Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR RISIKO UNDERWEIGHT BALITA UMUR 7-59 BULAN

Fitri Kurnia Rahim1

Prodi S1 Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan, Indonesia

Info Artikel

Abstrak
Sejarah Artikel: Masalah penelitian adalah faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan status gizi
Diterima 6 November 2013 underweight pada balita. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang
Disetujui 28 November 2013 berhubungan dengan status gizi underweight pada balita. Metode penelitian survei
Dipublikasikan Januari 2014
pada balita umur 7-59 bulan di wilayah Puskesmas Leuwimunding sebanyak 200
sampel, menggunakan cluster random sampling. Pengambilan data dengan
Keywords: wawancara dan pengukuran berat badan secara langsung menggunakan alat ukur
Underweigt; dacin. Analisis data menggunakan chi square. Hasil penelitian menunjukkan balita
Parenting;
yang tergolong status gizi underweight sebanyak 31,40 %, yang mengalami diare
Consumption.
kronik 14,90 %, dan pneumonia 8,80 %. Praktik pemberian makan anak balita
tergolong kurang baik sebanyak 43,80 %, praktik pengobatan anak balita tergolong
kurang baik sebanyak 25,30 %, dan praktik kesehatan anak balita tergolong kurang
baik sebanyak 41,80 %. Tingkat konsumsi energi kurang baik pada anak balita
sebanyak 60,30 %, dan tingkat konsumsi protein kurang baik pada anak balita 54,60
%. Simpulan penelitian, faktor yang berhubungan dengan status gizi buruk pada balita
umur 7-9 bulan yaitu pola asuh pemberian makan balita, tingkat konsumsi energi, dan
protein balita.

RISK FACTORS OF UNDERWEIGHT IN CHILDREN AGED 7-59 MONTHS

Abstract

The research problem was whether the factors associated with underweight
nutritional status in children under five. Research purpose to determine the factors
associated with underweight nutritional status in toddler. Survey method in infants
aged 7-59 months in the region of Leuwimunding health center amounts 200 samples,
using cluster random sampling. Data collected by interview and direct weight
measurement using bathroom scales. Data analysis by chi square. The results showed
the nutritional status of toddler were classified as underweight as 31.40 %, which was
experiencing chronic diarrhea 14.90% and pneumonia 8.80%. Unfavorable practice of
toddler feeding as 43.80%, unfavorable treatment practices of toddler as 25.30%, and
unfavorable health practices of toddler as unfavorable as 41.80% . The rate of energy
consumption is not good for toddler as much as 60.30%, and the rate of protein
consumption wass less good in 54.60% of toddler. The conclusions, factors associated
with underweight nutritional status in infants aged 7-9 months were toddler feeding,
level of energy consumption, and protein toddlers.

© 2014 Universitas Negeri Semarang

1 Alamat korespondensi: ISSN 1858-1196


Jl. Lingkar Kadugede No.02 Telp. (0232) 875847 Fax (0232)
875123 E-mail: fitri_kurniarahim@yahoo.com
Fitri Kurnia Rahim / KEMAS 9 (2) (2014) 115-121

Pendahuluan periode 4-6 bulan pertama kehidupan karena


tidak sedikit keluarga yang tidak mengerti
Gizi adalah salah satu faktor terpenting kebutuhan khusus bayi, tidak tahu bagaimana
yang mempengaruhi individu atau cara membuat makanan sapihan dari bahan-
masyarakat, dan karenanya merupakan issue bahan yang tersedia di sekitar mereka atau
fundamental dalam kesehatan masyarakat belum mampu menyediakan makanan yang
(Emerson, 2005; Mendez, 2005). Status gizi bernilai gizi baik (Heli, 2006; Flegal, 2007).
pada balita dapat berpengaruh terhadap Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah
beberapa aspek. Gizi kurang pada balita, umur dua tahun karena pada kurun waktu itu
membawa dampak negatif terhadap berlangsung masa peralihan dari ASI ke
pertumbuhan fisik maupun mental, yang pengganti ASI atau makanan sapihan.
selanjutnya akan menghambat prestasi Pengganti ASI maupun makanan sapihan
belajar. Akibat lainnya adalah penurunan seringkali memiliki kandungan karbohidrat
daya tahan, menyebabkan hilangnya masa tinggi tetapi mutu dan kandungan proteinnya
hidup sehat balita, serta dampak yang lebih sangat rendah (Norman, 2008; Flegal, 2007).
serius adalah timbulnya kecacatan, tingginya Hasil pemantauan status gizi (PSG) yang
angka kesakitan dan percepatan kematian dilakukan oleh 31 puskesmas di Kabupaten
(Ali, 2006; Mamhidira, 2006; Andriani, 2012). Majalengka, prevalensi gizi pada buruk tahun
Secara nasional berdasarkan riskesdas tahun 2008 sebesar 6,3 %, pada tahun 2009 sebesar
2010 prevalensi status gizi pada balita yang 6,9 % dan pada tahun 2010 sebesar 5,2 %
tergolong berat kurang (underweight) adalah (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka,
17,9 %. Adapun di Jawa Barat prevalensi 2010). Berdasarkan hasil pemantauan status
balita gizi buruk (BB/U) adalah 3,1 %, gizi tahun 2010, prevalensi gizi kurang paling
sedangkan status gizi kurang 9,9 %. Wilayah tinggi terdapat di wilayah Puskesmas
Puskesmas Leuwimunding salah satu Leuwimunding yaitu 18,2 %. Jumlah balita
kecamatan di Jawa Barat memiliki prevalensi yang terkena gizi buruknya adalah 103 balita,
gizi kurang 18.2 %, angka prevalensi tersebut dan angka prevalensinya 2,5 %. Prevalensi
lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi. balita kategori gizi kurang lebih besar dari
Prevalensi gizi kurang yang cukup tinggi angka prevalensi nasional dan prevalensi gizi
dikhawatirkan dapat berimplikasi pada status buruk lebih rendah dibandingkan dengan
gizi buruk pada periode selanjutnya. Keadaan angka nasional tetapi angka tersebut masih
gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat cukup tinggi. Angka prevalensi tersebut pun
kesehatan dan umur harapan hidup yang masih tinggi dibandingkan angka capaian
merupakan salah satu unsur utama dalam wilayah yaitu maksimal 0,4 % kasus gizi buruk.
penentuan keberhasilan pembangunan Prevalensi gizi kurang yang cukup tinggi
negara yang dikenal dengan istilah Human dikhawatirkan dapat berimplikasi pada status
Development Index (HDI). Beberapa penelitian gizi buruk pada periode selanjutnya.
menunjukkan bahwa gizi kurang pada balita Selain itu, menurut data BPS Kabupaten
membawa dampak negatif terhadap Majalengka berdasarkan presentase jumlah
pertumbuhan fisik maupun mental, yang penduduk gakin dan non-gakin, prevalensi
selanjutnya akan menghambat prestasi anak balita dengan status gizi underwight
belajar. Akibat lainnya adalah penurunan gakin adalah 0,5 % dan anak gizi buruk gakin
daya tahan, sehingga kejadian infeksi dapat adalah 0,09%. Sedangkan, anak balita dengan
meningkat. Kekurangan gizi akan status gizi underwight non-gakin
menyebabkan hilangnya masa hidup sehat prevalensinya adalah 0,7 % dan anak balita
balita. Dampak yang lebih serius adalah gizi buruk non-gakin prevalensinya adalah
timbulnya kecacatan, tingginya angka 0,07 %. Kejadian status gizi underwight pada
kesakitan dan percepatan kematian. balita lebih banyak terjadi pada balita dengan
Malnutrisi lebih sering terjadi pada keadaan non-gakin. Sedangkan, kejadian gizi
masa diatas umur 6 bulan jika dibandingkan buruk lebih banyak terjadi pada balita dengan

116
Fitri Kurnia Rahim / KEMAS 9 (2) (2014) 115-121

keadaan gakin. Adapun di wilayah makan pada anak (PMA), praktik mengasuh
Leuwimunding, prevalensi anak gizi buruk anak balita dilihat dari praktik kebersihan
pada balita dengan keadaan gakin adalah 5,4 anak (PKA), dan Praktik mengasuh anak balita
%, sedangkan pada balita dengan keadaan dilihat dari praktik pengobatan anak (PPA) (Sri
non-gakin 2,1 %. Angka prevalensi ini cukup D A, 2008).
tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Asupan dan keadaan gizi balita
Berdasarkan data sekunder Puskesmas dipengaruhi oleh pola pengasuhan keluarga,
Leuwimunding kelompok anak yang karena balita masih tergantung dalam
mengalami gizi buruk banyak terjadi pada mendapatkan makanan. Penelitian mengenai
anak balita yang berumur 12- 48 bulan. adanya hubungan antara pola asuh dengan
Adapun secara nasional, berdasarkan laporan status gizi juga dilakukan oleh Dadang
riskesdas 2010 kelompok umur yang Rosmana tahun 2003, dimana dalam
mengalami gizi buruk banyak terjadi pada penelitiannya terdapat hubungan yang
umur balita 12 – 47 bulan. bermakna antara pola asuh gizi dengan status
Dalam buku penilaian status gizi buruk gizi anak. Salah satu aspek kunci dalam pola
(2002) “konsep terjadinya keadaan gizi asuh gizi adalah praktek penyusun dan
mempunyai dimensi yang sangat kompleks”. pemberian MP-Asi. Praktek penyusunan
Adapun menurut BAPPENAS dalam materi tersebut dapat meliputi pemberian makanan
Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011- prelaktal, kolostrum, menyusui secara secara
2015 beberapa faktor yang menyebabkan gizi eksklusif dan praktek penyapihan.
buruk atau kurang telah dijelaskan dan Berdasarkan laporan tahunan tahun
diperkenalkan oleh UNICEF dan telah 2010 Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka,
disesuaikan dengan kondisi Indonesia, prevelansi kejadian ISPA (pneumonia) di
penyebabnya terdiri dari beberapa tahap wilayah Puskesmas Leuwimunding adalah
yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar 8,08 % dan prevalensi kejadian diare adalah
masalah, dan pokok masalah. Penyebab 21,52 %. Prevalensi kejadian ISPA
langsung yaitu konsumsi makanan anak dan (pneumonia) di wilayah puskesmas
penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Leuwiminding mengalami peningkatan dari
Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan tahun sebelumnya tahun 2009 yaitu 4,18 %.
makanan yang kurang tetapi juga karena Adapun kejadian prevalensi diare tahun
penyakit infeksi. Anak yang mendapat sebelumnya periode Juni-Desember 2009
makanan yang baik tetapi karena sering sakit yaitu sebesar 8,32 %. Kejadian penyakit
diare atau demam dapat menderita kurang infeksi tersebut pun dapat menjadi faktor
gizi. Adapun penyebab tidak langsung yaitu resiko terjadinya kejadian gizi buruk pada
ketahanan pangan di keluarga, pola balita. Selain itu, prevalensi rumah tangga
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan yang sudah berperilaku hidup bersih dan
dan kesehatan lingkungan. Faktor-faktor sehat di wilayah puskesmas Leuwimunding
tersebut sangat terkait dengan tingkat adalah 21,11 %. Angka prevalensi ini masih
pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan cukup rendah karena masih jauh dari nilai 100
keluarga. Pola pengasuhan anak dapat %. Sedangkan jumlah populasi balita di
berpengaruh terhadap konsumsi makanan wilayah Puskesmas Leuwimunding paling
anak dan penyakit infeksi yang mungkin banyak se-Kabupaten Majalengka yaitu
diderita anak balita. sebanyak 4.076 balita (Dinkes Majalengka,
Dalam penelitian ini terdapat beberapa 2010).
faktor yang diteliti yaitu faktor langsung
berupa penyakit infeksi dan tingkat konsumsi Metode
energi dan protein serta pola asuh anak.
Adapun pola pengasuhan anak dapat Desain penelitian yang digunakan
dikategorikan menjadi tiga aspek yaitu praktik dalam penelitian ini adalah cross sectional.
mengasuh anak balita dilihat dari pemberian Populasi pada penelitian ini balita umur 7-59

117
Fitri Kurnia Rahim / KEMAS 9 (2) (2014) 115-121

bulan di wilayah Puskesmas Leuwimunding Hasil dan Pembahasan


yaitu sebanyak 4076 balita. Perhitungan besar
sampel penelitian menggunakan uji hipotesis Balita yang tergolong status gizi
beda 2 proporsi. Sampel Teknik sampling underweight sebanyak 31,40 %. Balita yang
menggunakan cluster random sampling, mengalami diare kronik sebanyak 14,90 % dan
teknik tersebut dilakukan dengan mendaftar pneumonia 8,80 %. Praktik pemberian makan
banyaknya kelompok atau gugusan yang ada anak balita tergolong kurang baik sebanyak
dalam populasi, kemudian mengambil sampel 43,80 %, praktik pengobatan anak balita
berdasarkan gugus-gugus posyandu tersebut. tergolong kurang baik sebanyak 25,30 % dan
Puskesmas Leuwimunding memiliki wilayah praktik kesehatan anak balita tergolong
kerja sebanyak 84 posyandu. Pengambilan kurang baik sebanyak 41,80 %. Tingkat
sampel secara gugus adalah dengan konsumsi energi kurang baik kurang baik pada
mengambil 3 dari 84 posyandu tersebut dan anak balita sebanyak 60,30% dan tingkat
akan dipilih secara random. Kemudian anak konsumsi protein kurang baik pada anak
balita yang berdomisili di tiga posyandu yang balita 54,60 %. Adapun faktor-faktor yang
terkena sampel tersebut adalah anak balita berhubungan dengan status gizi buruk pada
yang akan diteliti. Anak balita yang menjadi balita umur 7-59 bulan yaitu pola asuh
responden akan dipilih secara random pemberian makan anak, tingkat konsumsi
berdasarkan kerangka sampelnya. Dalam energi dan protein.
penelitian ini responden harus memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti.
Untuk menghindari data sampel homogen,
maka akan dilakukan sampel percobaan pada
wilayah leuwimunding. Adapun kriteria
sampel sebagai berikut :1) Responden dalam
penelitian ini adalah ibu-ibu yang memiliki
balita umur 7-59 bulan atau yang mengasuh
sehari-hari balita tersebut. 2) Bertempat
tinggal di wilayah kerja Puskesmas
Leuwimunding, Kecamatan Leuwimunding
Kabupaten Majalengka tahun 2011. Wilayah
yang dimaksud merupakan posyandu hasil Gambar 1. Status Kesehatan Balita
dari sampling. Adapun jumlah sampel
Penelitian ini memiliki keterbatasan
penelitian sebanyak 200 responden.
penelitian. Variabel yang diteliti hanya hanya
Pengambilan data penelitian dilakukan
beberapa faktor saja yaitu penyakit infeksi
dengan metode wawancara dengan
pneumonia, diare kronik, pola asuh praktik
menggunakan panduan wawancara, format
pemberian makan anak (PMA), pola asuh
recall 24 jam 2 kali pada waktu yang berbeda,
praktik pengobatan anak (PMA), pola asuh
dan pengukuran berat badan secara langsung
praktik kebersihan anak (PKA), serta tingkat
menggunakan alat ukur dacin kapasitas 20 kg
konsumsi energi dan protein. Pengukuran
dengan tingkat ketelitian 0,1 kg. Pengukuran
yang tidak dilakukan dalam penelitian ini
berat badan dilakukan sebanyak tiga kali dan
adalah penilaian klinis (pengukuran
nilai yang diambil adalah hasil dari nilai rata-
langsung), serta pemeriksaan fisik tidak
rata pengukuran tersebut. Adapun analisis
diteliti lebih dalam pada anak balita
data dilakukan dengan menggunakan analisis
underweight. Adapun bias yang mungkin
univariat, analisis bivariat (Chi square) dan
dalam penelitian ini adalah dalam pengukuran
seluruhnya menggunakan program SPSS.
berat badan bayi kemungkinan terjadi
Penelitian dilaksanakan pada bulan
measurement bias, karena pada saat balita
AprilAgustus Tahun 2011.
ditimbang kondisinya sering dalam keadaan

118
Fitri Kurnia Rahim / KEMAS 9 (2) (2014) 115-121

gelisah, menangis, dan bergerak-gerak penelitian tentang pola asuh praktik


sehingga menimbulkan kesalahan interpretasi pemberian makan tersebut sesuai dengan
dalam menentukan hasil pengukuran berat hasil penelitian. Hubungan pola asuh dan
badan yang sebenarnya. Pengukuran tingkat status gizi setelah diuji statistik Chi Squer
konsumsi menggunakan model recall yang menunjukan ada hubungan yang signifikan
sangat tergantung dengan daya ingat, oleh antara pola asuh gizi dan status gizi.
karena itu sering terjadi under/ over reporting Perubahan nilai skor pola asuh praktik
yaitu mengurangi atau menambah informasi pemberian makan anak (PMA), praktik
sehingga menyebabkan recall bias. pengobatan anak Gambar 2. Penyakit Infeksi
Faktor-faktor yang berhubungan pada Balita
dengan status gizi buruk pada balita umur 7-
59 bulan yaitu pola asuh pemberian makan Gambar 3. Jenis Pengasuhan Balita
anak, tingkat konsumsi energi dan protein.
Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian Gambar 4. Protein and Energy Consumption
(PPA), dan praktik kebersihan anak (PKA) D.A. (2007) bahwa pendidikan gizi pada ibu
setelah dilakukan pendampingan gizi dapat mengubah pengetahuan gizi dan sikap
beberapa bulan. Perbaikan praktik ibu, yang akhirnya dapat merubah perilaku
pengasuhan anak terutama pada akhir makan ke arah yang lebih baik dan dapat
pendampingan gizi berkaitan erat dengan meningkatkan status gizi.
peningkatan pengetahuan ibu yang Adapun hubungan tingkat konsumsi

memegang peranan yang dominan dalam energi dan protein dengan status gizi sejalan
pengasuhan anak. Artinya, pesan-pesan gizi dengan penelitian sebelumnya yaitu terdapat
dan kesehatan yang berkaitan dengan hubungan antara tingkat asupan energi dan
pengasuhan anak dapat dilaksanakan oleh ibu protein dengan kejadian KEP bermakna
sebagai pengasuh anak. Temuan ini sejalan secara statistik. Hubungan keduanya memiliki
dengan hasil penelitian Mulyati dalam Sri nilai OR 6.73. Begitu juga dengan asupan

119
Fitri Kurnia Rahim / KEMAS 9 (2) (2014) 115-121

protein, memiliki nilai OR 3.49. Variabel pada status gizi underweight pada balita jika
asupan energi dan protein memiliki pengaruh tingkat konsumsinya kurang.
yang besar terhadap status gizi balita. Asupan
energi yang kurang mempunyai risiko 2,9 kali Penutup
lebih besar untuk mengalami status gizi
kurang dibandingkan dengan anak yang Terdapat 31,40 % anak balita umur 7-59
asupan energinya cukup, sedangkan anak bulan di wilayah Puskesmas Leuwimunding
dengan asupan protein yang kurang tergolong underweight. Pola asuh pemberian
mempunyai risiko 3,1 kali lebih besar untuk makan anak (PMA) dan tingkat konsumsi
mengalami status gizi kurang dibandingkan energi dan protein berhubungan dengan
dengan anak yang asupan proteinnya cukup. underweight pada balita umur 7-59 bulan di
Tingkat konsumsi energi dan protein wilayah Puskesmas Leuwimunding. Tingkat
merupakan faktor langsung yang konsumsi energi dan protein merupakan
mempengaruhi status gizi balita. Defisiensi faktor langsung yang mempengaruhi status
energi dan protein secara progresif gizi balita, sehingga dapat dikatakan keadaan
menyebabkan kerusakan mukosa, kesehatan gizi tergantung dari tingkat
menurunnya resisten terhadap kolonisasi dan konsumsi zat gizi yang dikonsumsi sehari-hari.
invasi kuman patogen. Menurunnya imunitas Sedangkan diare kronik, pneumonia, pola
dan kerusakan mukosa memegang peranan asuh praktik pengobatan anak (PPA) dan
utama dalam mekanisme pertahanan tubuh, praktik kebersihan anak (PKA) tidak terbukti
sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi berhubungan dengan underweight pada
insiden penyakit. Keadaan kesehatan gizi balita umur 7-59 bulan.
tergantung dari tingkat konsumsi zat gizi yang
terdapat pada makanan sehari-hari. Tingkat Ucapan Terimakasih
konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan.
Kualitas hidangan menunjukkan adanya Ucapan terimakasih disampaikan
semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam kepada Pimpinan Puskesmas Leuwimunding,
suatu susunan hidangan dan perbandingan Kabupaten Majalengka Jawa Barat atas
yang satu terhadap yang lain. Kualitas terlaksananya penelitian ini. Terimakasih juga
menunjukkan jumlah masing-masing zat gizi diucapkan kepada kader posyandu dan ibu
terhadap kebutuhan tubuh. Kalau susunan balita yang bersedia membantu dan menjadi
hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik responden dalam penelitian ini.
dari segi kuantitas maupun kualitasnya, maka Daftar Pustaka
tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan
Ali, Sadiq Mohammad. 2006. Socioeconomic,
gizi yang sebaik-baiknya, disebut konsumsi psychosocial, behavioural, and
adekuat. Sebaliknya konsumsi yang kurang psychological determinants of BMI among
baik kualitas dan kuantitasnya akan young women: differing patterns for
memberikan kondisi kesehatan gizi kurang underweight and overweight/obesity. Eur J
atau kondisi defisit. Status gizi atau tingkat Public Health, 16(3): 324-330
konsumsi pangan merupakan bagian
terpenting dari status kesehatan seseorang.
Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi Andriani Elisa P, Sofwan I. 2012. Determinan status
kesehatan seseorang, tetapi status kesehatan gizi pada siswa sekolah dasar. Jurnal Kemas,
juga mempengaruhi status gizi. Maka, tingkat 7 (2): 122-126
Sri, D A. 2008. Pengaruh program pendampingan
konsumsi makanan sangat berpengaruh
gizi terhadap pola asuh, kejadian infeksi
terhadap status gizi balita. Pola pemberian dan status gizi balita kurang energi protein,
makan pada anak yang berhubungan dengan [Tesis]. Program pascasarjana gizi
status gizi. Oleh karena itu dapat masyarakat Universitas Diponegoro,
mempengaruhi tingkat konsumsi energi dan Semarang.
protein pada balita, sehingga berimplikasi

120
Fitri Kurnia Rahim / KEMAS 9 (2) (2014) 115-121

Dinas Kesehatan. 2010. Profil Kesehatan


Majalengka. Majalengka : Dinkes
Kabupaten Majalengka.
Emerson, E. 2005. Underweight, obesity and
exercise among adults with intellectual
disabilities in supported accommodation in
Northern England. Journal of Intellectual
Disability
Research, 49(2): 134–143
Flegal, Katherine M. 2007. Cause-Specific Excess
Deaths Associated With Underweight,
Overweight, and Obesity. JAMA. 298(17):
2028-2037
Heli, Kuusipalo. 2006. Growth and Change in
Blood Haemoglobin Concentration Among
Underweight Malawian Infants Receiving
Fortified Spreads for 12 Weeks: A
Preliminary Trial. Journal of Pediatric
Gastroenterology & Nutrition, 43(4): 525-
532
Mamhidira, G. 2006. Underweight, weight loss and
related risk factors among older adults in
sheltered housing: A swedish follow-up
study. The Journal of Nutrition, Health &
Aging, 10(4): 255-262
Mendez, Michelle A. 2005. Overweight exceeds
underweight among women in most
developing countries. Am J Clin
Nutr., 81(3): 714-721.
Norman, Kristina. 2008. Disease-related
malnutrition but not underweight by BMI is
reflected by disturbed electric tissue
properties in the bioelectrical impedance
vector analysis. British Journal of Nutrition,
100(3): 590-595

121

Anda mungkin juga menyukai