Oleh
dr. Ulima Mazaya Ghaisani
Perceptor
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD
Pendamping:
dr. Ratna Purwaningrum, M.Kes
dr. Dwi Robbiardy Eksa, M.Kes
I. STATUS PASIEN
A. Identifikasi Pasien
Nama lengkap : Ny. A
Umur : 37 Tahun
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kelapa Tiga, Bandar Lampung
Jenis kelamin : Perempuan
Suku bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
MRS : 29 April 2020
B. Anamnesis
Diambil dari autoanamnesis tanggal 30 April 2020 pada pukul 09.00
WIB.
Keluhan Utama
Nyeri pada ulu hati, tidak menjalar dan memberat sejak satu minggu yang
lalu
Keluhan Tambahan
Lemas badan, berat badan menurun
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien
mengeluhkan nyeri pada ulu hati. Keluhan nyeri berupa nyeri seperti
ditusuk-tusuk, hilang timbul, dan tidak menyebar ke bagian perut lainnya
maupun punggungnya. Nyeri dirasakan lebih berat ketika pasien
beraktivitas. Ketika ditanyakan skala nyeri dari 0-10 pasien menyebutkan
angka 4. Keluhan nyeri ulu hati tersebut ditambah dengan adanya sesak
yang hilang timbul. Timbul ketika ada nyeri ulu hati dan hilang ketika
nyeri ulu hati juga hilang. Keluhan demam, mual, dan muntah disangkal.
Pasien juga mengeluhkan sering BAK terutama pada malam hari dan
jumlah urin meningkat dari biasanya, namun dari segi warna, pasien
mengaku urin berwarna kuning jernih. Pasien juga mengaku lebih banyak
makan (5x/hari) dan minum. Pasien mengaku BAB seperti biasa baik
konsistensi (lembek), warna (kuning-kecoklatan), dan frekuensi (satu kali
sehari). Keluhan luka yang sulit sembuh disangkal.
Sebelum masuk ke RSAM, pasien berobat ke puskesmas dan
diberikan obat penghilang nyeri. Namun keluhan tidak berkurang sehingga
pasien memutuskan untuk memeriksakan diri ke RS Advent 1 bulan
SMRS dan sudah dilakukan USG Abdomen dan didapatkan adanya
penyumbatan pada kantung empedu. Satu minggu SMRS pasien
mengatakan nyeri ulu hati yang tidak menjalar dan semakin memberat.
Pasien mengaku mempunyai dispepsia sejak kecil dan muncul
ketika pasien telat makan. Pasien belum pernah diperiksa gula darah
sebelumnya. Pola makan pasien sering tidak teratur dan sering
mengonsumsi suatu makanan yang manis. Pasien juga mengatakan jarang
melakukan olahraga secara teratur. Keluhan baal-baal dan kesemutan pada
tangan dan kaki tidak pernah dirasakan oleh pasien. Keluhan penglihatan
kabur, jantung berdebar dan nyeri dada disangkal. Riwayat kencing manis
pada anggota keluarga yang lain disangkal. Riwayat darah tinggi
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
(-) Cacar (-) Malaria (-) Batu Ginjal /Sal.
Kemih
(-) Cacar Air (-) Disentri (-) Burut (Hernia)
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Penyakit Prostat
(-) Batuk Rejan (-) Tifus Abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (-) Skirofula (-) Diabetes
(-) Influenza (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Kholera (-) Hipertensi (-) Penyakit Pembuluh
Darah
(-) Demam Rematik (-) Ulkus Ventrikuli (-) CRF
Akut
(-) Pneumonia (-) Ulkus Duodeni (-) Operasi
(-) Pleuritis (+) Dispepsia (-) Kecelakaan
(-) Tuberkulosis (+) Batu Empedu
D. Anamnesis Sistem
Catatan keluhan tambahan positif disamping judul-judul yang
bersangkutan.
Berat Badan
Berat badan rata-rata (Kg) : 60 kg
Tinggi badan (cm) : 160 cm
Berat badan sekarang (Kg) : 55 Kg
E. Riwayat Hidup
Tempat lahir : (√ ) di rumah ( ) rumah bersalin ( ) RS Bersalin
( ) Lain-lain
Ditolong oleh : ( ) dokter ( ) bidan (√) dukun
( ) Lain-lain
Riwayat Imunisasi
Riwayat Imunisasi tidak diketahui pasien
Riwayat Makanan
Frekuensi/hari : 5 kali dalam sehari
Jumlah/hari : 1 porsi/ makan
Variasi/hari : bervariasi
Nafsu makan : bertambah
Pendidikan
( ) SD ( ) SLTP (+) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( ) Kursus ( ) Tidak Sekolah
Kesulitan
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
Lain-lain :-
F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 55 kg
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 65 x/menit regular, equal, isi cukup
Suhu : 34,4oC
Pernafasan : 17 x/menit
Keadaan gizi : 21,48 IMT : normal
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Tidak ada
Habitus : Astenikus
Cara berjalan : Normal
G. Status Generalis
Kulit
Warna : Sawo matang
Jaringan parut : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Normal
Suhu Raba : Hangat
Keringat : Tidak ada
Lapisan lemak : Tidak ada
Efloresensi : Tidak ada
Pigmentasi : Tidak ada
Pembuluh darah : Dalam batas normal
Lembab/ Kering : Lembab
Turgor : Normal
Ikterus : Tidak ditemukan
Edema : Tidak ditemukan
Kepala
Ekspresi wajah : Normal, wajar
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut,
menyebar merata
Simetris muka : Simetris
Pembuluh darah temporal : Tidak terlihat
Mata
Exopthalmus : Tidak ada
Kelopak : Normal
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Lapang penglihatan : Normal
Deviatio konjungtiva : Tidak ada
Enopthalmus : Tidak ada
Lensa : Jernih
Visus : Normal
Gerak mata : Normal
Tekanan bola mata : Normal
Nistagmus : Tidak ada
Leher
Tekanan JVP : 5 -2 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak membesar
Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran
Dada
Bentuk : Simetris, normochest
Pembuluh darah : Normal
Buah dada : Normal
Paru-Paru
Depan Belakang
Inspeksi Hemithoraks simetris kiri dan Hemithoraks simetris kiri dan
kanan; Retraksi (-), kanan; Retraksi (-)
Palpasi Nyeri tekan (-) , fremitus vokal Nyeri tekan (-), fremitus vokal
simetris simetris
Perkusi Kiri sonor pada seluruh Kiri sonor pada seluruh
lapang paru lapang paru
Kanan sonor pada seluruh Kanan sonor pada seluruh
lapang paru lapang paru
Auskultasi Kiri vesikuler (+) , Ronkhi vesikuler (+) , Ronkhi (-),
(-), Wheezing(-) Wheezing (-).
Kanan vesikuler (+), Ronkhi vesikuler (+), Ronkhi (-),
(-), Wheezing(-) Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : Parastrernal dekstra ICS IV
Batas jantung kiri : Midclavicula sinistra ICS V
Batas atas : Parasternal ICS II
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri temporalis, karotis, brakhialis, radialis, femoralis poplitea, tibialis
posterior teraba.
Abdomen
Inspeksi : Cembung, spider navy (-)
Palpasi : Dinding perut: Nyeri tekan (+)
epigastrium, distensi (-),
asites (-), murphy sign (-),
ludwig’s sign (-)
Hati : Tidak teraba
Limpa : Schuffner 1, tepi reguler,
licin, mobile
Ginjal : Ballotement (-)
Perkusi : Timpani – pekak
Auskultasi : Bising usus (+), 7 x/menit
Refleks dinding perut : Normal
Anggota Gerak
Lengan
Kanan Kiri
Otot
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Eutrofi Eutrofi
Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan 5 5
Refleks
Kanan Kiri
Bisep N (Refleks lengan bawah) N (Refleks lengan bawah)
Trisep N (Kontraksi trisep) N (Kontraksi trisep)
Patela N N
Achiles N (Plantar fleksi ) N (Plantar fleksi)
Kremaster - -
Refleks kulit N N
Refleks patologis Tidak ada Tidak ada
H. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Hemoglobin : 14,4 gr/dL
Leukosit : 21.140/uL
Eritrosit : 4,8 juta/uL
Hematokrit : 39 %
Trombosit : 236.000/ uL
MCV : 82 fL
MCH : 30 g/dL
MCHC : 36 g/dL
Hitung jenis
- Basofil :0%
- Eosinofil :0%
- Batang :0%
- Segmen : 86 %
- Limfosit : 11 %
- Monosit :3%
LED : 32 mm/jam
CT : 9 menit
BT : 3 menit
Serologi
Bilirubin total : 7,1 mg/dL
Bilirubin direk : 5,1 mg/dL
Bilirubin indirek : 2,0 mg/dL
SGOT : 120 U/L
SGPT : 131 U/L
GDS : 282 mg/dL
Ureum : 17 mg/dL
Creatinin : 0,43 mg/dL
Natrium : 138 mmol/L
Kalium : 3,8 mmol/L
Calsium : 8,5 mg/dL
Chlorida : 103 mmol/L
USG Abdomen
Hepar : ukuran normal, permukaan rata, tepi tajam, sudut lancip,
echostr parenkim meningkat, gambaran pembuluh darah
dan sistem bilier agak kabur. Tidak tampak massa di
dalamnya.
Pankreas : ukuran normal, echo struktur parenkim baik, tidak tampak
massa
Gallbladder : ukuran normal, dinding rata, tidak tampak batu maupun
massa. Saluran empedu melebar sampai daerah massa
hiperechoic dengan shadow ukuran 13,3 mm
Ginjal kanan : ukuran dan bentuk normal, permukaan rata, echostr
parenkim baik, korteks tidak menipis, sistem
pelvikokalises tidak melebar, tidak tampak batu maupun
massa
Ginjal kiri : ukuran dan bentuk normal, permukaan rata, echostr
parenkim baik, korteks tidak menipis, sistem
pelvikokalises tidak melebar, tidak tampak batu maupun
massa
Lien : ukuran dan bentuk normal, permukaan rata, echostruktur
parenkim baik, tidak tampak massa
Vesica Urinaria : ukuran dan bentuk normal, dinding rata, tidak tampak
massa maupun batu
Rongga Abd : tidak tampak adanya cairan maupun tanda pembesaran
kelenjar lymph
Kesimpulan:
Hepar : mild fatty liver
Pankreas : struktur baik
Gallbladder : struktur baik dengan pelebaran saluran empedu e.c. batu
CBD proksimal
Ginjal kanan : struktur baik
Ginjal kiri : struktur baik
Lien : struktur baik
Vesica Urinaria : struktur baik
Rongga Abd : tak terlihat asites
I. Ringkasan
Dari anamnesis didapatkan bahwa seorang wanita berusia 37 tahun
mengeluh nyeri pada ulu hati sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Keluhan nyeri berupa nyeri seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul,
dan tidak menyebar ke bagian perut lainnya maupun punggungnya. Nyeri
dirasakan lebih berat ketika pasien beraktivitas. Ketika ditanyakan skala
nyeri dari 0-10 pasien menyebutkan angka 4. Keluhan nyeri ulu hati
tersebut ditambah dengan adanya sesak yang hilang timbul. Timbul ketika
ada nyeri ulu hati dan hilang ketika nyeri ulu hati juga hilang. Keluhan
demam, mual, dan muntah disangkal. Pasien juga mengeluhkan sering
BAK terutama pada malam hari dan jumlah urin meningkat dari biasanya,
namun dari segi warna, pasien mengaku urin berwarna kuning jernih.
Pasien juga mengaku lebih banyak makan (5x/hari) dan minum. Pasien
mengaku BAB seperti biasa baik konsistensi (lembek), warna (kuning-
kecoklatan), dan frekuensi (satu kali sehari). Keluhan luka yang sulit
sembuh disangkal.
Sebelum masuk ke RSPBA, pasien berobat ke puskesmas dan
diberikan obat penghilang nyeri. Namun keluhan tidak berkurang sehingga
pasien memutuskan untuk memeriksakan diri ke RS Advent 1 bulan
SMRS dan sudah dilakukan USG Abdomen dan didapatkan adanya
penyumbatan pada kantung empedu.
Pasien mengaku mempunyai dispepsia sejak kecil dan muncul
ketika pasien telat makan. Pasien belum pernah diperiksa gula darah
sebelumnya. Pola makan pasien sering tidak teratur dan sering
mengonsumsi suatu makanan yang manis. Pasien juga mengatakan jarang
melakukan olahraga secara teratur. Keluhan baal-baal dan kesemutan pada
tangan dan kaki tidak pernah dirasakan oleh pasien. Keluhan penglihatan
kabur, jantung berdebar dan nyeri dada disangkal. Riwayat kencing manis
pada anggota keluarga yang lain disangkal. Riwayat darah tinggi
disangkal.
Daftar Masalah
A. Anamnesis
1. Nyeri di ulu hati seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, tidak
menjalar
2. Sesak hilang timbul
3. Sering BAK terutama saat malam hari
4. Sering makan dengan frekuensi 5x.hari
5. Sering minum
6. Menyukai makanan manis dan bersantan
7. Jarang berolahraga dan aktivitas fisik secara teratur
8. Riwayat dispepsia (+)
B. Pemeriksaan fisik
1. Nyeri tekan epigastrium (+)
2. Spleenomegali schuffner 1, tepi teraba reguler, licin, dan mobile
C. Pemeriksaan penunjang
1. Leukosit : 21.140/uL
2. LED : 32 mm/jam
3. Bilirubin total : 7,1 mg/dL
4. Bilirubin direk : 5,1 mg/dL
5. Bilirubin indirek : 2,0 mg/dL
6. SGOT : 120 U/L
7. SGPT : 131 U/L
8. USG abdominal:
Gallbladder : struktur baik dengan pelebaran saluran empedu
e.c. batu CBD proksimal
Hepar : mild fatty liver
Diagnosis Banding
Dispepsia dengan DM tipe 2
Kolesistolitiasis dengan DM tipe 2
Kolelitiasis dengan DM tipe 2
Kolangitis e.c. koledokolitiasis dengan DM tipe 2
Kolesistitis e.c. kolelitiasis dengan DM tipe 2
Pankreatitis dengan DM tipe 2
Dasar Diagnosis
Nyeri berupa nyeri seperti ditusuk-tusuk pada epigastrium, hilang timbul,
dan tidak menyebar ke bagian perut lainnya maupun punggungnya.
Keluhan sering BAK terutama pada malam hari dan jumlah urin
meningkat dari biasanya, namun dari segi warna, pasien mengaku urin
berwarna kuning jernih. Pasien juga mengaku lebih banyak makan
(5x/hari) dan minum. Pola makan pasien sering tidak teratur dan sering
mengonsumsi suatu makanan yang manis. Pasien juga mengatakan jarang
melakukan olahraga secara teratur. Pemeriksaan fisik didapatkan
spleenomegali schuffner I, tepi teraba reguler, licin, dan mobile.
J. Usul Pemeriksaan
GDN
GDPP
HbA1c
Profil Lipid
K. Rencana Pengelola
a. Non Farmakologi
- Diet DM 1500 kalori, rendah lemak, rendah garam
- Tirah baring
- Edukasi
b. Farmakologi
- Inf. Ringer Laktat 20 tetes per menit
- Ciprofloksasin tablet 500 mg/12 j
- Inj. Ranitidin 50 mg/12j
- Sukralfat syrup 10 ml/8j
- Insulin glargin 0-0-0-10
- Insulin aspart 5-5-5-0
- Insulin lispro 8 IU/8j
- Ursodeoxycholic acid tablet 250 mg/12j
- Hyoscine N-butylbromide tablet 10 mg/8j
L. Prognosis
Quo at vitam : ad Bonam
Quo at functionam : ad Bonam
FOLLOW UP PASIEN
Rabu, 29 April 2020
RPS/ Pasien mengeluh nyeri pada ulu hati sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit
(SMRS). Keluhan nyeri berupa nyeri seperti ditusuk-tusuk, hilang timbul, dan tidak
menyebar ke bagian perut lainnya maupun punggungnya. Nyeri dirasakan lebih berat
ketika pasien beraktivitas. Ketika ditanyakan skala nyeri dari 0-10 pasien
menyebutkan angka 4. Keluhan nyeri ulu hati tersebut ditambah dengan adanya sesak
yang hilang timbul. Timbul ketika ada nyeri ulu hati dan hilang ketika nyeri ulu hati
juga hilang. Keluhan demam, mual, dan muntah disangkal. Pasien juga mengeluhkan
sering BAK terutama pada malam hari dan jumlah urin meningkat dari biasanya,
namun dari segi warna, pasien mengaku urin berwarna kuning jernih. Pasien juga
mengaku lebih banyak makan (5x/hari) dan minum. Pasien mengaku BAB seperti
biasa baik konsistensi (lembek), warna (kuning-kecoklatan), dan frekuensi (satu kali
sehari). Keluhan luka yang sulit sembuh disangkal.
RPD/ Pasien mengaku mempunyai dispepsia sejak kecil dan muncul ketika pasien telat
makan. Pasien belum pernah diperiksa gula darah sebelumnya. Pola makan pasien
sering tidak teratur dan sering mengonsumsi suatu makanan yang manis. Pasien juga
mengatakan jarang melakukan olahraga secara teratur. Keluhan baal-baal dan
kesemutan pada tangan dan kaki tidak pernah dirasakan oleh pasien. Keluhan
penglihatan kabur, jantung berdebar dan nyeri dada disangkal.
RPK/ Riwayat kencing manis pada anggota keluarga yang lain disangkal. Riwayat darah
tinggi disangkal.
O/ Keadaan umum:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 85x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 35,9⁰C
Kepala:
Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher:
JVP 5+0 cmH2O, pembesaran KGB (-)
Paru:
I: Bentuk dada simetris, retraksi (-)
P: Fremitus taktil kanan=kiri
P: Sonor kanan dan kiri
A: Vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung:
I: Iktus cordis tidak terlihat
P: Iktus cordis tidak teraba
P: Batas jantung kanan : Parastrernal ICS IV
Batas jantung kiri : Midclavicula ICS V
Batas atas : Para sternal ICS II
A: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
I: Dinding perut datar
A: Bising usus (+)
P: Nyeri tekan (+) epigastrium, spleenomegali schuffner 1, tepi reguler, licin, mobile
P: Timpani
Extremitas:
Extremitas superior dan inferior: oedem -/-, kuku pucat -/-
Darah lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Satuan
Darah Lengkap
Hemoglobin 14,3 13,0 – 16,0 g/dl
Jumlah Leukosit 21.140 4,0 – 10,0 103/µL
Jumlah Eritrosit 4,8 4,50 – 6,20 106/µL
Hematokrit 39 37,0 – 48,0 %
Trombosit 236.000 150-450 103/ul
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0 0–1 %
Eosinofil 0 1–3 %
Batang 0 3-5 %
Segmen 86 50-70 %
Limfosit 11 20-40 %
Monosit 3 2–8 %
LED 32 0-15 mg/dl
Kimia Darah
Bilirubin total 7,1 0,3-1,2 mg/dL
Bilirubin direk 5,1 0-0 mg/dL
Bilirubin indirek 2 0,1-1,0 mg/dL
SGOT 120 6-30 U/L
SGPT 131 6-45 U/L
GDS 282 <140 mg/dL
Ureum 17 13-43 mg/dL
Creatinin 0,43 0,55-1,02 mg/dL
Natrium 138 135-145 mmol/L
Kalium 3,8 3,5-5,0 mmol/L
Calsium 8,5 8,6-10,0 mg/dL
Chlorida 102 96-106 mmol/L
HbsAg Non reaktif
Anti-HCV Non reaktif
P/
1. Non farmakologi : Diet 1500 kcal/hari
2. Medikamentosa:
RL kolf gtt XX
Ceftriaxone amp 1 gr/12 jam
Ranitidin amp 50 mg/12j
Sukralfat syr 10 ml/8j
Paracetamol tab 500 mg/8j
O/ Keadaan umum:
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 70x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,2⁰C
P/
1. Non farmakologi : Diet 1500 kcal/hari
2. Medikamentosa:
RL kolf gtt XX
Ciprofloxacin tablet 500 mg/12j
Urdafalk tablet 250 mg/12j
Scopamin tablet 10 mg/8j
Paracetamol tablet 500 mg/8j
Humolog unit 8 IU/8j
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koledokolitiasis
A. Definisi
Pembentukan batu empedu terjadi karena zat tertentu dalam empedu yang
hadir dalam konsentrasi yang mendekati batas kelarutannya. Ketika empedu
terkonsentrasi di kantong empedu, dapat menjadi jenuh dengan zat ini, yang
kemudian mengendap dari larutan sebagai kristal mikroskopis. Kristal terjebak
dalam mukus kandung empedu, kandung empedu memproduksi endapan. Seiring
waktu, kristal tumbuh, agregat, dan bersatu untuk membentuk batu makroskopik.
Oklusi saluran oleh endapan dan / atau batu menghasilkan komplikasi penyakit
batu empedu. Dua zat utama yang terlibat dalam pembentukan batu empedu
adalah kolesterol dan kalsium bilirubinate.
Batu empedu kolesterol lebih sering terjadi pada wanita yang telah
mengalami kehamilan kembar. Kemungkinan karena tingkat progesteron
yang tinggi pada kehamilan. Progesteron mengurangi kandung empedu
kontraktilitas, yang menyebabkan retensi berkepanjangan dan konsentrasi
yang lebih besar dari empedu di kandung empedu.
Bilirubin, pigmen kuning yang berasal dari pemecahan heme, secara aktif
disekresi ke empedu oleh sel-sel hati. Sebagian besar bilirubin dalam
empedu adalah dalam bentuk konjugat glukuronida, yang merupakan cukup
larut dan stabil dalam air, tetapi sebagian kecil terdiri dari bilirubin tak
terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi, seperti asam lemak, fosfat,
karbonat, dan anion lainnya, cenderung membentuk endapan tidak larut
dengan kalsium. Kalsium memasuki empedu bersama dengan elektrolit lain
secara pasif.
Dalam situasi perputaran heme yang tinggi, seperti hemolisis kronis atau
sirosis, bilirubin tak terkonjugasi dapat hadir dalam empedu lebih tinggi dari
konsentrasi normal. Kalsium bilirubinate kemudian dapat mengkristal dari
larutan dan akhirnya membentuk batu. Seiring waktu, berbagai oksidasi
menyebabkan bilirubin presipitat untuk mengambil warna hitam pekat, dan
batu yang terbentuk dengan cara ini disebut batu empedu pigmen hitam.
Batu pigmen hitam mewakili 10-20% dari batu empedu di Amerika Serikat.
Empedu biasanya steril, namun dalam beberapa kondisi yang tidak biasa
(misalnya, di atas striktur bilier), mungkin menjadi koloni oleh bakteri.
Bakteri menghidrolisis bilirubin terkonjugasi, dan hasil peningkatan
bilirubin tak terkonjugasi dapat menyebabkan pengendapan kristal kalsium
bilirubinate.
Batu empedu asimtopmatik berupa batu empedu dapat berada dalam kantong
empedu selama puluhan tahun tanpa menyebabkan gejala atau komplikasi. Pada
pasien dengan batu empedu asimtomatik ditemukan secara kebetulan,
kemungkinan berkembangnya gejala atau komplikasi adalah 1-2% per tahun.
Dalam kebanyakan kasus, batu empedu tanpa gejala tidak memerlukan
pengobatan apapun. Karena mereka sering terjadi, batu empedu sering hidup
berdampingan dengan kondisi pencernaan lainnya. Ada sedikit bukti untuk
mendukung hubungan sebab akibat antara batu empedu dan sakit perut kronis,
sakit maag, distress postprandial, perut kembung, flatulensi, konstipasi, atau diare.
Nyeri disebut kolik bilier terjadi bila batu empedu atau endapan kebetulan
berdampak pada duktus sistikus selama kontraksi kandung empedu, meningkatkan
tegangan pada dinding kandung empedu. Dalam kebanyakan kasus, nyeri sembuh
lebih dari 30 sampai 90 menit karena kantong empedu relaksasi dan obstruksi
mereda.
Episode kolik bilier adalah sporadis dan tak terduga. Pasien melokalisasi nyeri
pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan mungkin menggambarkan radiasi
ke ujung scapular kanan (tanda Collins). Rasa sakit mulai setelah makan (biasanya
dalam waktu satu jam setelah makan lemak), sering digambarkan sebagai intens
dan tumpul, dan dapat berlangsung dari 1-5 jam. Dari awal, meningkat rasa sakit
terus-menerus selama sekitar 10 sampai 20 menit dan kemudian secara bertahap
berkurang ketika kantong empedu berhenti kontraksi dan batu jatuh kembali ke
dalam kandung empedu. Rasa sakit adalah konstan secara alami dan tidak
berkurang dengan emesis, antasid, defekasi, flatus, atau perubahan posisi. Ini bisa
disertai dengan diaforesis, mual, dan muntah.
Pasien dengan keadaan lithogenic atau batu empedu tanpa gejala tidak memiliki
temuan abnormal pada pemeriksaan fisik. Untuk membedakan kolik bilier tanpa
komplikasi dari kolesistitis akut atau komplikasi lain sangat penting. Keduanya
sering hadir dengan konstelasi yang sama gejala, dan pemeriksaan fisik dapat
membantu untuk membedakan keduanya.
Karena kandung empedu tidak meradang di kolik bilier tanpa komplikasi, nyeri
kurang terlokalisasi; pemeriksaan abdomen pasien pada dasarnya nyeri ringan
tanpa nyeri rebound atau guarding. Demam tidak ada.
Dalam kasus kolesistitis akut, kolangitis, atau pankreatitis akut yang parah, bising
usus sering absen atau hypoactive. Choledocholithiasis dengan obstruksi saluran
empedu menghasilkan ikterus pada kulit dan scleral yang berkembang selama jam
untuk hari karena bilirubin terakumulasi.
Trias Charcot nyeri tekan yang parah pada kuadran kanan atas dengan ikterus dan
demam adalah karakteristik dari kolangitis. Batu empedu pankreatitis akut sering
ditandai dengan nyeri epigastrium. Pada kasus yang berat, perdarahan
retroperitoneal dapat menghasilkan ekimosis dari panggul dan ekimosis
periumbilikalis (tanda Cullen dan tanda Grey-Turner).
Pada pasien yang diduga komplikasi batu empedu, tes darah harus mencakup sel
darah lengkap (CBC) menghitung dengan diferensial, fungsi hati panel, dan
amilase dan lipase. Kolesistitis akut berhubungan dengan leukositosis
polimorfonuklear. Namun, hingga sepertiga dari pasien dengan kolesistitis
mungkin tidak memanifestasikan leukositosis. Pada kasus yang parah,
peningkatan ringan enzim hati dapat disebabkan oleh cedera inflamasi hati yang
berdekatan. Pasien dengan kolangitis dan pankreatitis memiliki nilai tes
laboratorium yang abnormal. Yang penting, satu nilai laboratorium yang
abnormal tidak memastikan diagnosis choledocholithiasis, kolangitis, atau
pankreatitis.
Choledocholithiasis dengan obstruksi akut duktus biliaris komunis (CBD)
awalnya menghasilkan peningkatan akut pada kadar transaminase hati
(aminotransferase aspartat dan alanine), diikuti beberapa jam dengan kenaikan
kadar serum bilirubin. Semakin tinggi kadar bilirubin, semakin besar nilai
prediktif untuk obstruksi CBD. Batu CBD hadir di sekitar 60% dari pasien dengan
kadar serum bilirubin lebih dari 3 mg / dL.
Hitam pigmen atau mixed batu empedu mungkin mengandung kalsium yang
cukup untuk tampil radiopak pada film polos. Temuan udara di saluran empedu
pada film polos dapat menunjukkan perkembangan fistula choledochoenteric atau
ascending kolangitis dengan organisme gas pembentuk. Kalsifikasi pada dinding
kandung empedu (yang disebut porselen kandung empedu) merupakan indikasi
kolesistitis kronis yang parah.
Peran utama dari film polos dalam mengevaluasi pasien dengan dugaan penyakit
batu empedu adalah untuk menyingkirkan penyebab lain dari nyeri abdomen akut,
seperti obstruksi usus, perforasi viseral, batu ginjal, atau kalsifikasi
pankreatitis kronis.
D. Tatalaksana
Perawatan medis untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dalam kombinasi,
meliputi:
Penatalaksanaan medis lebih efektif pada pasien dengan fungsi kandung empedu
baik yang memiliki batu-batu kecil (<1 cm) dengan kandungan kolesterol tinggi.
Terapi garam empedu mungkin diperlukan selama lebih dari 6 bulan dan memiliki
tingkat keberhasilan kurang dari 50%.
Pada pasien dengan batu kandung empedu yang diduga bersamaan dengan batu
duktus biliaris komunis, ahli bedah dapat melakukan cholangiography
intraoperatif pada saat kolesistektomi. Saluran empedu dapat dieksplorasi
menggunakan choledochoscope. Jika batu duktus biliaris komunis ditemukan,
mereka biasanya dapat diekstraksi intraoperatif. Atau, ahli bedah dapat membuat
fistula antara saluran empedu distal dan duodenum yang berdekatan
(choledochoduodenostomy), memungkinkan batu untuk melewati tanpa bahaya ke
dalam usus.
A. Definisi
B. Klasifikasi
Menurut ADA dan WHO ada empat macam diabetes, yang dikelompokkan
berdasarkan penyebabnya yaitu :(10,11,12,13)
a. DM tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) : kejadiannya
kira-kira 10% dari total kasus DM. DM tipe ini dapat berkembang sejak usia
muda yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga
menyebabkan kekurangan sekresi insulin secara mutlak.
b. DM tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM):
Umumnya muncul pada usia > 40 tahun dan jumlahnya kira-kira 90% dari
total DM. DM tipe ini ditandai dengan adanya resistensi insulin, defisiensi
insulin atau gabungan keduanya. Hal ini menyebabkan glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel insulin meskipun telah tersedia. Keadaan ini disebabkan
obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak badan serta
faktor keturunan.
c. DM tipe spesifik : karena kelainan genetik spesifik, penyakit pankreas,
gangguan endokrin lain, karena efek obat-obatan, bahan kimia, infeksi virus,
dan sebagainya.
d. Diabetes Kehamilan : DM yang terjadi hanya pada saat hamil.
DM tipe 2 terjadi pada 90% dari smeua kasus diabetes dan biasanya ditandai
dengan resistensi insulin dan defisiensi insulin relative. Resistensi insulin
ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas,
peningkatan produksi glukosa hepatic, dan penurunan pengambilan glukosa
pada otot skelet. Disfungsi sel β mengakibatkan gangguan pada pengontrolan
glukosa darah. DM tipe 2 lebih disebabkan karena gaya hidup penderita
diabetes (kelebihan kalori, kurangnya olahraga, dan obesitas) dibandingkan
pengaruh genetik.
DM tipe spesifik, disebabkan oleh factor lain (1-2% dari semua kasus
diabetes) termasuk gangguan endokrin, penyakit pancreas eksokrin, dank
arena obat (gukokortiroid, pentamidin, niasin, dan α interferon).
D. Patogenesis (16)
Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 ditandai dengan defisiensi absolut fungsi sel beta
pankreas. Yang paling sering adalah hasil penghancuran mediasi imun oleh
sel beta pankreas, namun jarang tidak diketahui atau proses idiopati yang
dapat berkembang. yang jelas ada empat fitur utama, yaitu:
- Selama preklinik ditandai dengan adanya imun ketika terjadi kerusakan
sel beta.
- Hiperglikemi sekitar 80-90% dapat merusak sel beta pankreas.
- Transien remisi.
- Ditetapkan sebagai penyakit yang beresiko dengan komplikasi dan
kematian. Tidak diketahui salah satu faktor atau lebih yang dapat
menimbulkan proses autoimun.
Proses autoimun yang dimediasi oleh makrofag dan limfosit T dengan
autoantibodi beredar ke berbagai antigen sel-β. Antibodi yang paling sering
terdeteksi terkait dengan DM tipe 1 adalah antibodi sel islet. Tes untuk
antibodi sel islet, bagaimanapun, sulit untuk menjelaskan standar di
laboratorium. Yang lain yang lebih mudah mengukur antibodi yang termasuk
autoantibodi insulin, antibodi yang langsung melawan terhadap asam
glutamat dekarboksilase, insulin antibodi yang melawan islet tirosin-
fosfatase, dan beberapa lainnya. Lebih dari 90% dari orang yang baru
didiagnosis dengan DM tipe 1 memiliki satu atau lain dari antibodi, sekitar
3,5% sampai 4% dipengaruhi oleh riwayat keluarga. Praklinis autoimun sel-β
menandai diagnosis DM tipe 1 pada usia 9 sampai 13 tahun. Autoimun dapat
di cek dalam beberapa kemungkinan lebih sedikit orang yang rentan, atau
dapat berkembang menjadi kegagalan sel β. Antibodi ini umumnya dianggap
sebagai tanda penyakit daripada kehancuran mediator sel- β, telah digunakan
untuk mengidentifikasi seseoang yang berisiko DM tipe 1 yang mengevaluasi
strategi pencegahan penyakit. Gangguan autoimun Nonpancreatik lain terkait
dengan DM tipe 1, yang paling biasa adalah Hashimoto thyroiditis, namun
sejauh mana keterlibatan organ dapat berkisar dari tidak ada organ untuk
kegagalan polyglandular. Ada hubungan genetik yang kuat dengan gen DQA
dan gen B, dan tentu antigen leukosit manusia (HLAs) dapat predisposisi
(DR3 dan DR4) atau pelindung (DRB1 * 04008 * 0302-DQB1 dan DRB1 *
0411 - DQB1 * 0302) pada kromosom. Faktor lingkungan seperti sebagai
agen infeksius, bahan kimia, dan agen makanan cenderung berkontribusi
sebagai faktor-faktor dalam ekspresi penyakit. Penghancuran β-pankreas
menyebabkan hiperglikemia fungsi sel karena adanya defisiensi absolut
insulin dan amylin baik. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan
berbagai mekanisme termasuk stimulasi serapan jaringan glukosa, glukosa
penekanan produksi ion oleh hati, dan pelepasan asam lemak bebas dari
lemak sel. Pelepasan asam lemak bebas memainkan peran penting dalam
homeostasis glukosa. Peningkatan kadar asam lemak bebas menghambat
penyerapan glukosa oleh otot dan merangsang hati gluconeogenesis.
Amylin, hormon peptida glucoregulatory cosecreted dengan
insulin, berperan dalam menurunkan glukosa darah dengan memperlambat
pengosongan lambung, menekan output glukagon dari sel α pankreas, dan
meningkatkan rasa kenyang. Dalam DM tipe 1produksi amylin sangat rendah
disebabkan karena kerusakan sel-β.
Sebagian besar (80% -85%) dari glukosa yang diambil oleh jaringan perifer
dibuang di otot, dan hanya sebagian kecil ( 4% -5%) yang dimetabolisme
oleh adiposit. Dalam keadaan makan, glukagon ditekan. Meskipun jaringan
lemak bertanggung jawab dalam sejumlah kecil dari total pembuangan
glukosa tubuh, tetapi berperan sangat penting dalam pemeliharaan
homeostasis total glukosa tubuh. Peningkatan konsentrasi insulin dalam
plasma mengakibatkan efek antilipolytik kuat, yang ditandai penurunan free
folic acid (FFA) dalam plasma. Penurunan konsentrasi dalam plasma hasil
FFA dalam pengambilan glukosa meningkat pada otot, dan mengurangi
produksi glukosa hepatik. Jadi penurunan konsentrasi plasma glukosa
menurunkan plasma FFA yang dapat mengurangi produksi dan meningkatkan
penyerapan dalam otot. Seorang diabetes tipe 2 ditandai oleh kerusakan pada
sekresi insulin, dan resistensi insulin yang ada otot, hati, dan adiposit
tersebut. Resistensi insulin biasanaya terjadi pada seseoramg yang kurus.
Gangguan sekresi insulin pada pankreas dengan atau mal-fungsi sel β mampu
menyesuaikan sekresi insulin untuk memelihara toleransi glukosa normal.
Jadi dalam individu nondiabetes insulin meningkat sebanding dengan tingkat
keparahan resistensi insulin dan toleransi glukosa tetap normal. Gangguan
sekresi insulin ditemukan pada pasien diabetes tipe 2 dan evolusi evolusi
disfungsi sel-β telah baik ditandai di beragam etnis populasi. DeFronzo dan
koleganya mengukur konsentrasi insulin plasma puasa dan OGTTs yang
dilakukan pada 77 individu DM tipe 2 dengan berat badan normal dan lebih
dari 100 subjek kurus dengan normal atau gangguan toleransi glukosa.
Hubungan antara konsentrasi FPG dan konsentrasi insulin dalam plasma
puasa menyerupai U terbalik atau tapal kuda. Sebagai konsentrasi FPG
meningkat 80-140 mg/dL, konsentrasi insulin plasma puasa meningkat secara
progresif, memuncak pada nilai yang 2-2,5 kali lipat lebih besar daripada
kelompok kontrol berat badan normal nondiabetes. Ketika FPG konsentrasi
melebihi 140 mg / dL, sel β tidak mampu mempertahankan dari sekresi
insulin, dan konsentrasi insulin puasa menurun drastis. Penurunan insulin
puasa menyebabkan peningkatan produksi glukosa hepatik semalam, yang
hasil dalam konsentrasi FPG tinggi.
E. Manifestasi Klinik
Gejala DM dapat timbul pada anak atau orang dewasa muda, dan pada dewasa di
atas 40 tahun. Terkadang gejala hanya dirasakan ringan. Biasanya DM ditemukan
secara kebetulan saat melakukan pemeriksaan umum.(17)
Berikut ini adalah gejala klinik yang dirasakan oleh penderita DM tipe I dan II
yaitu :(11,13)
1) Gejala klinik DM tipe I
a) Individu dengan DM tipe I dapat membuat penderita kurus dan
cenderung terjadi ketoasidosis diabetes.
b) Antara 20 – 40% pasien mengalami ketoasidosis setelah beberapa hari
mengalami poliuri (sering berkemih), polidipsi (banyak minum), polifagi
(banyak makan) dan kehilangan berat badan.
c) Relatif tidak ada kaitannya dengan genetika dan terjadi pada usia di
bawah 30 tahun.
F. Diagnosis
G. Komplikasi (16)
Retinopati
Pemeriksaan diperlukan sepenuhnya untuk mengevaluasi penyakit mata,
permulaan retinopati pada diabetes dapat dikembalikan dengan control
peningkatan glikemik. Retinopati yang lebih parah tidak akan sembuh dengan
peningkatan glikemia dan benar-benar dapat memperburuk dengan perbaikan
jangka pendek dalam glikemia. Studi yang dilakukan untuk menentukan
terapi medis independen dari kontrol glukosa akan mencegah berkembangnya
retinopati yang memburuk.
Neuropati
Neuropati perifer adalah komplikasi yang paling umum terlihat dalam jenis
pasien DM tipe 2. Parestesia, mati rasa, atau nyeri dapat menjadi gejala
dominan. Pada kaki lebih sering terjadi daripada tangan. Jika terjadi
kesakitan, terapi simtomatis adalah pemberian antidepresan trisiklik dosis
rendah, antikonvulsan (Gabapentin, pregabalin, fenitoin karbamazepin, dan
mungkin), duloxetine, venlafaxine, capsaicin topikal, dan berbagai obat yang
dapat menghilangkan rasa sakit termasuk obat antiinflamasi nonsteroid
tramadol. Baru-baru ini, antikonvulsan lain, topiramate, telah menjanjikan
dalam pengurangan gejala, dengan efek samping positif dari penurunan berat
badan pada pasien diabetes tipe 2.
Hipertensi
Hipertensi pada mikrovaskuler meningkat dan macrovascular beresiko pada
pasien dengan DM. ACE inhibitor dan angiotensin reseptor blokers
umumnya direkomendasikan untuk terapi awal. Nasional Yayasan Ginjal juga
menunjukkan bahwa tujuan tekanan darah kurang dari 130/80 mm Hg, serta
merekomendasikan diuretik sebagai lini kedua terapi pada pasien dengan
penyakit ginjal diabetes.
H. Penanganan
2) Latihan jasmani(5)
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3 – 4 kali seminggu) selama
kurang lebih 30 menit. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan
kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama
20 menit dan olahraga berat misalnya jogging.
b. Pengobatan Farmakologi
1) Pengobatan dengan insulin
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel beta dari pulau-
pulau langerhans kelenjar pankreas. Insulin dibentuk dari proinsulin yang
bila kemudian distimulasi, terutama oleh peningkatan kadar glukosa
darah akan terbelah untuk menghasilkan insulin dan peptide penghubung
(C-peptide) yang masuk ke dalam aliran darah.(19)
b) Biguanid(13,17,19)
Contoh golongan obat ini adalah metformin. Mekanisme kerja
biguanid dengan menurunkan produksi glukosa di hati dan sedikit
memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Selain itu obat
ini juga menurunkan kadar glukosa saat puasa dan kadar insulin,
memperbaiki profil lipid, dan membantu menurunkan berat
badan. Efek sampingnya diare, mual, nafsu makan turun.
c) Thiazolindione(13,17,19)
Kelompok obat yang termasuk obat generasi baru ini bekerja
dengan menurunkan resistensi insulin dan menaikkan sensitivitas
insulin, meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer, serta
mengurangi produksi glukosa di hati. Contohnya antara lain
troglitazone, rosiglitazone, dan pioglitazone.
d) Meglitinid(13,17,19)
Contohnya adalah repaglinid dan nateglinid. Bekerja seperti
sulfonilurea. Obat sebaiknya diminum 30 menit sebelum makan
dan tidak boleh diminum jika tidak makan.
e) Penghambat alfa-glukosidase(13,17,19)
Contoh golongan obat ini adalah akarbose. Akarbose menurunkan
hiperglikemia postprandial dengan cara memperlambat
penyerapan glukosa di usus. Akarbose tidak mempengaruhi
ambilan glukosa maupun sekresi insulin. Efek sampingnya adalah
flatulen, diare, gangguan gastrointestinal.
f) Golongan inkretin
Inkretin mimetik(19,20)
Exenatid suatu glucagon-like peptide (GLP-1) analog adalah
salah satu obat golongan ini dalam bentuk suntikan. Obat ini
belum masuk pasaran Indonesia walaupun di beberapa Negara
barat sudah mulai sering dipakai karena terbukti cukup efektif
menurunkan glukosa darah dengan cara merangsang sekresi
insulin dan menghambat sekresi glukagon.
Dipeptidyl peptidase IV (DPP-4) inhibitor(9,19,20)
Sitagliptin dan vildagliptin merupakan contoh golongan obat
baru ini. Obat ini mempunyai cara kerja menghambat suatu
enzim yang mendegradasi hormon inkretin endogen, yaitu
hormon GLP-1 dan glucose-dependent insulinotropic
polypeptide (GIP) yang berasal dari usus, sehingga dapat
meningkatkan kadarnya setelah makan, yang kemudian akan
meningkatkan sekresi insulin yang dirangsang glukosa,
mengurangi sekresi glukagon dan memperlambat pengosongan
lambung. Tampaknya mempunyai profil keamanan yang cukup
baik tanpa efek samping yang berat. Obat ini diberikan dengan
dosis tunggal tanpa perlu penyesuaian dosis. Dapat diberikan
sebagai monoterapi tetapi juga dapat dikombinasi dengan
metformin, glitazon atau sulfonilurea.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Dua zat paling banyak yang dapat membentuk batu empedu adalah kolesterol dan
kalsium bilirubinate. Batu empedu kolesterol berhubungan dengan jenis kelamin
perempuan, pertambahan usia, obesitas, kehamilan, kandung empedu yang statis,
obat dan keturunan. Selain itu, sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi
insulin, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, dan hiperlipidemia berhubungan
dengan peningkatan sekresi kolesterol di hati dan merupakan faktor risiko utama
bagi perkembangan batu empedu kolesterol. Pada pasien ini, pasien berjenis
kelamin perempuan dan berusia 37 tahun yang dapat menjadi faktor risiko dari
koledokolitiasis. Pasien ini belum pernah memeriksakan gula darahnya ke bagian
kesehatan sehingga belum mengetahui apakah pasien mempunyai diabetes melitus
atau tidak, namun dari anamnesis dikatakan pasien lebih sering BAK, makan, dan
minum, yang ketiganya merupakan trias diabetes melitus. Jika cairan empedu
mengandung proporsi kolesterol yang relatif tinggi, kemudian sebagai empedu
terkonsentrasi, disolusi bertahap dari vesikel dapat menyebabkan keadaan di mana
kolesterol pada misel dan yang tersisa di vesikel melebihi kapasitas. Pada titik ini,
empedu sangat tersaturasi dengan kolesterol, dan kristal kolesterol monohidrat
dapat terbentuk.
Pada pemeriksaan radiologi didapatkan pelebaran saluran empedu e.c. batu CBD
proksimal dan mild fatty liver. Choledocholithiasis dengan obstruksi akut duktus
biliaris komunis (CBD) awalnya menghasilkan peningkatan akut pada kadar
transaminase hati (aminotransferase aspartat dan alanine), diikuti beberapa jam
dengan kenaikan kadar serum bilirubin. Semakin tinggi kadar bilirubin, semakin
besar nilai prediktif untuk obstruksi CBD. Batu CBD hadir di sekitar 60% dari
pasien dengan kadar serum bilirubin lebih dari 3 mg / dL. Pada pasien ini terjadi
peningkatan kadar SGOT (120 U/L), SGPT (131 U/L), bilirubin total (7,1 mg/dL),
bilirubin direk (5,1 mg/dL), bilirubin indirek (2,0 mg/dL). Sehingga diagnosis
koledokolitiasis dapat ditegakkan.
Pada anamnesis, pasien mengatakan sering BAK terutama pada malam hari dan
jumlah urin meningkat dari biasanya, namun dari segi warna, pasien mengaku
urin berwarna kuning jernih. Pasien juga mengaku lebih banyak makan (5x/hari)
dan minum. Pada pemeriksaan GDS tanggal 29 September 2017 didapatkan hasil
282 mg/dL. Tanggal 30 September 2017 358 mg/dL. 2 Oktober dilakukan
pemeriksaan GDN: 224 mg/dL, GDPP: 233 mg/dL, dan kurva GDS: GDS 06.00: 303
mg/dL, GDS 11.00: 168 mg/dL, GDS 16.00: 156 mg/dL. Tanggal 3 Oktober dilakukan
pemeriksaan GDS dengan hasil 101 mg/dL. Diagnosis DM menurut ADA dan WHO,
adalah sebagai berikut: 1) Terdapat gejala diabetes dengan glukosa darah sewaktu
≥ 200 mg/dL. 2) Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL. 3) Kadar glukosa pada
tes toleransi glukosa setelah 2 jam ≥ 200 mg/dL. Sehingga pada tanggal 3 Oktober
dapat ditarik kesimpulan gula darah sewaktu pasien sudah normal sehingga
direncanakan untuk pulang dan kontrol ke poli bedah umum pada hari senin
depan.
Tatalaksana yang diberikan berupa diet 1500 kcal/hari yang terdiri dari
karbohidrat: 45 – 60%, protein: 10 – 20%, dan lemak: 20 – 25%. Pemberian infus
ringer laktat 20 tpm sebagai cairan maintenance. Diberikan antibiotik ceftriakson
1 gram/12 jam dengan indikasi leukosit tinggi (21.140/uL) pada hari pertama, hari
kedua pasien diberikan ciprofloxacin 500 mg/12jam. Lantus 0-0-10 unit. Lantus
(insulin glargin) bekerja sebagai analog insulin manusia yang long acting.
Efeknya baru timbul setelah 6 jam dan bekerja selama 28 – 36 jam. Novorapid 5-
5-5-0 unit diberikan bersama makanan, sesaat sebelum, atau segera sesudah
makan. Novorapid (insulin aspart) termasuk dalam insulin kerja cepat, mencapai
puncaknya dalam waktu 2 – 4 jam dan lama kerjanya 6 – 8 jam. Insulin ini
bekerja paling cepat dan paling sebentar, seringkali mulai menurunkan kadar gula
dalam waktu 20 menit. Humalog 8 IU/8j diberikan sebagai pengganti lantus dan
novorapid ketika kadar gula darah pasien sudah stabil. Humalog merupakan
insulin lispro yang bekerja secara cepat dan diberikan 15 menit sebelum atau
segera sesudah makan.
Urdafalk 250 mg/12j diberikan dengan indikasi adanya hepatitis kolestatis,
hepatitis aktif kronik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosing primer, batu
empedu kolesterol radiolusen yang diameternya <20mm. Komposisi dari urdafalk
adalah ursodeoxycholic acid sebagai kolagogum, kolelitolitik, dan
hepatoprotektor, yang pemberiannya diberikaan bersama makanan dengan dosis
8-10 mg/kg/hari terbagi dalam 2-3 dosis. Dosis pemberian ini sudah tepat
mengingat BB pasien 50kg sehingga dalam sehari pasien mengonsumsi 500 mg
dalam 2 dosis. Scopamin 10 mg/8j adalah antispasmodik yang digunakan untuk
tatalaksana gangguan fungsional gastrointestinal seperti spasme pada saluran
gastrointestinal dan diskinesia sistem bilier. Dosis scopamin adalah 1-2
tablet4x/hari yang dapat diberikan bersama atau tanpa makan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suyono S, et al. Editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 3. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2006. Hal. 89-90, 296-308, 581, 591-93, 819-28, 872-76,
927-45.
7. Stockley, I.H. 2008. Drug Interaction 8th Edition. The Pharmaceutical Press,
London UK. Hal 1, 4, 468 – 485
8. Sari, D.P. 2006. Pola Peresepan dan Analisis Interaksi Obat Antidiabetik Oral
Pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit x Depok. Skripsi. Departemen
Farmasi Fakultas MIPA UI, Depok. Hal 45
12. Anonim. 2006. Guidelines for the prevention, management and care of
diabetes mellitus. World Health Organization.
http://whqlibdoc.who.int/emro/2006/9789290214045_eng.pdf.
13. Priyanto. 2009. Farmakoterapi dan Terminologi Medis. Leskonfi, Depok. Hal
165 – 166, 173 – 174, 176
15. Yurlinah Sukandar, Erlin, dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta. Hal 28
20. McEvay, G.K. 2010. AHFS Drug Information. American Society of Health-
System Pharmacists, Bethesda Maryland. Hal 3157 – 3158, 3171 – 3172