Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI POSYANDU MELATI DESA JERUKWANGI KECAMATAN KANDANGAN KABUPATEN

KEDIRI
RELATIONSHIP BETWEEN THE DIET AND NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN IN THEMELATIPOSYANDU VILLAGE OFJERUKWANGI SUB D ISTRICT KANDANGAN DISTRICT KEDIRI
Suhariati Akademi Kebidanan Pamenang, Pare, Kediri Abstrak
Prevalensi kurang gizi terutama anak dibawah lima tahun (Balita) di Jawa Timur masih tinggi. 25% disebabkan oleh asupan gizi kurang. Pola makan merupakan faktor yang berhubungan langsung dengan status gizi. Konsumsi makan yang rendah kualitas maupun rendah gizi mengakibatkan kondisi atau keadaan gizi kurang. Sebaliknya, konsumsi makan yang baik akan memungkinkan untuk mencapai kondisi kesehatan dan kondisi gizi yangsebaik-baiknya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dengan status gizi balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dengan menggunakan penelitian analitik yang menggunakan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dengan cara melakukan pengukuran berat badan menurut indeks antropometri berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) diperoleh hasil sebagian besar status gizinya baik dan melakukan observasi pola makan selama 3 hari diperoleh hasil sebagian besar pola makan yang cukup. Selanjutnya setelah dianalisa dengan SPSS dengan menggunakan tehnik korelasi spearman diperoleh nilai rho = 0,620 dengan nilai signifikan 0,000 lebih kecil dengan = 0,05 maka penelitian diterima. Dengan demikian ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Koefesien korelasi Spearman positif yaitu 0,620, hal ini berarti bahwa terjadi hubungan yang positif antara pola makan dengan status gizi balita. Artinya semakin baik pola makan balita maka status gizinya semakin baik pula. Penyuluhan tentang pola makan yang baik dan pemantauan status gizi secara teratur sangat diperlukan untuk mempertahankan status gizi yang sudah baik dan untuk menghindari terjadinya gizi kurang atau gizi buruk. Kata Kunci : Pola Makan, Status Gizi Balita.

ABSTRAC
The prevalence of malnutrition, especially in children under five years (Toddlers) in East Java is still high, 25% are caused by lack of nutrition. Diet is a factor directly related to nutritional status. Consumption of food low quantity and low in nutrition resulted in the condition or state of malnutrition. On the contrary, the consumption of good food will enable to achieve health and nutrition conditions as well as possible. Purpose of this study was to determine the diet with nutritional status of children in the Melati Integrated health service point village of Jerukwangi sub district Kandangan district Kediri using analytical research using cross sectional approach. Collection data by means of measurements of body weight according to weight based anthropometric index for age obtained the results of most of the good nutritional status and make observations during the 3 day diet gained the most adequate diet. Then after analyzed with SPSS by using the technique acquired spearman correlation rho value = 0.620 with a significant value to 0.000 smaller with = 0.05 then it researchreceived. Thus there is a significant relationship between the diet and nutritional status of children in the Melati Posyandu village of Jerukwangi sub district Kandangan district Kediri. Positive correlation coefficient of 0.620 indicates that, there is a positive relationship between the diet and nutritional status of children under five years. Guidance on good diet and regular monitoring of nutritional status is necessary to maintain nutritional status is good and to avoid the occurrence of malnutrition or poor nutrition Key Words : diet nutrition status of children

PENDAHULUAN Makanan adalah segala sesuatu yang dipakai atau digunakan manusia supaya dapat hidup. Zat-zat makanan yang diperlukan oleh tubuh manusia meliputi karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan air. Karbohidrat, protein, dan lemak disebut makanan pokok karena banyak memberikan kalori. Zat-zat makanan ini mempunyai fungsi sebagai sumber energi atau tenaga, menyumbang pertumbuhanpertumbuhan badan dan mengganti sel-sel yang rusak atau aus, mengatur keseimbangan air, mineral dan asam basa di dalam cairan tubuh serta sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit atau imun dan antitoksin. Anak balita mengalami proses pertumbuhan yang sangat pesat, sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan menjadi dewasa sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa balita (Djaeni Ahmad 2003). Balita adalah harapan bangsa. Penundaan pemberian pertahanan, pemeliharaan gizi yang kurang tepat terhadap balita akan menurunkan nilai potensi mereka sebagai sumber daya pembangunan masyarakat dan ekonomi nasioanl. Mereka memerlukan penggarapan sedini mungkin apabila kita menginginkan peningkatan potensi mereka untuk pembangunan masa depan (Suhardjo 2003). Di negara berkembang anak-anak umur 0-5 tahun merupakan golongan yang paling rawan terhadap gizi. Kelompok yang paling rawan disini adalah periode paska penyapihan khususnya umur 1-3 tahun. Anak-anak biasanya menderita bermacammacam infeksi serta berada dalam status gizi rendah (Suharjdo 2003). Secara umum terdapat 4 masalah gizi utama di Indonesia yakni KEP (Kurang Energi Protein), KVA (Kurang Vitamin A), Kurang Yodium (Gondok Endemik) dan Kurang Zat Besi (Anemia Gizi Besi). Akibat dari kurang gizi adalah kerentanan terhadap penyakitpenyakit infeksi dan dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian (Suhardjo 2003).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) 2010, prevalensi gizi kurang pada usia dibawah 5 tahun sebesar 17,9% (3,7 juta balita), sebanyak 6800 balita di Jawa Timur mengalami gizi buruk yang 25%nya disebabkan oleh asupan gizi kurang. Data di Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri tahun 2010 terdapat 1223 balita dengan status gizi buruk (BGM) dari jumlah balita yang ada sebanyak 117.468 balita. Terdapat 2 kematian balita akibat gizi buruk dengan penyakit penyertanya (Data Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri 2010). Sedangkan data di Puskesmas Kandangan Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri tahun 2010 menyebutkan, sebanyak 47 balita (1,50%) dengan berat badan dibawah garis merah (BGM) dan 145 balita (4,64%) dengan status gizi kurang (BGT) dari jumlah balita yang ada sebanyak 3125 balita. Dari studi pendahuluan pada bulan Oktober 2011 di Posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri terdapat balita sebanyak 59 balita yang terdiri dari 3 balita dengan status gizi lebih, 41 balita dengan status gizi baik, 12 balita dengan status gizi kurang dan 3 balita dengan status gizi buruk. Sedangkan dari hasil pengamatan mengenai pola makan terhadap 10 keluarga yang mempunyai balita 1-5 tahun diperoleh : 3 keluarga dengan pola makan baik, 5 keluarga dengan pola makan cukup dan 2 keluarga dengan pola makan kurang. Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial (Suhardjo 2009). Pola makan merupakan faktor yang berpengaruh langsung terhadap status gizi. Pola makan dapat dinilai secara langsung dari kuantitas dan kualitas hidangannya. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik kuantitas maupun kualitasnya, maka tubuh akan mendapat kondisi kesehatan yang sebaik-baiknya dan keadaan gizi yang baikpun akan tercapai. Ketidak cukupan zat gizi dalam tubuh, maka simpanan zat gizi berkurang dan lama kelamaan simpanan menjadi habis. Apabila keadaan ini dibiarkan maka akan

terjadi perubahan faali dan metabolisme, terjadi kemerosotan jaringan yang ditandai dengan penurunan berat badan dan akhirnya memasuki ambang klinis. Proses ini berlanjut sehingga menyebabkan orang sakit. Tingkat kesakitan dimulai dari sakit ringan sampai sakit tingkat berat. Dari kondisi ini akhirnya ada empat kemungkinan yaitu kematian, sakit kronis, cacat dan sembuh apabila ditangani secara intensif (Supariasa dkk, 2002). Penyuluhan tentang gizi, pola makan, makanan yang beraneka ragam, merupakan salah satu solusi untuk menghindari terjadinya gizi kurang. Selain itu penyuluhan tentang cara memproses (memasak) bahan makanan secara benar juga sangat penting agar zat-zat yang terkandung dalam bahan makanan tidak rusak. Pemanfaatan pekarangan sangat bermanfaat untuk mendapatkan bahan makanan yang murah dan berkulitas. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Hubungan Aantara Pola Makan Dengan Status Gizi Balita di Posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. MATERI DAN METODE Dalam penelitian Analitik ini menggunakan pendekatan penelitian Cross Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu balita di Posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri sebanyak 55 balita. Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu balita di Posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri sebanyak 55 balita. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Waktu Bulan Januari 2012. Tempat Posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Dalam penelitian ini digunakan uji Rank Coefisien Correlation Spearman. HASIL DAN PEMBAHASAN hasil Data umum yang disajikan dalam penelitian ini adalah distribusi

frekuensi usia ibu, pendidikan terkhir, pekerjaan, agama, jumlah anak, jenis kelamin anak, kelompok umur anak dan kondisi anak. 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Ibu. Distribusi frekuensi usia responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram 4.1 Distribusi Responden berdasarkan usia di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Berdasarkan diagram 4.1 deketahui bahwa umur sebagian besar responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah 26-30 tahun yaitu 20 responden (36,4 %). 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu. Distribusi frekuensi pendidikan responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram 4.2 Distribusi responden berdasarka pendidikan di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Berdasarkan diagram 4.2 diketahui bahwa pendidikan sebagian besar dari responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan

Kabupaten Kediri adalah SMP yaitu 26 responden (47,3 %). 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Ibu. Distribusi frekuensi pekerjaan responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

Kabupaten Kediri adalah petani yaitu 26 responden (47,3 %). 5. Karakteristik Responden Berdasarkan Agama Distribusi frekuensi agama responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram 4.3 Distribusi responden berdasarka pekerjaan di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Diagram 4.5 Distribusi responden berdasarkan agama di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Berdasarkan diagram 4.3 diketahui bahwa pekerjaan sebagian besar dari responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja) yaitu 29 responden (52,7 %). 4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Suami Distribusi frekuensi pekerjaan suami responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

Berdasarkan diagram 4.5 diketahui bahwa agama seluruh responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah islam (yaitu 55 responden (100 %). 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak Distribusi frekuensi jumlah anak responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram 4.4 Distribusi responden berdasarka pekerjaan suami di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Diagram 4.6 Distribusi responden berdasarkan jumlah anak di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Berdasarkan diagram 4.4 diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan suami dari responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan

Berdasarkan diagram 4.6 diketahui bahwa jumlah anak sebagian besar dariresponden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah 2 yaitu 27 responden (49,1 %).

7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Anak. Distribusi frekuensi jenis kalamin anak responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

9. Karakteristik Responden Berdasarkan Kondisi Anak Saat Penimbangan Distribusi frekuensi kondisi anak responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

Diagram 4.7 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin anak di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Diagram 4.9 Distribusi responden berdasarkan kondisi anak di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Berdasarkan diagram 4.7 diketahui bahwa jenis kelamin anak sebagian besar dari responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah perempuan yaitu 35 responden (63,6 %). 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Kelompok Umur Anak Distribusi frekuensi umur anak responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada diagram berikut.

Berdasarkan diagram 4.9 diketahui bahwa kondisi anak sebagian besar dari responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah sehat yaitu 54 responden ( 98,2 %).

B.

Data Khusus

Data khusus dalam penelitian ini adalah mengenai hubungan pola makan dengan ststus gizi balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. 1. Pola makan balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Distribusi frekuensi pola makan responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada tabel berikut.

Diagram 4.8 Distribusi responden berdasarkan umur anak di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Berdasarkan diagram 4.8 diketahui bahwa umur anak sebagian besar dari responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah 4-5 th yaitu 28 responden (50,9 %).

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pola makan responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa pola makan sebagian besar dari responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi

Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah cukup yaitu 24 responden ( 43,6 % ). 2. Status gizi balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Distribusi frekuensi status gizi responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat dilihat pada tabel berikut.

4. Hasil Analisa Korelasi Menggunakan Korelasi Spearmans. Tabel 4.4 Hasil analisa korelasi spearman pola makan dengan status gizi balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.
Correlations

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi status gizi responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa status gizi sebagian besar dari responden di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri adalah baik yaitu 38 responden ( 69,1 % ). 3. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi Balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Hubungan pola makan dengan status gizi balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri dapat diketahui dari tabulasi silang berikut .

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan spearmans rank diketahui bahwa besarnya nilai rho hitung adalah 0.620 artinya mempunyai hubungan kuat dengan P-value = 0.000 pada = 0.05. Karena P-Value < maka Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan pola makan dengan status gizi balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri.

Pembahasan 1. Pola Makan

Tabel 4.3 Tabulasi silang pola makan dengan status gizi balita.

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa pola makan baik sebesar 17 responden (30,9 %) sebagian besar status gizinya baik 13 (23,6%). Pola makan cukup sebesar 24 responden (43,7%) sebagian besar status gizinya baik 20 (36,4%). Pola makan kurang sebesar 14 responden (25,5%) sebagian besar status gizinya kurang 7(12,7%). Jadi pola makan mempunyai hubungan dengan status gizi balita.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pola makan baik sebesar 17 (30,9%), pola makan cukup sebesar 24 (24 (43,6%), pola makan kurang sebesar 14 (25,5%). Berdasarkan umur responden mayoritas responden berumur 2035 tahun 39 (70,9%) sebagian besar pola makannya cukup 18 (32,7%). Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden berpendidikan SMP 26 (47,3%) sebagian besar pola makannya cukup 12 (21,8%). Berdasarkan pekerjaan responden mayoritas responden tidak bekerja 29 (52,7%) sebagian besar pola makannya cukup 21 (38,2%). Berdasarkan jumlah anak mayoritas responden mempunyai anak 2 sebesar 27 (49,1%) sebagian besar pola makannya cukup 12 (21,8%). Berdasarkan jenis kelamin anak mayoritas perempuan 35 (63,6%) sebagian besar pola makannya cukup 15(27,3%). Berdasarkan kelompok umur anak mayoritas berumur 4-5 tahun 28

(50,9%) sebagian besar pola makannya cukup 18 (32,7%). Berdasarkan kondisi anak saat penimbangan mayoritas sehat 54 (98,2%) sebagian besar pola makannya cukup 24 (43,6%). Secara teori menurut Yayuk Farida Rahmawati (2004), Pola makan adalah merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Pola makan dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu : budaya, agama, status sosial ekonomi, personal preference, rasa lapar, nafsu makan, rasa kenyang, pendidikan, pengetahuan dan kesehatan. Lingkungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap anak, hal ini karena dalam keluargalah anak memperoleh pengalaman pertama dalam kehidupannya. Sikap anak terhadap makanan dipengaruhi sejak masa kanak-kanak tentang apa dan bagaimana makan. Terbentuknya rasa suka terhadap makanan tertentu merupakan hasil dari kesenangan sebelumnya yang diperoleh pada saat mereka makan untuk memenuhi rasa laparnya serta dari hubungan emosional antara anak-anak dengan yang memberi makan. Ibu adalah yang paling dekat dengan anak haruslah memiliki pengetahuan tentang gizi. Pengetahuan minimal yang harus diketahui seorang ibu adalah tentang kebutuhan nutrisi anak, cara pemberian makan, jadwal pemberian makan, sehingga dengan demikian akan menjamin anak dapat tumbuh dan berkembang optimal. Pola makan balita yaitu suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit. Pada balita hendaklah diberikan makanan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering yaitu 3x, makan pagi, makan siang, makan sore terdiri atas nasi - 2 piringi, 2 -3 potong lauk hewani, 1-2 potong lauk nabati, 1-1 mangkok sayur, 2-3 potong buahbuahan, 1-2 gelas susu, 2-3 kali makanan pendamping / snack. Usia ibu antara 20-35 tahun adalah usia yang produktif. Pada usia ini biasanya saatnya untuk mempunyai balita dimana ibu harus

mampu memenuhi kebutuhan balitanya baik dari segi nutrisi maupun kasih sayang. Pada kenyataannya rata-rata ibu-ibu disini kurang mengetahui tentang kebutuhan gizi anaknya sehingga dalam penyediaan makan untuk balitanya masih kurang sesuai. Tingkat pendidikan sangat erat hubungannya dengan pengetahuan sedangkan tingkat pengetahuan sangat mempengaruhi seseorang dalam memilih bahan makanan dan penyajian makanan. Seseorang dengan tingkat pengetahuan yang baik tentang gizi akan tahu bagaimana cara memilih bahan makanan yang berkualitas dan tahu bagaimana penyajian makanan yang benar dan berkualitas untuk keluarganya, baik dari proses memasak, variasi makanan, bentuk penyajian dan kandungan gizinya. Disini mayoritas tingkat pendidikannya SMP yang mana sebagian besar kurang mengerti kebutuhan anaknya baik itu jenis, jumlah dan frekuensi makannya. Seseorang yang mempunyai pekerjaan setidaknya akan turut membantu meningkatkan status sosial ekonomi keluarganya. Pemilihan seseorang terhadap jenis dan kualitas makanan turut dipengaruhi oleh status sosial ekonomi. Sebagian besar ibu-ibu disini adalah ibu rumah tangga/tidak bekerja sehingga pendapatan keluarga hanya tergantung dari suami. Sedangkan pendapatan akan membatasi untuk mengkonsumsi makanan yang lebih berkualitas. Kelompok sosial juga berpengaruh terhadap kebiasaan makan. Disini masyarakat jarang minum susu apalagi dengan terbatasnya tingkat sosial ekonomi. Jumlah anak juga akan mempengaruhi pola makan. Apalagi bila jumlah anaknya banyak maka jumlah anggota keluarganya juga banyak, maka bahan makanan yang sampai ke keluarga akan diolah dan dimasak dan dibagikan kepada seluruh anggota keluarga. Bila jumlah makanan yang tersedia sedikit otomatis makanan yang diperoleh tiap-tiap anggota keluarga juga sedikit sehingga kuantitas makanan kurang mencukupi kebutuhannya. Jenis kelamin anak tidak begitu berpengaruh terhadap pola makan. Jenis kelamin laki-laki atau perempuan tidak ada perbedaan kebutuhan makananya. Pada usia balita laki-

laki atau perempuan mempunyai kebutuhan yang sama terhadap nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Balita merupakan konsumsi pasif, artinya dia masih menerima apa saja makanan yang diberikan oleh orang tuanya. Disini anak usia 1-5 tahun belum bisa memilih makananya sendiri, jadi masih menggantungkan pada orang tuanya. Jadi orang tualah yang harus pandai dan tahu tentang kebutuhan nutrisi anaknya. Balita membutuhkan makanan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Kebutuhan zat gizi balita akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu balita merupakan masa yang paling rawan karena masih mudah sakit dan kesehatannya masih sangat labil. Oleh karena itu masa balita harus mendapatkan nutrisi yang cukup. Kondisi anak juga sangat mempengaruhi pola makannya. Pada kondisi sakit biasanya anak akan sulit makan sehingga akan mempengaruhi keseimbangan tubuhnya. Selama ini yang terjadi di masyarakat ibu kurang memperhatikan pola makan balitanya, di mana jumlah, jenis dan frekuensi makan kurang diperhatikan dan tidak mengetahui kebutuhan makan yang seharusnya dicukupi untuk balitanya. Anak biasanya akan cepat bosan pada satu makanan, oleh karena itu orang tua harus pandai dalam memilih bahan makanan dan cara penyajian yang menarik agar anak mau menerima makanan yang diberikan sehingga kebutuhan akan gizi tetap terpenuhi. 2. Status Gizi

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.2 dapat diketahui bahwa 4 responden (7,3 %) dengan status gizi lebih, 38 responden (69,1 %) dengan status gizi baik, 11 responden (20 %) dengan status gizi kurang dan 2 responden (3,6 %) dengan status gizi buruk. Menurut Suhardjo (2004), Status gizi adalah keadaan kesehatan kelompok individuindividu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kesehatan fisik akan energi dan zat-zat energi lain yang belum diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur secara antropometri.

Status gizi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : konsumsi makanan, infeksi, pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, sosial budaya, pendidikan, pengetahuan tentang gizi dan pelayanan kesehatan. Konsumsi makan merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung. Konsumsi yang kurang dari makanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas akan memberikan kondisi keadaan gizi yang kurang. Sebaliknya konsumsi makan yang baik akan memenuhi semua zat-zat gizi yang diperlukan tubuh sehingga akan mendapatkan kondisi kesehatan yang sebaik-baiknya. Jadi keadaan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi. Sedangkan tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh. Keadaan infeksi mempunyai hubungan yang erat dengan status gizi bahkan mempunyai hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang menderita gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga anak rentan terhadap penyakit infeksi. Disisi lain anak yang menderita infeksi akan cenderung menderita gizi buruk. Pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempunyai hubungan dengan status gizi. Ada keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup, tetapi tidak bisa mengatur belanja keluarga dengan baik, akibatnya bahan makanan yang dibeli tidak mencukupi untuk keluarga sehingga makanan yang dimakan juga kurang, akibatnya gizi anak akan kurang pula. Ada juga keluarga yang membeli bahan makan dalam jumlah cukup akan tetapi kurang pandai dalam memilih tiap jenis pangan yang diperlukan akibatnya asupan gizi juga kurang. Sebaliknya jumlah bahan pangan yang dibeli hanya sedikit tetapi bila memenuhi kutuhan nutrisi maka status gizi akan baik pula. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi status gizi , dimana bahan makanan yang sampai ke keluarga akan diolah dan dimasak dan dibagikan kepada anggota keluarga. Apabila bahan makanan yang yang dibagikan tidak sesuai dengan

jumlah anggota keluarga maka makanan yang diterimapun akan kurang. Akan tetapi bila jumah makanan yang diterima hanya sedikit tetapi kandungan gizinya cukup dan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi maka status gizi akan tetap baik. Sosial budaya dalam masyarakat ikut mempengaruhi status gizi . Pendapat masyarakat tentang konsep kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu pengaruh yang dominan terhadap pola konsumsi ialah pantangan dan tabu. Bahan makanan juga mempunyai nilai sosial tertentu. Ada makanan yang dianggap bernilai sosial tinggi dan ada yang menganggap bernilai sosial rendah. Orang akan suka menerima makanan yang dianggap mempunyai nilai sosial yang setaraf dengan tingkat sosialnya dalam masyarakat. Bila pola pantangan makanan berlaku bagi seluruh penduduk, sepanjang hidupnya kekurangan zat gizi. Tetapi di masyarakat ini tidak berlaku pantangan salah satu makanan sehingga tidak mempengaruhi status gizi di masyarakat. Tingkat pendidikan formal merupakan faktor yang ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan menekuni pengetahuan yang diperoleh. Kurang pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum disetiap masyarakat. Tingkat pendidikan formal masyarakat disini adalah SMP, setidaknya ikut memudahkan dalam peningkatan status gizi balita. Pada kenyataannya sebagian besar pola makan cukup status gizinya baik. Oleh karena itu masih perlu untuk meningkatkan pola makan untuk mempertahankan status gizi yang sudah baik dan untuk meningkatkan status gizi yang kurang. 3. Hubungan Status Gizi Balita. Pola Makan dengan

Berdasarkan hasil analisa data dengan menggunakan spearmans rank diketahui bahwa besarnya nilai rho hitung adalah 0.620 dengan P-Value 0.000, pada = 0.05. Karena P-value < maka Ho ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan pola makan dengan status gizi balita di

posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Menurut Supariasa (2002), Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam susunan hidangan dan perbandingannya yang satu dengan yang lain. Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh. Susunan hidangan baik dari segi kualitas maupun kuantitas memenuhi kebutuhan, maka tubuh akan mendapatkan kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Sebaliknya konsumsi yang kurang dari makanan baik dari segi kualitas maupun kuantitas akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau defisiensi. Menurut Suhardjo (2003), pola makan dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai tanggapan pengaruh psikologis, fisiologis, budaya dan sosial. Gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas hidangan sedangkan kualitas hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh di dalam sesuai hidangan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas memenuhi kebutuhan tubuh, maka tubuh akan memperoleh kondisi kesehatan gizi yang sebaik-baiknya. Sebaliknya kondisi yang kurang dari makanan baik segi kualitas maupun kuantitas akan memberikan kondisi kesehatan gizi kurang atau defisiensi. Susunan makanan dalam makanan yang seimbang adalah susunan bahan makanan yang dapat menyebabkan zat gizi penting dalam jumlah cukup yang diperlukan tubuh untuk tenaga, pemeliharaan, pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Banyaknya gizi yang diperlukan berbeda antara satu dengan orang lain, tetapi fungsi pada pokoknya sama untuk semua orang. Berdasarkan asupan gizi tersebutlah seseorang dapat dinilai status gizinya. Konsumsi makanan merupakan faktor yang mempengaruhi status gizi secara langsung. Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga tergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan,

distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pada pendapatan, agama, adat istiadat dan pendidikan masyarakat yang bersangkutan. Makanan yang diberikan pada balita harus sesuai, gizi yang seimbang pada balita adalah beragam terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayuran dan buah. Sebagai pelengkap dalam menu sehari-hari bisa ditambah dengan susu sehingga menjadi 4 sehat 5 sempurna. Dengan demikian kebutuhan nurisi tercukupi sehingga status gizi akan baik. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik, tetapi sering sakit akhirnya dapat menderita kurang gizi. Dalam keadaan demikian diserang penyakit infeksi yang dapat menyebabkan kurang gizi. Terjadinya infeksi ternyata memiliki hubungan timbal balik dengan gizi buruk. Anak yang mengalami gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan tubuh sehingga akan rentan terhadap penyakit. Disisi lain anak yang menderita infeksi akan cenderung menderita gizi buruk. Mekanisme patologisnya dapat bermacam- macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama yaitu: Penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi dan kebiasaan mengurangi makan pada anak sakit. Peningkatan kehilangan cairan / zat gizi akibat diare, mual, muntah dan perdarahan yang terus menerus. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat didalam tubuh. Pemberian pola makan pada balita sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan hal sebagai berikut: Mutu bahan makanan, bahan makanan yang bermutu tinggi akan menjalin kualitas zat gizi yang baik. Tekstur dan konsistensi, secara bertahap, makanan pada balita dapat diberikan lebih kasar dan padat. Balita yang berusia diatas 1 tahun sudah makan seperti orang dewasa yang lengkap dengan gizi. Jenis makanan, balita sebaiknya diperkenalkan satu persatu jenis makanan sampai ia mengenalnya dengan baik, tunggu paling tidak 4 hari sebelum memperkenalkan jenis makanan lainnya. Selain balita akan mengenal dan dapat menerima jenis makanan yang baru, maka

ibu juga bisa mengetahui ada tidaknya reaksi alergi pada balita. Jumlah atau porsi makan, pada awalnya, balita menerima 1-2 sendok makan. Bila telah semakin besar maka ibu dapat memberikan porsi makan yang lebih banyak. Jadwal makan, jadwal makan harus sesuai dengan keadaan lapar atau haus yang berkaitan dengan keadaan lambungnya. Dengan demikian saluran cerna lebih siap untuk menerima, mencerna dan menyerap makanan pada waktu-waktu tertentu. Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa pola makan baik 17 (30,9%) sebagia besar status gizinya baik yaitu 13 (23,6%). Pola makan cukup 24 (43,7%) sebagian besar pola makannya baik yaitu 20 (36,4%), pola makan kurang 14 (25,5%) sebagian besar pola makannya kurang 7 (12,7%). Dari data di atas dapat dilihat bahwa pola makan baik sebagian besar status gizinya baik. Pola makan di sini meliputi jumlah makanan, jenis dan frekuensi. Jumlah atau porsi yaitu jumlah makanan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh. Jenis yaitu variasi makanan yang meliputi makanan pokok, lauk, sayur, buah dan susu. Frekuensi yaitu sesuai dengan jadwal pemberian makanan sesuai dengan kebutuhan. Pola makan cukup sebagian besar status gizinya baik yaitu pola makan dimana kurang sesuai dengan pedoman pola makan yang sehat tetapi masih bisa memenuhi kebutuhan gizi sehingga status gizinya tetap baik. Di sini bisa terjadi karena jadwal makan yang tidak sesuai atau jumlah makan yang kurang. Pola makan dengan status gizi kurang yaitu pola makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Dari segi jumlah kurang memenuhi kebutuhan tubuh, jenis yang tidak sesuai dan frekuensi yang kurang. Pola makan yang kurang ini tidak hanya dari bagaimana penyajian yang tidak sesuai tetapi juga dari faktor anak yang mengalami kesulitan makan. Selain itu juga dari kebiasaan masyarakat tidak terbiasa dengan minum susu sehingga terbawa ke anakanaknya terutama anak di atas tiga tahun. Akibat dari kesulitan makan jelas akan berpengaruh terhadap keadaan gizi seorang anak. Kerena makanan yang masuk kedalam tubuh kurang maka gizi akan kurang. Bila seorang ibu bisa menyiasati cara pemberian

makan maka kesulitan makan akan terhindari. Pada kenyataannya pola makan sebagian besar responden cukup dan sebagian besar status gizinya baik dimana jadwal makan dan jumlah makan tidak sesuai dengan pola makan yang baik tetapi kualitas gizinya dapat memenuhi kebutuhan balita. Dengan demikian responden yang mempunyai pola makan baik akan meningkatkan status gizi keluarga terutama status gizi balitanya. Selain itu juga ikut serta meningkatkan kesehatan masyarakat dan ikut menurunkan angka kematian balita akibat gizi buruk. Dari data dan teori di atas dapat diketahui bahwa pola makan mempunyai hubungan yang kuat dengan status gizi balita. KESIMPULAN 1. Pola makan balita di Posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri sebagian besar cukup yaitu 24 orang (43,6%). 2. Status gizi balita di posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri sebagian besar baik yaitu 38 orang (69,1 %). 3. Ada hubungan antara pola makan dengan status gizi balita di Posyandu Melati Desa Jerukwangi Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri yakni nilai rho hitung adalah 0.620, dengan P-value 0.000 pada 0.05 ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi balita. DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia. Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Budiyanto, Moch. Agus K. (2004). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Edisi Ketiga. Malang: Universitas Muhammadiyah Choirunnisa. (2009). Panduan Terpenting Perawatan Bayi dan Balita. Yogyakarta : Moncer Publisher

Djaeni. Ahmad. (2003). Ilmu Gizi Untuk Maha Siswa dan Profesi di Indonesia. Jilid dua. Jakarta : Dian Ratna Hadi. (2003). Pengertian Status Gizi. Http: //www.Rajawana.com. di Akses 18 Oktober 2011 jam 19.00 WIB Hidayat. A. Aziz Alimul. (2009). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisa Data. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika. Irianto.Drs Djoko Pekik, ra.Kes. (2007).Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. Jogyakarta : AHDI. Notoatmodjo. Soekidjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta ___________________. (2010). Penelitian Kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta Metodologi

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Prasetio, Iin. (2008). Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Menopouse Dini di Desa Kuncen Kecamatan ungaran kabupaten semarang. http://digilip. Unimus. Ac. It. di akses tanggal 18 oktober 2011 jam 19.00. Santoso. Sugeng. (2004). Kesehatan dan Gizi. Edisi kedua. Jakarta : Asdi Mahasatya. Soekerman. (2004). Analisa situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Widya Karya Nasional Pangan. Soetjinengsih. (2001). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Sugiyono. (2007). Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta. Suhardjo. (2009). Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi aksara. Supariasa. (2002). Penilaian Status Gizi. Edisi Pertama. Jakarta : Buku Kedokteran EGC. Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC. Winarni. D. (2010). Gizi dan Kesehatan Reproduksi. Instalasi Gizi RSUD Pare. Yayuk. Farida. (2004). Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta : Panebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai