Anda di halaman 1dari 14

JIMKESMAS

JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT


VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

ANALISIS DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN GIZI KURANG PADA


BALITA USIA 12-59 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BENU-BENUA KOTA KENDARI
TAHUN 2017

Rifka Ekariyani Darwis1 Ruslan Majid2 Ainurafiq3


Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo 123
rifkaekariyani@gmail.com1 rus.majid@yahoo.com2 izainurafiq@gmail.com3

ABSTRAK

Gizi kurang adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
Balita yang mengalami gizi kurang memiliki tingkat morbiditas lebih tinggi dari berbagai penyakit. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan riwayat BBLR, riwayat pemberian ASI eksklusif, riwayat penyakit
infeksi, pendapatan ekonomi keluarga dan pola asuh makan terhadap kejadian gizi kurang pada balita usia 12-
59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari 2017. Penelitian ini menggunakan rancangan
penelitian epidemiologi analitik observasional dengan desain case control dan prosedur non matching.
Populasi dalam penelitian ini 2.427 balita dengan jumlah sampel sebanyak 40 kasus dan 40 kontrol,
pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita
dengan riwayat BBLR memiliki risiko 7 kali lebih besar menderita gizi kurang dibandingkan balita dengan
riwayat BBLN (OR= 7,400; 95%CI= 1,939 – 28,245; P-value = 0,003). Tidak ada hubungan yang signifikan antara
riwayat pemberian ASI eksklusif, riwayat penyakit infeksi, pendapatan ekonomi keluarga dan pola asuh makan
dengan kejadian gizi kurang. Bagi ibu yang memiliki anak balita dengan berat badan lahir rendah, kedepannya
pada saat hamil agar mengkonsumsi makanan yang bergizi sehingga ibu tidak berisiko kekurangan energi
kronik (KEK) karena berisiko melahirkan anak BBLR dengan pertumbuhan yang terhambat.

Kata kunci : balita, gizi kurang, determinan

ABSTRACT

Underweight is a major nutritional problem which will have an impact on social and economic life of society.
Under-five children who are underweight have a higher morbidity of various diseases. The study aimed to
determine the correlation between history of low birth weight, history of exclusive breastfeeding, history of
infectious diseases, family’s income and parenting in feeding towards underweight in under-five children aged
12-59 months in Working Area of Local Government Clinic of Benu-Benua, Municipality of Kendari in 2017. The
study using observational analytic epidemiology by case control design and non-matching procedure. The
population in this study was 2,427 under-five children with the samples as many as 40 cases and 40 controls,
the sampling using purposive sampling technique. The results showed that under-five children with history of
low birth weight had 7 times greater risk of underweight compared to under-five children with history of
normal birth weight (OR= 7,400; 95%CI= 1,939 – 28,245; P-value = 0,003). There were no significant correlation
between history of exclusive breastfeeding, history of infectious diseases, family’s income and parenting in
feeding with underweight. For mothers who have under-five children with low birth weight, in the future
during pregnancy in order to consume nutritional foods so the mothers are not at risk of chronic energy
deficiency (CED) because at risk to having low birth weight children with uninterrupted growth.

Keywords: under-five children, underweight, determinant

1
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

PENDAHULUAN 156 juta anak-anak di bawah usia 5 tahun


Saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi yang pertumbuhannya terhambat karena mereka
ganda yaitu gizi kurang dan gizi lebih. Gizi kurang kronis kekurangan gizi, dan 50 juta anak-anak yang
umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya terkena dampak oleh mengancam jiwa malnutrisi
ketersediaan pangan, kurang baiknya kualitas akut. Hal ini dapat disebabkan oleh makan terlalu
lingkungan atau sanitasi, kurangnya pengetahuan sedikit makanan, terlalu banyak makanan, kombinasi
masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan makanan yang salah atau makanan yang tidak atau
kesehatan serta adanya daerah miskin gizi. Gizi lebih sedikit nilai gizi, serta makanan yang terkontaminasi
disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan mikroba penyebab penyakit. Hasil makanan terlalu
masyarakat tertentu disertai kurangnya pengetahuan sedikit kekurangan gizi, yang dapat menghambat
tentang menu seimbang dan kesehatan. Dalam hal pertumbuhan dan perkembangan anak-anak dan
ini, masalah gizi banyak terjadi pada anak balita.1 bahkan membunuh mereka, sering diperparah
Pada usia balita terjadi pertumbuhan dan dengan penyakit infeksi dan perawatan anak miskin.5
perkembangan yang sangat cepat menuju Menurut data RISKESDAS tahun 2007
kesempurnaan organ-organ tubuh. Gangguan prevalensi status gizi buruk balita di Indonesia
pertumbuhan dan perkembangan pada balita akan sebesar 5,45% dan gizi kurang sebanyak 13,01%.
mempengaruhi ketahanan fisik dan kecerdasan Pada RISKESDAS tahun 2013 prevalensi status gizi
sehingga dapat memberikan dampak terhadap buruk balita di Indonesia sebesar 5,76% dan gizi
kehidupan pada masa yang akan datang. kurang sebanyak 13,97%. Hal ini menunjukan terjadi
Digambarkan pula, ada kekhawatiran jika sedikit peningkatan jumlah prevalensi balita dengan
permasalahan gizi pada balita tidak ditanggulangi status gizi buruk dan gizi kurang di Indonesia tahun
akan menyebabkan generasi yang hilang (lost 2007-2013. Akan tetapi prevalensi gizi kurang di
generation), yaitu suatu keadaan yang berbahaya Indonesia masih cukup tinggi jika dibandingkan
bagi kelangsungan suatu bangsa.2 dengan standar yang ditetapkan World Health
Gizi kurang merupakan salah satu masalah gizi Organization (WHO) sebesar 10%.6
utama pada balita di Indonesia. Prevalensi yang Sebanyak 33 propinsi di Indonesia, propinsi
tinggi banyak terdapat pada anak-anak di bawah Sulawesi Tenggara menempati urutan ke 13 dari 19
umur 5 tahun (balita). Anak balita merupakan propinsi yang memiliki prevalensi gizi buruk-kurang di
kelompok umur yang rawan gizi. Kelompok ini yang atas angka prevalensi nasional yakni sebesar 24%
merupakan kelompok umur yang paling sering terjadi setelah Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi
status gizi kurang. Balita merupakan salah satu Barat, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat,
kelompok rawan gizi yang perlu mendapatkan Aceh, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
perhatian khusus, kekurangan gizi akan Selatan, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah.7
menyebabkan hilangnya masa hidup sehat pada Data status gizi balita di Propinsi Sulawesi
balita. Dampak yang lebih serius dari kekurangan zat Tenggara pada tahun 2013, berdasarkan BB/U
gizi adalah terjadinya gizi buruk yang mengakibatkan terdapat kasus gizi buruk sebanyak 6,58%, gizi kurang
tingginya angka kesakitan dan kematian.3 sebanyak 24%, gizi baik sebanyak 66,91%, dan gizi
Pada tahun 2012, WHO memperkirakan lebih sebanyak 10,29%. Berdasarkan TB/U terdapat
bahwa anak-anak yang kekurangan gizi sejumlah 20,81% balita dengan status sangat pendek, 17,02%
181,92 juta (32%) di negara yang sedang balita dengan status pendek dan 62,23% balita
berkembang. Jumlah penderita kurang gizi di dunia dengan status normal. Adapun status gizi
mencapai 104 anak di bawah usia 5 tahun, dan berdasarkan BB/TB terdapat 6,24% balita dengan
keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari kategori sangat kurus, 9,65% balita dengan kategori
seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia. kurus, 66,16% dengan kategori normal dan 18,17%
Pada tahun 2013, WHO melaporkan bahwa 99 juta balita masuk kategori gemuk.8
anak di bawah usia 5 tahun menderita kurang gizi di Berdasarkan data sekunder yang diperoleh
dunia diantaranya 67% terdapat di Asia dan 29% di dari Dinas Kesehatan Kota Kendari, menunjukkan
Afrika. Pada tahun 2013 terdapat 6,34 juta kematian bahwa permasalahan gizi buruk pada balita dalam
anak usia dibawah 5 tahun atau hampir 17 ribu kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami perubahan
kematian setiap harinya. Penyebab kematian anak dimana pada tahun 2011 persentase gizi buruk
usia dibawah 5 tahun tersebut 83% diakibatkan oleh 1,28%, pada tahun 2012 turun menjadi 0,62%, pada
penyakit infeksi, pada masa neonatal atau status tahun 2013 turun menjadi 0,18%, pada tahun 2014
gizi.4 turun menjadi 0,16% dan pada tahun 2015 naik
menjadi 0,17%. Sementara itu untuk balita gizi

2
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

kurang pada tahun 2011 mencapai 1,69%, pada riwayat pemberian ASI ekslusif, riwayat menderita
tahun 2012 sebanyak 2,12%, pada tahun 2013 penyakit infeksi, pendapatan ekonomi keluarga dan
sebanyak 0,84%, pada tahun 2014 0,93% dan pada pola asuh makan. Analisis data dilakukan
tahun 2015 sebanyak 1,26%. Berdasarkan data menggunakan komputer dengan program Microsoft
sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Excel dan SPSS. Analisis univariat dilakukan untuk
Kendari Tahun 2015 menunjukkan bahwa diantara 15 mendeskripsikan distribusi frekuensi masing-masing
puskesmas yang bernaung di bawah wilayah kerja variabel penelitian. Analisis bivariat dilakukan untuk
Dinas Kesehatan Kota Kendari, kasus gizi kurang melihat hubungan variabel penelitian dengan
tertinggi terdapat pada balita di wilayah kerja kejadian gizi kurang.
Puskesmas Benu-Benua.9
Prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk di HASIL
wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua pada tahun Tabel 1. Umur Responden
2012 dari 2.674 balita, 70 kasus (2,67%) diantaranya Persentase
No. Umur (bulan) Jumlah (n)
mengalami gizi kurang dan 16 kasus (0,59%) balita (%)
mengalami gizi buruk dan mengalami peningkatan 1 12-23 31 38,8
pada tahun 2013 yakni dari 2.465 balita, 82 kasus 2 24-35 23 28,8
(3,34%) diantaranya mengalami gizi kurang dan 22 3 36-47 14 17,5
kasus (0,89%) diantaranya mengalami gizi buruk. 4 48-59 12 15
Pada tahun 2014 dari 2.256 balita insidensi kasus gizi Total 80 100
kurang terdapat 83 kasus (3,67%) dan insidensi kasus Sumber : Data Primer
gizi buruk terdapat 9 kasus (0,39%). Pada tahun 2015 Berdasarkan tabel 1, menunjukkan bahwa
dari 2.636 balita insidensi kasus gizi kurang terdapat dari 80 balita, usia yang paling banyak yaitu balita
67 kasus (2,54%) dan insidensi kasus gizi buruk berusia 12-23 bulan berjumlah 31 balita (38,7%),
terdapat 7 kasus (0,26%) dari 2.427 balita insidensi sedangkan yang paling sedikit adalah balita yang
kasus gizi kurang terdapat 56 kasus (2,30%) dan berusia 48-59 bulan berjumlah 12 orang (15%).
insidensi kasus gizi buruk terdapat 5 kasus (0,20%).10 Tabel 2. Jenis Kelamin
Berdasarkan uraian tersebut dimana jumlah Jenis Jumlah Persentase
kasus gizi kurang di wilayah kerja Puskesmas Benu- No. Kelamin (n) (%)
Benua masih tinggi, maka peneliti tertarik untuk 1 Laki-laki 32 40
melakukan penelitian dengan judul “Analisis 2 Perempuan 48 60
Determinan yang Berhubungan dengan Kejadian Gizi Total 82 100
Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan Di Wilayah Kerja
Sumber : Data Primer
Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun 2017”.
Berdasarkan tabel 2, menunjukkan bahwa
dari 80 balita, berdasarkan jenis kelamin yang
METODE
paling banyak yaitu berjenis kelamin perempuan
Penelitian ini menggunakan rancangan
sebanyak 48 orang (60%), dan laki-laki sebanyak 32
penelitian epidemiologi analitik observasional dengan
orang (40%).
desain case control study dengan prosedur non-
Tabel 3. Status Responden
matching yaitu membandingkan antara kelompok
Status Jumlah Persentase
kasus dengan kelompok kontrol berdasarkan status No.
Responden (n) (%)
paparannya di masa lalu.11 Penelitian ini telah
1 Kasus 40 50
dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai
2 Kontrol 40 50
Januari 2017 yang bertempat di wilayah kerja
Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari. Populasi dalam Total 80 100
penelitian ini adalah semua balita usia 12-59 bulan Sumber : Data Primer
yang tercatat pada buku registrasi di Puskesmas Berdasarkan tabel 3, menunjukkan bahwa
Benu-Benua selama bulan Januari hingga Oktober dari 80 balita yang mengalami gizi kurang (kasus)
pada tahun 2016 sebanyak 2.427 balita. Teknik adalah sebanyak 40 orang (50%) dan balita yang gizi
baik (kontrol) adalah sebanyak 40 orang (50%).
pengambilan sampel menggunakan teknik purposive
Tabel 4. Berat Badan Lahir Rendah
sampling. Sampel untuk setiap kasus dan kontrol
sebanyak 40 orang, sampel ini diperoleh dari Status Berat Badan Jumlah Persentase
No.
perhitungan berdasarkan rumus Lameshow. Variabel Lahir Balita (n) (%)
terikat yaitu kejadian gizi kurang pada balita usia 12- 1 BBLR 18 22,5
59 bulan di wilayah kerja puskesmas Benu-Benua 2 BBLN 62 77,5
tahun 2017 sedangkan Variabel bebas yaitu BBLR, Total 82 100

3
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

Berdasarkan tabel 4, menunjukkan bahwa Tabel 9. Risiko Berat Badan Lahir Rendah Terhadap
dari 80 balita, jumlah balita dengan Berat Badan Lahir Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di
Rendah (BBLR) gram sebanyak 18 balita (22,5%). Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari
Sedangkan balita yang memiliki Berat Badan Lahir Tahun 2017
Normal (BBLN) sebanyak 62 balita (77.5%). Kasus Kontrol Jumlah
BBLR
Tabel 5. Riwayat Pemberian ASI Ekslusif n % n % n %
Riwayat Jumlah Persentase BBLR 15 37,5 3 7,5 18 22,5
No.
Pemberian ASI (n) (%) BBLN 25 62,5 37 92,5 62 77,5
1 Tidak ASI eksklusif 46 57,5 Jumlah 40 100 40 100 80 100
2 ASI ekslklusif 34 42,5 OR=7,400; 95%CI=1,939 – 28,245; P-value=0,003
Total 80 100 Sumber : Data Primer
Sumber : Data Primer Berdasarkan tabel 9, menunjukkan bahwa dari
Berdasarkan tabel 5, menunjukkan bahwa dari 40 balita pada kelompok kasus, terdapat 15 balita
80 balita, jumlah balita yang tidak mendapatkan ASI (37,5%) yang memiliki riwayat BBLR dan 25 balita
ekslusif sebanyak 46 balita (57,5%). Sedangkan balita (62,5%) yang memiliki riwayat BBLN. Sedangkan dari
yang mendapatkan ASI ekslusif sebanyak 34 balita 40 balita pada kelompok kontrol terdapat 3 balita
(42,5%). (7,5%) yang memiliki riwayat BBLR dan 37 balita
Tabel 6. Riwayat Menderita Penyakit Infeksi (92,5%) yang memiliki riwayat BBLN.
Riwayat Menderita Jumlah Persentas Hasil analisis hubungan antara riwayat berat
No.
Penyakit Infeksi (n) e (%) badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang
Menderita penyakit menggunakan uji chi square menunjukkan nilai p
1 60 75
infeksi (0,003) < α (0,05) sehingga disimpulkan ada
Tidak menderita hubungan yang signifikan antara riwayat berat badan
2 20 25
penyakit infeksi lahir rendah dengan kejadian gizi kurang pada balita
Total 80 100 usia 12-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-
Sumber : Data Primer Benua tahun 2017.
Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa dari Hasil analisis risiko riwayat berat badan lahir
80 balita, yang menderita penyakit infeksi dalam 1 rendah terhadap kejadian gizi kurang diperoleh nilai
bulan terakhir sebanyak 60 balita (75%). Sedangkan OR sebesar 7,400. Artinya balita dengan berat badan
yang tidak menderita penyakit infeksi dalam 1 bulan lahir rendah mempunyai risiko mengalami gizi kurang
terakhir sebanyak 20 balita (25%). 7 kali lebih besar dibandingkan dengan balita dengan
Tabel 7. Pendapatan Ekonomi Keluarga berat badan lahir normal. Karena rentang nilai lower
Pendapatan Ekonomi Jumla Persentas limit (batas bawah) OR = 1,939 dan upper limit (batas
No.
Keluarga Balita h (n) e (%) atas) OR = 28,245 pada interval kepercayaan (CI) =
1 < 2.080.000 (Rendah) 51 63,8 95% tidak mencakup nilai satu, maka besar risiko
2 ≥ 2.080.000 (Tinggi) 29 36,2 tersebut bermakna. Dengan demikian berat badan
Total 80 100 lahir rendah merupakan faktor risiko kejadian gizi
Sumber : Data Primer kurang pada balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja
Berdasarkan tabel 7, menunjukkan bahwa dari puskesmas Benu-Benua Kota Kendari tahun 2017.
80 balita yang memiliki pendapatan ekonomi Tabel 10. Risiko Riwayat Pemberian ASI Ekslusif
keluarga tinggi sejumlah 29 balita (36,2%). Terhadap Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-
Sedangkan, pendapatan ekonomi keluarga rendah 59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua
sejumlah 51 balita (63,8%). Kota Kendari Tahun 2017
Tabel 8. Pola Asuh Makan Kasus Kontrol Jumlah
ASI Ekslusif
Status Pola Asuh Jumlah Persentase n % n % n %
No. Tidak ASI 26 65 20 50 46 57,5
Makan Balita (n) (%)
1 Kurang 30 37,5 Ekslusif
2 Cukup 50 62,5 ASI Ekslusif 14 35 20 50 34 42,5
Total 80 100 Jumlah 40 100 40 100 80 100
Sumber : Data Primer OR=1,875; 95%CI = 0,757– 4,558; P-value = 0,258
Berdasarkan tabel 8, menunjukkan bahwa dari Sumber : Data Primer
80 balita, yang status pola asuh makan cukup Berdasarkan tabel 10, menunjukkan bahwa
sejumlah 50 balita (62,5%) dan status pola asuh dari 40 balita pada kelompok kasus terdapat 26 balita
makan kurang sejumlah 30 balita (37,5%). (65%) yang tidak diberikan ASI ekslusif dan 14 balita

4
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

(35%) yang diberikan ASI Ekslusif. Sedangkan dari 40 12-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua
balita pada kelompok kontrol, terdapat 20 balita tahun 2017.
(50%), yang tidak diberikan ASI ekslusif dan 20 balita Hasil analisis risiko riwayat penyakit infeksi
(50%) yang diberikan ASI ekslusif. terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR sebesar
Hasil analisis hubungan antara riwayat 0,765 dengan rentang nilai lower limit (batas bawah)
pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian gizi kurang OR = 0,277 dan upper limit (batas atas) OR = 2,114
menggunakan uji chi square menunjukkan p (0,258) > pada interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai
α (0,05) sehingga disimpulkan tidak ada hubungan satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika
yang signifikan antara riwayat pemberian ASI ekslusif OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai
dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59 1 maka variabel penelitian bukan merupakan faktor
bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua tahun risiko. Dengan demikian riwayat menderita penyakit
2017. infeksi bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi
Hasil analisis risiko riwayat pemberian ASI kurang pada balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja
Ekslusif terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR puskesmas Benu-Benua Kota Kendari tahun 2017.
sebesar 1,841 dengan rentang nilai lower limit (batas Tabel 12. Risiko Pendapatan Ekonomi Keluarga
bawah) OR = 0,757 dan upper limit (batas atas) OR = Terhadap Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-
4,558 pada interval kepercayaan (CI) = 95% 59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua
mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut tidak Kota Kendari Tahun 2017
bermakna. Jika OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI Pendapata Kasus Kontrol Jumlah
mencakup nilai 1 maka variabel penelitian bukan n Ekonomi n % N % n %
merupakan faktor risiko. Dengan demikian riwayat Rendah 30 75 21 52,5 51 63,8
pemberian ASI ekslusif bukan merupakan faktor Tinggi 10 25 19 47,5 29 36,2
risiko kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59 Jumlah 40 100 40 100 80 100
bulan di wilayah kerja puskesmas Benu-Benua Kota
OR=2,714; 95%CI = 1,053– 6,999; P-value = 0,063
Kendari tahun 2017.
Sumber : Data Primer
Tabel 11. Risiko Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap
Berdasarkan tabel 12, menunjukkan bahwa
Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di
dari 40 balita pada kelompok kasus, terdapat 30
Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari
balita (75%) yang berpendapatan ekonomi rendah
Tahun 2017
dan 10 balita (25%) yang berpendapat ekonomi
Penyakit Kasus Kontrol Jumlah
tinggi. Sedangkan dari 40 balita pada kelompok
Infeksi n % n % n %
kontrol, terdapat 21 balita (52,5%) yang
Menderita 29 72,5 31 77,5 60 75
berpendapatan ekonomi rendah dan 19 balita
Penyakit
(47,5%) yang berpendapatan ekonomi tinggi.
Infeksi
Hasil analisis hubungan antara pendapatan
Tidak 11 27,5 9 22,5 20 25
ekonomi keluarga dengan kejadian gizi kurang
Menderita
menggunakan uji chi square menunjukkan p (0,063) >
Penyakit
α 0,05 sehingga disimpulkan tidak ada hubungan
Infeksi
yang signifikan antara pendapatan ekonomi keluarga
Jumlah 40 100 40 100 80 100
dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59
OR=0,765; 95%CI = 0,277– 2,114; P-value = 0,796 bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua tahun
Sumber : Data Primer 2017.
Berdasarkan tabel 11, menunjukkan bahwa Hasil analisis risiko pendapatan ekonomi
dari 40 balita pada kelompok kasus, terdapat 29 keluarga terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR
balita (72,5%) yang menderita penyakit infeksi dan 11 sebesar 2,714 dengan rentang nilai lower limit (batas
balita (27,5%) yang tidak menderita penyakit infeksi. bawah) OR = 1,053 dan upper limit (batas atas) OR =
Sedangkan dari 40 balita pada kelompok kontrol 6,999 pada interval kepercayaan (CI) = 95%
terdapat 31 balita (77,5%) yang menderita penyakit mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut tidak
infeksi dan 9 (22,5%) yang tidak menderita penyakit bermakna. Jika OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI
infeksi. mencakup nilai 1 maka variabel penelitian bukan
Hasil analisis hubungan antara riwayat merupakan faktor risiko. Dengan demikian riwayat
menderita penyakit infeksi dengan kejadian gizi pendapatan ekonomi keluarga bukan merupakan
kurang menggunakan uji chi square menunjukkan p faktor risiko kejadian gizi kurang pada balita usia 12-
(0,796) > α (0,05) sehingga disimpulkan tidak ada 59 bulan di wilayah kerja puskesmas Benu-Benua
hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit Kota Kendari tahun 2017.
infeksi dengan kejadian gizi kurang pada balita usia

5
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

Tabel 13. Risiko Pola Asuh Makan Terhadap Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40
Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di balita pada kelompok kasus, terdapat 37,5% yang
Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari memiliki riwayat BBLR dan 62,5% yang memiliki
Tahun 2017 riwayat BBLN. Sedangkan dari 40 balita pada
Pola Asuh Kasus Kontrol Jumlah kelompok kontrol terdapat 7,5% yang memiliki
Makan n % N % n % riwayat BBLR dan 92,5% yang memiliki riwayat BBLN
Kurang 18 75 12 52,5 30 37,5 (lihat tabel 19). Dengan demikian secara deskriptif
Cukup 22 25 28 47,5 50 62,5 dapat dijelaskan bahwa pada kelompok kasus,
Jumlah 40 100 40 100 80 100 proporsi balita yang memiliki riwayat BBLR relatif
OR=1,909; 95%CI = 0,761– 4,788; P-value = 0,248 lebih banyak (yakni, mencapai 37,5% dari total kasus)
dibandingkan pada kelompok kontrol (yang hanya
Sumber : Data Primer
7,5% dari total kontrol). Sebaliknya, pada kelompok
Berdasarkan tabel 13, menunjukkan bahwa
kontrol, proporsi balita yang memiliki riwayat BBLN
dari 40 balita pada kelompok kasus terdapat 18 balita
relatif lebih banyak (yakni, mencapai 92,5% dari total
(75%) yang mendapatkan pola asuh makan yang
kontrol) dibandingkan pada kelompok kasus (yang
kurang dan 22 balita (25%) yang mendapatkan polas
hanya 62,5% dari total kasus). Sehingga, balita pada
asuh makan yang cukup. Sedangkan dari 40 balita
kelompok kasus cenderung memiliki riwayat BBLR,
pada kelompok kontrol terdapat 12 balita (52,5%)
sedangkan balita pada kelompok kontrol cenderung
yang mendapatkan pola asuh makan yang kurang dan
memiliki riwayat BBLN.
28 balita (47.5%) yang mendapatkan pola asuh
Hasil analisis hubungan antara riwayat berat
makan yang cukup.
badan lahir rendah dengan kejadian gizi kurang
Hasil analisis hubungan antara pola asuh
menggunakan uji chi square menunjukkan nilai p
makan dengan kejadian gizi kurang menggunakan uji
(0,003) < α (0,05). Hasil analisis risiko riwayat berat
chi square menunjukkan p (0,248) > α (0,05) sehingga
badan lahir rendah terhadap kejadian gizi kurang
disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan
diperoleh OR sebesar 7,400. Artinya balita dengan
antara pola asuh makan dengan kejadian gizi kurang
berat badan lahir rendah mempunyai risiko
pada balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja
mengalami gizi kurang 7 kali lebih besar
Puskesmas Benu-Benua tahun 2017.
dibandingkan dengan balita dengan berat badan lahir
Hasil analisis risiko pola asuh makan balita
normal, karena rentang nilai lower limit (batas
terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR sebesar
bawah) OR = 1,939 dan upper limit (batas atas) OR =
1,909 dengan rentang nilai lower limit (batas bawah)
28,245 pada interval kepercayaan (CI) = 95% tidak
OR = 0,761 dan upper limit (batas atas) OR = 4,788
mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut
pada interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai
bermakna.
satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika
Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa
OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai
pada kelompok kasus terdapat responden dengan
1 maka variabel penelitian bukan merupakan faktor
berat badan lahir normal tetapi mengalami gizi
risiko. Dengan demikian pola asuh makan balita
kurang, Hal ini dikarenakan ada faktor lain yang
bukan merupakan faktor risiko kejadian gizi kurang
secara langsung mempengaruhi status gizi seperti
pada balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja
sosial ekonomi keluarga, penyakit infeksi dan tingkat
puskesmas Benu-Benua Kota Kendari tahun 2017.
konsumsi zat gizi.
Pada kelompok kontrol, lebih banyak responden
DISKUSI
memiliki berat badan lahir normal. Namun
Risiko Berat Badan Lahir Rendah Terhadap Kejadian
kenyataan, terdapat responden dengan berat badan
Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah
lahir rendah tetapi tidak mengalami gizi kurang. Hal
Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun
ini dapat disebabkan oleh pola asuh anak yang
2017
mendapatkan zat gizi yang baik. Sehingga balita akan
Berat Badan Lahir Rendah didefenisikan oleh
tumbuh layaknya balita lain yang memiliki berat
WHO sebagai berat lahir <2500 gr. Berat lahir
badan normal.
ditentukan oleh dua proses yaitu lama kehamilan dan
Bayi lahir dengan berat lahir rendah akan
laju pertumbuahn janin. Bayi baru lahir dapat
berisiko tinggi pada morbiditas, kematian, penyakit
memiliki berat lahir <2500 gr karena lahir dini
infeksi, kekurangan berat badan dan stunting diawal
(kelahiran premature) atau lahir kecil untuk usia
periode neonatal sampai masa kanak-kanak. Di
kehamilan. Berat lahir juga indikator potensial untuk
negara berkembang, bayi dengan berat lahir rendah
pertumbuhan bayi, respon terhadap rangsangan,
lebih cenderung mengalami retardasi pertumbuhan
lingkungan, dan untuk bayi bertahan hidup.12
intrauteri yang terjadi karena buruknya gizi ibu dan

6
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

meningkatnya angka infeksi dibandingkan dengan orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan
negara maju.13 peningkatan nafsu makan.16
Dampak dari bayi yang memiliki berat lahir Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
rendah akan berlangsung antar generasi yang satu ke lainnya yang menyebutkan bahwa berat badan lahir
generasi selanjutnya. Anak yang BBLR kedepannya rendah berhubungan secara signifikan dengan gizi
akan memiliki ukuran antropometri yang kurang di kurang pada balita (p<0,05) dengan OR sebesar
masa dewasa. Teori lain menyebutkan bahwa ibu 21,000.17
dengan gizi kurang sejak awal sampai dengan akhir Risiko Riwayat Pemberian ASI Ekslusif Terhadap
kehamilan akan melahirkan BBLR, yang kedepannya Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di
akan menjadi anak yang mengalami masalah gizi. Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari
Bayi yang berat lahir rendah yang diiringi dengan Tahun 2017
konsumsi makanan yang tidak adekuat, pelayanan ASI eksklusif adalah bayi hanya menerima ASI
kesehatan yang tidak layak, dan sering terjadi infeksi dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan
pada anak selama masa pertumbuhan menyebabkan ASI dari ibu, tanpa penambahan cairan atau makanan
terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan padat lain, kecuali sirup yang berisi vitamin,
menghasilkan anak yang kurang gizi. suplemen mineral atau obat. ASI diberikan secara
Gizi kurang dapat terjadi apabila BBLR jangka eksklusif 6 bulan pertama, kemudian dianjurkan
panjang. Pada BBLR zat anti kekebalan kurang tetap diberikan setelah 6 bulan berdampingan
sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit dengan makanan tambahan hingga umur 2 tahun
terutama penyakit infeksi. Penyakit ini menyebabkan atau lebih.18
balita kurang nafsu makan sehingga asupan makanan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40
yang masuk kedalam tubuh menjadi berkurang dan balita pada kelompok kasus, terdapat 65% yang tidak
dapat menyebabkan gizi kurang. diberikan ASI ekslusif dan 17% yang diberikan ASI
Balita mengalami gizi kurang, disebabkan ekslusif. Sedangkan dari 40 balita pada kelompok
karena pada saat didalam kandungan anak sudah kontrol terdapat 50% yang tidak diberikan ASI
mengalami retardasi pertumbuhan atau ekslusif dan 50% yang diberikan ASI ekslusif (lihat
pertumbuhan yang terhambat saat masih didalam tabel 20). Dengan demikian secara deskriptif dapat
kandungan (Intra Uterine Growth Retardation/IUGR). dijelaskan bahwa pada kelompok kasus, proporsi
IUGR ini disebabkan oleh kemiskinan, penyakit dan balita yang tidak diberikan ASI ekslusif relatif lebih
defisiensi zat gizi. Artinya ibu dengan dengan gizi banyak (yakni, mencapai 65% dari total kasus)
kurang sejak trimester awal sampai akhir kehamilan dibandingkan pada kelompok kontrol (yang mencapai
akan melahirkan BBLR, yang kedepannya anak akan 50% dari total kontrol). Sebaliknya, pada kelompok
beresiko besar menggalami gangguan gizi seperti gizi kontrol, proporsi balita yang diberikan ASI ekslusif
kurang dan stunting.14 relatif lebih banyak (yakni, mencapai 50% dari total
Berat lahir sangat tergantung pada status gizi kontrol) dibandingkan pada kelompok kasus (yang
ibu selama kehamilan dan sebelum konsepsi. Berat mencapai 35% dari total kasus). Sehingga, balita pada
lahir juga menjadi indikator tidak langsung untuk kelompok kasus cenderung tidak mendapatkan ASI
mengevaluasi gizi ibu dan sampai titik tertentu, untuk ekslusif, sedangkan balita pada kelompok kontrol
memprediksi perkembangan masa depan anak. Anak- memiliki proporsi yang sama besar antara balita yang
anak dengan pertumbuhan terhambat berisiko tidak diberikan ASI ekslusif dan yang diberikan ASI
menjadi gemuk, sehingga menempatkan mereka ekslusif.
pada peningkatan risiko mengembangkan penyakit Hasil analisis hubungan antara riwayat
kronis di masa dewasa.15 pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian gizi kurang
Hal ini dapat disebabkan oleh peranan menggunakan uji chi square mendapat p (0,258) > α
hormon leptin dan insulin yang mengatur (0,05). Hasil analisis risiko riwayat pemberian ASI
penyimpanan dan keseimbangan energi. Leptin Ekslusif terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR
memegang peran utama sebagai pengendali berat sebesar 1,841 dengan rentang nilai lower limit (batas
badan. Apabila asupan energi melebihi dari yang bawah) = 0,757 dan upper limit (batas atas) = 4,558
dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat pada interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai
disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika
peredaran darah sehingga terjadi penurunan nafsu OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai
makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan 1 maka variabel penelitian bukan merupakan faktor
energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan risiko.
adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu
responden mengatakan bahwa bayi diberikan

7
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

makanan tambahan dan susu formula sebelum mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan
waktunya dikarenakan berbagai alasan seperti air parasit. Jumlah imonoglobulin terbanyak terdapat
susu ibu tidak keluar, ASI sedikit, bayi tidak mau pada kolostrum (air susu yang pertama kali keluar),
menyusui, nyeri hebat saat menyusui dan ibu sibuk dimana persentase imonoglobulin ini akan menurun
bekerja. Hal ini dikarenakan, pada masa kehamilan seiring dengan waktu. Ibu yang terus memberikan ASI
ibu kurang mengkonsumsi makanan bergizi yang pada anaknya akan meningkatkan produksi ASI,
dapat merangsang keluarnya ASI. sehingga total imonoglobulin yang di terima bayi
Pada kelompok kasus dan kontrol, jumlah akan relatife sama dengan imonoglobulin yang
balita yang tidak menerima ASI ekslusif selisihnya terdapat pada kolostrum. Total imonoglobulin akan
tidak jauh berbeda, hanya selisih 6 orang balita yang meningkat selama periode ASI eksklusif. Pemberian
lebih banyak pada kelompok kasus, dan juga jumlah ASI memberikan kekebalan maksimal dan paling baik,
balita yang menerima ASI ekslusif pada kelompok tidak hanya pada awal kehidupan seseorang akan
kasus dan kontrol juga selisihnya tidak jauh berbeda, tetapi juga selama masa kanak-kanak dan masa
hanya selisih 6 orang balita yang lebih banyak pada dewasa.
kelompok kontrol, hal ini yang menyebabkan secara Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan
statistik dinyatakan tidak ada hubungan yang penelitian lainnya yang menyebutkan bahwa riwayat
bermakna antara riwayat pemberian ASI ekslusif pemberian ASI ekslusif berhubungan secara signifikan
dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59 dengan gizi kurang pada balita (p<0,05) dengan OR
bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua Kota sebesar 9,471.17
Kendari than 2017. Hal ini dapat disebabkan oleh Risiko Riwayat Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian
balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif tetapi Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah
mendapatkan gizi yang baik oleh ibunya. Sehingga Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun
tubuh balita tetap tumbuh normal. 2017
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada ibu Penyakit infeksi adalah penyakit yang
responden, 100% menyatakan pernah menyusui disebabkan mikroorgnisme (bakteri, virus dan jamur).
anaknya walaupun ada sebagian yang tidak mencapai Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain.
indikator ASI ekslusif yaitu selama 6 bulan pertama Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi kurang
kehidupan bayi, dan 100% responden memberikan diantaranya adalah faktor penyebab langsung yang
pada bayinya ASI yang pertama kali keluar pada saat meliputi asupan gizi dan penyakit infeksi. Balita yang
bayi baru lahir yang disebut dengan kolostrum. sering mendapat infeksi dalam waktu yang lama tidak
Kolostrum mengandung zat kekebalan IgA hanya berpengaruh terhadap berat badannya akan
untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi tetapi juga berdampak pada pertumbuhan linier.
terutama diare. Kolostrum mengandung karbohidrat Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40
dan lemak rendah yang daapt memenuhi kebutuhan balita pada kelompok kasus, terdapat 72,5% yang
bayi. Selain itu juga banyak mengandung sel darah menderita penyakit infeksi dan 27,5% yang tidak
putih, melindungi terhadap infeksi, mengandung menderita penyakit infeksi. Sedangkan dari 40 balita
pencahar yang berguna untuk membersihkan pada kelompok kontrol terdapat 77,5% yang
mekonium dan membantu mencegah bayi menderita penyakit infeksi dan 22,5% yang tidak
kuning/ikterus. Kolostrum juga kaya akan vitamin A menderita penyakit infeksi (lihat tabel 21). Dengan
sehingga dapat mengurai keparahan infeksi. demikian secara deskriptif dapat dijelaskan bahwa
Pentingnya pemberian ASI ekslusif bagi bayi pada kelompok kasus, proporsi balita yang menderita
karena ASI memiliki zat-zat gizi yang paling lengkap, penyakit infeksi lebih sedikit (yakni, hanya 72,5% dari
mudah dicerna dan diserap secara efektif oleh tubuh total kasus) dibandingkan pada kelompok kontrol
serta melindungi bayi terhadap infeksi. ASI adalah (yang mencapai 77,5% dari total kontrol). Sebaliknya,
cairan hidup yang mengandung sel-sel darah putih, pada kelompok kontrol, proporsi balita yang tidak
immunoglobulin, enzim dan hormone, serta protein menderita penyakit infeksi relatif lebih sedikit (yakni,
spesifik yang pasti cocok untuk bayi. ASI mengandung hanya 22,5% dari total kontrol) dibandingkan pada
AA dan DHA dengan proporsi yang sesuai kebutuhan kelompok kasus (yang mencapai 27,5% dari total
bayi, asam lemak esensial (Omega 3 dan 6), protein, kasus). Sehingga, balita pada kelompok kasus
multivitamin dan mineral lengkap mudah diserap cenderung lebih banyak balita yang tidak menderita
secara sempurna. Demikian sempurnanya, penyakit infeksi, sedangkan balita pada kelompok
kandungan mineral di ASI sama sekali tindak kontrol cenderung menderita penyakit infeksi.
mengganggu ginjal si bayi yang masih sangat lemah. Hasil analisis hubungan antara riwayat
ASI mengandung Antibodi atau Imonoglobulin menderita penyakit infeksi dengan kejadian gizi
utama yaitu IgA IgE dan IgM yang digunakan untuk kurang menggunakan uji chi square mendapat p

8
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

(0,796) > α (0,05). Hasil analisis risiko riwayat penurunan karena terganggunya keadaan tubuh
penyakit infeksi terhadap kejadian gizi kurang membuat nafsu makan berkurang hal ini didukung
diperoleh OR sebesar 0,765 dengan rentang nilai dengan kebutuhan energi pada saat terkena infeksi
lower limit (batas bawah) = 0,277 dan upper limit bisa mencapai dua kali kebutuhan normal karena
(batas atas) = 2,114 pada interval kepercayaan (CI) = meningkatnya metabolisme basal, sehingga hal ini
95% mencakup nilai satu, maka besar risiko tersebut menyebabkan deplesi otot dan glikogen hati yang
tidak bermakna. Jika OR < 1 atau OR > 1 dan berpengaruh pada penurunan berat badan, tetapi
rentang CI mencakup nilai 1 maka variabel jika sembuh dan balita memiliki nafsu makan yang
penelitian bukan merupakan faktor risiko. baik lagi dan ditunjang dengan pemberian makanan
Berdasarkan hasil analisis statistik pada yang gizi seimbang serta vitamin penambah nafsu
kelompok kontrol jumlah balita yang menderita makan bisa memperbaiki gizi balita sehingga balita
penyakit infeksi memiliki proporsi yang lebih tinggi yang tadinya sementara sakit dinyatakan dalam
dibanding kelompok kasus, sedangkan proporsi balita kategori gizi kurang tetapi setelah sembuh
yang tidak menderita penyakit infeksi lebih banyak melakukan perbaikan gizi maka berat badan balita
pada kelompok kontrol, hal ini menjelaskan bahwa bisa kembali dikategorikan gizi baik. Berdasarkan
penyakit infeksi tidak memiliki hubungan yang data yang didapatkan balita-balita yang pernah
bermakna dengan kejadian gizi kurang pada balita menderita penyakit infeksi, mendapatkan pola asuh
dikarenakan, balita-balita yang gizinya baik ternyata makan yang cukup baik, hal ini mendukung perbaikan
lebih banyak yang pernah menderita penyakit infeksi gizi balita.
daripada balita yang gizinya kurang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Anak yang menderita sakit akan memperjelek lainnya yang menyebutkan bahwa tidak ada
keadaan gizi melalui gangguan asupan makanan dan hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit
meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial. infeksi dengan kejadian gizi kurang pada balita
Penyakit infeksi menyebabkan penyerapan zat gizi dengan p>0,05 sebesar 0,061. Tetapi, penelitian ini
dari makanan juga terganggu, sehingga nafsu makan tidak sejalan dengan penelitian lainnya yang
hilang dan mendorong terjadinya gizi kurang atau gizi menyebutkan ada hubungan yang signifikan antara
buruk bahkan kematian. Makanan dan penyakit riwayat penyakit infeksi dengan kejadian gizi kurang
dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. pada balita dengan p<0,05 sebesar 0,027. 19
Penyakit infeksi pada tubuh balita akan Risiko Pendapatan Ekonomi Keluarga Terhadap
mempengaruhi keadaan gizinya. Penyakit infeksi Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di
dapat menjadi penyebab menurunnya intake Wilayah Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari
makanan, sedikitnya intake makanan atau Tahun 2017
berkurangnya nutrient akibat muntah, diare Pendapatan keluarga adalah jumlah
malabsorbsi dan demam berkepanjangan dapat penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga
menyebabkan defisiensi nutrien sehingga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsekuensinya adalah pertumbuhan dan sistem bersama maupun perseorangan dalam rumah tangga.
imunitas anak akan terganggu. Pendapatan keluarga merupakan balas karya atau
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu jasa atau imbalan yang diperoleh karena sumbangan
responden apabila balita mengalami gejala sakit pada yang diberikan dalam kegiatan produksi. Pendapatan
awalnya difokuskan melakukan pengobatan sendiri adalah tingkat kemampuan masyarakat dalam
seperti membeli obat diwarung dan balita harus membelanjakan pendapatannya dinilai berdasarkan
istirahat yang cukup, tetapi apabila pada balita tidak kebutuhannya serta merupakan faktor yang
kunjung membaik maka balita akan langsung di bawa menentukan kuantitas dan kualitas pangan yang
ke puskesmas untuk memeriksakan keadaan, rata- dikonsumsinya.
rata balita mengalami penyakit infeksi seperti diare Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40
dan influenza hanya berlangsung 3-7 hari sedangkan balita pada kelompok kasus, terdapat 75% yang
penyakit seperti ISPA, demam tipoid dan DBD memiliki pendapatan ekonomi rendah dan 25% yang
biasanya lebih dari 1 minggu. Sikap orang tua balita memiliki pendapatan ekonomi tinggi. Sedangkan dari
yang cepat tanggap terhadap kondisi kesehatan 40 balita pada kelompok kontrol terdapat 52,5% yang
anaknya mendukung agar penyakit tidak menggangu memiliki pendapatan ekonomi rendah dan 47,5%
kondisi berat badan yang akan mengalami penurunan yang memiliki pendapatan ekonomi tinggi (lihat tabel
setelah terkena infeksi dan paling tidak dapat 22). Dengan demikian secara deskriptif dapat
mengurangi durasi sakit pada anak. dijelaskan bahwa pada kelompok kasus, proporsi
Apabila balita sedang mengalami sakit balita yang berpendapatan ekonomi rendah relatif
otomatis berat badan balita akan mengalami lebih banyak (yakni, mencapai 75% dari total kasus)

9
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

dibandingkan pada kelompok kontrol (yang mencapai dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan makanan.
52,5% dari total kontrol). Sebaliknya, pada kelompok Semakin meningkat pendapatan biasanya semakin
kontrol, proporsi balita yang memiliki pendapatan berkurang persentase belanjaan untuk makanan.
ekonomi tinggi relatif lebih banyak (yakni, mencapai Meskipun secara teoritis pendapatan yang
47,5% dari total kontrol) dibandingkan pada besar mampu memenuhi kebutuhan setiap anggota
kelompok kasus (yang hanya 25% dari total kasus). keluarga akan tetapi tidak menutup kemungkinan
Sehingga, balita pada kelompok kasus cenderung bahwa keluarga yang berpenghasilan rendah dapat
memiliki pendapatan ekonomi rendah, sedangkan mengkonsumsi makanan yang mempunyai nilai gizi
balita pada kelompok kontrol cenderung memiliki yang baik. Jika pemilihan makanan tidak sesuai
pendapatan ekonomi tinggi. dengan kebutuhan gizi seimbang maka akan
Hasil analisis hubungan antara pendapatan berdampak pada kelebihan gizi yang berlebih
ekonomi keluarga dengan kejadian gizi kurang cenderung berpotensi terkena penyakit-penyakit
menggunakan uji chi square mendapat p (0,063) > α tidak menular. Ada sebuah istilah yang menyatakan
0,05. Hasil analisis risiko pendapatan ekonomi bahwa untuk sehat tak perlu mahal, status sosial
keluarga terhadap kejadian gizi kurang diperoleh OR ekonomi yang kurang sebenarnya dapat diatasi jika
sebesar 2,714 dengan rentang nilai lower limit (batas keluarga tersebut mampu menggunakan sumber
bawah) = 1,053 dan upper limit (batas atas) = 6,999 daya yang terbatas, seperti kemampuan untuk
pada interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai memilih bahan yang murah tetapi bergizi dan
satu, maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika distribusi makanan yang merata dalam keluarga.
OR < 1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
1 maka variabel penelitian bukan merupakan faktor lainnya yang menyebutkan bahwa tidak ada
risiko. hubungan yang signifikan antara pendapatan
Faktor pendapatan memiliki peranan yang ekonomi keluarga dengan kejadian gizi kurang pada
sangat besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan balita dengan p>0,05 sebesar 0,347. Dalam penelitian
makan setempat. Ketersediaan pangan suatu tersebut menyatakan bahwa tidak adanya hubungan
keluarga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita
keluarga tersebut pendapatan merupakan rintangan dapat disebabkan pendapatan tidak berpengaruh
orang-orang yang tidak mampu membeli pangan positif terhadap status gizi tidak secara langsung
dalam jumlah yang diperlukan, namun keadaan yang tetapi melalui varibel distribusi makanan,
meningkat tidak dengan sendirinya menjadikan pengetahuan dan keterampilan orang tua (pola
kondisi yang menunjang bagi keadaan gizi yang asuh), karena pendapatan hanya sebagai media
memadai, lebih lanjut dikatakan bahwa tingkat dalam membelanjakan kebutuhan dalam
pendapatan akan menentukan makanan apa yang mengkonsumsi kebutuhan pangan.20
dibeli dengan uang tersebut. Pada umumnya jika Tetapi, penelitian ini tidak sejalan dengan
pendapatan naik jumlah dan jenis makanan penelitian lainnya yang menyebutkan ada hubungan
cenderung juga membaik. Pendapatan keluarga yang signifikan antara pendapatan ekonomi keluarga
sangat mempengaruhi terhadap konsumsi makanan dengan kejadian gizi kurang pada balita dengan
sehari-hari. Apabila pendapatan rendah maka p<0,05 sebesar 0,008. Dalam penelitian ini
makanan yang dikonsumsi tidak mempertimbangkan menyatakan bahwa sebab utama gizi kurang pada
nilai gizi, tetapi nilai materi lebih menjadi anak balita adalah rendahnya penghasilan keluarga.
pertimbangan. Pada umumnya jika pendapatan naik jumlah dan
Tidak adanya hubungan antara pendapatan jenis makanan cenderung juga membaik. Pendapatan
keluarga dengan status gizi balita dapat disebabkan keluarga sangat mempengaruhi terhadap konsumsi
pendapatan tidak berpengaruh positif terhadap makanan sehari-hari. Apabila pendapatan rendah
status gizi tidak secara langsung karena pendapatan makan makanan yang dikonsumsi tidak
hanya sebagai media dalam membelanjakan mempertimbangkan nilai gizi, tetapi nilai materi lebih
kebutuhan dalam mengkonsumsi kebutuhan pangan. menjadi pertimbangan.21
Jika pendapatannya baik akan tetapi daya beli untuk Risiko Pola Asuh Makan Terhadap Kejadian Gizi
membelanjakan pangan lebih besar dibandingkan Kurang pada Balita Usia 12-59 Bulan di Wilayah
dengan non pangan maka tidak akan terjadinya Kerja Puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun
status gizi kurang, walaupun pengeluaran untuk 2017
kebutuhan pangan lebih tinggi tetapi jika dari hasil Pola asuh makan balita adalah kemampuan
keanekaragaman dan komposisi makanananya keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan
kurang, maka bisa terjadinya status gizi kurang. dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dengan
Sebagian besar pendapatan akan dipakai atau sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial yang

10
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

mana pola pengasuhan anak yaitu cara memberikan baik, hal ini dinilai dari 14 indikator pola pengasuhan
makan, kebersihan dan kasih sayang. Pola asuh anak makan balita.
merupakan sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain 14 indikator penilaian pola asuh makan yang
dalam hal kedekatan dengan anak, memberikan baik terdiri dari apabila ibu balita merawat balitanya
makan, perawatan serta menjaga kebersihan. sendiri; jika ibu memberikan makan pada balita lebih
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 ≥ 3 kali dalam sehari; waktu pemberian makanan
balita pada kelompok kasus, terdapat 45% yang diberikan secara teratur di pagi hari, siang hari dan
memiliki pola asuh makan kurang dan 55% yang malam hari; balita diberikan jenis makanan yang
memiliki pola asuh makan cukup. Sedangkan dari 40 berbeda setiap kali makan; balita diberikan makanan
balita pada kelompok kontrol terdapat 30% yang yang beranekaragam; makanan yang diberikan balita
memiliki pola asuh makan kurang dan 70% yang sesuai dengan indikator gizi seimbang yaitu makanan
memiliki pola asuh makan cukup (lihat tabel 23). pokok, lauk-pauk, sayur-mayur dan buah-buahan; ibu
Dengan demikian secara deskriptif dapat dijelaskan menciptakan situasi yang menyenangkan bagi balita
bahwa pada kelompok kasus, proporsi balita yang saat pemberian makanan; ibu membujuk balita ketika
memiliki pola asuh makan kurang relatif lebih banyak balita tidak mau makan; ibu selalu mendampingi
(yakni, mencapai 45% dari total kasus) dibandingkan balita setiap kali balita makan; kurangi pemberian
pada kelompok kontrol (yang hanya 30% dari total makanan jajanan pada balita; mengutamakan
kontrol). Sebaliknya, pada kelompok kontrol, pemberian makanan pada balita daripada anggota
proporsi balita yang memiliki pola asuh makan cukup keluarga lainnya; ibu menyiapkan makanan sendiri
relatif lebih banyak (yakni, mencapai 70% dari total untuk balitanya; kurangi pemberian makanan siap
kontrol) dibandingkan pada kelompok kasus (yang saji kepada balita; serta memberikan vitamin pada
hanya 55% dari total kasus). Maka, balita pada balita.
kelompok kasus dan kontrol cenderung mendapatkan Apabila ibu merawat balita sendiri tanpa
pola asuh makan yang cukup. membutuhkan jasa pengasuhan dari oranglain, ibu
Hasil analisis hubungan antara pola asuh dan balita lebih memiliki kedekatan psikososial, ibu
makan dengan kejadian gizi kurang menggunakan uji lebih memahami dan mengerti apa yang menjadi
chi square mendapat p (0,248) > α (0,05). Hasil kebutuhan balita bagi kesehatannya karena ibu
analisis risiko pola asuh makan balita terhadap memantau dan menemani balita secara langsung
kejadian gizi kurang diperoleh OR sebesar 1,909 dalam masa pertumbuhannya. Pemberian makan
dengan rentang nilai lower limit (batas bawah) = pada balita ≥ 3 kali sehari dikatakan bisa mencukupi
0,761 dan upper limit (batas atas) = 4,788 pada kebutuhan energi balita setiap hari, juga apabila
interval kepercayaan (CI) = 95% mencakup nilai satu, pemberian makanan teratur setiap pagi,siang dan
maka besar risiko tersebut tidak bermakna. Jika OR < malam makan kebutuhan gizi balita diperhatikan
1 atau OR > 1 dan rentang CI mencakup nilai 1 dengan baik.
maka variabel penelitian bukan merupakan faktor Penting bagi balita apabila diberikan jenis
risiko. makanan yang berbeda setiap kali makan, dan juga
Faktor yang cukup dominan yang makanan yang beranekaragam agar kebutuhan gizi
menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah balita di dapatkan dari berbagai jenis dan ragam
perilaku yang kurang benar dikalangan masyarakat makanan sehat, sehingga kebutuhan gizi seimbang
dalam memilih dan memberikan makanan kepada balita terpenuhi dengan baik mulai dari konsumsi
anggota keluarganya, terutama pada anak-anak. karbohidrat yang didapatkan dari makanan pokok
Memberikan makanan dan perawatan anak yang (beras,jagung,umbi-umbian) protein nabati maupun
benar mencapai status gizi yang baik melalui pola hewani (ikan, ayam, telur), zat besi, vitamin dan
asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan mineral (air putih, sayur-mayur, buah-buahan). Serta
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan ibu menciptakan situasi menyenangkan ketika waktu
anak. Praktek pengasuhan ditingkat rumah tangga pemberian makan pada balita agar balita semangat
adalah memberikan perawatan kepada anak dengan untuk menghabiskan makanannya dan tidak cepat
pemberian makanan dan kesehatan melalui sumber- merasa bosan.
sumber yang ada untuk kelangsungan hidup anak, Ibu harus membujuk balita dengan berbagai
pertumbuhan dan perkembangan. Tidak adanya cara jikalau balita susah makan, jangan balita
hubungan antara pola asuh makan dengan status gizi dibiarkan sampai ingin makan dengan sendirinya, hal
balita dikarenakan 50 balita mendapatkan pola tersebut tidak bisa mendukung dalam hal perbaikan
pengasuhan makan yang cukup baik dan 30 lainnya gizi balita, tekadang balita harus dibujuk dengan hal-
mendapatkan pola pengasuhan makan yang kurang hal menyenangkan agar mau makan dan mengikuti
perintah dari ibunya. Ibu juga harus mendampingi

11
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

balita ketika pemberian makan balita, agar ibu bisa mencegah terjadinya kebosanan terhadap jenis
mengontrol frekuensi dan jenis makanan yang makanan. Kekurangan dan kelebihan zat gizi yang
dikonsumsi balitanya. diterima tubuh seseorang akan memberikan dampak
Batasi pemberian jajanan pada balita dan juga yang negatif. Perbaikan konsumsi pangan dan
pemberian makanan siap saji seperti mie instan juga peningkatan status gizi yang sesuai dan seimbang
junk food. Karena makanan siap saji dan jajanan dengan yang diperlukan tubuh merupakan unsur
otomatis memiliki bahan pengawet yang tidak baik penting yang berdampak positif bagi peningkatan
untuk tubuh apabila terlalu sering dikonsumsi akan kualitas hidup manusia.
memberikan dampak merugikan bagi kesehatan Anak mengalami kekurangan gizi karena
balita dimasa depan. Jika balita susah makan lebih kurangnya makanan di tingkat rumah tangga, cara
baik diberikan vitamin penambah nafsu makan pemberian makananyang kurang baik, maupun
dibandingkan dengan pemberian makanan jajanan, karena anak tidak mau makan. Anak dapat menolak
karena dalam vitamin ada zat tidak berbahaya bagi bila makanan yang disajikan tidak memenuhi selera
tubuh yang bisa memicu nafsu makan balita. mereka. Oleh karena itu, orang tua harus berlaku
Sebaiknya dalam keluarga ibu menyiapkan demokratis untuk menghidangkan makanan yang
makanan sendiri untuk balitanya karena ibu menjadi kegemaran si anak. 65% balita makan
mengetahui sendiri kebutuhan balita serta makanan dengan frekuensi yang cukup dalam sehari,
yang disediakan oleh ibu sendiri lebih hygiene dan pemberian makanan secara teratur. Walaupun jenis
aman dibandingkan dengan makanan yang dibeli jadi, makanan balita cenderung sama setiap kali makan
dan juga pemberian makanan dalam satu keluarga tetapi tidak terlalu signifikan mempengaruhi
untuk balita lebih diutamakan dibandingkan anggota turunnya berat badan, hanya saja mempengaruhi
keluarga yang lain, karena balita sedang berada rasa bosan dan jenuh balita dalam memandang
periode pertumbuhan yang maksimal untuk otak makanan. Tetapi ibu balita tetap selalu menyediakan
serta tubuhnya. makanan yang beranekaragam serta memenuhi
Pengasuhan merupakan faktor yang sangat standar gizi seimbang dan juga ibu balita
erat kaitannya dengan pertumbuhan dan menciptakan situasi makan bagi anak yaitu
perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. menyenangkan bagi mereka seperti menyuapi sambil
Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa bermain serta selalu mendampingi anak.
dimana anak masih sangat membutuhkan suplai Anak balita yang mendapatkan kualitas
makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada pengasuhan makan yang lebih baik, besar
masa ini juga, anak-anak masih sangat tergantung kemungkinan akan memiliki angka kesakitan yang
pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Oleh rendah dan status gizi yang relatif lebih baik. Hal ini
karena itu pengasuhan kesehatan dan makanan pada menunjukkan bahwa pengasuhan merupakan faktor
tahun pertama kehidupan sangat penting untuk penting dalam status gizi dan kesehatan anak balita.
perkembangan anak. Faktor yang cukup dominan yang menyebabkan
Berdasarkan hasil penelitian 92% balita meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang
tersebut diasuh oleh ibunya sendiri, anak yang kurang benar dikalangan masyarakat dalam memilih
mendapat pengasuhan yang konsisten dari ibunya dan memberikan makanan kepada anggota
akan mempunyai status gizi yang baik dan jarang keluarganya, terutama pada anak – anak.
menderita sakit. Kualitas pengasuhan yang Memberikan makanan dan perawatan anak yang
suboptimal/kurang baik dapat mempengaruhi semua benar mencapai status gizi yang baik melalui pola
aspek perkembangan, termasuk ketrampilan asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan
memecahkan masalah, interaksi sosial dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
perkembangan verbal. keberhasilan pelaksanaan anak.
tugas pengasuhan anak juga dipengaruhi oleh Praktek pengasuhan ditingkat rumah tangga
lingkungan, politik, budaya, ekonomi, dan nilai-nilai adalah memberikan perawatan kepada anak dengan
sosial yang memiliki kontribusi terhadap proses pemberian makanan dan kesehatan melalui sumber-
perkembangan anak, banyaknya wanita yang bekerja, sumber yang ada untuk kelangsungan hidup anak,
perubahan pola tradisi keluarga, dan urbanisasi juga pertumbuhan dan perkembangan. Sebenarnya pola
mempengaruhi cara pengasuhan anak. asuh makan berhubungan erat dengan pendidikan
Makanan yang diberikan kepada anak harus dan pengetahuan yang dimiliki oleh ibu, sehingga
memadai dalam hal kuantitas maupun kualitas, harus diupayakan peningkatan pengetahuan ibu
sesuai dengan umur atau tahap perkembangan anak. melalui program penyuluhan yang dapat
Cara pengaturan dan pemberian makan dengan meningkatkan pengetahuan ibu tentang pengasuhan
penyediaan menu harus bervariasi. Hal ini untuk anak yang baik sehingga dapat berguna bagi

12
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

pertumbuhan dan perkembangannya. Pola makan SARAN


balita tidak lepas dari peran orang tua sebagai 1. Bagi ibu yang memiliki anak balita dengan gizi
penyelenggara makanan keluarga. Apabila ibu dapat normal disarankan untuk mempertahankan
mengatur makan keluarga terutama balita dengan kondisi tubuh dengan cara selalu menerapkan
baik sesuai dengan kebutuhan gizi maka pola makan pola hidup sehat. Sedangkan, bagi ibu yang
balita akan terlaksana dengan baik. memiliki anak balita dengan gizi kurang
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dianjurkan untuk mengonsumsi makanan yang
penelitian lainnya yang menyebutkan bahwa ada bergizi dan seimbang, serta segera dirujuk sedini
hubungan yang signifikan antara pola asuh makan mungkin ke unit pelayanan kesehatan apabila
dengan kejadian gizi kurang pada balita dengan terjadi masalah pada pertumbuhan dan
p<0,05 sebesar 0,042. Dalam penelitian tersebut perkembangan pada anak.
menyatakan bahwa anak balita yang mendapatkan 2. Bagi ibu yang memiliki anak balita dengan berat
kualitas pengasuhan yang lebih baik besar badan lahir rendah disarankan kedepannya pada
kemungkinan akan memiliki angka kesakitan yang saat hamil lebih banyak mengkonsumsi makanan
rendah dan status gizi yang relative lebih baik. Hal ini yang bergizi sehingga ibu tidak berisiko Kurang
menunjukkan bahwa pengasuhan merupakan faktor Energi Kronik (KEK), dengan kondisi KEK tersebut
penting dalam status gizi dan kesehatan balita karena ibu berisiko melahirkan anak yang BBLR dengan
situasi pemberian makan berpengaruh terhadap pertumbuhan yang terhambat. Cara mengatasi
pertumbuhan dan perkembangan balita.20 anak yang BBLR sehingga pertumbuhannya tidak
terhambat adalah ibu memberikan ASI ekslusif
SIMPULAN dan MP-ASI tepat pada waktunya.
1. Ada hubungan antara berat badan lahir rendah 3. Bagi ibu yang tidak memberikan ASI ekslusif
balita dengan kejadian gizi kurang pada balita usia kepada balita, disarankan kedepannya untuk
12-59 bulan di wilayah kerja puskesmas Benu- memberikan makanan yang baik kepada bayinya
Benua Kota Kendari Tahun 2017, dengan nilai OR sesuai dengan umurunya yakni makanan yang
sebesar 7,400 dan p (0,003) < α (0,05). Dengan baik bagi bayi adalah ASI ekslusif sehingga
demikian, balita dengan berat badan lahir rendah pertumbuhan dan perkembangan bayi tidak
mempunyai risiko mengalami gizi kurang 7 kali terhambat.
lebih besar dibandingkan dengan balita yang 4. Bagi Dinas Kesehataan Pegelola Program Upaya
memiliki berat badan lahir normal. Berat badan Kesehatan Masyarakat dan Gizi, untuk dapat
lahir rendah merupakan faktor risiko kejadian gizi memberikan penyuluhan tentang pentingnya
kurang pada balita usia 12-59 bulan di wilayah status gizi dan tingkat asupan zat gizi pada balita.
kerja puskesmas Benu-Benua Kota Kendari tahun 5. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat
2017. menjadikan penelitian ini sebagai informasi
2. Tidak ada hubungan antara riwayat pemberian tambahan tentang kejadian gizi kurang. Serta
ASI ekslusif dengan kejadian gizi kurang pada diharapkan untuk dapat mengembangkan
balita usia 12-59 bulan di wilayah kerja penelitian tentang faktor risiko dalam penelitian
puskesmas Benu-Benua Kota Kendari Tahun 2017, inidan memperluas jumlah populasi dan sampel,
karena nilai p (0,258) > α (0,05). menjaring kasus baru, serta mengembangkan
3. Tidak ada hubungan antara riwayat penyakit instrumen penelitian yang digunakan.
infeksi dengan kejadian gizi kurang pada balita
usia 12-59 bulan di wilayah kerja puskesmas DAFTAR PUSTAKA
Benu-Benua Kota Kendari Tahun 2017, karena 1. Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip dasar ilmu gizi.
nilai p (0,796) > α (0,05). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
4. Tidak ada hubungan antara pendapatan ekonomi 2. Adrianti, Novi. 2015. Survei status gizi dan tingkat
keluarga dengan kejadian gizi kurang pada balita konsumsi zat gizi makro pada balita usia 6-59
usia 12-59 bulan di wilayah kerja puskesmas bulan di wilayah kerja Puskesmas Benu-Benua
Benu-Benua Kota Kendari Tahun 2017, karena Kota Kendari tahun 2014. Kendari: Universitas
nilai p (0,063) > α (0,05). Halu Oleo. Skripsi tidak dipublikasikan.
5. Tidak ada hubungan antara pola asuh makan 3. Depkes RI. 2010. Kemiskinan kelaparan dan
dengan kejadian gizi kurang pada balita usia 12-59 kekurangan gizi adalah masalah kompleks.
bulan di wilayah kerja puskesmas Benu-Benua Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Kota Kendari Tahun 2017, karena nilai p (0,248) > 4. World Health Organization. 2014. World health
α (0,05) yaitu sebesar 0,248. statistic 2013. France: World Health Organization.

13
JIMKESMAS
JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT
VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN 250-731X ,

5. World Health Organization. 2016. World health 15. Pan American Health Organization. (2007). An
statistic 2015. France: World Health Organization. overview of regional health, health in the
6. Riskesdas. 2007. Laporan hasil riset kesehatan Americas 2007. Regional Office of World Health
dasar Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan Organization.
RI. 16. Jihad, Janirah. 2016. Analisis determinan kejadian
7. Riskesdas. 2013. Laporan hasil riset kesehatan stunting pada balita usia 12 – 24 bulan di wilayah
dasar Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan kerja Puskesmas Puuwatu Kota Kendari tahun
RI. 2016. Kendari: Universitas Halu Oleo. Skripsi tidak
8. Dinkes Provinsi Sulawesi Tenggara. 2014. Profil dipublikasikan.
kesehatan Sulawesi Tenggara tahun 2013. 17. Novitasari, Dewi. 2012. Faktor-faktor risiko
Kendari: Dinas Kesehatan Sulawesi Tenggara kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di
9. Dinkes Kota Kendari. 2015. Profil kesehatan Kota RSUP Dr. Kariadi Semarang. Semarang:
Kendari tahun 2014. Kendari: Dinas Kesehatan Universitas Diponegoro. Skripsi dipublikasikan.
Kota Kendari. 18. World Health Organization. 2006. World health
10. Puskesmas Benu-Benua. 2013-2016. Profil statistic 2015. France: World Health Organization.
Puskesmas Benua-Benua. Kendari: Puskesmas 19. Turnip, Olivia S. 2014. Hubungan pendapatan,
Benu-Benua. penyakit infeksi dan pengetahuan ibu dengan
11. Dahlan, Sopiyudin. 2014. Statistik untuk kejadian gizi kurang pada balita di wilayah
kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Epidemiologi Puskesmas Glugur Darat tahun 2014. Jurnal.
Indonesia. Medan: Universitas Sumatera Utara.
12. Fitri. 2012. Berat lahir sebagai faktor dominan 20. Ria Syukriawati. 2011. Faktor-faktor yang
terjadinya stunting pada balita (12-59 bulan) di berhubungan dengan status gizi kurang pada
Sumatera (analisis data riskesdas tahun 2010)”. anak usia 24-59 bulan di Kelurahan Pamulang
Tesis. FKM UI. Depok. Barat Kota Tanggerang Selatan tahun 2011.
13. Wiyogowati, C. (2012). Kejadian stunting pada Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
anak berumur di bawah lima tahun (0-5 bulan) di Hidayatullah. Skripsi dipublikasikan.
Provinsi Papua Barat tahun 2010 (analisis data 21. Khayati, Sri. 2011. Faktor yang berhubungan
Riskesdas rahun 2010). Fakultas Kesehatan dengan status gizi balita pada keluarga buruh tani
Masyarakat, Universitas Indonesia. Depok. Skripsi di Desa Situwangi Kecamatan Rakit Kabupaten
dipublikasikan Banjarnegara Tahun 2010. Semarang: Universitas
14. Kushariupeni, 2004. Growth faltering pada bayi di Negeri Semarang. Skripsi dipublikasikan.
Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Universitas
Indonesia. Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai