Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN PENGETAHUAN

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT IBU DENGAN


KEJADIAN STUNTING PADA BALITA DI PUSKESMAS BANGSRI
II KABUPATEN JEPARA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :
SYAFANA MARASATI LUBIS
J310180076

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
i
ii
iii
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN PENGETAHUAN PERILAKU
HIDUP BERSIH DAN SEHAT IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA
BALITA DI PUSKESMAS BANGSRI II KABUPATEN JEPARA

Abstrak

Pendahuluan : Wilayah kerja Puskesmas Bangsri II memiliki prevalensi stunting


tertinggi di Kabupaten Jepara yaitu 20%. Pengetahuan gizi dan PHBS merupakan faktor
tidak langsung penyebab stunting. Berdasarkan rekap data PHBS di Puskesmas Bangsri
II Kabupaten Jepara, beberapa indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
wilayah Puskesmas Bangsri II Kabupaten Jepara masih belum memenuhi target paripurna
atau dibawah 74,5%. Tujuan : Mengetahui hubungan pengetahuan gizi dan pengetahuan
PHBS ibu dengan kejadian stunting pada balita di Puskesmas Bangsri II Kabupaten
Jepara. Metode : Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Puskesmas Bangsri II. Jenis
penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan populasi ibu yang
mempunyai balita usia 0-59 bulan. Pengambilan sampel awal dilakukan teknik
proportional sampling, dilanjutkan dengan teknik purposive sampling. Berdasarkan
perhitungan, jumlah responden yang diperoleh adalah 108 responden. Pengambilan data
pengetahuan gizi ibu dan pengetahuan PHBS menggunakan kuesioner, sedangkan
pengambilan data tinggi badan menggunakan alat microtoise dan data panjang badan
menggunakan baby board. Penentuan balita stunting menggunakan WHO Anthro dengan
membandingkan tinggi atau Panjang badan dengan usia balita. Analisis data
menggunakan uji Chi Square dengan taraf signifikansi 95%. Hasil : Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 59,3% ibu balita berpengetahuan gizi baik, 53,7% ibu balita
berpengetahuan PHBS baik dan 38,9% balita mengalami stunting. Hasil Uji Chi Square
pengetahuan gizi ibu terhadap stunting adalah p = 0,000, sedangkan pengetahuan PHBS
ibu terhadap stunting adalah p = 0,000. Kesimpulan : Terdapat hubungan antara
pengetahuan gizi ibu dengan kejadian stunting dan terdapat hubungan antara pengetahuan
PHBS ibu dengan kejadian stunting.

Kata Kunci : Balita, Pengetahuan Gizi Ibu, Pengetahuan PHBS, Stunting

Abstract

Introduction : The working area of Bangsri II Public Health Center has the highest
prevalence of stunting in Jepara Regency, which is 20%. Knowledge of nutrition and
PHBS is an indirect factor causing stunting. Based on the recap of PHBS data at the
Bangsri II Public Health Center, Jepara Regency, several indicators of Clean and Healthy
Life Behavior (PHBS) in the Bangsri II Health Center area of Jepara Regency still have
not met the plenary target or below 74.5%. Objective: To determine the relationship
between knowledge of nutrition and knowledge of maternal PHBS with the incidence of
stunting in children under five at the Bangsri II Public Health Center, Jepara Regency.
Methods : This research was conducted in the area of Bangsri II Public Health Center.
With a cross sectional approach with a population of mothers with toddlers aged 0-59
months, the initial sample was taken using a proportional sampling technique, followed
by a purposive sampling technique. Based on the calculation, the number of respondents
obtained is 108 respondents. Maternal nutrition knowledge and PHBS knowledge were
collected using a questionnaire, while height data was collected using a microtoise device

1
and body length data was collected using a baby board. Determination of stunting under
five using WHO Anthro by comparing height or body length with the age of the toddler.
Data analysis used Chi Square test with a significance level of 95%. Results: The results
showed that 59.3% of mothers under five had good nutrition knowledge, 53.7% mothers
under five had good PHBS knowledge and 38.9% had stunting. The results of the Chi
Square test of maternal nutritional knowledge on stunting were p = 0.000, while maternal
PHBS knowledge on stunting was p = 0.000. Conclusion: There is a relationship between
knowledge of maternal nutrition with the incidence of stunting and there is a relationship
between knowledge of maternal PHBS and the incidence of stunting.

Keywords: Toddler, Mother's Nutrition Knowledge, PHBS Knowledge, Stunting

1. PENDAHULUAN
Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang dialami anak-anak
karena kekurangan gizi periode tertentu, infeksi dan stimulasi psikososial yang tidak
memadai (WHO, 2015). Faktor yang menyebabkan stunting antara lain kurangnya
pengetahuan ibu tentang gizi, kelahiran prematur atau BBLR, infeksi, sanitasi
lingkungan, pola pemberian ASI eksklusif dan MPASI, serta status ekonomi keluarga
(Ariani, 2020). Stunting berdampak pada gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak
yang ditandai dengan tubuh yang pendek dan keterlambatan berpikir. Menurut Kemenkes
RI (2018) Hasil Pantauan Status Gizi (PSG), menunjukkan bahwa prevalensi stunting di
Indonesia paling banyak terjadi pada anak-anak usia 0-59 tahun (Balita) dengan
persentase sebesar 30,8% (Minarto dkk, 2018).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan penurunan
prevalensi stunting balita di tingkat nasional sebesar 6,4% selama periode 5 tahun, yaitu
dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018). Persentase anak usia 0-59 yang termasuk dalam
kategori stunting di provinsi Jawa Tengah adalah 31,5%, dengan persentase terbanyak
terdapat pada Kabupaten Jepara yaitu sebesar 25% (KEMENKES, 2021).
Berdasarkan penelitian dari Simanjutak (2019) menyimpulkan bahwa terdapat
hubungan antara pengetahuan dan perilaku ibu tentang pemberian makan pada balita
terhadap kejadian stunting. Kesimpulan ini sejalan dengan penelitian Dewi & Ariani
(2021) yang menunjukkan bahwa, pengetahuan ibu berhubungan dengan tumbuh dan
kembang anak karena ibu dengan pengetahuan gizi berpengaruh pada pemilihan makanan
untuk anak.
Selain pengetahuan gizi ibu, faktor lain penyebab stunting adalah Perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS). PHBS merupakan perilaku kesehatan yang dilakukan atas

2
kesadaran pribadi sehingga keluarga dan seluruh anggotanya mampu menolong diri
sendiri pada bidang kesehatan serta memiliki peran aktif dalam masyarakat (Kemenkes,
2016). Tingkatan strata PHBS tatanan rumah tangga dibedakan menjadi strata sehat
pratama apabila dibawah persentase 24,4%, sehat madya apabila persentase diatas 24,5%,
sehat utama apabila persentase lebih dari 49,5% dan sehat paripurna apabila persentase
lebih dari 74,5% (Pedoman Program PHBS Tatanan Rumah Tangga, 2010). Indikator
PHBS rumah tangga yang digunakan di Kabupaten Jepara terdapat 16 indikator terdiri
dari 10 indikator nasional dan 6 indikator Jawa Tengah. Cakupan PHBS rumah tangga di
wilayah kerja Puskesmas Bangsri II tahun 2021 sudah mencapai 98% yang mana masuk
dalam kategori paripurna akan tetapi masih ada beberapa indikator yang belum memenuhi
target paripurna antara lain yaitu indikator tidak merokok memiliki persentase 37,42%,
membuang sampah pada tempatnya 69,57%, dan anggota JKN 69,47%.
Pengetahuan tentang PHBS yang baik menjadi salah satu faktor yang
berpengaruh pada sikap hingga penerapan PHBS. Pengetahuan PHBS ibu berperan dalam
perilaku pengasuhan balita seperti pemberian ASI ekslusif pada bayi, kebiasaan mencuci
tangan yang benar, mengonsumsi buah dan sayuran yang nantinya berpengaruh terhadap
kejadian stunting. Untuk itu, penting bagi ibu mengetahui dan memahami cara untuk
menerapkan PHBS dengan baik (Lukas dkk, 2019).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui
hubungan pengetahuan gizi dan pengetahuan PHBS ibu dengan kejadian stunting pada
balita di Puskesmas Bangsri II Kabupaten Jepara. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah
Puskesmas Bangsri II karena memiliki prevalensi stunting tertinggi yaitu 20%.

2. METODE
Jenis penelitian ini yaitu menggunakan desain penelitian obeservasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini yaitu balita berusia 0-59 bulan
di wilayah Puskesmas Bangsri II yang berjumlah 2734 balita. Pengambilan sampel awal
dilakukan teknik proporsional sampling dan dilanjutkan dengan purposive sampling,
berdasarkan kriteria Inklusi, yaitu responden bersedia mengikuti penelitian, dan balita
aktif dalam kegiatan posyandu. Kriteria eksklusi yaitu ibu sakit/meninggal sewaktu
penelitian, ibu balita petugas kesehatan di Puskesmas Bangsri II, dan bayi dengan BBLR.
Berdasarkan perhitungan dengan rumus slovin, sampel yang diambil adalah 108
responden. Sampel diambil dari setiap 5 desa di wilayah kerja Puskesmas Bangsri II

3
mencakup Desa Guyangan, Desa Kepuk, Desa Tengguli, Desa Srikandang, Desa
Papasan.
Data pengetahuan gizi diperoleh dari modifikasi kuesioner penelitian Putri, dkk
(2021) yang telah valid dan reliabel dengan hasil uji validitas 0,429-0,920 dan hasil uji
reliabilitas 0,762, yang menggambarkan tentang pengetahuan ibu tentang asupan zat gizi,
pertumbuhan dan perkembangan, status gizi, pemantauan KMS, dan MPASI. Data
pengetahuan PHBS ibu diperoleh dari modifikasi kuesioner penelitian Nurbaya (2014)
yang telah valid dan reliabel hasil uji validitas 0,514-0,947 dan uji reliabilitas 0,766.
Pengetahuan PHBS ibu menggambarkan tentang pengetahuan ibu berkaitan dengan
persalinan oleh tenaga kesehatan, ASI Eksklusif, penimbangan balita, air bersih, mencuci
tangan, jamban sehat, konsumsi sayur dan buah, membuang sampah, aktifitas fisik, dan
merokok dengan pertanyaan sebanyak 20 butir. Pengkategorian kuesioner menggunakan
uji normalitas data dengan Uji Kolmogorov-Smirnov dan didapatkan data berdistribusi
tidak normal, sehingga pengkategorian responden menggunakan median. Responden
dengan skor pengetahuan gizi ≥14 dan skor pengetahuan PHBS ≥12 termasuk dalam
kategori pengetahuan baik, sedangkan skor pengetahuan gizi < 14 dan skor pengetahuan
PHBS < 12 termasuk dalam kategori pengetahuan kurang. Data tinggi dan panjang badan
balita didapatkan melalui pengukuran langsung menggunakan microtoise dengan
ketelitian 0,1 cm dan baby board. pengukuran tinggi badan balita microtoise untuk balita
berusia 2 tahun keatas dan bisa berdiri, sedangkan pengukuran balita menggunakan baby
board untuk balita berusia dibawah 2 tahun dan diukur dengan posisi terlentang. Data
yang diperoleh kemudian diolah menggunakan software WHO Anthro dengan kategori
stunting apabila Z-Score TB/U <-2 SD dan tidak stunting Z-Score TB/U ≥-2SD - Uji
statistik yang digunakan adalah Uji Chi-Square.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Karakteristik ibu balita
Data penelitian ini didapatkan di wilayah kerja Puskesmas Bangsri II, Kabupaten Jepara.
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Juli 2022 di 5 Posyandu per Desa. Data
karakteristik responden yang diambil pada penelitian ini meliputi usia, pendidikan ibu,
penghasilan, dan jumlah anak.

4
Tabel 1. Karakteristik Ibu Balita
Karakteristik Keterangan N %
Remaja akhir (17-25 tahun) 43 39.8
Dewasa (26 – 45 tahun) 64 59.3
Usia
Lansia Awal (>45) 1 0.9
Total 108 100.0
SD-SMP/MTS 62 57.4
SMA/SMK/MA 43 39.8
Pendidikan
S1 3 2.8
Total 108 100.0
< UMR (< Rp. 2.108.000) 67 62.0
Penghasilan
> UMR (> Rp. 2.108.000) 41 38.0
Keluarga
Total 108 100.0
≤ 2 Anak 88 81.5
Jumlah Anak
> 2 Anak 20 18.5
Total 108 100.0

Berdasarkan Tabel 1, karakteristik sampel menurut usia ibu menunjukkan


bahwa sebagian besar (59,3%) responden berusia dewasa (26 – 45 tahun). Karakteristik
sampel menurut tingkat pendidikan ibu menunjukkan bahwa sebagian besar (57,4%)
responden berpendidikan SD-SMP/MTS. Tingkat pendidikan merupakan salah satu
penyebab dasar yang memengaruhi pengetahuan ibu. Menurut pendapat yang
dikemukaan oleh Soetijiningsih (2014) pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh dalam status gizi. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang
tua dapat dengan mudah mengakses informasi dari luar tentang cara pengasuhan anak
yang baik terutama bagaimana ibu memberikan makanan kepada anak, bagaimana
menjaga kesehatan anak, kebersihan, dan sebagainya. Sehingga makin banyak
pengetahuan yang dimiliki, makin meningkatkan perilaku dalam pola asuh yang baik.
Karakteristik sampel menurut penghasilan keluarga menunjukkan bahwa
sebagian besar (62%) responden berpenghasilan dibawah UMR Jepara tahun 2022 yaitu
Rp. 2.108.000. Menurut penelitian Agustin & Rahmawati (2021) penghasilan keluarga
dibawah UMR meningkatkan risiko kejadian stunting pada balita. Penghasilan keluarga
yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak, karena orang tua dapat
menyediakan semua kebutuhan anak termasuk kebutuhan makanan bergizi (Sari dkk,
2020). Besarnya penghasilan memengaruhi kemampuan keluarga untuk membeli
makanan bergizi. Penghasilan yang tinggi memungkinkan terpenuhinya kebutuhan
makanan seluruh anggota keluarga. Sebaliknya, penghasilan yang rendah mengakibatkan

5
kurangnya daya beli pangan rumah tangga. Apabila daya beli pangan rendah
menyebabkan kebutuhan gizi balita kurang terpenuhi (Sutarto & Ratna, 2020).
Karakteristik sampel menurut Jumlah anak menunjukkan bahwa sebagian
besar (81,5%) responden memiliki jumlah anak ≤ 2. Menurut penelitian Candra (2013)
jumlah anak >2 merupakan faktor risiko terjadinya stunting. Ketersedian pangan
dipengaruhi oleh jumlah anak dalam keluarga. Anak memiliki risiko gizi buruk lebih
besar pada keluarga dengan status ekonomi yang rendah dengan keluarga yang memiliki
banyak anak. (Rufaida dkk, 2020). Hasil ini sejalan dengan penelitian Kusumawardhani,
dkk (2020) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah anak >2 dalam
keluarga dengan kejadian stunting. Jumlah anak lebih banyak dalam keluarga umumnya
akan menyebabkan ketersediaan makanan semakin sedikit.

3.2 Karakteristik Balita


Karakteristik balita di tempat penelitian meliputi jenis kelamin dan usia balita
Tabel 2. Karakteristik Balita
Karakteristik Keterangan N %
Jenis Laki-laki 54 50.0
Kelamin Perempuan 54 50.0
Total 108 100.0
0 - <1 tahun 33 30.6
Usia 1 - <3 tahun 43 39.8
3 - 5 tahun 32 29.6
Total 108 100.0

Berdasarkan Tabel 2, data karakteristik sampel menurut jenis kelamin


menunjukkan bahwa balita laki-laki dan perempuan di tempat penelitian memiliki jumlah
yang sama yaitu masing-masing 54 balita (50%). Karakteristik sampel menurut usia balita
menunjukkan bahwa sebagian besar (39,8%) responden memiliki usia 0 - <3 tahun. Balita
yang mengalami stunting pada usia 36 bulan pertama atau 3 tahun biasanya disertai
dengan efek jangka panjang (Wahdah dkk, 2016). Penelitian oleh Kusumawati, dkk
(2015) menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor memengaruhi stunting balita usia 6
bulan - 3 tahun, yaitu penyakit infeksi, ketersediaan pangan, dan sanitasi lingkungan.
Faktor yang paling dominan adalah penyakit infeksi terutama ISPA dan diare.

6
3.3 Distribusi Pengetahuan Gizi Ibu
Distribusi pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui jawaban kuesioner yang disebarkan
kepada responden di tempat penelitian. Hasil analisis univariat disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik menurut Pengetahuan Gizi


Karakteristik Keterangan N %
Pengetahuan Baik 64 59.3
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan Kurang 44 40.7
Ibu
Total 108 100.0

Berdasarkan data karakteristik sampel menurut pengetahuan gizi ibu pada Tabel
3 menunjukkan bahwa 59,3% memiliki pengetahuan gizi yang baik. Distribusi jawaban
kuesioner dapat dilihat dalam Tabel 4 :

Tabel 4. Distribusi Jawaban Kuesioner Pengetahuan Gizi


Variabel Nomor Soal B % S %
1 100 92,6 8 7,4
2 103 95,4 5 4,6
Asupan Zat Gizi 3 85 78,7 23 21,3
4 63 58,3 45 41,7
Rata-rata 81,3 18,2
5 65 60,2 43 39,8
6 82 75,9 26 24,1
Pertumbuhan dan 7 51 47,2 57 52,8
perkembangan 8 85 78,7 23 21,3
9 47 43,5 61 56,5
10 80 74,1 28 25,9
Rata-rata 63,3 36,7
11 86 79,6 22 20,4
12 91 84,3 17 15,7
Status Gizi 13 79 73,1 29 26,9
14 87 80,6 21 19,4
Rata-rata 79,4 20,6
15 76 70,4 32 29,6
Pemantauan KMS 16 53 49,1 55 50,9
Rata-rata 59,7 40,3
17 78 72,2 30 27,8
18 24 22,2 84 77,8
MPASI 19 97 89,8 11 10,2
20 83 76,9 25 23,1
Rata-rata 65,3 34,7

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 108 responden persentase jawaban benar


paling banyak terdapat pada indikator asupan zat gizi (81,3%). Dan untuk jawaban salah
paling banyak terdapat pada indikator pemantauan KMS (40,3%) dengan pertanyaan

7
nomor 16 yang paling banyak menjawab salah. Sebanyak 50,9% responden menyatakan
apabila kurva KMS naik artinya status gizi anak balita kurang. Hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan ibu mengenai cara membaca KMS yang tepat masih kurang, karena
apabila kurva KMS naik menandakan status gizi anak meningkat. Selain pemantauan
KMS, indikator pertumbuhan dan perkembangan memiliki jawaban salah paling banyak
(36,7%) dengan pertanyaan nomor 9 paling banyak menjawab salah (56,5%) yaitu
berkaitan tentang apa saja penyebab terhambatnya pertumbuhan pada anak.
Bidan atau kader desa dapat memberikan pelatihan cara pengisian dan membaca
KMS kepada ibu balita di masing-masing posyandu agar dapat memantau pertumbuhan
balita secara langsung dan memberikan pola asuh yang baik dan asupan gizi seimbang
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya masalah gizi pada balita terutama stunting.
Menurut penelitian Al Rahmad (2018) pelatihan dan pendampingan pengisian buku KMS
secara statistik memberi pengaruh untuk meningkatkan pengetahuan dalam memantau
pertumbuhan balita.

3.4 Distribusi Pengetahuan PHBS Ibu


Distribusi pengetahuan PHBS ibu diperoleh melalui jawaban kuesioner yang disebarkan
kepada responden di tempat penelitian. Hasil analisis univariat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik menurut Pengetahuan PHBS


Karakteristik Keterangan N %
Pengetahuan Pengetahuan Baik 58 53.7
PHBS Pengetahuan Kurang 50 46.3
Total 108 100.0

Berdasarkan data Karakteristik menurut pengetahuan PHBS pada Tabel 5


menunjukkan bahwa sebanyak 53,7% memiliki pengetahuan PHBS yang baik. Distribusi
jawaban kuesioner dapat dilihat pada Tabel 6 :

Tabel 6. Distribusi Jawaban Kuesioner Pengetahuan PHBS


Variabel Nomor Soal B % S %
Persalinan oleh 1 108 100,0 0 0,0
tenaga kesehatan Rata-rata 108 100,0 0 0,0
2 90 83,3 18 16,7
3 90 83,3 18 16,7
ASI Eksklusif
4 48 44,4 60 55,6
Rata-rata 70,4 29,6
5 104 96,3 4 3,7

8
Penimbangan 92 85,2 16 14,8
6
balita
Rata-rata 90,7 9,3
7 28 25,9 80 74,1
Air bersih
Rata-rata 28 25,9 80 74,1
8 8 7,4 100 92,6
Mencuci tangan
Rata-rata 8 7,4 100 92,6
9 19 17,6 89 82,4
Jamban sehat 10 106 98,1 2 1,9
Rata-rata 62,5 57,9 45,5 42,1
11 103 95,4 5 4,6
Membuang 12 37 34,3 71 65,7
Sampah 13 10 9,3 98 90,7
Rata-rata 46,3 53,7
14 105 97,2 3 2,8
Sayur dan buah 15 56 51,9 52 48,1
16 59 54,6 49 45,4
Rata-rata 67,9 32,1
17 106 98,1 2 1,9
Aktifitas fisik 18 17 15,7 91 84,3
Rata-rata 56,9 43,1
19 98 90,7 10 9,3
Merokok 20 6 5,6 102 94,4
Rata-rata 48,1 51,9

Tabel 6, menunjukkan bahwa dari 108 responden persentase jawaban benar


paling banyak terdapat pada indikator persalinan oleh tenaga kesehatan (100%).
Sedangkan untuk jawaban salah paling banyak terdapat pada indikator mencuci tangan
(92,6%). Sebagian besar responden belum memahami urutan mencuci tangan yang tepat.
Selain itu, terdapat beberapa indikator dengan persentase jawaban salah lebih dari 50%,
yaitu indikator air bersih (74,1%), dan indikator membuang sampah (53,7%), dan
merokok (51,9%). Diantara keseluruhan variabel, 94,4% responden banyak menjawab
salah pada pertanyaan yang berkaitan dengan kandungan pada rokok dan dampak
buruknya.
Menurut penelitian Naelasari & Nurmaningsih (2022) kegiatan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan PHBS ibu balita dalam upaya pencegahan
stunting yaitu melalui pemberian edukasi 10 indikator perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) berupa penyuluhan, tanya jawab dan kegiatan demonstrasi gerakan mencuci
tangan dengan baik dan benar dibantu oleh tenaga kesehatan.

9
3.5 Analisis Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Kejadian Stunting pada
Balita
Pengetahuan gizi ibu diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan langsung kepada
responden. Pengetahuan gizi pada penelitian ini terdapat hubungan dengan kejadian
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bangsri II. Hasil analisis bivariat
disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Kejadian Stunting


Status Gizi TB/U
Pengetahuan Gizi OR (CI
Tidak Total p
Ibu 95%)
Stunting Stunting
n % n % n %
Pengetahuan Kurang 34 77,3 10 22,7 44 100
0,000 23,8 (8,559
Pengetahuan Baik 8 12,5 56 87,5 64 100
– 66,180)
Data primer, 2022
Berdasarkan Tabel 7, sebanyak 34 ibu (77,3%) berpengetahuan gizi kurang
memiliki balita stunting. Sedangkan sebanyak 56 ibu (87,5%) berpengetahuan gizi baik
memiliki balita yang mengalami tidak stunting. Hasil analisis statistik didapatkan nilai p-
value sebesar 0,000 menunjukkan terdapat hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bangsri II, Kabupaten Jepara
dengan nilai OR sebesar 23,8 (8,559 – 66,180) yang artinya ibu dengan pengetahuan gizi
kurang mempunyai risiko 23,8 kali memiliki balita stunting dibandingkan dengan ibu
yang memiliki pengetahuan baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Agustiningrum & Rokhanawati (2016) di wilayah kerja Puskesmas Wonosari
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan
kejadian stunting pada balita.
Pengetahuan gizi ibu merupakan kunci dasar pada pertumbuhan dan
perkembangan balita sehingga akan menurunkan angka kejadian stunting pada balita.
Pengetahuan gizi ibu berkaitan dengan pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu
memberikan makan, asupan zat gizi, perawatan, menjaga kebersihan, pemantauan status
gizi dan sebagainya (Rahayu dkk, 2019). Pengolahan makanan dan pemberian asupan
gizi yang tepat, akan berpengaruh terhadap pertumbuhan balita baik berat badan maupun
tinggi badan. Tinggi badan dapat dipantau dengan grafik KMS melalui buku KIA.

10
Berdasarkan Tabel 4 pada variabel pemantauan KMS, sebagian besar responden
menjawab salah pertanyaan berkaitan tentang cara mengintrepertasikan grafik KMS.
Penelitian yang dilakukan Meiranny (2017) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan
antara pengetahuan ibu tentang KMS dengan pertumbuhan balita. Kartu Menuju Sehat
(KMS) adalah kartu yang dapat memuat kurva pertumbuhan balita berdasarkan tinggi
badan menurut umur (TB/U). Dengan KMS gangguan pertumbuhan dapat diketahui lebih
dini. Seseorang dapat menilai dan berbuat sesuatu, setelah memantau kurva pertumbuhan
anak dari bulan ke bulan melalui KMS (Sotjiningsih, 2014). Apabila seorang ibu dapat
membaca dan memahami terjadinya penurunan pada grafik KMS pada balita dalam
beberapa bulan, maka selanjutnya ibu akan memilih dan memberikan makan bagi balita
dengan memperhatikan kualitas maupun kuantitas yang dapat memenuhi angka
kecukupan gizi yang dibutuhkan oleh balita sehingga dapat meningkatkan status gizinya
(Puspasari & Andriani, 2017).
Selain pemantauan KMS, indikator pertumbuhan dan perkembangan memiliki
jawaban salah paling banyak dengan pertanyaan yaitu berkaitan tentang apa saja
penyebab terhambatnya pertumbuhan pada anak. Sebagian besar responden menyatakan
pada kuesioner penyebab utama terhambatnya pertumbuhan balita adalah kurang minum
susu, sedangkan menurut Kemenkes (2018) penyebab utama terhambatnya pertumbuhan
anak adalah kekurangan asupan gizi dalam jangka waktu lama, pola asuh, dan infeksi
pada balita atau ibu saat hamil.

3.6 Analisis Hubungan Pengetahuan PHBS dengan Kejadian Stunting pada Balita

Pengetahuan PHBS ibu diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan langsung kepada
responden. Pengetahuan PHBS pada penelitian ini terdapat hubungan dengan kejadian
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Bangsri II. Hasil analisis bivariat
disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hubungan Pengetahuan PHBS dengan Kejadian Stunting
Status Gizi TB/U
Pengetahuan OR (CI
Tidak Total p
PHBS Stunting 95%)
Stunting
n % n % n %
Pengetahuan Kurang 29 58 21 42 50 100
0,000 4,78 (2,075
Pengetahuan Baik 13 22,4 45 77,6 58 100 – 11,011)
Data primer, 2022

11
Berdasarkan Tabel 8, sebanyak 29 ibu (58%) berpengetahuan PHBS kurang
memiliki balita stunting. 45 ibu (77,6%) berpengetahuan PHBS baik memiliki balita yang
tidak stunting. Hasil analisis statistik didapatkan p-value sebesar 0,000 menunjukkan
terdapat terdapat hubungan antara pengetahuan PHBS dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Bangsri II, Kabupaten Jepara dengan nilai OR sebesar
4,78 (2,075 – 11,011) yang artinya ibu dengan pengetahuan PHBS kurang mempunyai
risiko 4,78 kali memiliki balita stunting dibandingkan ibu dengan pengetahuan PHBS
baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sangadji, dkk (2021)
di Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar, yaitu terdapat hubungan antara pengetahuan
PHBS Ibu terhadap kejadian stunting pada balita.
Pada Tabel 6, sebagian besar responden menjawab salah pada pertanyaan terkait
tentang langkah mencuci tangan yang tepat. Responden belum memahami tahapan akhir
dalam urutan mencuci tangan yaitu mengeringkan tangan dengan kain lap atau tisu.
Menurut penelitian yang dilakukan Sebayang, dkk (2022) terdapat hubungan antara
pengetahuan ibu tentang cuci tangan dengan kejadian stunting pada balita. Mengeringkan
tangan secara tepat dapat menghilangkan risiko negatif perpindahan bakteri dan virus
karena kelembapan akibat tangan yang basah (Kusmiyati dkk, 2013). Penelitian ini
didukung dengan pendapat Adzura, dkk (2021) yaitu bakteri patogen pada tangan yang
tertelan dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan infeksi sehingga berdampak pada
tumbuh kembang balita. Dampak yang dapat terjadi dari infeksi adalah anemia dan
stunting.
Selain itu, diantara keseluruhan variabel responden juga banyak menjawab salah
pada pertanyaan yang berkaitan dengan kandungan pada rokok dan dampak buruknya.
Menurut Lianzi & Pitaloka (2014) pengetahuan tentang merokok yang dimiliki seseorang
bukan hanya secara umum bahaya rokok, akan tetapi juga seharusnya mengetahui
kandungan dan dampak rokok. Pengetahuan ibu dapat mengantisipasi diri dan keluarga
dari penyakit khususnya terhadap rokok agar tidak terjadi sesuatu yang dapat
membahayakan bagi diri dan bayinya (Manurung, 2020). Penelitian yang dilakukan Ayu,
dkk (2020) menyimpulkan bahwa anak yang menjadi perokok pasif memungkinkan
memiliki dampak yang sama dengan perokok aktif. Kandungan zat kimia pada rokok
yang diterima langsung oleh anak dapat mengubah metabolisme tubuh anak sehingga
mengalami gangguan pertumbuhan (stunting). Penelitian ini sejalan dengan penelitian

12
Budiastutik & Rahfiludin (2019) yang menjelaskan bahwa paparan asap rokok maupun
polusi asap diduga berpengaruh terhadap kejadian stunting.
Ibu yang memiliki pengetahuan baik tentang PHBS akan menerapkan hidup
bersih dan sehat, sehingga mampu menjaga kesehatan anak tetap optimal yang bertujuan
untuk mendukung proses tumbuh kembang anak. Sebaliknya, ibu yang memiliki
pengetahuan kurang tentang PHBS akan membiarkan anak melakukan kebiasaan tidak
bersih dan sehat seperti kebiasaan mencuci tangan yang salah akan menyebabkan virus
dan bakteri mudah masuk kedalam pencernaan, membuang sampah sembarangan
sehingga menciptakan lingkungan yang kotor, dan pengetahuan yang kurang akan
kandungan berbahaya rokok sehingga tidak akan membiarkan salah satu anggota keluarga
merokok (Lukas et al, 2019).

4. PENUTUP
Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Bangsri II, Kabupaten Jepara dengan nilai OR sebesar 23,8
(8,559 – 66,180), begitu pula dengan pengetahuan PHBS ibu, terdapat hubungan antara
pengetahuan PHBS dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Bangsri II, Kabupaten Jepara dengan nilai OR sebesar 4,78 (2,075 – 11,011).

PERSANTUNAN
Terimakasih kepada Ibu Titik Dwi Noviati, S.Gz, M.Gz selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan waktu bimbingan dan arahan selama penyusunan naskah publikasi ini.
Terimakasih kepada Puskesmas Bangsri II, Kabupaten Jepara dan para ibu kader yang
telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adzura, M., Fathmawati, F., & Yulia, Y. (2021). Hubungan sanitasi, air bersih dan
mencuci tangan dengan kejadian stunting pada balita di Indonesia. J Sulolipu
Media Komun Sivitas Akad dan Masy, 21(1), 79–89.

Agustin, L., & Rahmawati, D. (2021). Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Kejadian
Stunting. Indonesian Journal of Midwifery (IJM), 41, 30-34.

13
Agustiningrum, T., & Rokhanawati, D. (2016). Hubungan karakteristik ibu dengan
kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Wonosari I. Doctoral dissertation. Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Yogyakarta.

Al Rahmad, A. H. (2018). Modul pendamping KMS sebagai sarana ibu untuk memantau
pertumbuhan balita. AcTion: Aceh Nutrition Journal, 3(1), 42-47.

Ariani, M. (2020). Determinan penyebab kejadian stunting pada balita: Tinjauan


literatur. Dinamika Kesehatan: Jurnal Kebidanan Dan Keperawatan, 11(1),
172-186.

Ayu, N., Eka, M., Komang, N., & Resiyanthi, A. (2020). Kejadian Stunting Berkaitan
Dengan Perilaku Merokok Orang Tua mengetahui “Kejadian Stunting Berkaitan
kuantitatif yang menggunakan desain orangtua balita di Wilayah kerja
Puskesmas 57 orang. Penelitian ini menggunakan univariat data yang diperoleh
dari. Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, 3(2), 24-30.

Budiastutik, I., & Rahfiludin, M. Z. (2019). Faktor Risiko Stunting pada anak di Negara
Berkembang. Amerta Nutrition, 3(3), 122-129.

Candra, A. (2013). Hubungan underlying factors dengan kejadian stuntingpada anak 1-2
th. Journal of Nutrition and Health. 1(1).

Dewi, N. W. E. P., & Ariani, N. K. S. (2021). Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi
menurunkan resiko stunting pada balita di Kabupaten Gianyar. Menara
Medika, 3(2), 148-154.

Dinas Kesehatan Jawa Tengah. (2019). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Semarang : Dinas Kesehatan Jawa Tengah.

Kemenkes RI. (2016). PHBS. URL : https://promkes.kemkes.go.id/phbs. Dikases


tanggal 30 September 2021.

Kemenkes RI. (2018). Ini Penyebab Stunting pada Anak. URL:


https://www.kemkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-stunting-
pada-anak.html. Diakses tanggal 30 September 2021.

Kusmiyati, K., Sinaga, E. R., & Wanti, W. (2013). Kebiasaan cuci tangan, kondisi
fasilitas cuci tangan dan keberadaan e. coli pada tangan penjamah makanan di
rumah makan dalam Wilayah Kerja Puskesmas Oebobo Kupang Tahun
2012. Jurnal Info Kesehatan, 11(2), 417-425.

14
Kusumawardhani, A., Nurruhyuliawati, W., & Garna, H. (2020). Hubungan riwayat bayi
berat lahir rendah dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting usia
12–59 bulan di Desa Panyirapan Kabupaten Bandung. Jurnal Integrasi
Kesehatan & Sains, 2(1).

Kusumawati, E., Rahardjo, S., & Sari, H. P. (2015). Model pengendalian faktor risiko
stunting pada anak bawah tiga tahun. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional (National Public Health Journal), 9(3), 249-256.

Lianzi, I., & Pitaloka, E. (2014). Hubungan pengetahuan tentang rokok dan perilaku
merokok pada staf Administrasi Universitas Esa Unggul. Indonesian of Health
Information Management Journal (INOHIM), 2(1), 67-81.

Lukas, A., Utami, N. W., & Putri, R. M. (2019). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan
Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Anak Pra Sekolah di Tk Dharma
Wanita Persatuan Tlogomas Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah
Keperawatan, 4(1).

Manurung, M. (2020). Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Bahaya Merokok Terhadap


Kehamilan Dan Janin. Jurnal Keperawatan Priority, 3(1), 91-98.
Meiranny, A. (2018). Pengetahuan Ibu tentang Kartu Menuju Sehat (KMS)
Mempengaruhi Pertumbuhan Balita. Jurnal SMART Kebidanan, 4(2), 9-17.

Minarto, dkk. (2018). Pembangunan gizi Indonesia. Bappenas : Jakarta.

Naelasari, D. N., & Nurmaningsih, N. (2022). Edukasi PHBS di rumah tangga dalam
mencegah stunting pada ibu balita di Perumahan Lingkar Permai Kota
Mataram. Abdinesia: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 11-15.

Nurbaya, S. (2014). Tingkat pengetahuan ibu rumah tangga mengenai perilaku hidup
bersih dan sehat (phbs) di dusun 2 desa gajah mati kec. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Palembang. Palembang.

Puspasari, N., & Andriani, M. (2017). Hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dan asupan
makan balita dengan status gizi balita (BB/U) usia 12-24 bulan. Amerta
Nutrition, 1(4), 369-378.

Putri, M. M., Mardiah, W., & Yulianita, H. (2021). Mother’s knowledge toward stunting
in toddler. Journal of nursing care, 4(2).

Rahayu, I., & Jalinus, N. (2019). Kontribusi pengetahuan gizi ibu dan pola asuh gizi
terhadap status gizi anak balita di Jorong Sungai Salak Kenagarian Koto Tangah
Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar. Jurnal Ilmu Sosial dan
Humaniora, 8(2), 235-241.

15
Rufaida, F. D. (2020). Hubungan Faktor Keluarga dan Rumah Tangga dengan Kejadian
Stunting pada Balita di Tiga Desa Wilayah Kerja Puskesmas Sumberbaru
Jember. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 6(1), 1-6.

Sangadji, A. M., & Mikawati, M. (2021). Hubungan perilaku dan pengetahuan ibu dalam
penerapan PHBS dengan kejadian stunting pada balita usia 3-5 tahun Di
Puskesmas Kaluku Bodoa Kota Makassar. Skripsi. STIKES Panakkukang
Makassar. Makassar.

Sari, R. M., Mika, O., & Seftriani, J. (2020). Hubungan Pendapatan Keluarga dengan
Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Puskesmas Seginim Kabupaten
Bengkulu Selatan. CHMK Midwifery Scientific Journal, 3(2), 150-158.

Simanjutak, B (2019). Maternal Knowledge, Attitude and Practices About Traditional


Food Feeding with Stunting and Wasting of Toddlers in Farmer Families.
National Public Health Journal. 14(2), 58-6.

Soetjiningsih. (2014). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Sutarto, S. T. T., & Ratna, D. P. S. (2020). Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan
Pendapatan Keluarga dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Way Urang Kabupaten Lampung Selatan. Jurnal Dunia Kesmas,
9(2), 256-263.

Wahdah, S., Juffrie, M., & Huriyati, E. (2016). Faktor risiko kejadian stunting pada anak
umur 6-36 bulan di wilayah pedalaman Kecamatan Silat Hulu, Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of
Nutrition and Dietetics), 3(2), 119-130.

WHO. (2015). Stunting in a nutshell. URL :


https://apps.who.int/nutrition/healthygrowthproj_stunted_videos/en/index.html
#:~:text=Stunting%20in%20a%20nutshell%20Stunting%20is%20the%20impai
red,deviations%20below%20the%20WHO%20Child%20Growth%20Standard
s%20median. Diakses tanggal 30 September 2021.

16

Anda mungkin juga menyukai