PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2 .1 Identitas pasien
Nama : By. Ny. Ni Kadek Dwi Suarthiningsih
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir/usia : 04 April 2022 / 5 hari
Alamat : Dusun Ceningan, desa lembongan
Agama : Hindu
No. Rekam Medis : 283068
Tanggal MRS : 9 April 2022
Tanggal Periksa : 14 April 2022
Nama RS : RSUD Klungkung
2 .2 Anamnesis
Heteroanamnesis (Ibu Kandung)
- Keluhan utama: Tubuh kuning
- Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien perempuan usia 4 hari dibawa ke UGD RSUD Klungkung (9
April 2022) oleh orang tuanya dengan keluhan kuning pada mata dan
badannya. Ibu pasien baru menyadari bahwa anaknya kuning dua hari
sebelum masuk rumah sakit (7 April 2022), karena menurut penuturan
ibunya melihat anaknya baik-baik saja. Pasien dikatakan berwarna
kuning kunyit yang terlihat pada kedua mata dan seluruh tubuh hingga
sampai ke kedua telapak kaki. Ibu pasien sempat mencoba menjemur
sendiri anaknya di rumah, namun dikarenakan tidak ada perubahan lalu
ibu pasien dibawa ke RSUD Klungkung. Ibu pasien mengatakan BAB
(+) berwarna kuning kehijauan dan BAK (+), tidak ada keluhan lain
seperti demam (-), batuk (-), pilek (-), sesak (-) dan kejang (-). Pasien
dari lahir diberikan ASI dengan frekuensi 5 kali sehari.
- Riwayat Penyakit Dahulu
2
Tidak ada
- Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan serupa (-), hipertensi (-), DM (+), jantung (-)
- Riwayat Pengobatan
- Tidak ada
- Riwayat Antenatal
• Anak ke :4
• ANC : (+) 4 kali
• USG : (+)
• HPHT : Ibu pasien lupa
- Riwayat Intranatal
• Perdarahan : (-)
• Ketuban Pecah dini : (-)
• Gawat Janin : (-)
• Demam : (-)
• Riwayat terapi dexametason : (-)
• Riwayat terapi lain : (-)
- Riwayat Persalinan
• Bayi lahir : Sectio secarea (riwayat LMR,
rencana steril)
• BBL : 3360gr
• PBL : 51cm
• Bayi lahir segera menangis : (+)
- Riwayat Imunisasi
• BCG :-
• Hepatitis B : 1x
• DPT :-
• Polio :-
• Campak :-
3
- Riwayat Nutrisi
• ASI : 0 hari – hingga sekarang, frekuensi ≥5x
sehari
• Susu formula :-
• Bubur susu :-
• Nasi tim :-
• Makanan dewasa :-
- Status Antropometri
• BB : 3450 gram
• TB : 51 cm
• LK : 33 cm
• LD : 34 cm
- Riwayat Tumbuh kembang
• Menegakkan kepala : (-)
• Tengkurap : (-)
• Duduk : (-)
• Merangkak : (-)
• Berdiri : (-)
• Berjalan : (-)
• Berbicara : (-)
2 .3 Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda Vital:
Tekanan Darah : Tidak di evaluasi
Frekuensi Nadi : 135 kali/menit, reguler, cukup
Frekuensi Napas : 35 kali/menit, reguler
4
Suhu : 36,9 oC suhu axilla
SpO2 : 98%
Status Generalis
5
2 .4 Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 09 April 2022, pukul 17.43 (Hari ke-1)
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 14,7 g/dl 11,5 – 16,5
Leukosit *14,82 ribu/Ul 3,5 – 10
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil *34 % 39,3 – 73,7
Limfosit 45,8 % 18,0 – 48,3
Monosit 10,1 % 4,4 – 12,7
Eosinofil *9,00 % ,600 – 7,30
Basofil 0,90 % 0,0 – 1,70
Eritrosit 4,2 juta/Ul 3,5 – 5,5
Hematokrit 44,0 % 35 – 55
Index Eritrosit
MCV *103,9 fL 75 – 100
MCH *34,7 pg 25,0 – 35,0
MCHC 33,3 g/dl 31,0 – 38,0
RDW-CV *15,6 % 11,0 – 16,0
Trombosit 228 ribu/uL 100 – 400
MPV 7,2 fL 8,0 – 11,0
KIMIA KLINIK
Faal Hati
Bilirubin Total **21,67 mg/dL 0,2 – 1
Bilirubin Direk *0,41 mg/dL 0 – 0,2
6
Gula Darah
Glukosa Darah Sewaktu *68 mg/dL 80 – 200
7
Trombosit 425 ribu/uL 100 – 400
MPV 7,11 Fl 8,0 – 11,0
KIMIA KLINIK
Faal Hati
Bilirubin Total *12,08 mg/dL 0,2 – 1
Bilirubin Direk *0,38 mg/dL 0 – 0,2
8
KIMIA KLINIK
Faal Hati
Bilirubin Total **17,87 mg/dL 0,2 – 1
Bilirubin Direk *0,37 mg/dL 0 – 0,2
IMUNOSEROLOGI
Hepatitis Marker
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
Anti HAV IgM Non Reaktif Non Reaktif
HORMON
Endokrin
FT4 18,21 pmol/L 9 – 22
TSH 4,01 uU/mL 0,4 – 4,2
9
2 .5 Diagnosis Kerja
- Ikterus Neonatorum, SNAD
2 .6 Tatalaksana
• Terapi
- Fototerapi 3x24jam
- Infus D10% 8 tpm
- Ampicilin 2x180mg (IV)
- Gentamicin 1x18mg (IV)
• KIE
- Memberi penjelasan kepada orangtua/keluarga pasien mengenai
penyakit yang diderita oleh pasien dan memberikan informasi terkait
tindakan fototerapi kepada pasien untuk menurunkan kadar bilirubin di
dalam tubuh pasien.
- Mengedukasi ibu pasien untuk tetap memberikan ASI selama
fototerapi.
• Monitoring
- Keadaan umum
- Vital sign
- Tanda-tanda dehidrasi
2 .7 Prognosis
Dubia ad vitam : bonam
Dubia ad function : bonam
Dubia ad sanationam : bonam
10
2 .8 Follow Up
11
Incompatibility, SNAD
10/03/2022 S : Bayi tampak berwarna kuning pada Planning :
seluruh tubuh, Makan dan minum (+) - Fototerapi 3x24jam
O: Sesi I
ATR/tangis: Lemah - Infus D10% 8 tpm
HR: 136x/menit - Ampicilin 2x180mg
Suhu: 36,8OC
(IV)
RR: 45x/menit
SaO2: 98% - Gentamicin 1x18mg
Kepala: normocephal (IV)
Mata: anemis (-), kuning (+), reflek
Pemeriksaan TI
pupil (+/+)
Telinga: dbn Ratio
Hidung: discharge (-), nafas cuping
hidung (-)
Thorax:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, m(-), g(-)
- Pulmo:bronkovesikuler (+/+), Rh
(-/-), wh (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, kuning (+)
Hematologi:
⁃ IT Ratio (15)
12
SaO2: 98% (IV)
Kepala: normocephal
Mata: anemis (-), kuning (+), reflek
pupil (+/+)
Telinga: dbn
Hidung: discharge (-), nafas cuping
hidung (-)
Thorax:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, m(-), g(-)
- Pulmo:bronkovesikuler (+/+), Rh
(-/-), wh (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, kuning (+)
13
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, kuning (+)
14
A : Ikterus neonatorum ec. ABO+
Incompatibility, SNAD
14/04/2022 S : Warna kuning pada tubuh sudah Planning :
berkurang, Makan dan minum (+), - Fototerapi 3x24jam
Tangis (+), Sesak (-) Sesi II
O: - Infus D10% 8 tpm
ATR/tangis: Cukup - Ampicilin 2x180mg
HR: 132x/menit (IV)
Suhu: 36,6OC
- Gentamicin 1x18mg
RR: 43x/menit
SaO2: 98% (IV)
Kepala: normocephal - Tranfusi PRC 35ml
Mata: anemis (-), kuning (+), reflek
2 kantong
pupil (+/+)
Telinga: dbn
Hidung: discharge (-), nafas cuping
hidung (-)
Thorax:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, m(-), g(-)
- Pulmo:bronkovesikuler (+/+), Rh
(-/-), wh (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, kuning (+)
15
SaO2: 99% (IV)
Kepala: normocephal
Mata: anemis (-), kuning (+), reflek
pupil (+/+)
Telinga: dbn
Hidung: discharge (-), nafas cuping
hidung (-)
Thorax:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, m(-), g(-)
- Pulmo:bronkovesikuler (+/+), Rh
(-/-), wh (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, kuning (+)
16
detik, kuning (+)
Hematologi
⁃ Hemoglobin (18,3g/dL)
⁃ Leukosit (12,78ribu/uL)
⁃ Eritrosit (6,1 juta/L)
⁃ RDW-CV (17,4%)
⁃ MPV (5,99fL)
Kimia klinik
⁃ Bilirubin Total (17,87mg/dL)
⁃ Bilirubin Direk (0,37mg/dL)
17
A : Ikterus neonatorum ec. ABO+
Incompatibility, SNAD
18/04/2022 S : Warna kuning pada tubuh sudah Planning :
berkurang, Makan dan minum (+), - Fototerapi 3x24jam
Tangis (+), Sesak (-) Sesi III
O: - Infus D10% 8 tpm
ATR/tangis: Cukup - Ampicilin 2x180mg
HR: 132x/menit (IV)
Suhu: 36,7OC
- Gentamicin 1x18mg
RR: 42x/menit
SaO2: 98% (IV)
Kepala: normocephal - Stop pemberian ASI
Mata: anemis (-), kuning (+), reflek
Bilirubin total,
pupil (+/+)
Telinga: dbn Bilirubin direk,
Hidung: discharge (-), nafas cuping Imunoserologi, FT4,
hidung (-)
TSH
Thorax:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, m(-), g(-)
- Pulmo:bronkovesikuler (+/+), Rh
(-/-), wh (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, kuning (+)
Kimia klinik
⁃ Bilirubin Total (21,73mg/dL)
⁃ Bilirubin Direk (0,68mg/dL)
Imunoserologi (Normal)
⁃ HBsAg (Non Reaktif)
⁃ Anti HAV IgM (Menyusul)
Hormon (Normal)
⁃ FT4 (18,21 pmol/L)
⁃ TSH (4,01 ulU/Ml)
18
A : Ikterus neonatorum ec. ABO+
Incompatibility, SNAD
19/04/2022 S : Warna kuning pada tubuh sudah Planning :
berkurang, Makan dan minum (+), - Fototerapi 3x24jam
Tangis (+), Sesak (-) Sesi III
O: - Infus D10% 8 tpm
ATR/tangis: Cukup - Ampicilin 2x180mg
HR: 137x/menit (IV)
Suhu: 36,9OC
- Gentamicin 1x18mg
RR: 45x/menit
SaO2: 98% (IV)
Kepala: normocephal Bilirubin total,
Mata: anemis (-), kuning (+), reflek
Bilirubin direk,
pupil (+/+)
Telinga: dbn
Hidung: discharge (-), nafas cuping
hidung (-)
Thorax:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, m(-), g(-)
- Pulmo:bronkovesikuler (+/+), Rh
(-/-), wh (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, kuning (+)
Kimia klinik
⁃ Bilirubin Total (18,64mg/dL)
⁃ Bilirubin Direk (0,48mg/dL)
Imuno Serologi
⁃ Anti-HAV IgM (Non Reaktif)
19
Tangis (+), Sesak (-) - Fototerapi 3x24jam
O: Sesi III
ATR/tangis: Cukup - Infus D10% 8 tpm
HR: 120x/menit - Ampicilin 2x180mg
Suhu: 36,7OC
(IV)
RR: 40x/menit
SaO2: 99% - Gentamicin 1x18mg
Kepala: normocephal (IV)
Mata: anemis (-), kuning (+), reflek
pupil (+/+)
Telinga: dbn
Hidung: discharge (-), nafas cuping
hidung (-)
Thorax:
- Cor: S1S2 tunggal reguler, m(-), g(-)
- Pulmo:bronkovesikuler (+/+), Rh
(-/-), wh (-/-)
Abdomen: distensi (-), BU (+) normal
Ekstremitas: akral hangat, CRT <2
detik, kuning (+)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
20
3 .1 Definisi
Ikterus atau jaundice atau sakit kuning adalah warna kuning pada
sklera mata, mukosa dan kulit karena peningkatan kadar bilirubin dalam
darah. Istilah jaundice berasal dari Bahasa Perancis yakni jaune yang artinya
kuning. Dalam keadaan normal kadar bilirubin dalam darah tidak melebihi 1
mg/dL (17 µmol/L) dan bila kadar bilirubin dalam darah melebihi 1.8 mg/dL
(30µmol/L) akan menimbulkan ikterus.15
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput
lendir, kulit, atau organ lain akibat penumpukan bilirubin. Bila kadar bilirubin
darah melebihi 2mg/dL, maka ikterus akan terlihat, namun pada neonatus
ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui
5mg/dL. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek
(unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk (conjugated).10,15
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai
dengan pewarnaan icterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis mulai tampak pada bayi baru
lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.10,15
3 .2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap
tahunnya, sekitar 65% menderita ikterus dalam minggu pertama
kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei pada tahun 1998 di rumah
sakit pemerintah dan pusat kesehatan di bawah Departemen Kesehatan
mendapatkan 75% bayi baru lahir menderita ikterus dalam minggu
pertama kehidupannya.5
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa
rumah sakit pendidikan, diantaranya RSCM dengan prevalensi
ikterus pada bayi baru lahir tahun 2003 sebesar 58% untuk kadar
bilirubin ≥5mg/dL dan 29,3% untuk kadar bilirubin ≥12mg/dL pada
minggu pertama kehidupan, RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85%
21
bayi sehat cukup bulan mempunyai kadar bilirubin ≥5mg/dL dan
23,8% mempunyai kadar bilirubin ≥13mg/dL, RS Dr. Kariadi
Semarang dengan prevalensi ikterus neonatorum sebesar 13,7%, RS
Dr.Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada
tahun 2002.14
Pada RSUD Raden Mattaher, kejadian ikterus neonatorum
yang tercatat di bagian perinatologi sejak Agustus 2012 sampai
Januari 2013 sebanyak 100 kasus. Faktor risiko yang merupakan
penyebab tersering ikterus neonatorum di wilayah Asia dan Asia
Tenggara antara lain, inkompatibilitas ABO, defisiensi enzim G6PD,
BBLR, sepsis neonatorum, dan prematuritas.14
3 .3 Klasifikasi
Ikterus diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi yaitu sebagai
berikut:2,7,12
1) Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke dua
dan hari ke tiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi
menjadi kernikterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus fisiologis ini juga dapat dikarenakan organ hati bayi belum matang
atau disebabkan kadar penguraian sel darah merah yang cepat.2,7
Ikterus fisiologis ini umunya terjadi pada bayi baru lahir dengan
kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2mg/dL. Pada bayi
cukup bulan yang mendapatkan susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 8mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan
kemudian akan menurun secara cepat selama 2-3 hari diikuti dengan
penurunan yang lambat sebesar 1mg/dL selama 1 sampai 2 minggu.
Sedangkan pada bayi cukup bulan yang diberikan air susu ibu (ASI) kadar
bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi yaitu 7-14mg/dL
22
dan penurunan akan lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2-4minggu,
bahkan sampai 6 minggu.2,7
Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin,
UCB) pada neonatus cukup bulan dapat mencapai 6-8mg/dL pada
usia 3 hari, setelah itu berangsur turun. Pada bayi prematur,
awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar bilirubin naik perlahan
tetapi dengan kadar puncak yang lebih tinggi, serta memiliki waktu
yang lama untuk menghilang, mencapai 2 minggu. Kadar bilirubin
pada neonatus prematur dapat mencapai 10-12mg/dL pada hari ke-5
dan masih dapat naik >15mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu.
Kadar bilirubin akan mencapai <2mg/dL setelah usia 1 bulan, baik
pada bayi cukup bulan maupun prematur.2,7
Hiperbilirubinemia fisiologis dapat disebabkan oleh
beberapa mekanisme:2,7,12
- Peningkatan produksi bilirubin (yang disebabkan oleh masa
hidup eritrosit yang lebih singkat, peningkatan eritopoiesis
inefektif).
- Peningkatan sirkulasi enterohepatik, defek uptake bilirubin
oleh hati, defek konjugasi karena aktifitas uridine difosfat
glukuronil transferase (UDPG-T) yang rendah, penurunan
ekskresi hepatik.
2) Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologi
atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia. Ikterus yang kemungkinan menjadi patologik atau
dapat dianggap sebagai hiperbilirubinemia adalah:2,7,12
- Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
- Peningkatan konsentrasi bilirubin 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam.
- Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10mg% pada neonatus kurang
bulan dan 12,5mg/dL pada neonatus cukup bulan.
23
- Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim C6PD dan sepsis).
- Ikterus yang disebabkan oleh bayi baru lahir kurang dari 200 gram
yang disebbakan karena usia ibu dibawah 20 tahun atau diatas 35
tahun dan kehamilan pada remaja, masa gestasi kurang dari 35
minggu, asfiksia, hipoksia, syndrome gangguan pernapasan, infeksi,
hipoglikemia, hiperkopnia, hiperosmolitas.
3 .4 Etiologi
Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi itu dapat dibagi
sebagai berikut: 7,12
24
a) Produksi yang berlebihan, lebih daripada kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim
C6PD, pyruvate kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia,dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (criggler najjar syndrome).
Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan
penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel heapar.
c) Gangguan dalam transportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin
kemudian diangkut ke hepar, ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat
dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salisilat, sulfatfurazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang
bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d) Gangguan dalam sekresi, gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi
dalam hepar atau diluar hepar, biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain.
e) Obstruksi saluran pencernaan (fungsional atau struktural) dapat
mengakibatkan hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi akibat penambahan
dari bilirubin yang berasal dari sirkulais enterohepatik.
f) Ikterus akibat air susu ibu (ASI) merupakan hiperbilirubinemia tidak
terkonjugasi yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang
hari ke 6-14). Dapat dibedakan dari penyebab lain dengan reduksi kadar
bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2
hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI
selama minggu pertama kehidupan. Sebagian bahan yang terkandung
dalam ASI (beta glucoronidase) akan memecah bilirubin menjadi bentuk
yang larut dalam lemak sehingga bilirubin indirek akan meningkat dan
kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila
dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula, mempunyai
25
kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan dengan penurunan asupan pada
beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan dengan
menghentikan pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan frekuensi
pemberian.
3 .5 Faktor Resiko
Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dapat disebabkan atau diperberat
oleh setiap faktor yang menambah beban bilirubin untuk dimetabolisme oleh
hati (anemia hemolitik, waktu hidup sel darah menjadi pendek akibat
imaturitas atau akibat sel yang ditransfusikan, penambahan sirkulasi
interohepatik, dan infeksi), dapat menciderai atau mengurangi aktivitas
enzim transferase (hipoksia, infeksi, kemungkinan hipotermi dan defisiensi
tiroid) dapat berkompetisi dengan atau memblokade enzim transferase (obat-
obat dan bahan-bahan lain yang memerlukan konjugasi asam glukuronat
untuk ekskresi) atau dapat menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya
jumlah enzim yang diambil atau menyebabkan pengurangan reduksi
bilirubin oleh sel hepar (cacat genetik dan prematuritas).2,7,10,11
Risiko pengaruh toksik dari meningkatnya kadar bilirubin tak
terkonjugasi dalam serum menjadi bertambah dengan adanya faktor-faktor
yang mengurangi retensi bilirubin dalam sirkulasi (hipoproteinemia,
perpindahan bilirubin dari tempat ikatannya pada albumin karena ikatan
kompetitif obat-obatan, seperti sulfisoksazole dan moksalaktam, asidosis,
kenaikan sekunder kadar asam lemak bebas akibat hipoglikemia, kelaparan
atau hipotermia) atau oleh faktor-faktor yang meningkatkan permeabilitas
sawar darah otak atau membran sel saraf terhadap bilirubin atau kerentanan
sel otak terhadap toksisitasnya, seperti asfiksia, prematuritas,
hiperosmolalitas dan infeksi. Pemberian amakan yang awal menurunkan
kadar bilirubin serum, sedangkan dehidrasi menaikkan kadar bilirubin serum.
Mekonium mengandung 1mg bilirubin/dl dan dapat turut menyebabkan
ikterus melalui sirkulasi enterohepatik pasca konjugasi oleh glukoronidase
usus. Obat-obat seperti oksitosin dan bahan kimia yang dalam ruang
26
perawatan seperti detergen fenol dapat juga menyebabkan hiperbilirubinemia
tak terkonjugasi.2,7,10,11
3 .6 Patofisiologi
27
biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen serta
pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengekskresikan,
diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.15
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari
katabolisme heme haemmoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram
hemoglobin akan menghasilkan 34mg bilirubin dan sisanya (25%) disebut
early labelled bilirubin yang berasal dadi pelepasan hemoglobin karena
eritropoesis yang tidak efektif didalam sumsum tulang, jaringan yang
mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase) dan
heme bebas. 15
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari,
sedangkan orang dewasa sekitar 3-4mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi
bilirubin pada bayi baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih
pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari),
peningkatan degradasi heme, turn oversitokrom yang meningkat dan juga
reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi enterohepatik). 15
3 .7 Diagnosis
Berbagai faktor resiko dapat meningkatkan kejadian
hiperbilirubinemia yang berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir
terhadap berbagai faktor resiko, terutama untuk bayi-bayi yang pulang
lebih awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan
disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut.9,10
Anamnesis
- Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat
janin, malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
- Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi.
- Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya.
- Riwayat inkompatibilitas darah.
- Riwayat keluarga yang menderita anemia hemolitik, pembesaran hepar
dan limpa.2,7,9,10
28
- Pemberian air susu - ibu (ASI). Harus dibedakan antara breast-milk
jaundice dan breastfeeding jaundice.
1. Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh
kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3
pada waktu produksi ASI belum banyak. Untuk neonatus cukup
bulan sesuai masa kehamilan (bukan bayi berat lahir rendah), hal
ini tidak perlu dikhawatirkan, karena bayi dibekali cadangan lemak
coklat, glikogen, dan cairan yang dapat mempertahankan
metabolisme selama 72 jam. Walaupun demikian keadaan ini dapat
memicu terjadinya hiperbilirubinemia, yang disebabkan
peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI.
Ikterus pada bayi ini tidak selalu disebabkan oleh breastfeeding
jaundice, karena dapat saja merupakan hiperbilirubinemia isiologis.
2. Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu
ibu (ASI). Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada
sebagian besar bayi, kadar bilirubin turun pada hari ke-4, tetapi
pada breast-milk jaundice, bilirubin terus naik, bahkan dapat
mencapai 20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan,
bilirubin akan turun secara drastis dalam 48 jam. Bila ASI
diberikan kembali, maka bilirubin akan kembali naik tetapi
umumnya tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan
pertambahan berat badan yang baik, fungsi hati normal, dan tidak
terdapat bukti hemolfisik. Breast-milk jaundice dapat berulang
(70%) pada kehamilan berikutnya. Mekanisme sesungguhnya yang
menyebabkan breast-milk jaundice belum diketahui, tetapi diduga
timbul akibat terhambatnya uridine diphosphoglucuronic acid
glucuronyltransferase (UDGPA) oleh hasil metabolisme
progesteron, yaitu pregnane-3-alpha-2-beta-diol yang ada di dalam
ASI sebagian ibu
Pemeriksaan Fisik
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera
29
setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang
hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih
jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan
yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.,9,10
Pemeriksaan fisik difokuskan pada identifiksi dari salah satu
penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat,
peteki, ekstravasasi darah, memar kulit yang berlebihan,
hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya
dehidrasi. Untuk mengantisipasi komplikasi yang timbul, maka
perlu diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total beserta
faktor resiko terjadinya hiperbilirubinemia yang berat.9,10
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit dalam cahaya
buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari dan
dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk menghilangkan
warna karena pengaruh sirkulasi darah. Ada beberapa cara untuk
menentukan derajat ikterus yang merupakan risiko terjadinya kern-
ikterus, misalnya kadar bilirubin bebas; kadar bilirubin 1 dan 2 atau
secara klinis dilakukan di bawah sinar matahari biasa (day-light).
Sebaiknya penilaian ikterus dilakukan secara laboratoris, apabila fasilitas
tidak memungkinkan dapat dilakukan secara klinis.9,10
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk penegakan diagnosa
ikterus, yaitu:9,10
Visual
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus
secara visual, yaitu sebagai berikut:
- Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang
hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah
bila dilihat dengan pencahayaan buatan dan biasanya tidak terlihat
pada pencahayaan yang kurang.
- Tekan kulit bayi dengan lembut menggunakan jari untuk mengetahui
warna di bawah kulit dan jaringan subkutan.
30
- Tentukan keparahan icterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning. Daerah kulit bayi yang berwarna kuning
ditentukan menggunakan rumus Kremer, seperti di bawah ini.
Daerah kulit yang berwarna kuning sesuai rumus Kramer dan dijelaskan
pada tabel berikut:
31
Pada kern-ikterus, gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara
lain, bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar, gerakan tidak
menentu (involuntary movements), kejang, tonus otot meninggi, leher
kaku dan akhirnya epistotonus.2,7,9,10
Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas
penegakan diagnosis ikterus neonatorum dan untuk menentukan
perlunya intervensi lebih lanjut. Hal yang perlu dipertimbangkan
dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini
merupakan tindakna invasif yang dianggap dapat meningkatkan
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin
total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya dengan aluminium
foil. Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila
kadar bilirubin total >20 mg/dl atau usia bayi >2 minggu. 2,7,9,10
Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang
bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap
cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang
dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang
sedang diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu
menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini
yang dipakai alat menggunakan multiwavelength spectral
reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin
transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.
2,7,9,10
32
Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip dari
metode ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna.
Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum
akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan
heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang
ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO
yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai
indeks produksi bilirubin. 2,7,9,10
3 .8 Penatalaksanaan
Penanganan ikterus pada bayi baru lahir yang ditandai dengan warna
kuning pada kulit dan sklera mata tanpa adanya hepatomegali, perdarahan
kulit dan kejang-kejang, yaitu:
1) Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis yang mmpunyai warna kuning di daerah 1 dan 2
(menurut rumus Kremer), dan timbul pada hari ke 3 atau lebih serta
memiliki kadar bilirubin sebesar 5-9 mg/dL maka penanganan yang
dapat dilakukan yaitu bayi dijemur di bawah sinar matahari pagi sekitar
pukul 7-9 pagi selama 10 menit dengan keadaan bayi telanjang dan mata
ditutup. Kemudian bayi tetap diberikan ASI lebih sering dari
biasanya.2,7,9,10
Ikterus fisiologis yang memiliki warna kuning di daerah 1 sampai
4 (berdasarkan rumus Kremer) yang timbulnya pada hari ke 3 atau lebih
dan memiliki kadar bilirubin 11-15mg/dL maka penanganan yang dapat
dilakukan bila di bidan atau puskesmas yaitu menjemur bayi dengan cara
telanjang dan mata ditutup di bawah sinar matahari sekitar jam 7-9 pagi
selama 10 menit, memberikan ASI lebih sering dibandingkan biasanya.
Bila dirawat di rumah sakit maka penanganan yang dapat dilakukan yaitu
terapi sinar, melakukan pemeriksaan golongan darah ibu dan bayi serta
melakukan pemeriksaan kadar bilirubin. 2,7,9,10
33
2) Ikterus patologis
Ikterus patologis yang memiliki warna kuning di daerah 1 sampai
5 yang timbulnya pada hari ke 3 atau lebih dan kadar bilirubin
>20mg/dL maka penanganan yang dapat dilakukan bila di bidan atau
puskesmas yaitu rujuk ke rumah sakit dan anjurkan untuk tetap
memberikan ASI lebih sering dibandingkan biasanya. Bila dirawat di
rumah sakit maka penanganan yang dapat dilakukan yaitu melakukan
pemeriksaan golongan darah ibu dan bayi serta melakukan pemeriksaan
kadar bilirubin, tukar darah. 2,7,9,10
Tahap paling penting dalam tatalaksana ikterus pada bayi
adalah menentukan penyebab primernya. Tanpa memandang
penyebab ikterusnya, perhatian ditujukan terhadap kemungkinan
terjadinya kern ikterus pada hiperbilirubinemia indirek. Pada
keadaan ini sebaiknya dihindari pemberian zat-zat yang dapat
mengikat albumin dan menggantikan ikatan albumin dengan
bilirubin. Obat yang telah lama dikenal dapat menggantikan ikatan
bilirubin-bilirubin adalah sulfonamide. Kemudian muncul obat lain
seperti seftriakson yang dikatakan sangan kuat menggeser ikatan
bilirubin dan sebagai pencetus terjadinya kern ikterus.2,7,9,10
Hiperbilirubinemia direk bukan merupakan suatu proses
fisiologis, sehingga apabila terjadi hal ini menandakan adanya
suatu proses patologis. Meskipun demikian, tidak seperti bilirubin
indirek, hiperbilirubinemia direk tidak secara langsung bersifat
toksik terhadap sel otak bayi. Pilihan terapi untuk menurunkan
kadar bilirubin (bilirubin indirek) meliputi fototerapi, transfusi
tukar, induksi enzim, serta interupsi sirkulasi enterohepatik.2,7,9,10
Fototerapi
Fototerapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar
blur-green spectrum (panjang gelombang 430-490nm) diserap
dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada kulit dan
mengubahnya menjadi stereoisomer yang larut dalam air yang
34
dapat diekskresikan melalui empedu tanpa konjugasi. Kekuatan
paling kurang 30uW/cm2 (diperiksa dengan radiometer atau
diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung dibawah
sumber sinar dan kulit bayi terpajan lebih luas). Bila konsentrasi
bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi
yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi
proses hemolisis.2,7,9,10
Transfusi tukar
Transfusi tukar merupakan metode tercepat menurunkan
konsentrasi bilirubin serum. Indikasi transfusi tukar beragam dan
dapat berhubungan dengan adanya anemia maupun peningkatan
kadar bilirubin serum.2,4
3 .9 Komplikasi
a. Bilirubin Ensefalopati
Bilirubin enselopati menunjukan keadaan klinis yang timbul akibat
efek toksik bilirubin pada sistem saraf pusat yaitu basal ganglia pada
berbagai nuklei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu
pertama sesuadah bayi lahir dan dipakai istilah akut bilirubin
enselofati.1,4,10,13
b. Kernikterus
Kernikterus temuan neuropatologis yang berhubungan dengan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi berat dan dinamakan demikian karena
35
timbulnya warna kuning pada beberapa tempat diotak, misalnya ganglia
basalis, cerebellum, dan nuclei di dasar ventrikel ke IV.1,4,10,13
3 .10 Prognosis
Prognosis ikterus neonatorum baik jika pasien menerima pengobatan
sesuai dengan pedoman yang berlaku. Namun pada beberapa pasien terjadi
peningkatan bilirubin secara berlebihan dapat berpotensi menjadi toksik dan
dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut bertahan hidup pada
jangka panjang akan menimbulkan sekuele neurologis. Kerusakan otak akibat
kernikterus menjadi resiko yang besar.1,4,10
BAB IV
PEMBAHASAN
36
penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan
dengan menghentikan pemberian ASI, melainkan dengan cara meningkatkan
frekuensi pemberian dari ASI tersebut.
BAB V
KESIMPULAN
37
DAFTAR PUSTAKA
38
7. Moganath. T. 2016. Prevalensi Ikterus Pada Bayi Baru Lahir Di Rsup
H. Adam Malik Medan Tahun 2013 – 2015. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
8. Muchowski KE. Evaluation and Treatment of Neonatal
Hyperbilirubinemia. Am FamPhysician. 2014; 89 (11): 873-8.
9. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. 2004. Management of
Hyperbilirubinemia in the Nerborn Infants 35 Weeks of
Gestational Gestational. Journal of the American Academy of
Pediatrics. P.297-315.
10. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. Dalam: Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2014:147-69.
11. Tazami, R.M., Mustarim. Syah, M. 2013. Gambaran Faktor
Risiko Ikterus Neonatorum pada Neonatus di Ruang
Perinatologi RSUD Raden Mattaher Jambi. The Jambi
Medicine Journal, Vol.1,p.1-7
12. Ullah S, Rahman K, Hedayati M. Hyperbilirubinemia in Neonates:
Types, Causes, Clinical Examinations, Preventive Measures and
Treatments: A Narrative Review Article. Iran J Public Health. 2016;
45 (5): 558-68.
13. World Health Organization. 2003. Managing Newborn Problem;
Aguide for Doctor, Nurses, and Midwives. Geneva: Departemen of
Reproduction Health and Research. P.77-89.
14. Tazami R.M., Mustarim, Syah S., Gambaran Faktor Risiko Ikterus
Neonatorum pada Neonatus di Ruang Perinatologi RSUD Raden Mattaher
Jambi tahun 2013. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Jambi; 2013. hal. 1 – 7.
15. Hassan Rusepno, Husein A, dkk. Metabolisme Bilirubin. Dalam: Buku
Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 3. FKUI, 2007, hal. 1102 – 05.
39