KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H Jenis Kelamin: Laki-laki
Tempat /tanggal lahir : Jakarta, 6 Juni 1993 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Prajurit TNI AU Pendidikan : SMA
Alamat : Jl Afia No E 23 Komp SKADRON
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 23 Februari 2019 Jam : 09.35
Keluhan utama : Demam disertai pembesaran KGB leher sejak 1 hari SMRS
Riwayat Keluarga
Umur Keadaan Penyebab
Hubungan Jenis Kelamin
(Tahun) Kesehatan Meninggal
Kakek (ayah) Tidak tahu Laki - laki Meninggal Tidak tahu
Nenek (ayah) Tidak tahu Perempuan Meninggal Tidak tahu
Kakek (ibu) Tidak tahu Laki - laki Meninggal Tidak tahu
Nenek (ibu) Tidak tahu Perempuan Meninggal Tidak tahu
Ayah 52 Laki - laki Sehat -
Ibu 49 Perempuan Sehat -
Saudara 30 Laki- laki Sehat -
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (-) Di rumah (-) Rumah Bersalin (+) Rumah sakit
Ditolong oleh : (+) Dokter (-) Bidan (-) Dukun (-) Lain - lain
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (+) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3x/ hari
Jumlah / kali : cukup
Variasi / hari : bervariasi
Nafsu makan : baik
Pendidikan
(-) SD (-) SLTP (+) SLTA (-) Sekolah Kejuruan
(-) Akademi (-) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 72 kg
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 94 x/ menit
Suhu : 37,50C
Pernafasaan (frekuensi dan tipe) : 20x/ menit, abdominotorakal
Keadaan gizi : Overweight
IMT : 26,44 kg/m2
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Tidak ada
Cara berjalan : Baik
Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif
Alam Perasaan : biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah
Proses Pikir : wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi
Kulit
Warna : Sawo matang Effloresensi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : Tidak ada
Suhu Raba : afebris Lembab/Kering : lembab
Keringat : Umum (-) Turgor : Normal
Setempat (-) Ikterus : Tidak ada
Lapisan Lemak : Normal Edema : Tidak ada
Lain - lain : -
Kepala
Ekspresi wajah : Tenang
Simetri muka : Simetris
Rambut : hitam, merata.
Pembuluh darah temporal : Teraba
Mata
Exophthalamus :- Enopthalamus :-
Kelopak : Normal Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (-/-) Visus : Normal
Sklera : Ikterik (-/-) Gerakan Mata : Normal
Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal
Deviatio Konjugate : Tidak ada Nistagmus : Tidak ada
Telinga
Tuli :- Selaput pendengaran : Utuh, intak
Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Sedikit Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Tidak pucat Tonsil : T1- T1, kripta (-), detritus (-)
Langit-langit : Tidak ada kelainan Bau pernapasan : Tidak ada
Gigi geligi : caries dentis (-) Trismus : Tidak ada
Faring : hiperemis (-) Selaput lendir : normal
Lidah : atrofi (-), kotor (-), fasikulasi (-)
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : Teraba membesar
Dada
Bentuk : Simetris, sela iga tidak melebar maupun menyempit
Pembuluh darah : Spider nevi (-)
Buah dada :-
Paru
Depan Belakang
Kiri Bentuk dada normal, sela iga Bentuk dada normal, sela iga tidak
tidak melebar, simetris sewaktu melebar, simetris sewaktu statis dan
statis dan dinamis dinamis
Inspeksi
Kanan Bentuk dada normal, sela iga Bentuk dada normal, sela iga tidak
tidak melebar, simetris sewaktu melebar, simetris sewaktu statis dan
statis dan dinamis dinamis
Kiri Benjolan (-), sela iga tidak Benjolan (-), sela iga tidak melebar,
melebar, nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Palpasi
Kanan Benjolan (-), sela iga tidak Benjolan (-), sela iga tidak melebar,
melebar, nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Perkusi Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kiri Vesikuler, wheezing (-), ronki (-) Vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Auskultasi
Kanan Vesikuler, wheezing (-), ronki (-) Vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V di linea midklavikula kiri
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Batas atas : ICS II linea sternalis kiri
Batas kiri : ICS IV 2 jari medial dari linea axilaris anterior kiri
Auskultasi : Katup Mitral : BJ I>II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Katup Trikuspid : BJ I>II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Katup Aorta : BJ I<II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Katup Pulmonal : BJ I<II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : pulsasi teraba
Arteri Karotis : pulsasi teraba
Arteri Brakhialis : pulsasi teraba
Arteri Radialis : pulsasi teraba
Arteri Femoralis : pulsasi teraba
Arteri Poplitea : pulsasi teraba
Arteri Tibialis Posterior : pulsasi teraba
Arteri Dorsalis Pedis : pulsasi teraba
Perut
Inspeksi : datar, bekas operasi (-), penonjolan masa (-), dilatasi vena (-)
Palpasi
Dinding perut : supel, defans muskular (-), NTE (-)
Hati : tidak teraba, nyeri tekan (-)
Limpa : tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ginjal : tidak teraba, balotemen (-), CVA (-)
Perkusi : Timpani pada abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Tidak ada Tidak ada
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Pembahasan
Definisi
Parotitis ialah penyakit akut, menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis. Parotitis merupakan self limiting disease yang disebabkan oleh infeksi
virus yang paling sering terjadi di sekolah-usia anak dan remaja. 1
Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat,
pankreas, prostat, payudara dan organ lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk
menderita atau tertular penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-
obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang kekurangan zat Iodium
dalam tubuh.1
Kontak langsung
Percikan ludah (droplet)
Muntahan
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita
tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat menjadi sumber penularan
seperti halnya penderita parotitis yang nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar
14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
Epidemiologi
Parotitis merupakan penyakit endemik pada populasi penduduk urban. Virus menyebar
melalui kontak langsung, air ludah, muntah yang bercampur dengan saliva, dan urin. Epidemi
tampaknya terkait dengan tidak adanya imunisasi, bukan pada menyusutnya imunitas. Parotitis
merupakan penyakit endemik pada komunitas besar, dan menjadi endemik setiap kurang lebih 7
tahun. Relatif jarang terjadi epidemi, terbatas pada kelompok yang berhubungan erat, yang hidup
dalam rumah, perkemahan, barak-barak tentara, atau sekolah. Ada penurunan insiden sejak
pengenalan vaksin parotitis epidemika pada tahun 1968.2
Dalam setahun, parotitis banyak terjadi pada musim dingin. Golongan umur yang
terkena 5 – 15 tahun. Juga ditemukan pada usia dibawah 30 tahun. Parotitis kadang juga terjadi
pada usia dibawah 4 tahun dan diatas 40 tahun. Namun meskipun demikian, pada daerah yang
terisolasi atau daerah yang tidak ada sejarah pernah endemik parotitis ditemukan kejadian
parotitis pada usia dibawah 1 tahun sebesar 17% dan umur 3 – 4 tahun sebesar 70% - 80%.
Gender juga berpengaruh terhadap angka kejadian parotitis. Laki-laki lebih sering terkena
2
parotitis dibandingkan perempuan.
Klasifikasi3
No Jenis Parotitis
Etiologi
Parotitis adalah penyakit virus sistemik yang disebabkan oleh virus ribonucleic acid
(RNA) spesifik, yang dikenal sebagai Rubulavirus (virus mumps). Rubulavirus termasuk dalam
genus Paramyxovirus dan merupakan anggota dari famili Paramyxoviridae. Virus ini berantai
tunggal dengan RNA yang dikelilingi oleh glikoprotein. Salah satu dari kedua glikoprotein
berfungsi sebagai perantara neuraminidase dan aktivitas hemaglutinasi, sedangkan yang lain
bertanggung jawab atas fusi membran lipid dengan sel inang. Manusia dikenal sebagai satu-
satunya inang bagi virus mumps.2
Virus mumps, Rubulavirus, memiliki morfologi yang sama dengan human parainfluenza
viruses (yang merupakan bagian dari genus Paramyxovirus). Virus mumps juga memiliki
karakteristik epidemiologi dengan measles (virus RNA, genus Morbillivirus, famili
Paramyxoviridae) dan rubella (virus RNA, genus Rubivirus, famili Togaviridae).4
Patofisiologi
Virus mumps masuk tubuh melalui hidung atau mulut yang berasal dari percikan ludah,
kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urin. Infeksi akut oleh virus
mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan adanya kenaikan titer IgM dan IgG secara
bermakna dari serum akut dan serum konvalesens. Masa inkubasi 14 sampai 24 hari kemudian
virus bereplikasi di dalam traktus respiratorius atas. Semakin banyak penumpukan virus di dalam
tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis / epitel traktus respiratorius kemudian terjadi viremia
(ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar / saraf
yang kemudian akan menginfeksi glandula parotis. Keadaan ini disebut parotitis.5
Reaksi inflamasi merangsang keluarnya bradikinin yang akan merangsang saraf sensorik
dan mengakibatkan nyeri. Selain bradikinin, reaksi inflamasi tadi merangsang pengeluaran
histamin yang berakibat pada peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi edema
pada pipi. Edema pada pipi dapat menekan saraf aurikula temporal sehingga terjadi nyeri pada
telinga. Selain itu reaksi imun yang terjadi saat masa viremia awal mengakibatkan keluarnya IL-
1, kemudian IL-1 menghasilkan pirogen endogen yang akan diteruskan menuju hipotalamus
sebagai pusat regulasi suhu tubuh untuk merangsang prostaglandin dan akan menimbulkan
demam.5
Bila testis terkena infeksi maka terdapat perdarahan kecil dan nekrosis sel epitel tubuli
seminiferus. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis jaringan.5
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi berkisar dari 14-24 hari dengan puncak pada hari ke-17 dan 18. Pada
anak, manifestasi prodormal jarang terjadi tetapi mungkin tampak bersama dengan demam
(suhu badan 38,5 – 40 derajat celcius), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu makan, nyeri
rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka
mulut), dan malaise. Awalnya ditandai dengan nyeri dan pembengkakan parotis yang khas,
mula-mula mengisi rongga antara tepi posterior mandibula dan mastoid kemudian meluas dalam
deretan yang melengkung ke bawah dan ke depan, di atas dibatasi oleh zigoma. Edema kulit dan
jaringan lunak biasanya meluas lebih lanjut dan mengaburkan batas pembengkakan kelenjar,
sehingga pembengkakan lebih mudah disadari dengan pandangan daripada dengan palpasi.6
Pembengkakan terjadi dengan cepat dalam waktu beberapa jam dengan puncak pada 1-3
hari. Pembengkakan jaringan mendorong lobus telinga ke atas dan ke luar, dan sudut mandibula
tidak lagi dapat dilihat. Pembengkakan perlahan-lahan menghilang dalam 3-7 hari. Satu kelenjar
parotis biasanya membengkak sehari atau dua hari sebelum yang lain, tetapi lazim
pembengkakan terbatas pada satu kelenjar. Daerah pembengkakan terasa lunak dan nyeri. Edema
faring dan palatum mole homolateral menyertai pembengkakan parotis dan memindahkan tonsil
ke medial. Pembengkakan parotis biasanya disertai dengan demam sedang hingga 40°C.6
Diagnosis
Penegakkan diagnosis dari parotitis yaitu:4
1. Anamnesis
a. Gejala yang pertama terlihat adalah nyeri ketika mengunyah atau menelan,
terutama jika menelan cairan asam misalnya jeruk.
b. Demam
c. Pembengkakan kelenjar terjadi sebelum demam
d. Nafsu makan berkurang
e. Menggigil
f. Sakit kepala
2. Pemeriksaan Fisik5
a. Suhu dapat meningkat mencapai 38,9-40o Celcius
b. Pembengkakan di daerah temporomandibuler (antara telinga dan rahang)
c. Nyeri tekan pada kelenjar yang membengkak
3. Pemeriksaan Penunjang5
Dalam prakteknya pemeriksaan penunjang tidak banyak dilakukan, sebab dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik sudah terdiagnosis. Namun jika gejala tidak jelas
diagnosis didasarkan pada :
a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia ringan
yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya leukosit dalam
darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan limfositosis relatif, namun komplikasi sering
menimbulkan leukositosis polimorfonuklear tingkat sedang.
b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan pembengkakan
parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2 minggu. Kadar amylase
normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan adanya
infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
1. Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat dan
serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer spesimen
4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.
b. Abses Submandibula
Pada pasien ini, didapatkan pembesaran kelenjar parotis. Selain itu, terjadi
trismus pada pasien ini. Hal tersebut dapat ditemukan pada pasien Abses
Submandibula. Namun, pada umumnya abses submandibula terjadi secara
unilateral, sedangkan pada pasien ini terjadi pembesaran kelenjar parotis secara
bilateral.
Tatalaksana
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh / hilang sendiri) yang
berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi spesifik bagi infeksi virus mumps
oleh karena itu pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis dan suportif.7
1. Penderita rawat jalan8
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi, keadaan umum cukup baik.
a. Istirahat yang cukup
b. Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c. Medikamentosa (simtomatik) :
1) Antalgin (Metampiron) adalah derivat metansulfonat dan amidopirina yang bekerja
terhadap susunan saraf pusat yaitu mengurangi sensitivitas reseptor rasa nyeri dan
mempengaruhi pusat pengatur suhu tubuh. Tiga efek utama adalah sebagai
analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Antalgin mudah larut dalam air dan mudah
diabsorpsi ke dalam jaringan tubuh.
Dosis antalgin yang digunakan :
a) Dewasa : 500-1000 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 3 gram sehari).
b) Anak-anak : 250-500 mg diberikan 3-4 kali sehari (maksimum 1 gram untuk < 6
tahun dan 2 gram untuk 6 - 12 tahun).
2) Parasetamol : 10 – 20 mg/kgBB/kali dibagi dalam 3 dosis
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
RINGKASAN (RESUME)
Pada anamnesis didapatkan pasien laki-laki usia 26 tahun, dengan keluhan demam sejak
1 hari SMRS, yang disertai dengan benjolan pada submandibula kanan dan kiri. Pasien
mengeluhkan nyeri pada benjolan serta teraba hangat. Pasien juga mengeluhkan terdapat nyeri
saat menelan, kemudian timbul demam. Terdapat mual, namun tidak terdapat muntah, maupun
batuk dan pilek. Selain itu pasien juga mengeluhkan badan terasa pegal – pegal.
Hasil dari pemeriksaan fisik adalah didapatkan nyeri saat dilakukan palpasi pada daerah
submandibular, serta teraba hangat. Dari hasil pemeriksaan lab, didapatkan HB 17,1 ; HT 53%;
Leuko 8100 ; Trombo 259000.
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman, Richard E., Kliegman RM, Ann M. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta :
EGC
2. Ray CG. Parotitis Epidemika, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison, Edisi XX,
EGC, Jakarta, 2018, hal : 935-938.
3. Defendi LG. Mumps. In: Russell W Steele, Chieff Editor: Medscape Reference: 2012.
Diakses dari https://reference.medscape.com/article/966678-overview
4. Mumps, Pinkbook 2012, Epidemiology and Prevention of Vaccine Preventable Diseases,
12th Edition Second Printing Revised May 2012
5. Pudjiadi, Marissa Tania S., Sri Rejeki S. Hadinegoro. 2009. Orkitis pada Infeksi Parotitis
Epidemika : laporan kasus. Sari Pediatri. Vol. 11 (1) : 47-51.
6. Ray, C. G. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Edisi XVII Jakarta : EGC.
7. Soedarmo, S. S. P., Garna H., Hadinegoro S. R. S., Satari H. I. 2008. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatrik Tropis. Jakarta : IDAI.
8. Gustavo DH. Recant Resurgence of Mumps United States. The New England Journal of
Medicine: England. 2008