera ditatalaksana cepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO Indonesia; 2009.
2. IDAI. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: , UKK-Gastroenterologi
Hepatologi IDAI; 2009.
3. WHO dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2011. Pelayanan Kesehatan Anak
di Rumah Sakit, Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat. Pertama.
Jakarta : WHO dan IDAI.
4. Garini, Ardiyani. 2015. Perbandingan hasil pemeriksaan laju endap darah cara
westergren menggunakan darah edta tanpa pengenceran dengan cara otomatik.
Palembang: Jurnal Poltekes Palembang.
5. Guyton & Hall. 2006. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
6. Indonesia PDSPD. Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing;
2009.
7. Sisson V, MSN, RN, CNP, CWOCN. Types of Diarrhea and Management
Strategies. 2014.
8. Arimbawa dkk. Peranan probiotik pada keseimbangan flora normal usus dalam .
Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:Sagung Seto;2007 (100-111).

Anda mungkin juga menyukai