OLEH:
Iin Asifah Maulidda (013.06.0025)
PEMBIMBING
dr. Ni Made Chandra Mayasari, M.Biomed, Sp.A
1.3. Pengantar
Secara global diperkirakan dari 171 juta anak stunting di seluruh
dunia, terdapat 167 juta anak (98%) yang tinggal di negara berkembang,
sekitar 1 dari 4 anak balita mengalami stunting. Selanjutnya diperkirakan
127 juta anak di bawah 5 tahun akan terhambat pada tahun 2025 jika tren
saat ini meningkat. Indonesia merupakan salah satu dari 3 negara dengan
prevalensi stunting tertinggi di Asia Tenggara. Penurunan prevalensi
stunting di Indonesia tidak begitu signifikan dibandingkan dengan
Myanmar, Kamboja, dan Vietnam.2 Prevalensi Status Gizi (TB/U) pada
anak usia 0-23 bulan di Indonesia tahun 2013 dalam kategori sangat
pendek adalah 18% dan pada tahun 2018 mengalami penurunan sebesar
11,5%. Pada tahun 2013 kategori pendek sebesar 19,2% namun pada
tahun 2018 kategori ini meningkat sebesar 19,3%.3 Prevalensi Status Gizi
(TB/U) pada Anak Usia 0-23 bulan di Jawa Tengah Tahun 2018 yang
Sangat Singkat 13,9% dan pendek 19,4%. Prevalensi stunting di
Kabupaten Banyumas berdasarkan data studi pendahuluan di Dinas
Kesehatan Banyumas sebesar 32%. Prevalensi stunting berdasarkan data
Puskesmas Sumbang 1 Februari 2019 di Desa Banteran terdapat 21 anak
sangat pendek dan 51 anak pendek.4 Penelitian sebelumnya menyebutkan
bahwa stunting berdampak pada berbagai faktor seperti berat badan lahir
rendah, stimulasi dan pola asuh anak yang tidak tepat, asupan gizi yang
tidak mencukupi, infeksi berulang, dan berbagai faktor lingkungan
lainnya.4 Stunting pada anak balita merupakan konsekuensi dari beberapa
faktor yang sering dikaitkan dengan kemiskinan, termasuk gizi,
kesehatan, sanitasi, dan lingkungan. Lima faktor utama penyebab stunting
adalah kemiskinan, kondisi sosial budaya, meningkatnya paparan
penyakit menular, kerawanan pangan, dan akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan.5 1000 hari pertama kehidupan adalah periode sejak
anak dalam kandungan sampai anak berumur dua tahun. Fase ini disebut
periode emas karena terjadi pertumbuhan otak yang sangat pesat selama
periode ini. Kekurangan gizi pada periode ini akan mengakibatkan
kerusakan atau terhambatnya pertumbuhan yang tidak dapat diperbaiki
pada kehidupan yang akan datang.
Nutrisi yang cukup selama dalam kandungan akan membuat janin
tumbuh dengan baik dan kemudian terlahir sebagai bayi yang sehat, kuat,
dan sempurna dalam setiap fase perkembangan dan pertumbuhannya.6
Masalah gizi khususnya stunting pada balita dapat menghambat tumbuh
kembang anak, dengan dampak negatif yang dapat ditimbulkan. akan
berlangsung di kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual,
kerentanan terhadap penyakit tidak menular, penurunan produktivitas,
menyebabkan kemiskinan, dan risiko melahirkan bayi dengan berat badan
lahir rendah.1 Faktor pra-kelahiran dapat berupa nutrisi ibu selama
kehamilan. Sebaliknya, faktor pasca melahirkan dapat berupa asupan gizi
anak pada masa pertumbuhan, sosial ekonomi, ASI eksklusif, penyakit
menular, pelayanan kesehatan, dan faktor lainnya.4 Berdasarkan latar
belakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara
pengetahuan gizi ibu dan perilaku pemberian gizi dengan prevalensi
stunting pada balita di Desa Banteran, Kecamatan Sumbang.
1.4. Metode
Artikel ini dalam proses pengumpulan data dan penulisan bebas dari
Benturan Kepentingan.
1.9 Pendanaan
LPPM UMP mendanai penelitian ini. Tim peneliti mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan
penelitian ini, khususnya kepada Desa Banteran Kecamatan Sumbang.
1.10 Persetujuan Etika
Penelitian ini telah terdaftar pada Komisi Etik Riset Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto dengan nomor:
KEPK/UMP/35/XI/2019 pada tanggal 27 November 2019.
BAB II
KRITISI JURNAL
BAB III
KESIMPULAN
Pada kritisi jurnal ini penulis dapat memberikan gambaran secara lengkap
mengenai analysis dari isi jurnal yang dimana dapat disimpulkan bahwa isi jurnal
kurang maksimal dalam kriteria PICO VIA, sehingga diharapkan pada
pembahasan ini dapat memberikan manfaat pada peneliti selanjutnya dan dapat
diaplikasikan oleh tenaga medis di Indonesia maupun di dunia sebagi acuan
evidence based medicine.