Anda di halaman 1dari 6

RESUME JURNAL

Oleh: Asnita Kamumu

Judul Jurnal : 1. Jurnal Kesehatan Andalas

2. Media Publikasi Penelitian

Judul artikel : 1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita di
wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita yang


mengikuti TFC di Kabupaten Sukoharjo

Volume : 1. Vol.4; no: 1

2. Vol.15; no: 1

Tahun : 1. 2015

2. 2017

Penulis : 1. Rona Firmana Putri, Delmi Sulastri dan Yuniar Lestari

2. Wynsdy Fajar Apriliana dan Luluk Ria Rakhma

Pendahuluan

Usia di bawah lima tahun merupakan usia emas dalam pembentukan sumberdaya manusia
baik dari segi pertumbuhan fisik maupun kecerdasan, dimana hal ini harus didukung oleh status
gizi yang baik karena status gizi berperan dalam menentukan sukses tidaknya upaya peningkatan
sumberdaya manusia. Menurut Kemenkes RI (2007), bila seseorang tidak mendapatkan asupan
gizi yang cukup akan mudah sakit dan mudah terkena penyakit, sehingga menyebabkan
gangguan nafsu makan, mengakibatkan asupan gizi menjadi berkurang dan menyebabkan gizi
kurang.

Status gizi anak balita akan berkaitan erat dengan kondisi sosial ekonomi keluarga, antara
lain pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah anak orang tua, pengetahuan dan pola
asuh ibu serta kondisi ekonomi orang tua secara keseluruhan. Selain itu, faktor tidak langsung
status gizi yaitu ketahanan pangan di dalam keluarga, pola asuh, sanitasi lingkungan, akses
terhadap pelayanan kesehatan, umur anak, jenis kelamin anak dan tempat tinggal. Jumlah anak
yang banyak diikuti dengan distribusi makanan yang tidak merata akan menyebabkan anak balita
dalam keluarga tersebut menderita kurang gizi.

Komitmen Kementerian Kesehatan untuk memulihkan keadaan gizi kurang dan gizi buruk
di masyarakat ditunjukkan dengan penyediaan Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic
Feeding Center (TFC) di Puskesmas. PPG berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan
anak gizi buruk dan gizi kurang secara intensif di suatu ruangan khusus. Di ruangan khusus ibu
atau keluarga terlibat dalam perawatan anak tersebut. Program TFC meliputi pemberian
pendidikan atau edukasi pada ibu balita yaitu memberi edukasi mengenai cara merawat anak

1
yang baik serta cara pemberian makanan tinggi kalori dan protein dengan menggunakan aneka
bahan makanan setempat (Dirjen Kesmas RI, 2011).

Berdasarkan data Prevalensi Status Gizi Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2012,
kecamatan Nanggalo termasuk ke dalam empat besar wilayah yang prevalensi status gizinya
berada di Bawah Garis Merah dan terdapat lebih dari 15% kasus gizi kurang dan gizi buruk yang
ditimbang berdasarkan BB/U. Data Status Gizi Puskesmas Nanggalo tahun 2012 menunjukkan
dari 1070 anak balita yang ditimbang berdasarkan BB/U diketahui 1% gizi sangat kurang, 5%
gizi kurang, 2% gizi lebih, dan berdasarkan TB/U diketahui 5% sangat pendek, 8% pendek, serta
berdasarkan BB/TB diketahui 3% kurus, 8% gemuk.

Berdasarkan data yang diperoleh dari survei pendahuluan, prevalensi gizi kurang di
Kabupaten Sukoharjo bulan 2016 sebesar 4,98% (2476 balita) sedangkan prevalensi gizi buruk
sebesar 0,58% (286 balita). Prevalensi gizi kurang paling tinggi berada di Kecamatan Grogol
sebesar 4,62% (227 balita), sedangkan prevalensi gizi kurang paling rendah berada di Kecamatan
Bulu sebesar 3,55% (63 balita). Prevalensi gizi buruk tertinggi berada di Kecamatan Grogol
sebesar 0,74% (51 balita), sedangkan prevalensi gizi buruk paling rendah berada di Kecamatan
Nguter sebesar 0,37% (10 balita).

Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk (2015) untuk mengetahui hubungan
kondisi sosial ekonomi keluarga terhadap status gizi anak balita. Sedangkan penelitian oleh
Apriliana dan Rakhma (2017) bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendapatan
keluarga, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, dan besar keluarga dengan perubahan status gizi
balita yang mengikuti program TFC.

Pembahasan

Metodologi

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk (2015) dan Apriliana dan Rakhma (2017)
keduanya menggunakan pendekatan cross sectional.

2. Populasi dan Sampel

Putri dkk (2015) tidak menyebutkan populasi yang digunakan dalam penelitiannya. Sampel
adalah kelompok anak balita dan kelompok ibu balita (responden yang mengisi kuesioner) yang
memenuhi kriteria inklusi yaitu anak balita (1-5 tahun) dan responden bersedia mengisi
kuesioner serta tidak memenuhi kriteria eksklusi yaitu anak balita yang sakit atau cacat,
responden yang tidak kooperatif dan tidak tahu umur anak balitanya dengan menggunakan teknik
simple random sampling.
Apriliana dan Rakhma (2017) tidak menyebutkan populasi yang dipakai. Sampel dipilih dengan
menggunakan teknik simple random sampling yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 30
responden.

2
3. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data penelitian yang dilakukan oleh Putri dkk (2015) dengan menyebarkan
kuisioner. Sedangkan instrumen yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh Apriliana
dan Rakhma (2017) berupa kuesioner mengenai pendapatan keluarga, pendidikan ibu,
pengetahuan ibu, dan besar keluarga. Berat badan balita diukur menggunakan baby scale dan
digital scale, nilai z-score dihitung menggunakan WHO Anthro.

4. Analisis Data

Pengolahan data oleh Putri dkk dilakukan dengan uji chi-square untuk mengetahui hubungan
antara variabel dependen dengan variabel independen dan regresi logistik untuk mengetahui
variabel independen yang paling berhubungan dengan variabel dependen menggunakan sistem
komputerisasi.
Apriliana dan Rakhma (2017) menggunakan Uji Kolmogrov Smirnov dilakukan untuk
mengetahui kenormalan data. Untuk data yang tidak berdistribusi normal menggunakan uji Rank
Spearman. Uji tersebut bertujuan untuk melihat hubungan antara pendapatan keluarga,
pendidikan ibu, pengetahuan ibu, dan besar keluarga dengan perubahan status gizi balita yang
mengikuti program TFC.

Hasil

1. Penelitian oleh Putri dkk (2015)

a. Karakteristik umum subyek penelitian


Subyek penelitian sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 52,9%, usia
25-60 bulan sebesar 62,1% dan berat badan 10-15 kg sebesar 76,6%.
b. Analisis bivariat
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai p < 0,05 pada faktor tingkat pendidikan
ibu (p=0,022), jenis pekerjaan ibu (p=0,000), pendapatan keluarga (p=0,012), jumlah
anak (p=0,008) dan pola asuh ibu (p=0,000) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu, pendapatan keluarga,
jumlah anak dan pola asuh ibu dengan status gizi anak balita. Sedangkan pada faktor
tingkat pengetahuan ibu tidak dapat dinilai hubungannya karena tidak dapat dilakukan uji
statistik.
Faktor jenis pekerjaan ibu merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan
status gizi anak balita.

2. Penelitian oleh Apriliana dan Rakhma (2017)

a. Karakteristik sampel

3
Distribusi umur balita tertinggi berusia 12-36 bulan sebanyak 80%, distribusi jenis
kelamin balita tertinggi perempuan sebanyak 60%, distribusi berdasarkan tingkat
pendapatan tertinggi pada tingkat pendapatan kurang sebanyak 60%, distribusi
berdasarkan besar keluarga tertinggi pada kategori keluarga kecil sebanyak 80%,
berdasarkan tingkat pendidikan ibu yaitu pendidikan > 9 tahun dan < 9 tahun sebanyak
50%, berdasarkan tingkat pengetahuan ibu pada kategori kurang dan cukup sebanyak
50%, status gizi balita 60% berstatus gizi kurang.
b. Pendapatan keluarga
Pendapatan perkapita rata-rata Rp 445.976 (pendapatan cukup), nilai minimum Rp
200.000 (pendapatan kurang), nilai maksimumRp 1.000.000,- (pendapatan cukup), dan
standar deviasi Rp 224.339,-. Status gizi rata-rata -2,99 (status gizi kurang), nilai
minimum -4,53 (status gizi buruk), nilai maksimum -2,09 (status gizi kurang), dan
standar deviasi 0,72. Nilai p value dari uji hubungan pendapatan perkapita dengan status
gizi balita menggunakan uji Rank Spearman yaitu 0,634 sehingga dapat disimpulkan
tidak ada hubungan antara pendapatan perkapita dengan status gizi balita.
c. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu rata-rata10,4 (> 9 tahun), nilai minimum 6 (< 9 tahun), nilai maksimum
12 (> 9 tahun), dan standar deviasi 1,71. Status gizi rata-rata -2,99 (status gizi kurang),
nilai minimum -4,53 (status gizi buruk), nilai maksimum -2,09 (status gizi kurang), dan
standar deviasi 0,72. Nilai p value dari uji hubungan pendidikan ibu dengan status gizi
balita menggunakan uji Rank Spearman yaitu 0,522 sehingga dapat disimpulkan tidak
ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita.
d. Pengetahuan ibu
Pengetahuan ibu rata-rata 57,7 (pengetahuan cukup), nilai minimum 33 (pengetahuan
kurang), nilai maksimum 73 (pengetahuan cukup), dan standar deviasi 10,1. Status gizi
rata-rata -2,99 (status gizi kurang), nilai minimum -4,53 (status gizi buruk), nilai
maksimum -2,09 (status gizi kurang), dan standar deviasi 0,72. Nilai p value dari uji
hubungan pendidikan ibu dengan status gizi balita menggunakan uji Rank Spearman
yaitu 0,348 sehingga dapat disimpulkan tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu
dengan status gizi balita.
e. Besar keluarga
Besar keluarga rata-rata 4,23 (keluarga besar), nilai minimum 3 (keluarga kecil), nilai
maksimum 9 (keluarga besar), dan standar deviasi 1,3. Status gizi rata-rata -2,99 (status
gizi kurang), nilai minimum -4,53 (status gizi buruk), nilai maksimum -2,09 (status gizi
kurang), dan standar deviasi 0,72. Nilai p value dari uji hubungan besar keluarga dengan
status gizi balita menggunakan uji Rank Spearman yaitu 0,738 sehingga dapat
disimpulkan tidak ada hubungan antara besar keluarga dengan status gizi balita.

Pembahasan hasil penelitian

1. Penelitian oleh Putri dkk (2015)

4
Analisis hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita tidak bisa dilakukan karena
terdapat cell yang kosong sehingga hasil ini tidak bisa dibandingkan dengan penelitian serupa
yang dilakukan oleh Rahmawati dkk (2007) yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita.
Selain itu hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Miko (2003) yang
mendapatkan proporsi status gizi kurang pada anak umur 6-60 bulan mempunyai ibu yang
bekerja lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja di Kecamatan Bojongasih
Kabupaten Tasikmalaya dengan kesimpulan terdapat hubungan pekerjaan dengan status gizi
balita. Hasil penelitian mendapatkan dari 227 ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo
Padang tahun 2014 persentase pendapatan keluarganya masih rendah yaitu sebesar 60,4% dan
persentase balita yang mengalami status gizi kurang lebih banyak berasal dari keluarga yang
pendapatannya rendah yaitu 43,1% sedangkan pada keluarga yang berpendapatan tinggi hanya
terdapat 26,7% balita dengan status gizi kurang.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Aswin (2008) bahwa terdapat 33,8% balita
yang mengalami status gizi kurang akibat pola asuh yang tidak baik sedangkan pada pola asuh
ibu yang baik hanya terdapat 19,2% balita yang mengalami status gizi kurang dengan hasil uji
statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pola asuh ibu dengan
status gizi. Penelitian oleh Miko (2003) juga menunjukan terdapat hubungan antara pola asuh ibu
dengan status gizi balita dengan persentase anak balita yang mengalami status gizi kurang lebih
banyak pada ibu yang pola asuhnya tidak baik yaitu 73% sedangkan pada ibu dengan pola asuh
yang baik 42,2%.

2. Penelitian oleh Apriliana dan Rakhma (2017)

a. Pendapatan keluarga
Keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah, memungkinkan konsumsi pangan
dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini mempengaruhi status gizi pada anak balita.
Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan keluarga dengan
perubahan status gizi balita. Tidak adanya hubungan antara pendapatan dengan perubahan
status gizi yaitu terkait dengan besar kecilnya pengeluaran keluarga untuk makan, sebab itu
pendapatan keluarga secara langsung tidak mempunyai korelasi nyata dengan perubahan
status gizi balita pada penelitian ini.
Penelitian Amelinda (2016) juga menyebutkan, tidak adanya hubungan status gizi dengan
pendapatan karena keluarga dengan pendapatan yang tinggi tidak semua hasil pendapatannya
dibelanjakan untuk kebutuhan pangan saja.
b. Pendidikan ibu
Ibu dengan pendidikan tinggi mempunyai kesempatan bekerja lebih banyak dibanding
dengan ibu dengan pendidikan rendah, karena itu terdapat hubungan antara pendidikan
dengan status gizi. Ibu dengan pendidikan rendah anaknya memiliki resiko tinggi kekurangan
gizi dibandingkan dengan ibu dengan pendidikan di atas tingkat menengah.
c. Pengetahuan ibu

5
Hasil penelitian berdasarkan tingkat pengetahuan ibu pada kategori pengetahuan kurang
dan cukup sebesar 50% dari jumlah sampel. Tingkat pengetahuan tentang gizi sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan sikap dalam memilih makanan untuk anaknya (Maulana,
2012). Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan
perubahan status gizi balita. Ibu yang berpengetahuan baik cenderung tidak dapat memenuhi
kesehatan gizi anggota keluarga dalam mengolah serta memanfaatkan bahan pangan dengan
baik.
d. Besar keluarga

Besar keluarga mempengaruhi pengeluaran pangan keluarga, yaitu berdampak pada


bertambahnya kebutuhan primer terutama dalam hal makan (Soetjiningsih, 2012). Hasil
penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan antara besar keluarga dengan perubahan
status gizi balita. Tuntutan kebutuhan yang semakin bertambah membuat keluarga besar
maupun kecil sama-sama harus membagi uang hasil dari bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Keluarga kecil dengan perekonomian rendah cenderung tidak dapat memenuhi
kebutuhan rumah tangganya.

Penutup

1. Kesimpulan dari penelitian oleh Putri dkk (2015), yaitu terdapat hubungan yang bermakna
antara pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jumlah anak dan pola asuh ibu
dengan status gizi anak balita. Pekerjaan ibu merupakan faktor yang paling dominan
berhubungan dengan status gizi. Faktor pengetahuan ibu tidak dapat dilakukan uji statistik
sehingga tidak didapatkan hubungan
2. Penelitian oleh Apriliana dan Rakhma (2017) menyimpulkan bahwa Kesimpulan dari
penelitian ini, tidak ada hubungan antara pendapatan perkapita, pendidikan ibu, pengetahuan
ibu, dan besar keluarga dengan status gizi balita yang mengikuti program TFC. Keterbatasan
penelitian ini adalah dalam program TFC terdapat pemberian edukasi gizi serta pemberian
paket modisco, tetapi peserta TFC belum bisa mengaplikasikan edukasi dan saran yang
diberikan. Evaluasi modisco melalui angket juga tidak dilakukan sehingga peneliti tidak
mengetahui efek pemberian modisco terhadap kenaikan status gizi balita.

Anda mungkin juga menyukai