Anda di halaman 1dari 63

JURNAL MKMI, Vol. 15 No.

4, Desember 2019

Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga, Keragaman Makanan, Lingkungan


Hidup terhadap Status Gizi Balita

The Impact of Household Characteristics, Dietary Diversity, the Environment


on the Nutritional Status of Children Under Five

Fitria Nur Rahmawati*, Tri Mulyaningsih, Akhmad Daerobi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia
(*fitrie.rahma@gmail.com)

ABSTRAK
Rumah tangga atau keluarga merupakan tempat anak-anak untuk memaksimalkan pertumbuhan dan
perkembangan serta memenuhi gizi mereka, guna menciptakan kualitas sumber daya manusia unggul dan menjadi
pendorong pertumbuhan ekonomi Negara yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor
karakteristik sosial ekonomi rumah tangga, keragaman makanan, dan lingkungan hidup serta pengaruhnya terhadap
status gizi balita di Indonesia. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dan menggunakan data sekunder
dari Indonesia Family Live Survey (IFLS) gelombang 5 (IFLS5). IFLS merupakan survei longitudinal dari sampel
acak sekitar 83% penduduk di Indonesia pada tahun 1993. Sampel dalam penelitian ini adalah anak berusia 0-60 bulan
(balita) yang berjumlah 4.670 balita. Metode penelitian menggunakan Model Regresi Multinomial Logistik. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa status gizi balita dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, pendidikan ibu, jenis kelamin
balita, wilayah tempat tinggal, akses pada air minum dan sanitasi yang baik. Kesimpulannya adalah pendidikan
ibu sangat berpengaruh signifikan terhadap tiga status gizi balita, yaitu gizi buruk, gizi kurang, maupun gizi lebih.
Kata kunci: Status gizi, sosial ekonomi, keragaman makanan, air, sanitasi

ABSTRACT
The household or family is a place for children to maximize their growth and development and fulfill
their nutrition, to create high-quality human resources and to drive the country’s economic growth for the
future. This study aims to examine factors of household socioeconomic characteristics, dietary diversity, and
the environment and their effects on the nutritional status of children under five in Indonesia. This study uses
cross-sectional design and uses secondary data from Indonesia Family Live Survey (IFLS) wave 5 (IFLS5). IFLS
is a longitudinal survey of a random sample of 83% of the population in Indonesia in 1993. The sample in this
study was children aged 0-60 months (toddlers), totaling 4,670 children under five. The research method is to
use a multinomial logistic regression model. The results showed that the nutritional status of children under five
years old was affected by family income, mother’s education, the gender of children under five, residential areas,
access to drinking water and good sanitation. The conclusion is that the mother’s education has a significant
influence on the three nutritional status of children under five, namely wasted, severely wasted, and overweight.
Keywords: Nutritional status, socioeconomic, dietary diversity, water, sanitation

Copyright © 2019 by author. This is an open access article under the CC BY-NC-SA license
(https://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/).
DOI : http://dx.doi.org/10.30597/mkmi.v15i4.7929

367
Fitria Nur Rahmawati : Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga, Keragaman Makanan, Lingkungan Hidup Terhadap Status Gizi Balita

PENDAHULUAN 2019, Indonesia bertujuan untuk mengurangi


Kualitas kesehatan anak-anak secara proporsi anak-anak yang gizi buruk menjadi
umum ditentukan oleh latar belakang rumah 17%, gizi kurang menjadi 9,5% dan pengker-
tangga atau keluarga. Pertumbuhan dan perkem- dilan menjadi 28% pada tahun 2019. Malnutrisi
bangan anak-anak dipengaruhi oleh keluarga terjadi akibat kombinasi faktor, yaitu defisiensi
mereka. Menangani status gizi anak, keluarga dalam hal akses dan kualitas makanan, udara
mereka memiliki peran yang sangat penting.1,2 yang tidak memadai, layanan sanitasi dan kese-
Lingkungan keluarga merupakan tempat anak- hatan dan layanan perawatan kesehatan yang
anak untuk memaksimalkan pertumbuhan dan kurang optimal.8
perkembangan serta memenuhi gizi mereka. Ditemukan bahwa masalah gizi akut mau-
Keluarga dengan fungsi keluarga yang sesuai pun kronis masih terjadi di Indonesia.9 Masalah
dan ikatan emosional yang baik dapat men- gizi akut di sebagian besar Kabupaten/Kota di
dukung pertumbuhan dan perkembangan anak- Indonesia diperlihatkan oleh masalah kekura-
anak mereka.1,3 Berdasarkan penelitian sebe- ngan berat badan (underweight) dan gizi kurang
lumnya tentang pola pengasuhan keluarga dan (wasted), sedangkan masalah gizi kronis diper-
status gizi, ditemukan bahwa pengasuhan keluar- lihatkan oleh masalah kerdil (stunted). Masa-
ga yang baik memiliki korelasi positif dengan lah gizi akut juga berkaitan dengan pola asuh
status gizi anak.4 Keluarga merupakan kelom- ibu terhadap balitanya, pengetahuan ibu yang
pok yang memiliki peran penting dalam pro- didapatkan dari proses pendidikan maupun ke-
ses pengembangan, pencegahan, serta perbaikan mampuan mengakses informasi yang diimple-
setiap masalah kesehatan yang ditemukan dida- mentasikan dalam kehidupan sehari-harinya.10
lam keluarga.5 Penelitian lain juga menemukan bahwa,
Masalah gizi lebih rentan dialami oleh di Indonesia kekurangan gizi yang diukur de-
anak-anak. Oleh sebab itu, mereka membu- ngan indeks berat badan signifikan dengan gizi
tuhkan asupan nutrisi yang lebih tinggi diban- buruk.11 Penelitian tersebut menemukan bahwa
dingkan dengan orang dewasa. Anak-anak akan tingkat pendidikan orang tua terutama pendi-
menderita kekurangan gizi jika mereka tidak dikan ibu memiliki pengaruh yang signifikan
dapat mengakses gizi dalam jumlah yang cukup terhadap status gizi anak-anak usia 2-5 tahun.
dan seimbang. Malnutrisi adalah masalah keku- Ditemukan pula hubungan antara pendidikan
rangan gizi dan kelebihan berat badan, yang ibu dan status gizi balita bahwa proporsi gizi
akan menyebabkan masalah kesehatan, seperti kurang pada balita yang mempunyai ibu ber-
kesakitan, kematian, dan kecacatan. Hal terse- pendidikan rendah jauh lebih tinggi daripada
but juga akan menurunkan tingkat produktivi- yang mempunyai ibu berpendidikan tinggi yaitu
tas, menghambat pertumbuhan sel-sel otak yang 17,9% dibanding 7,8%.12 Ibu dengan pendidikan
mengakibatkan ketidaktahuan dan keterbelaka- yang tinggi cenderung memiliki pengetahuan
ngan mental. Terdapat lebih dari 200 juta anak gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang le-
di bawah lima tahun di negara berkembang men- bih baik.13 Status gizi balita tergantung pada
derita kekurangan gizi. Kekurangan gizi atau asupan gizi, tingkat pengetahuan ibu, tingkat
malnutrisi berkontribusi lebih dari setengah dari ekonomi keluarga, pendidikan ibu, pola asuh dan
hampir 12 juta kematian balita di negara-negara ketahanan pangan.14
berkembang setiap tahun.6 Selanjutnya ditemukan pula hubungan
Sebagai salah satu negara berkembang, antara status ekonomi keluarga dengan status
Indonesia juga mengalami masalah anak-anak gizi balita. Balita yang tinggal bersama keluar-
kurang gizi. Dialaporkan pada tahun 2013, anak- ga dengan status ekonomi rendah mempunyai
anak di bawah lima tahun mengalami gizi bu- proporsi status gizi kurang yang lebih tinggi
ruk (19,6%) dan gizi kurang (12%), sementara dibandingkan dengan balita yang tinggal ber-
mereka yang menderita pengkerdilan berjumlah sama keluarga dengan status ekonomi tinggi.
32,9%.7 Berdasarkan Rencana Pembangunan Persentase gizi kurang balita yang tinggal bersa-
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- ma keluarga dengan status ekonomi rendah se-

368
JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4, Desember 2019

banyak 17,9% dan gizi kurang pada balita yang kan bahwa masalah gizi pada bayi dan balita di
tinggal bersama keluarga dengan status ekonomi Indonesia disebabkan oleh infeksi penyakit yang
tinggi sebanyak 7,7%.12 dipicu oleh sanitasi lingkungan yang buruk.23 Ber-
Beberapa literatur menunjukkan bahwa dasarkan uraian tersebut di atas, penelitian ini
pendidikan ibu dan daerah tempat tinggal sa- bertujuan untuk mengkaji faktor karakteristik
ngat mempengaruhi gizi buruk kronis di kala- sosial ekonomi rumah tangga, demografi, peri-
ngan anak-anak di Indonesia.15 Berdasarkan li- laku konsumsi, dan kualitas lingkungan hidup
teratur lainnya, status gizi anak juga dipengaruhi terhadap status gizi balita di Indonesia. Peneli-
oleh faktor demografi seperti pendidikan orang tian ini menjadi menarik dikarenakan penelitian
tua terutama pendidikan ibu dan faktor tem- ini menggunakan data yang terbaru dari Indo-
pat tinggal. Penelitian terdahulu menemukan nesia Family Live Survey (IFLS), penelitian ini
bahwa status gizi anak di perkotaan dan pede- juga mencakup faktor-faktor yang komprehen-
saan, menunjukkan bahwa gizi anak di perko- sif (mencakup faktor dari level individu, level
taan lebih baik dibandingkan di pedesaan.16,17,18 rumah tangga, dan level lingkungan) dari ma-
Ditemukan bahwa kekurangan gizi di Indonesia sing-masing sampel penelitian, serta penelitian
masih menjadi penyakit kemiskinan, sedangkan ini menggunakan metode yang dapat menjelas-
kelebihan gizi adalah salah satu kekayaan.19 Po- kan pengaruh dari variabel-variabel kategori
tensi lainnya yang berkaitan dengan efek dari terhadap status gizi balita.
daerah perkotaan terhadap status gizi adalah
kemudahan untuk mengakses bahan pangan, in- BAHAN DAN METODE
formasi mengenai kesehatan dan gizi, dan me- Penelitian ini menggunakan rancangan
madainya sarana transportasi dan infrastruktur.20 cross sectional. Data yang digunakan dalam pene-
Masyarakat di perkotaan memiliki kemudahan litian ini ialah data yang bersumber dari Indo-
akses mememperoleh makanan dan insfrastuk- nesia Family Live Survey (IFLS) gelombang 5
tur kesehatan dibandingkan dengan masyarakat (IFLS5). Indonesia Family Live Survey (IFLS)
pedesaan. merupakan survei longitudinal dari sampel acak
Berikutnya, terdapat faktor lain yaitu ke- rumah tangga yang melibatkan kuesioner dan
biasaan makan pada anak-anak yang juga memi- pengukuran antropometrik.24 Survei longitudi-
liki peran penting dalam menentukan tingkat kes- nal merupakan survei yang dilakukan pada sam-
ehatan anak. Kebiasaan makan tidak hanya ber- pel penelitian yang sama selama beberapa perio-
variasi dari masing- masing keluarga tetapi juga de survei. Survei longitudinal juga merupakan
berubah karena adanya faktor budaya dan sosial survei yang melibatkan monitoring perkembangan
ekonomi di masing-masing keluarga.21 Terjadi dan/atau perubahan yang terjadi pada sampel
perubahan dengan cepat terkait pola makan pada penelitian.
anak-anak dan prevalensi obesitas di negara Gelombang pertama IFLS (IFLS1) dilaku-
maju. Selain itu, terbukti bahwa faktor makanan kan pada 1993/1994 oleh RAND bekerja sama
berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit dengan Lembaga Demografi, Universitas Indo-
kronis, maka terdapat rekomendasi bahwa kon- nesia. Gelombang pertama (IFLS1), survei ini
sumsi makanan harus ditingkatkan pada keraga- mewakili sekitar 83% penduduk yang tinggal
man jenis makanannya.22 Kurangnya keraga- di 13 dari 26 provinsi di Indonesia pada tahun
man jenis makanan merupakan masalah pada 1993.25 IFLS2 dan IFLS2 + dilakukan pada tahun
negara-negara miskin dan berkembang. Hal 1997 dan 1998, adalah bekerja sama RAND de-
tersebut dikarenakan pola makan mereka se- ngan UCLA dan Lembaga Demografi, Universitas
bagian besar didasarkan pada makanan pokok Indonesia. IFLS2 + mencakup 25% sub-sampel
bertepung dan sering kali menambahkan sedikit rumah tangga IFLS. Berikutnya, pada IFLS3, yang
atau tidak sama sekali produk hewani dan sedi- dilakukan pada tahun 2000 dilakukan oleh RAND
kit buah-buahan serta sayuran segar. bekerja sama dengan pusat Penelitian Kependudu-
Faktor lain yang mempengaruhi gizi balita kan, Universitas Gadjah Mada. Gelombang keem-
adalah kualitas lingkungan. Penelitian menunjuk- pat IFLS (IFLS4), yang dilakukan pada 2007/2008

369
Fitria Nur Rahmawati : Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga, Keragaman Makanan, Lingkungan Hidup Terhadap Status Gizi Balita

dilakukan atas kerjasama RAND, pusat Studi balita dengan termasuk dalam gizi kurang apa-
Kependudukan dan Kebijakan (CPPS) Universitas bila indeks berat badan menurut umur (BB/U)
Gadjah Mada, dan Survey METER. Gelombang pada ambang batas (z-score) -3 SD sampai de-
kelima dari IFLS (IFLS-5) diterbitkan pada tahun ngan < -2 SD. Balita dinyatakan memiliki gizi
2014-2015.26 baik apabila indeks berat badan menurut umur
Indonesia Family Live Survey (IFLS) yang (BB/U) pada ambang batas (z-score) -2 SD
terbaru adalah gelombang 5 (IFLS5) dilakukan sampai dengan 2 SD. Selanjutnya, apabila ba-
pada tahun 2014-2015, yang diketahui terdapat lita memiliki indeks berat badan menurut umur
sebanyak 16.204 rumah tangga dan 50.148 indi- (BB/U) pada ambang batas (z-score) > 2 SD
vidu yang diwawancarai. Adapun jumlah popula- dinyatakan dalam kategori gizi lebih.
si anak yang berusia 0-60 bulan (balita) sebanyak Sedangkan untuk variabel bebas dalam
5.095 balita yang tinggal di Indonesia pada tahun penelitian ini adalah variabel pendapatan keluar-
2014. Sedangkan jumlah sampel dalam penelitian ga, pendidikan ibu, tempat tinggal balita, jenis
ini, setelah diolah sesuai dengan kriteria sam- kelamin balita, keragaman makanan, konsumsi
pel dan yang hanya memenuhi syarat sebanyak air minum, dan sanitasi. Variabel keragaman
4.670 anak berusia 0-60 bulan (balita). Analisis makanan yang dimaksud ialah jenis makanan
hubungan variabel terikat dan bebas dalam pene- pokok yang dikonsumsi oleh balita. Adapun
litian ini menggunakan metode reg- resi logistik. pengkategorian keragaman makanan berdasar-
Metode regresi logistik bertujuan untuk melaku- kan komponen jenis makanan pokok balita yaitu
kan pengujian probabilitas yang kemung- karbohidrat, protein, sayuran, dan buah. Sedang-
kinan muncul atau tidak dalam suatu kejadian. kan variabel keragaman konsumsi makanan
Model regresi respon kualitatif disebut juga pokok balita dikategorikan menjadi kategori 0
dengan model probabilitas.27,28 Regresi logis- jika tidak makan semua komponen setiap hari,
tik yang digunakan dalam penelitian ini adalah kategori 1 jika makan sedikitnya 1 komponen
Model Multinomial Logistik. Model Multino- setiap hari, kategori 2 jika makan sedikitnya 2
mial Logistik merupakan model logit yang digu- komponen setiap hari, kategori 3 jika makan se-
nakan apabila variabel terikat dan variabel bebas dikitnya 3 komponen setiap hari, dan kategori 4
merupakan variabel kategori. jika makan semua komponen setiap hari. Varia-
Selanjutnya, dengan menggunakan data bel air minum dikategorikan air minum aman
dari IFLS gelombang 5dalam penelitian ini diper- dan air minum tidak aman, sedangkan sanitasi
oleh data untuk variabel terikat maupun variabel dikategorikan sanitas aman dan sanitasi tidak
bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini ada- aman.
lah kategori z-score status gizi balita. Pengkate-
gorian z-score status gizi balita dalam penelitian HASIL
ini dilakukan berdasarkan indeks berat badan Berdasarkan data dari Indonesia Fami-
menurut umur. Selanjutnya dilakukan perhitu- ly Live Survey gelombang 5, balita yang ting-
ngan z-score berdasarkan dari Keputusan Ment- gal di wilayah perkotaan terdapat 2.952 balita
eri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/ (57,94%), sedangkan 2.143 balita (42,06%)
MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar An- tinggal di wilayah pedesaan. Balita yang ber-
tropometri Penilaian Status Gizi Anak.29 Pene- jenis kelamin laki-laki sebanyak 2.502 balita
litian ini menggunakan kategori z-score status (52,52%), sedangkan 2.262 (47,48%) balita ber-
gizi balita yang baik sebagai variabel kontrol. jenis kelamin perempuan. Keragaman makanan
Berdasarkan dari Keputusan Menteri Kese- balita paling banyak pada kategori 2 yaitu balita
hatan Republik Indonesia Nomor 1995/MEN- makan sedikitnya 2 komponen setiap hari yaitu
KES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropome- sebanyak 43,12%. Sebagian besar balita me-
tri Penilaian Status Gizi Anak, jika balita memi- ngonsumsi air minum tidak aman (95,95%)
liki indeks berat badan menurut umur (BB/U) dan sanitasi lingkungan aman sebesar (73,72%)
pada ambang batas (z-score) < -3 SD maka akan (Tabel 1). Kategori Status gizi balita Indonesia
masuk dalam kategori gizi buruk. Berikutnya berdasarkan data IFLS gelombang 5 terban-

370
JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4, Desember 2019

Tabel 1. Frekuensi Sampel Berdasarkan PEMBAHASAN


Variabel Bebas Pendapatan keluarga memiliki pengaruh
Variabel n= 5.095 % dalam menurunkan kemungkinan balita me-
Tempat tinggal ngalami gizi buruk maupun gizi kurang. Status
Perkotaan 2.952 57,94 gizi buruk, pendapatan keluarga memiliki koe-
Pedesaan 2.143 42,06 fisien (-0,252) dengan P>|z| 0,173. Hal tersebut
Jenis kelamin berarti bahwa balita yang tinggal dengan keluar-
Laki-laki 2.676 52,52 ga yang memiliki pendapatan lebih tinggi 1 juta
Perempuan 2.419 47,48 rupiah, maka akan menurunkan kemungkinan
Keragaman makanan sebesar 25% balita tersebut mengalami gizi
Kategori 0 72 1,41
buruk walaupun tidak secara signifikan. Balita
Kategori 1 581 11,40
Kategori 2 2.197 43,12
dengan kategori status gizi kurang, menunjuk-
Kategori 3 1.528 29,99 kan pendapatan keluarga memiliki koefisien
Kategori 4 717 14,07 (-0,176) dengan P>|z| 0,014. Hal tersebut berar-
Air minum ti balita yang tinggal dengan keluarga yang memi-
Air minum aman 206 4,04 liki pendapatan lebih tinggi 1 juta rupiah, maka
Air minum tidak aman 4.889 95,95 akan secara signifikan menurunkan kemung-
Sanitasi kinan sebesar 17% balita tersebut mengalami
Sanitasi aman 3.756 73,72 gizi kurang dibandingkan dengan balita yang
Sanitasi tidak aman 1.339 26,28 tinggal pada keluarga berpendapatan lebih re-
Sumber : IFLS, 2014 dah.11
Tabel 2. Status Gizi Balita Indonesia Menurut Status gizi lebih, menunjukkan pendapa-
Berat Badan/Umur (BB/U) tan keluarga memiliki pengaruh dalam mening-
katkan kemungkinan balita mengalami gizi
Kategori Status
n=5.095 % Kumulatif le-bih. Balita yang status gizi lebih, pendapa-
Gizi
tan keluarga memiliki koefisien 0,460 dengan
Gizi Buruk 76 1,49 1,49
Gizi Kurang 553 10,85 12,35
P>|z| 0,000. Hal tersebut berarti bahwa balita
Gizi Baik 3.784 74,27 86,61 yang tinggal dengan keluarga yang memili-
Gizi Lebih 682 13,39 100,00 ki pendapatan lebih tinggi 1 juta rupiah, maka
Sumber : IFLS, 2014 akan secara signifikan meningkatkan kemung-
kinan sebesar 46% balita tersebut mengalami
yak balita kategori gizi baik sebanyak 3.784 gizi lebih dibandingkan dengan balita yang
(74,27%) dan balita yang mengalami gizi buruk tinggal pada keluarga yang berpendapatan lebih
76 (1,49%) (Tabel 2). rendah.11
Hasil dari pengolahan data menggunakan Berikutnya, berdasarkan hasil pengolahan
program Stata 12 dengan jumlah sampel seba- data menunjukkan pula bahwa pendidikan ibu
nyak 4.670 balita, diperoleh bahwa nilai Prob memiliki pengaruh signifikan dalam menurun-
> chi2 sebesar 0,000, dengan demikian dapat kan kemungkinan balita mengalami gizi buruk
diartikan bahwa secara serentak variabel bebas maupun gizi kurang. Semakin lama ibu menem-
(pendapatan keluarga, pendidikan ibu, tempat puh pendidikan maka akan signifikan mengu-
tinggal balita, jenis kelamin balita, keragaman rangi kemungkinan 5,9% balita mengalami gizi
makanan, konsumsi air minum, dan sanitasi) buruk. Sementara itu, semakin lama ibu menem-
mempengaruhi variabel terikat (z-score kate- puh pendidikan maka akan signifikan mengu-
gori status gizi) pada kategori gizi buruk, gizi rangi kemungkinan 2,9% balita mengalami gizi
kurang, gizi baik, maupun gizi lebih. Hasil pe- kurang. Sedangkan pada status gizi lebih, lama
ngolahan juga menunjukkan LR chi (18) sebe- ibu menempuh pendidikan akan signifikan pada
sar 251,19 yang menjelaskan kemampuan mo- peningkatan kemungkinan balita mengalami gizi
del dalam memprediksi variabel terikat (z-score lebih. Setiap peningkatan 1 tahun ibu menem-
kategori status gizi) (Tabel 3). puh pendidikan, maka akan menaikkan kemung-

371
Fitria Nur Rahmawati : Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga, Keragaman Makanan, Lingkungan Hidup Terhadap Status Gizi Balita

Tabel 3. Hasil Pengolahan Data dengan Model Regresi Multinomial Logistik


Z score kategori status gizi Coef. Std. Err. z P > | z| 95% Conf.
Gizi Buruk
Pendapatan keluarga -0,252 0,185 -1,36 0,173 -0,615
Pendidikan ibu -0,059 0,028 -2,10 0,036 -0,115
Dummy perkotaan -0,319 0,247 -1,29 0,197 -0,804
Dummy laki-laki 0,246 0,238 1,03 0,302 -0,221
Keragaman makanan
Kategori 1 -0,260 1,082 -0,24 0,810 -2,382
Kategori 2 -0,033 1,030 -0,03 0,974 -2,052
Kategori 3 -0,215 1,044 -0,21 0,837 -2,261
Kategori 4 1,085 1,036 1,05 0,295 -0,945
Air minum aman -0,659 0,454 -1,45 0,147 -1,549
Sanitasi aman -0,164 0,260 -0,63 0,527 -0,675
Cons_ 0,963 2,862 0,34 0,736 -4,647
Gizi Kurang
Pendapatan keluarga -0,176 0,071 -2,47 0,014 -0,317
Pendidikan ibu -0,029 0,011 -2,64 0,008 -0,051
Dummy perkotaan -0110 0,096 -1,14 0,253 -0,299
Dummy laki-laki 0,212 0,093 2,29 0,022 0,030
Keragaman makanan
Kategori 1 -0,220 0,388 -0,57 0,571 -0,982
Kategori 2 -0,186 0,371 -0,50 0,616 -0,915
Kategori 3 -0,052 0,373 -0,14 0,889 -0,785
Kategori 4 -0,327 0,394 -0,83 0,407 -1,101
Air minum aman -0,594 0,209 -2,83 0,005 -1,005
Sanitasi aman -0,070 0,107 -0,66 0,510 -0,280
Cons_ 1,676 1,102 1,52 0,129 -0,485
Gizi Lebih
Pendapatan keluarga 0,460 0,078 5,88 0,000 0,307
Pendidikan ibu 0,044 0,014 3,15 0,002 0,016
Dummy perkotaan 0,374 0,129 2,89 0,004 0,120
Dummy laki-laki 0,151 0,115 1,31 0,189 -0,074
Keragaman makanan
Kategori 1 -0,081 0,469 -0,17 0,861 -1,001
Kategori 2 -0,603 0,452 -1,33 0,182 -1,489
Kategori 3 -0,681 0,456 -1,49 0,135 -1,576
Kategori 4 0,230 0,461 0,50 0,618 -0,673
Air minum aman 1,076 0,720 1,49 0,135 -0,336
Sanitasi aman 0,530 0,175 3,02 0,003 0,186
Cons_ -11,149 1,401 -795 0,000 -13,896
Number of observation 4.670
LR chi (18) 251,19
Prob > chi2 0,0000
Pseudo R2 0,0387
Log likelihood -3116,2038
Sumber: Data Sekunder IFLS, 2014

kinan balita akan mengalami gizi lebih sebesar but menerangkan bahwa balita yang tinggal di
4,4%.10,11,12 wilayah perkotaan akan mengurangi kemung-
Sedangkan pada status gizi buruk menun- kinan memiliki gizi buruk, walaupun tidak se-
jukkan bahwa koefisien dummy perkotaan se- cara signifikan. Balita yang tinggal di wilayah
besar (-0,319) dengan P>|z|0,197. Hal terse- perkotaan akan 38% mengurangi kemungkinan

372
JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4, Desember 2019

balita mengalami gizi buruk dibandingkan de- si makanan kategori 1, 2, dan 3 (makan sedikit-
ngan balita yang tinggal di wilayah pedesaan. nya 1, 2, dan 3 komponen setiap hari) akan men-
Berikutnya pada status gizi kurang menunjuk- gurangi peluang memiliki gizi buruk dibanding-
kan bahwa koefisien dummy perkotaan sebe- kan balita pada kategori 0 (tidak makan semua
sar (-0,110) dengan P>|z|0,253. Hal tersebut komponen setiap hari), walaupun tidak secara
menerangkan bahwa balita yang tinggal di signifikan. Sedangkan balita yang mengonsumsi
wilayah perkotaan akan mengurangi kemung- makanan kategori 4 (makan sedikitnya 4 kom-
kinan memiliki gizi kurang, walaupun tidak se- ponen setiap hari) akan menambah peluang
cara siginifikan. Balita yang tinggal di wilayah memiliki gizi buruk dibandingkan balita pada
perkotaan akan 14% mengurangi kemungkinan kategori 0 (tidak makan semua komponen se-
balita mengalami gizi kurang dibandingkan tiap hari), tetapi tidak secara siginifikan. Beri-
dengan balita yang tinggal di wilayah pedesaan. kutnya pada status gizi kurang, balita yang
Selanjutnya, pada status gizi lebih menun- mengonsumsi makanan kategori 1, 2, 3, dan 4
jukkan bahwa koefisen dummy perkotaan sebe- (makan sedikitnya 1, 2, 3, 4 komponen setiap
sar 0,374 dengan P>|z|0,004. Hal tersebut mene- hari) akan mengurangi peluang memiliki gizi
rangkan bahwa balita yang tinggal di wilayah kurang dibandingkan balita pada kategori 0 (ti-
perkotaan akan meningkatkan kemungkinan dak makan semua komponen setiap hari).
memiliki gizi lebih secara signifikan. Balita yang Sedangkan pada status gizi lebih, balita
tinggal di wilayah perkotaan akan 37% memili- yang mengonsumsi makanan kategori 1, 2, 3,
ki kemungkin gizi lebih secara signifikan diban- dan 4 (makan sedikitnya 1, 2, 3, komponen seti-
dingkan dengan balita yang tinggal di wilayah ap hari) akan mengurangi peluang memiliki gizi
pedesaan.15,16,17 lebih dibandingkan balita pada kategori 0 (tidak
Penelitian ini juga menemukan bahwa makan semua komponen setiap hari). Namun,
koefisien dummy laki-laki pada status gizi bu- apabila balita mengonsumsi makanan kategori
ruk menunjukkan 0,246 dengan P>|z|0,302. Hal 4 (makan sedikitnya 4 komponen setiap hari)
tersebut berarti bahwa balita yang berjenis ke- akan menambah peluang 23% memiliki gizi
lamin laki-laki akan menambah kemungkinan lebih, walaupun tidak secara signifikan.20,21
memiliki gizi buruk, walaupun tidak secara signi- Air minum yang aman akan mengurangi
fikan. Balita yang berjenis kelamin laki-laki 65% peluang balita memiliki gizi buruk. Selanjut-
memiliki kemungkinan 24% berstatus gizi bu- nya, air minum yang aman akan mengurangi
ruk dibandingkan balita yang berjenis kelamin secara siginifikan peluang sebesar 59% balita
perempuan. Sedangkan pada status gizi kurang memiliki gizi kurang dibandingkan dengan bali-
menunjukkan bahwa koefisien dummy laki-laki ta yang mengkonsumsi air minum tidak aman.
sebesar 0,212 dengan P>|z|0,022. Hal tersebut Sedangkan pada status gizi lebih, air minum
berarti bahwa balita yang berjenis laki-laki akan yang aman akan meningkatkan peluang balita
menambah kemungkinan memiliki gizi kurang, memiliki gizi lebih, walaupun secara tidak sig-
walaupun tidak secara signifikan. Balita yang nifikan.22
berjenis kelamin laki-laki memiliki kemung- Penelitian ini juga menemukan bahwa, sa-
kinan 21% berstatus gizi kurang dibandingkan nitasi yang aman akan mengurangi 16% pelua-
balita yang berjenis kelamin perempuan. ng balita memiliki gizi buruk dan 7% peluang
Berikutnya pada status gizi lebih menun- balita memiliki gizi kurang. Sedangkan pada sta-
jukkan bahwa koefisien dummy laki-laki sebesar tus gizi lebih, sanitasi yang aman akan mening-
0,151 dengan P>|z|0,189. Hal tersebut menun- katkan secara signifikan peluang sebesar 53%
jukkan bahwa balita yang berjenis kelamin la- balita memiliki gizi lebih, dibandingkan dengan
ki-laki memiliki 15% kemungkinan berstatus balita yang memiliki sanitasi tidak aman.22
gizi lebih dibandingkan dengan balita yang ber-
jenis kelamin perempuan. KESIMPULAN DAN SARAN
Sedangkan faktor keragaman makanan Berdasarkan pembahasan, dengan di-
pada status gizi buruk, balita yang mengonsum- asumsikan semua variabel lainnya dalam mo-

373
Fitria Nur Rahmawati : Pengaruh Karakteristik Rumah Tangga, Keragaman Makanan, Lingkungan Hidup Terhadap Status Gizi Balita

del tidak berubah atau konstan, sehingga dapat karta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2010.
disimpulkan bahwa balita dapat menurunkan 4. Khasanah, U. Hubungan Pola Asuh dan
peluang memiliki gizi buruk dan gizi kurang Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi
apabila balita tersebut tinggal dengan keluarga pada Anak Usia Sekolah di SD Negeri
yang berpendapatan tinggi, memiliki ibu yang Kelurahan Tugu Kota Depok. [Tesis]. De-
berpendidikan lebih lama, tinggal diwilayah pok: Universitas Indonesia; 2012.
perkotaan, mengonsumsi makanan yang bera- 5. Sutikno, E., & Al, E. Hubungan antara
gam,mengonsumsi air minum yang aman, dan- Fungsi Keluarga dan Kualitas Hidup. Jur-
memiliki akses terhadap sanitasi yang aman. nal Kedokteran Indonesia. 2011:2(1).
Berikutnya, dengan diasumsikan semua variabel 6. UNICEF. The State of the World’S Child-
lainnya dalam model tidak berubah atau kon- ren 1998 (Focus on Nutrition). New York:
stan, sehingga dapat disimpulkan bahwa balita Oxford University Press; 1998.
dapat meningkatkan peluang memiliki gizi lebih 7. Rakerkesnas Regional Barat. Kebijakan
apabila balita tersebut tinggal dengan keluarga Perencanaan Pembagunan Kesehatan
yang berpendapatan tinggi, memiliki ibu yang dan Gizi (RPJMN 2015-2019/Perpres No
berpendidikan lebih lama, tinggal diwilayah 2/2015). Batam: Kementerian PPN/ Bappe-
perkotaan, mengonsumsi makanan yang berag- nas; 2015.
am, mengonsumsi air minum yang aman, dan 8. UNICEF. Progress For Children Achieving
memiliki akses terhadap sanitasi yang aman. the MDGs with Equity. New York; 2010.
Penelitian ini juga menemukan bahwa, balita 9. Ananta, A., & Hatmadji, S. H. Mutu Modal
yang berjenis kelamin laki-laki menunjukkan Manusia: Suatu Analisis Pendahuluan. Ja-
lebih berpeluang mengalami gizi buruk, gizi ku- karta: LDE Universitas Indonesia; 1985.
rang, maupun gizi lebih dibandingkan dengan 10. Ulfani, D. H., Martianto, D., & Baliwati, Y.
balita yang berjenis kelamin perempuan. Terkait F. Faktor-Faktor Sosial Ekonomi dan Kese-
status gizi balita perlu adanya fokus peningka- hatan Masyarakat Kaitannya dengan Ma-
tan dan pendampingan gizi terutama terhadap salah Gizi Underweight, Stunted, dan
balita yang berjenis kelamin laki-laki, dengan Wasted di Indonesia : Pendekatan Ekologi
tanpa mengabaikan gizi balita perempuan. Se- Gizi. Journal of Nutrition and Food. 2011:
lanjutnya, perlu adanya upaya untuk meningkat- 6(1);59–65.
kan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat 11. Skoufias, E. Parental Education and child
melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Hal Nutrition in Indonesia. Bulletin of Indo-
tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan nesian Economic Studies. 1999:35(1);99–
pengetahuan ibu tentang gizi dapat dimulai dari 119.
penyuluhan tentang gizi di posyandu dan pus- 12. Indarti, Y. Hubungan Status Ekonomi Ke-
kesmas. Air minum yang aman dan sanitasi yang luarga dengan Status Gizi Balita di Keca-
aman penting untuk meningkatkan status gizi matan Ajung Kabupaten Jember Tahun
anak-anak. Sehingga, rumah tangga harus me- 2016. Jurnal Fenomena. 2016:15(1);149–
waspadai kebersihan air minum serta mening- 162.
katkan kebersihan lingkungan, yaitu dengan 13. Rahmariza, E., Tanziha, I., & Sukandar, D.
menjaga lingkungan air dan mengelola limbah Analisis Determinan Karakteristik Keluar-
rumah tangga dengan benar. ga dan Pemenuhan Hak Kesehatan Anak
serta Dampaknya terhadap Status Gizi. Jur-
DAFTAR PUSTAKA nal MKMI. 2016:12(3);153–160.
1. Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Ja- 14. Burhani, P. A., Oenzil, F., & Revilla, G. Ar-
karta: Buku Kedokteran EGC; 2012. tikel Penelitian Hubungan Tingkat Pengeta-
2. Notoatmodjo, S. Prinsip-Prinsip Dasar huan Ibu dan Tingkat Ekonomi Keluarga Ne-
Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rine- layan dengan Status Gizi Balita di Kelurahan
ka Cipta; 2003. Air Tawar Barat Kota Padang. Jurnal Keseha-
3. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Ja- tan Andalas. 2016:5(3);515–521.

374
JURNAL MKMI, Vol. 15 No. 4, Desember 2019

15. Sumarto, S., & Silva, I. De. (2015). Child tor of Food Security or Dietary Quality?
Malnutrition in Indonesia: Can Educa- a Review of Measurement Issues and Re-
tion, Sanitation and Healthcare Augment search Needs. Food Nutrition Bulletin.
the Role of Income?. MPRA Paper. 2015: 2003:24(2);231
66631;1–58. 23. Hidayat, T. S., & Fuada, N. Hubungan Sa-
16. Fatima, O. N. Comparative Study of Nu- nitasi Lingkungan, Morbiditas dan Status
tritional Status of Perkotaan and Pedesaan Gizi Balita di Indonesia. Penelitian Gizi
School Girl’s Children Khartoum State, Su- dan Makanan. 2011:34(2);104–113.
dan. in. Journal of Science and Technology. 24. Rachmi, C. N., Agho, K. E., Li, M., & Baur,
2011:12(December);60–68. L. A. Stunting, Underweight and Over-
17. Laus, M. F., Miranda, V. P. N., Almeida, S. weight in Children Aged 2.0–4.9 Years in
S., Costa, T. M. B., & Ferreira, M. E. C. Indonesia: Prevalence Trends and Associat-
Geographic Location, Sex and Nutrition- ed Risk Factors. Plos One. 2016:1–17.
al Status Play an Important Role in Body Available at: http://doi.org/10.1371/jour-
Image Concerns Among Brazilian Ado- nal.pone.015475.
lescents. Journal of Health Psychology. 25. RAND. The Indonesia Family Life Survey
2013:18(3);332–338. (IFLS). Available at: https://www.rand.org/
18. Md. Serajul Islam, Jakia Sultana Jothi, well-being/social-and-behavioral-policy/
Monirul Islam, O. H. Nutritional Status of data/FLS/IFLS.html.
Pedesaan and Perkotaan Under-Five Chil- 26. Strauss, J., Witoelar, F., & Sikoki, B.
dren in Tangail District, Bangladesh. Inter- (2016). The Fifth Wave of the Indonesia
national Journal of Innovation and Applied Family Life Survey : Overview and Field
Studie. 2014:8(2);841–848. Report. [Working Paper].2016;1(1). Avail-
19. Hanandita, W., & Tampubolon, G. The dou- able at: https://www.rand.org/content/
ble burden of malnutrition in Indonesia : So- dam/rand/pubs/working_papers/WR1100/
cial determinants and geographical varia- WR1143z1/RAND_WR1143z1.pdf.
tions. SSM-Population Health. 2015:1(De- 27. Gujarati, D. N., & Porter, D. C. Basic
sember);16–25. Econometrics (5th ed.). The McGraw-Hill
20. H, O. W. K., Raharjo, B. B., Nugroho, E., Series;2009.
& Hermawati, B. (2017). Sumber Daya Lo- 28. Field, A. Discovering Statistics using
kal Sebagai Dasar Perencanaan Program SPSS (2nd edition). London: Sage Publi-
Gizi Daerah Perkotaan. Jurnal MKMI. cations Ltd;2005. Available at: http://doi.
2017:13(1);1–11. org/10.1348/000709906X100611.
21. Sekiyama, M., Roosita, K., & Ryutaro, O. 29. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Snack Foods Consumption Contributes Keputusan Menteri Kesehatan Republik
to Poor Nutrition of Pedesaan Children in Indonesia Nomor :1995/MENKES/SK/
West Java, Indonesia. Asia Pacific Journal XII/2010 Tentang Standar Antropometri
Clinic Nutrition. 2012:21(4);558–567. Penilaian Status Gizi Anak; 2011.
22. Ruel, M. Is Dietary Diversity an Indica-

375
HASIL - tri mulya-7929-23190-4-
ED (2) publish
by Amel A

Submission date: 22-Jan-2020 11:12AM (UTC+0700)


Submission ID: 1244766767
File name: 7929-23190-4-ED_2_publish.docx (44.67K)
Word count: 4658
Character count: 29067
HASIL - tri mulya-7929-23190-4-ED (2) publish
ORIGINALITY REPORT

24 %
SIMILARITY INDEX
21%
INTERNET SOURCES
11%
PUBLICATIONS
11%
STUDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1
eprints.ums.ac.id
Internet Source 2%
2
aimos.ugm.ac.id
Internet Source 1%
3
doaj.org
Internet Source 1%
4
journal.unnes.ac.id
Internet Source 1%
5
researchdirect.uws.edu.au
Internet Source 1%
6
journals.sagepub.com
Internet Source 1%
7
www.beredskabsstyrelsen.dk
Internet Source 1%
8
repository.unair.ac.id
Internet Source 1%
9
journals.plos.org
Internet Source 1%
10
Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
1%
Student Paper

11
www.mdpi.com
Internet Source 1%
12
eprints.uny.ac.id
Internet Source 1%
13
ejournalhealth.com
Internet Source 1%
14
Fitri Yani Arbie, Rahma Labatjo. "Examining the
nutrition levels and stunting problem in
<1%
Indonesian children", AcTion: Aceh Nutrition
Journal, 2019
Publication

15
opac.say.ac.id
Internet Source <1%
16
repository.ipb.ac.id
Internet Source <1%
17
Submitted to International University of Japan
Student Paper <1%
18
Submitted to Sultan Agung Islamic University
Student Paper <1%
19
fkm.unsrat.ac.id
Internet Source <1%
20
D.I. Mansur, M.K. Haque, K. Sharma, D.K.
Mehta, R. Shakya. "A Study on Nutritional
<1%
Status of Rural School going Children in Kavre
District", Kathmandu University Medical Journal,
2017
Publication

21
Nur Hidayah, Wismalinda Rita, Betri Anita,
Fiana Podesta et al. "Hubungan pola asuh
<1%
dengan kejadian stunting (rekomendasi
pengendaliannya di Kabupaten Lebong)", Riset
Informasi Kesehatan, 2019
Publication

22
journal.ipb.ac.id
Internet Source <1%
23
Submitted to Imperial College of Science,
Technology and Medicine
<1%
Student Paper

24
www.osipp.osaka-u.ac.jp
Internet Source <1%
25
www.hrnk.org
Internet Source <1%
26
anzdoc.com
Internet Source <1%
27
ideas.repec.org
Internet Source <1%
28
Rodiah Rodiah, Nining Arini, Abdullah Syafei.
"Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi
<1%
(Kadarzi) terhadap Status Gizi Balita", Jurnal
Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2018
Publication

29
docplayer.info
Internet Source <1%
30
ojs.amikom.ac.id
Internet Source <1%
31
Cut Novianti Rachmi, Kingsley E. Agho, Mu Li,
Louise Alison Baur. "Stunting, Underweight and
<1%
Overweight in Children Aged 2.0–4.9 Years in
Indonesia: Prevalence Trends and Associated
Risk Factors", PLOS ONE, 2016
Publication

32
core.ac.uk
Internet Source <1%
33
sawmi.info
Internet Source <1%
34
www.savethechildren.ca
Internet Source <1%
35
repository.unhas.ac.id
Internet Source <1%
36
jurnal.umsu.ac.id
Internet Source <1%
37
vdocuments.site
Internet Source <1%
38
www.neliti.com
Internet Source <1%
39
jb2j.narensworld.com
Internet Source <1%
40
budiseptiawan.wordpress.com
Internet Source <1%
41
digilib.stikeskusumahusada.ac.id
Internet Source <1%
42
Submitted to Trisakti University
Student Paper <1%
43
hukum.studentjournal.ub.ac.id
Internet Source <1%
44
myblognila.blogspot.com
Internet Source <1%
45
penelitiankesmas.blogspot.com
Internet Source <1%
46
culas.blogspot.com
Internet Source <1%
47
dinkesriau.net
Internet Source <1%
48
www.tjf.forest.ku.ac.th
Internet Source <1%
49
repository.unimus.ac.id
Internet Source <1%
50
Submitted to Politeknik Negeri Jember
Student Paper <1%
51
ebooks.cambridge.org
Internet Source <1%
52
www.khasiatdaunsirsak.web.id
Internet Source <1%
53
id.123dok.com
Internet Source <1%
54
saripediatri.org
Internet Source <1%
55
digilib.unisayogya.ac.id
Internet Source <1%
56
jusni-sihombing.blogspot.com
Internet Source <1%
57
repository.ipb.ac.id:8080
Internet Source <1%
58
library.wur.nl
Internet Source <1%
59
Eko Wicaksono, Yuventus Effendi.
"DETERMINAN EFISIENSI NELAYAN DI
<1%
INDONESIA: SEBUAH ANALISIS
STOCHASTIC FRONTIER", Jurnal Sosial
Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 2019
Publication

60
Submitted to International Institute of Social
Studies - Erasmus University Rotterdam
<1%
Student Paper

61
Darapheak, Chau, Takehito Takano, Masashi
Kizuki, Keiko Nakamura, and Kaoruko Seino.
<1%
"Consumption of animal source foods and
dietary diversity reduce stunting in children in
Cambodia", International Archives of Medicine,
2013.
Publication

62
"Abstracts", Public Health Nutrition, 2013
Publication <1%

Exclude quotes Off Exclude matches Off


Exclude bibliography Off
HASIL - tri mulya-7929-23190-4-ED (2) publish
GRADEMARK REPORT

FINAL GRADE GENERAL COMMENTS

/0 Instructor

PAGE 1

PAGE 2

PAGE 3

PAGE 4

PAGE 5

PAGE 6

PAGE 7

PAGE 8

PAGE 9

PAGE 10

PAGE 11

PAGE 12
Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat Juli 2020,Vol 2 (5) 2020: 893‒900
ISSN 2721-897X

Peran Posyandu dalam Meningkatkan Kualitas Kesehatan


Ibu dan Anak di Desa Sukawening, Kabupaten Bogor

(The Role of Posyandu in Improving Mother and Child


Quality Health in Sukawening Village Communities, Bogor
District)
Nur Hafifah1*, Zaenal Abidin2
1
Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB
Darmaga, Bogor 16680
2
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam, Institut Pertanian Bogor,
Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680
*Penulis Korespondensi: hafifahnur141@gmail.com

ABSTRAK
Pembangunan kesehatan masyarakat desa merupakan kegiatan swadaya masyarakat yang
bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui perbaikan status kesehatan dan gizi.
Keberhasilan akan pelaksanaan pembangunan kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di desa Sukawening tidak bisa lepas dari berbagai
dukungan dan peran aktif yang dilakukan oleh seluruh masyarakat. Dalam hal ini peran yang besar
adalah peran Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang secara langsung berhadapan dengan berbagai
permasalahan kemasyarakatan termasuk masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Kajian
ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat Desa Sukawening terhadap program posyandu,
peran posyandu dalam meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak, dan posyandu sebagai pusat
kesehatan masyarakat. Penetapan prioritas permasalahan yang dikemukakan dalam kajian ini yakni
bagaimana peran kader posyandu Desa Sukawening dalam meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat khususnya ibu dan anak. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dan
observasi. Posyandu memiliki peranan penting dalam meningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak
melalui proses pelayanan kesehatan seperti melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi,
penanggulangan diare, dan KIA. Desa Sukawening khususnya RW 05 menunjukan bahwa program
Posyandu di dusun tersebut masih perlu dievaluasi. Hal ini digambarkan dengan adanya balita yang
masih mengalami gizi kurang.

Kata kunci: Desa Sukawening, kualitas kesehatan, pembangunan kesehatan, posyandu

ABSTRACT
Village community health development is a non-governmental activity aimed at improving the
quality of public health through improving the health and nutritional status. The success of the
implementation of public health development that aims to improve the quality of public health in
the village of Sukawening cannot be separated from the various supports and active roles carried out
by the entire community. In this case the big role is the role of the Integrated Service Post (Posyandu)
which is directly dealing with various social problems including health problems faced by the
community. This study aims to determine the perception of the Sukawening Village community on
the posyandu program, the role of the posyandu in improving the quality of maternal and child
health, and posyandu as a community health center. The prioritization of the problems raised in this
study is how the role of the Posyandu cadre in Sukawening Village in improving the quality of public
health, especially mothers and children. Data collection was obtained through interviews and
observations. Posyandu has an important role in improving the quality of maternal and child health

893
Vol 2 (5) 2020: 893–900 Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat

through health service processes such as carrying out family planning services, nutrition,
immunization, diarrhea prevention, and MCH. Sukawening village, especially RW 05, shows that
the Posyandu program in the hamlet still needs to be evaluated. This is illustrated by the presence of
toddlers who are still suffering from malnutrition.

Keywords: Sukawening village, quality of public health, public health developments, posyandu.

PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan hak azasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1 dan UU No 23 Tahun
1992) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan dan
ditingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh komponen bangsa, agar masyarakat
dapat menikmati hidup sehat, dan pada akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal. Hal ini perlu dilakukan, karena kesehatan bukanlah tanggung
jawab pemerintah saja, namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan
masyarakat, termasuk swasta (Departemen Kesehatan RI 2006).
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar (Kementerian Kesehatan RI 2012). Posyandu sebagai pusat
kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan melaksanakan pelayanan KB, gizi,
imunisasi, penanggulangan diare, dan KIA. Upaya keterpaduan pelayanan ini merupakan
salah satu cara untuk meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Berdasarkan hal tersebut, tujuan didirikannya Posyandu adalah untuk menurunkan angka
kematian bayi dan anak balita, angka kelahiran agar terwujud keluarga kecil bahagia dan
sejahtera. Dengan demikian Posyandu merupakan kegiatan kesehatan dasar yang
diselenggarakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas
kesehatan (Saepudin et al. 2012).
Pembangunan kesehatan masyarakat desa merupakan kegiatan swadaya masyarakat
yang bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat melalui perbaikan status
kesehatan dan gizi. Keberhasilan akan pelaksanaan pembangunan kesehatan masyarakat
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di desa Sukawening
tidak bisa lepas dari berbagai dukungan dan peran aktif yang dilakukan oleh seluruh
masyarakat. Dalam hal ini peran yang besar adalah peran Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) yang secara langsung berhadapan dengan berbagai permasalahan
kemasyarakatan termasuk masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat (Punikasari
2010).
Program Six Universities Initiative Japan-Indonesia (SUIJI) Service and Learning
(SLP) 2020 yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan dan Penelitian kepada
Masyarakat (LPPM) Institut Pertanian Bogor memberikan kesempatan bagi penulis untuk
melakukan pembelajaran langsung di Desa Sukawening. Fokus penulis dalam kegiatan ini
mengenai peran posyandu dalam meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak sebagai
acuan bagi masyarakat Desa Sukawening untuk lebih berperan aktif dalam
penyelenggaraan posyandu demi keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam bidang
kesehatan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat Desa Sukawening
terhadap program posyandu, peran posyandu dalam meningkatkan kualitas kesehatan ibu
dan anak, dan posyandu sebagai pusat kesehatan masyarakat. Manfaat dari hasil
penelitian ini adalah memperkaya referensi tentang peningkatan kualitas kesehatan ibu
dan anak di pedesaan melalui peran posyandu.

894
Vol 2 (5) 2020: 893–900 Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat

METODE PELAKSANAAN KEGIATAN


Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan 20 Februari sampai 03 Maret 2020, di Desa
Sukawening, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi metode kualitatif untuk mengkaji karakteristik masyarakat,
dan kebijakan pemerintahan desa mengenai posyandu. Pengumpulan data diperoleh
melalui wawancara dan observasi. Wawancara terpandu meliputi: masyarakat desa yang
terdiri dari dewasa muda dengan kelas umur 21-40 tahun sebanyak 10 orang, dewasa
menengah dengan kelas umur 41-60 tahun sebanyak 12 orang, dan tua dengan kelas umur
>60 tahun terdiri atas 2 orang yang memiliki peran sebagai pemerintah desa, bidan desa,
tokoh masyarakat dan para kader posyandu. Pengambilan data sekunder dilakukan
dengan cara studi pustaka (meliputi: sejarah Desa Sukawening, karakteristik masyarakat
Desa Sukawening serta kondisi fisik dan biologi Desa Sukawening).Teknik analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sejarah Desa Sukawening
Desa sukawening adalah salah satu desa yang sebelumnya termasuk bagian dari
Kecamatan Ciomas. Pada saat itu nama Desa Sukawening adalah Desa Cilubang.
Kemudian Desa Cilubang dilakukan pemekaran menjadi 2 desa, yaitu Desa Sukawening
dan Desa Sukadamai. Menurut cerita dari pendahulu dan berdasarkan data yang ada
sebelumnya, desa ini diberi nama Desa Sukawening karena pada saat itu masyarakat desa
cinta akan kebersihan. Kata sukawening adalah hasil penggabungan dua kata dari bahasa
sunda, yaitu suka yang berarti cinta dan wening yang berarti bersih. Sehingga bila dilakukan
penggabungan dari dua kata tersebut maka terbentuk satu kata baru yaitu sukawening
yang artinya cinta akan kebersihan. Makna bersih dalam kata wening tersebut bersifat
umum, artinya masyarakat desa ini sangat mencintai kebersihan (Profil Desa Sukawening
2018).

Karakteristik Masyarakat dan Fasilitas Kesehatan Desa Sukawening


Desa Sukawening merupakan salah satu desa di Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 1993 tanggal 26 Mei 1993.
Desa dengan luas 243.02 Ha ini memiliki jumlah penduduk sekitar 8539 jiwa yang terdiri
dari 4437 jiwa penduduk laki laki dan 4102 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk
yang berperan melakukan pekerjaan sebanyak 3112 jiwa atau 36.45% dari jumlah
penduduk desa (Istiyanti 2020). Sukawening bisa dikatakan sangat luas dan berpotensi
sebagai sumber penghasilan bagi sebagian besar masyarakat desa. Minoritasnya antara
lain sebagai karyawan swasta, berwirausaha, serta profesi lain yang menjadi bagian
terkecilnya.
Fasilitas kesehatan yang ada di Desa Sukawening terdiri atas 10 pos pelayanan terpadu
(Posyandu) untuk ibu dan balita, 3 pos pembinaan terpadu (Posbindu) untuk lansia, dan
1 pos pembantu kesehatan (Pospustu) untuk masyarakat desa yang berpusat di rumah
bidan desa. Posyandu biasanya terdapat di masing-masing RW, sekitar 1-2 posyandu.
Posyandu Desa Sukawening yaitu Posyandu Salada, Posyandu Bayam, Posyandu Saledri,
Posyandu Cesin 1, Posyandu Cesin 2, Posyandu Ketimun, Posyandu Buncis 1, Posyandu
Buncis 2, Posyandu Buncis 3, dan Posyandu Kubis. Posbindu berada di 3 RW yang
berbeda, yaitu kp. Sukabakti, kp. Cibeureum Kalong, dan kp. Cimaboran. Tenaga

895
Vol 2 (5) 2020: 893–900 Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat

kesehatan yang ada di Desa Sukawening berjumlah 3 orang, yaitu 1 orang bidan dan 2
orang perawat. Fasilitas kesehatan berupa puskesmas tidak terdapat di Desa Sukawening
melainkan merujuk ke Puskesmas Ciherang, Dramaga. Namun, fasilitas yang ada tersebut
belum mencukupi untuk peningkatan kualitas kesehatan. Desa Sukawening masih perlu
adanya fasilitas Puskesmas desa, klinik, serta tenaga kesehatan lain seperti dokter yang
khusus bertugas di Desa Sukawening.

Peran Posyandu dalam Meningkatkan Kualitas Kesehatan Masyarakat


Masyarakat Desa Sukawening pada umumnya mendukung dan siap dalam
melaksanakan program Posyandu yang telah menjadi program pemerintah. Namun,
untuk kelancaran pelaksanaan program Posyandu ini, banyak pihak yang harus terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagian besar masyarakat sudah ikut serta
dalam kegiatan program Posyandu. Adapun program Posyandu yang ada di Desa
Sukawening meliputi imunisasi, penimbangan balita, pemberian vitamin A untuk balita
setiap dua kali dalam setahun, pemberian mineral Fe untuk ibu hamil, pemberian oralit
untuk pemantauan tumbuh berat badan balita, pemberian makanan tambahan atau PMT
untuk bayi/balita yang underweight, gizi buruk, ataupun stunting, serta berbagai kegiatan
promotif dan preventif di posyandu. Program promotif dan preventif yang ada di
posyandu antara lain konsultasi kesehatan ibu dan balita, konsultasi gizi, penyuluhan KB,
penyuluhan sanitasi lingkungan, serta kelas ibu hamil yang dilaksanakan di 4 posyandu
berbeda setiap bulannya. Namun demikian, masih ada bagian masyarakat yang belum
secara penuh berperan serta dalam pelaksanaan program posyandu. Padahal tingkat
keberhasilan program Posyandu bergantung pada dukungan dan peran serta dari seluruh
lapisan masyarakat. Dengan kata lain, keberhasilan pelaksanaan program terpadu sangat
tergantung dari peran serta masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan Posyandu.
Tingkat ketercapaian tujuan program posyandu di Desa Sukawening masih perlu
diukur atau dievaluasi secara menyeluruh. Evaluasi program posyandu perlu dilihat dari
semua unsur seperti sumberdaya manusia, sarana, dan partisipasi masyarakatnya. Dalam
pencapaian tujuan kegiatan Posyandu selama ini banyak unsur yang menjadi
pendukungnya seperti tingkat pendidikan tenaga medis, partisipasi masyarakat,
keterlibatan kader Posyandu, tim penggerak PKK, serta komitmen pemerintahan desa dan
kabupaten. Semua elemen tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan program
posyandu.
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada masyarakat oleh petugas kesehatan bersama kadernya secara lengkap. Kegitan
pelayanan kesehatan yang diberikan secara rutin adalah pelayanan Keluarga Berencana,
kesehatan ibu dan anak, imunisasi, perbaikan gizi dan penanggulangan diare. Pelaksanaan
program posyandu ini memiliki pengaruh dan perubahan sosial yang sangat besar.
Perubahan sosial tersebut berupa perubahan cara pandang masyarakat mengenai
kesehatan, terutama kesehatan ibu dan anak, pemantauan tumbuh kembang anak, deteksi
penyakit sejak dini, dan masih banyak keuntungan lain yang menimbulkan perubahan
cara pandang masyarakat terhadap kesehatan. Salah satu perubahan yang paling besar
adalah perubahan cara pandang pengobatan dan kesehatan yang tadinya berifat
alternative berubah ke pengobatan dan kesehatan medis.
Kondisi ini menunjukan bahwa pengaruh program Posyandu ini cukup besar terhadap
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Hal ini dapat digambarkan dengan kualitas
kesehatan yang semakin baik (status gizi yang semakin baik, menurunya angka kematian
ibu dan bayi, keberhasilan program keluarga berencana, pertumbuhan balita yang
terkontrol, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga bertambah). Namun,
perubahan kualitas kesehatan yang terjadi belum begitu signifikan dengan tujuan

896
Vol 2 (5) 2020: 893–900 Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat

posyandu itu sendiri. Dari sisi kondisi kesehatan balita yang ada di RW 05, sejumlah 3
balita mengalami gizi kurang, tampaknya memerlukan perhatian yang khusus dari kader
posyandu agar tujuan pembangunan kesehatan melalui posyandu di Desa Sukawening
dapat tercapai. Faktor yang melatarbelakangi balita dapat mengalami kurang gizi ialah
faktor ekonomi yang mana daya beli keluarga tersebut terhadap makanan bergizi masih
rendah, faktor pengetahuan dimana kurangnya pengetahuan dan pemahaman orang tua
mengenai pola asuh gizi, serta faktor salah sasaran pemberian PMT yang seharusnya
dimakan oleh balita yang menderita gizi kurang, justru dimakan oleh ibunya lantaran
kurang tertarik nya si anak terhadap produk PMT berupa biskuit.
Tujuan utama pelayanan kesehatan posyandu adalah meningkatkan kesejateraan
sosial masyarakat. Kesejahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi,
kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat. Kesejahteraan masyarakat adalah ukuran tertentu
akan tingkat kebutuhan suatu kelompok di suatu tempat dimana dalam kondisi sejahtera.
Dengan demikian yang paling diharapkan dari pelaksanan program pelayanan posyandu
adalah terbentuknya masyarakat yang sejahtera, ditandai dengan kehidupan yang layak
dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup, pangan, sandang, papan, pendidikan,
kesehatan, rasa aman dan kesempatan memperoleh pekerjaan serta meningkatkan
pendapatan masyarakat.
Berdasarkan data dari lapangan tergambarkan peran program Posyandu bagi warga
Desa Sukawening adalah mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan seperti imunisasi, Keluarga Berencana, pemeriksaan kehamilan, penimbangan
balita, konsultasi gizi dan konsultasi kesehatan. Peningkatan kesejahteraan bagi
masyarakat pedesaan dalam arti terdapat sebuah kualitas hidup masyarakat yang semakin
baik. Namun, Desa Sukawening khususnya RW 05 menunjukan bahwa program
Posyandu di dusun tersebut masih perlu dievaluasi. Hal ini digambarkan dengan adanya
balita yang masih mengalami gizi kurang.
Dengan demikian belum terdapat sebuah kondisi peningkatan kualitas hidup
masyarakat Desa Sukawening. Dalam pandangan masyarakat, program Posyandu adalah
program rutin setiap bulan dalam rangka melakukan penimbangan balita untuk melihat
perkembangan balita. Pandangan ini masih terlalu sempit karena sebenarnya Posyandu
tidak hanya untuk pelaksanaan program penimbangan saja, melainkan sebagai pusat
pelayanan kesehatan terpadu. Selain itu, adanya Posyandu dapat memperluas wawasan
masyarakat tentang kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Kegiatan Posyandu Desa Sukawening


Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik) dan
untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit
misalnya campak, diare dan penyakit infeksi lain) (Kemenkes RI 2013). Cakupan
pemberian vitamin A pada anak di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 4% pada
tahun 2012, dengan cakupan pemberian vitamin A sebelumnya hanya 71,5% pada tahun
2007. Di Indonesia pemberian vitamin A diberikan dalam rangka mencegah kebutaan
pada anak, dengan pemberian dilakukan pada bulan Februari dan Agustus, dengan
rentang pemberian pada anak usia 659 bulan ( Fazria 2012). Di Provinsi Jawa Barat di
laporkan hanya 95,6% bayi yang mendapatkan vitamin A (Kemenkes RI 2013). Dinas
kesehatan kabupaten Bogor menargetkan balita usia 0-9 bulan mendapatkan vitamin A,
dengan cara membawa balita ke posyandu maupun pos pin (Gambar 1). Hasil evaluasi
Bulan Penimbangan Bayi (BPB) angka pencapaian tahun 2016 di Kecamatan Bogor
Tengah masih rendah (83,21%), hal tersebut tidak sesuai dengan target cakupan

897
Vol 2 (5) 2020: 893–900 Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat

pemberian vitamin A pada balita yang seharusnya seluruh balita (100%) sudah
mendapatkan vitamin A (Dinkes Kota Bogor 2016).

Gambar 1 Pemberian vitamin A pada balita di Posyandu Cesin 1

Selama ini monitoring pertumbuhan pada anak didominasi oleh berat badan dan tinggi
badan. Seringkali pertumbuhan lingkar kepala diabaikan, padahal pengukuran lingkar
kepala sangat penting untuk mendeteksi sejak dini gangguan pertumbuhan otak.
Pertumbuhan lingkar kepala yang lebih dari normal dapat menandakan adanya
hidrosefalus, hematoma subdural atau efusi, sedangkan pertumbuhan lingkar kepala di
bawah normal dapat mengakibatkan mikrosefal yang bisa menyebabkan gangguan
berhubungan dengan psikomotor dan kognitif. Jika pengukuran tunggal hasilnya berada
di luar garis normal, maka anak harus dievaluasi lebih lanjut lagi (Yu V 1997). Pengukuran
lingkar kepala dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pengukuran lingkar kepala bayi pada balita di Posyandu Cesin 1

Penyuluhan merupakan suatu kegiatan penambahan pengetahuan yang diperuntukkan


bagi individu, kelompok, maupun masyarakat melalui penyebaran pesan. Upaya yang
dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang stimulasi yaitu
dengan dilakukan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan berorientasi kepada
perubahan perilaku yang diharapkan yaitu perilaku sehat. Notoatmodjo (2007)
menegaskan peranan pendidikan kesehatan adalah melakukan intervensi faktor perilaku
individu sehingga perilaku individu, kelompok atau masyarakat sampai dengan nilai-nilai
kesehatan. Di Desa Sukawening terdapat 10 posyandu yang kegiatannya dilakukan
dilakukan setiap satu bulan sekali (Gambar 3). Kegiatan posyandu tidak hanya difokuskan

898
Vol 2 (5) 2020: 893–900 Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat

pada penimbangan saja. Selama ini terdapat kegiatan penyuluhan dari puskesmas
setempat tentang tumbuh kembang, PHBS, gizi, dan lainnya.

Gambar 3 Penyuluhan kesehatan kepada para ibu di Posyandu Cesin 1

SIMPULAN
Berdasarkan pada hasil kegiatan dapat disimpulkan bahwa, partisipasi masyarakat
pada program posyandu cukup tinggi. Posyandu memiliki peranan penting dalam
meningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak melalui proses pelayanan kesehatan. Peran
posyandu sebagai agen perubahan sosial. Perubahan sosial tersebut berupa perubahan cara
pandang masyarakat mengenai kesehatan, terutama kesehatan ibu dan anak, pemantauan
tumbuh kembang anak, deteksi penyakit sejak dini, dan masih banyak keuntungan lain
yang menimbulkan perubahan cara pandang masyarakat terhadap kesehatan. Salah satu
perubahan yang paling besar adalah perubahan cara pandang pengobatan dan kesehatan
yang tadinya bersifat alternative berubah ke pengobatan dan kesehatan medis. Desa
Sukawening khususnya RW 05 menunjukan bahwa program Posyandu di dusun tersebut
masih perlu dievaluasi. Hal ini digambarkan dengan adanya balita yang masih mengalami
gizi kurang.

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2006. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta (ID): Depkes RI.
Fazria JT. 2012. Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Vitamin A pada Balita di Polindes
[skripsi]. Surakarta(ID) : STIKes Kusuma Husada.
Istiyanti D. 2020. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Desa Wisata di
Desa Sukawening. Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat. 2(1): 53-62.
Kemenkes RI. 2012. Buku Saku Posyandu. Jakarta (ID): Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kemenkes RI. Jakarta
Kemenkes RI. 2013. Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013. Jakarta (ID): Kementrian
kesehatan RI.

899
Vol 2 (5) 2020: 893–900 Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Profil Desa Sukawening. 2018. Laporan Update Profil Desa Sukawening Tahun 2018. Bogor
(ID): Desa Sukawening.
Punikasari D. 2010. Peran posyandu dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat
di Dusun Karangwatu, Desa Pucungrejo, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang
[skripsi]. Yogyakarta(ID): Universitas Negeri Yogyakarta.
Saepudin E, Rizal E, Rusman A. 2017. Peran Posyandu Sebagai Pusat Informasi
Kesehatan Ibu dan Anak. Record and Library Journal. 3(2): 201-208.
Yu V, HE M. 1997. Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta(ID): Balai
Penerbit FK UI.

900
80

Pengaruh Pelatihan Pemberian MP ASI Kepada Ibu dengan Anak Baduta Di Kecamatan
Sukmajaya Kota Depok Terhadap Pengetahuan dan Perilaku Pemberian MP ASI

Firlia Ayu Arini 1 Nur Intania Sofianita2 Ibnu Malkan Bahrul Ilmi3
1,2,3
Program Studi S1 Ilmu Gizi Fikes UPN “Veteran” Jakarta
Abstrak
Prevalensi gizi kurang pada balita di Indonesia menurut RISKESDAS tahun 2013 adalah 19,6% dan
prevalensi stunting atau balita pendek sebesar 37,2% . Praktik pemberian makanan pada bayi dan
anak terutama di usia 0 – 23 bulan harus dilakukan secara benar dan tepat. Kesalahan pemberian
makanan di periode tersebut dapat mengakibatkan masalah gizi kurang dan balita pendek. Masalah
gizi pada bayi dan anak disebabkan karena pemberian ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
yang tidak tepat secara jumlah dan kualitasnya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis
pengaruh pelatihan pemberian MP-ASI terhadap pengetahuan dan perilaku ibu yang memiliki anak
di bawah dua tahun dalam pemberian MP-ASI yang nantinya akan berdampak pada status gizi anak.
Penelitian ini menggunakan desain studi kuasi eksperimental menggunakan kelompok kontrol
dengan pengambilan data menggunakan kuesioner dan wawancara mengenai pengetahuan dan
perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016.
Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan antara skor pengetahuan dan perilaku pemberian
MPASI pada sebelum dan sesudah penyuluhan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p:
< 0.05). Terdapat perbedaan skor pengetahuan yang signifikan setelah pemberian penyuluhan dan
pelatihan MP-ASI antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p:0.011) namun tidak terdapat
perbedaan skor perilaku antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol baik pada sebelum
maupun sesudah perlakuan. Peningkatan skor pengetahuan lebih baik pada kelompok yang diberikan
penyuluhan dengan Modul MP-ASI dan Pelatihan pembuatan MP-ASI.
Kata kunci: Pengetahuan dan Perilaku, MP-ASI

Effect of Training Complementary Feeding to Mother With Children under 2 years age Of
Knowledge And Behavior Giving complementary feeding in Sukmajaya Depok City

Abstract
Prevalence of wasting among children under five based on Basic Health Research in 2013 was
19,6% and stunting prevalence was 37,2%. Feeding practice particularly for children aged 6 to 23
months should be given in the right way. Failure in giving complementary feeding for children might
cause malnutrition and stunted. Problems in giving complementary feeding for children that might
cause malnutrition there were lack of quality and quantity. The purpose of this study was to analyze
the impact of complementary feeding practice workshop for mothers with children under two years
old towards mothers knowledge and practice in giving complementary feeding that would affect
children nutritional status. Design of this study was Quasi - experimental design with control group,
data were collected by structured questionnaire to measure knowledge and practice before and after
complementary feeding workshop. Study was started in November 2016. Result of the study showed
that there was significant difference in knowledge and practice score, before and after intervention,
both in intervention and control group (p: < 0.05).There was significant difference in knowledge
score between intervention and control group after intervention (p: 0.011) but there was no
significant difference in practice score , before and after intervention , between intervention and
control group. Score of knowledge was proven better in intervention group that had been educated
by module and complementary workshop.

Keywords: Mothers’ Knowledge and Practice, Complementary Feeding

Korespondensi: Firlia, Program Studi S1 Ilmu Gizi Fikes UPN “Veteran” Jakarta, Jl. RS. Fatmawati, Pondok Labu
Jakarta 12450, Mobile 081310753227, Email: firlianuryanto@hotmail.com

Arini dkk, Pengaruh Pelatihan Pemberian MP ASI Kepada Ibu dengan Anak Baduta
81

Pendahuluan jumlah balita usia 6 -24 bulan yang gizi


Makanan pendamping ASI (MP-ASI) kurang sebanyak 43%.
merupakan makanan atau minuman tambahan WHO merekomendasikan untuk
yang mengandung zat gizi dan diberikan mulai memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi
usia 6 -24 bulan untuk memenuhi kebutuhan berusia 6 bulan dan memberikan MP-ASI
gizi selain dari ASI. Setelah bayi berusia 6 sejak bayi berusia 6-24 bulan diteruskan
bulan, kebutuhan zat gizi makin bertambah dengan pemberian ASI sampai dengan usia 2
seiring dengan pertumbuhan dan tahun atau lebih. Standar ini
perkembangan bayi, sementara produksi ASI direkomnedasikan karena terbukti dapat
mulai menurun, karena itu bayi membutuhkan menurunkan angka kematian anak dan
makanan tambahan sebagai pendamping ASI. meningkatkan kualitas hidup ibu sesuai
Pemberian makanan tambahan yang tidak dengan Millenium Development Goals
tepat kualitas dan kuantitasnya dapat keempat dan kelima. Risiko kematian balita
menyebabkan gizi kurang yang berdampak yang diberikan ASI dan MP-ASI dengan baik
pada gangguan pertumbuhan dan dapat menurun sebsar 13%. Pemberian MP-
perkembangan apabila tidak segera diatasi ASI yang tepat mulai usia enam bulan akan
(Mutalib, 2014). mengurangi risiko malnutrisi (Retno, 2013).
Menurut laporan RISKESDAS 2013 Berdasarkan hasil Susenas 2002
balita gizi kurang di Indonesia tercatat sebesar (datanya terlalu lama) terdapat banyak ibu
19,6% dan masalah balita pendek yaitu yang memberi MP-ASI terlalu dini yaitu 23%
stunting sebesar 37,2%. Besaran prevalensi di pada usia 2 – 3 bulan seperti bubur, nasi dan
Jawa Barat untuk gizi kurang di wilayah Jawa pisang, sedangkan 69% memberikan MP-ASI
Barat masih di atas 15% dan angka stunting di pada usia 4 - 5 bulan. Sebuah penelitian oleh
atas 32%. Penelitian yang dilakukan oleh Irawati tahun 2007 di Pusat Pelatihan dan
Verawaty pada tahun 2010 di Desa Madandan pengembangan Gizi dan Makanan
Kecamatan Rantetayo Kabupaten Tana Toraja Departemen Kesehatan menunjukkan hasil
terdapat 19 anak (54,3%) yang mendapatkan bahwa lebih dari 50% bayi di Indonesia
MP – ASI kurang dari 6 bulan sedangkan mendapat MP-ASI pada usia kurang dari 1
status gizi bayi yang dihitung dengan Z-Score bulan. Menurut Susanty (2012) pemberian
menggunakan indeks BB/U, sebanyak (17,1%) MP-ASI terlalu dini dapat menimbulkan
berstatus gizi kurang. Pada penelitian Al Fajr gangguan pencernaan seperti diare, sebaliknya
tahun 2016 di Kecamatan Sukmajaya Depok jika diberikan terlambat maka bayi tidak
menunjukkan ibu yang memberikan MP-ASI terpenuhi gizinya dan akan mengalami
sebelum usia 6 bulan sebesar 73% dengan

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.13, No. 1, Januari 2017


82

kesulitan belajar mengunyah serta tidak pada anak usia 6-24 bulan disertai dengan
menyukai makanan padat (Mutalib, 2014). pendidikan kepada ibu berupa penyuluhan
Usia penyapihan 6-24 bulan merupakan yang dilakukan selama 2 minggu
usia yang sangat rawan karena pada usia ini menunjukkan perubahan status gizi yaitu
merupakan masa peralihan dari ASI ke peningkatan berat badan yang bermakna
pengganti ASI atau ke makanan sapihan. cukup baik sebesar 0,39 kg pada anak usia 6-
Pemberian MP-ASI yang tidak tepat dalam 11 bulan dan kenaikkan 0,49 kg pada
jumlah yang cukup baik dari segi kuantitas kelompok anak usia 12–24 bulan. Penyuluhan
maupun kualitas. akan mengakibatkan gizi mempunyai pengaruh terhadap pola pikir
gangguan pertumbuhan dan kurang gizi. Oleh dan tingkat kepedulian ibu untuk memberikan
karena itu, untuk mengatasi masalah kurang asupan makanan yang baik pada anaknya
gizi maka diperlukan perbaikan kuantitas dan (Chandradewi, 2012).
kualitas MP-ASI. Untuk memperoleh MP-ASI Dari Uraian di atas dapat disimpulkan
yang baik secara kuantitas dan kualitas maka bahwa pemberian MP-ASI yang tidak cukup
diperlukan peranan petugas kesehatan untuk gizi secara kualitas dan kuantitas berdampak
memberikan informasi tentang praktek terhadap malnutrisi yaitu gizi kurang dan
pemberian makanan yang baik untuk anak di terjadinya stunting terutama pada anak di
bawah usia 2 tahun kepada ibu, pengasuh, dan bawah usia 2 tahun. Bila tidak tertangani
keluarga. Hasil penelitian Aminah (2008) di secara dini maka anak yang mengalami
Bogor menunjukkan ada perbedaan yang malnutrisi tersebut menjadi sumber daya
bermakna terhadap perubahan tumbuh manusia yang produktivitasnya rendah dan
kembang anak setelah mendapatkan berisiko mengalami penyakit tidak menular.
penyuluhan dan simulasi MP-ASI selama 2 Peran petugas kesehatan dalam memberikan
bulan (Chandradewi, 2012). penyuluhan MP-ASI terbukti dapat
Sebuah penelitian oleh Bassichhetto dan meningkatkan pola pikir dan tingkat
Rea tahun 2008 mengevaluasi mengenai kepedulian ibu untuk memberikan asupan
efektivitas pelatihan Pemberian Makanan Bayi makanan yang baik,namun perlu ditambahkan
dan Anak terhadap perubahan pengetahuan, praktik cara pembuatan MP-ASI supaya
sikap dan praktik tenaga kesehatan termasuk perilaku pemberian MP-ASI menjadi tepat
dokter dan ahli gizi. Hasilnya menunjukkan secara jumlah dan jenisnya. Di Kecamatan
adanya peningkatan pengetahuan yang Sukmajaya jumlah ibu yang memberikan MP-
signifikan setelah pelatihan PMBA tersebut ASI secara dini sebanyak 73% dengan
(Retno, 2013). Pada penelitian Mardiah kejadian gizi kurang sebesar 43%. Hasil
(2002) berupa intervensi pemberian MP-ASI penelitian Al Fajr menunjukkan terdapat

Arini dkk, Pengaruh Pelatihan Pemberian MP ASI Kepada Ibu dengan Anak Baduta
83

hubungan antara perilaku ibu dalam memungkinkan peneliti melihat perubahan-


pemberian MP-ASI dengan status gizi bayi perubahan yang telah terjadi setelah adanya
usia 6-23 bulan (p=0,004). Oleh karena itu intervensi/program (Hasan, 2004).
peneliti akan menganalisis pengaruh pelatihan Penelitian dilakukan untuk mengetahui
pemberian MP-ASI kepada Ibu dengan Baduta perbedaan pengetahuan dan perilaku sebelum
terhadap pengetahuan dan perilaku pemberian dan sesudah dilakukan Pelatihan MP-ASI
MP-ASI. kepada ibu dengan anak Baduta di Kecamatan
Di latar belakang tidak dijelaskan Sukmajaya Kota Depok. Penelitian ini juga
perbedaan metode yang digunakan bertujuan untuk membandingkan pengetahuan
dibandingkan penelitian terdahulu. Value yg dan perilaku pemberian MP-ASI pada
berbeda apa dari pelatihan yg akan kelompok kontrol yaitu Ibu yang tidak
diberikan?shg terkesan mengulang penelitian mendapatkan Pelatihan MP-ASI. Dengan
yang sama demikian teridentifikasi adanya pengaruh
Metode Pelatihan MP-ASI terhadap pengetahuan dan
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 perilaku pemberian MP-ASI. Hal ini sesuai
bulan mulai dari bulan September 2016 dengan pendapat Sugiyono (2009) bahwa pada
sampai Oktober 2016 dijustifikasi kenapa penelitian Quasi experimental dapat
peatihannya diberikan dalam kurun waktu digunakan untuk membuktikan pengaruh suatu
tersebut?. Pelatihan dilakukan di Posyandu intervensi/perlakuan pada subyek dan
dan Puskesmas UPT Kecamatan Sukmajaya mengukur hasil (efek) intervensi tersebut.
Depok, serta Laboratorium Kuliner UPNVJ. Desain penelitian pre and post test with
Bahan Pelatihan ini menggunakan Modul dan control group dapat dilihat pada skema berikut
paket bahan pembuatan MP-ASI yang :
dipersiapkan oleh peneliti, Untuk peralatan Metode kuasi eksperimental nya
memasak menggunakan lab UPNVJ dan dijelaskan lebih rinci. Dijelaskan step-step
peralatan memasak yang tersedia di Posyandu pelatihan yang diberikan kepada ibu. Modul
dan Puskesmas. Pada penelitian ini digunakan MP ASI nya berisi materi apa saja. Diberikan
desain penelitian yaitu Quasi experimental pre dalam rentang waktu berapa lama setiap
and post test with control group” dengan materi. Jumlah dan cara pemilihan sampel
intervensi pelatihan MP-ASI menggunakan untuk kelompok intervensi dan kelompok
MODUL MP-ASI. Rancangan ini terdapat kontrol belum begitu jelas di bagian metode
kelompok kontrol (pembanding) ini.

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.13, No. 1, Januari 2017


84

Skema 1. Desain Penelitian pre and post test with control group

Pre test Intervensi Post test

X1

X2

Keterangan:

X1 : Intervensi Kelompok Penyuluhan dan 04: Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam
Pelatihan MP-ASI Pemberian MP-ASI pada kelompok kontrol
X2: Penyuluhan MP-ASI tanpa Pelatihan Teknik pengambilan sampel dalam penelitian
01 : Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam ini menggunakan purposive sampling.
Pemberian MP-ASI sebelum Pelatihan PErhitungan sampel dengan rumus uji estimasi
02 : Pengetahuan dan Perilak Ibu dalam rata-rata mendapatkn hasil sampel untuk diuji
Pemberian MP-ASI sesudah Pelatihan beda sebelum dan sesudah perlakuan sebanyak
03: Pengetahuan dan Perilaku Ibu dalam 22 untuk kelompok intervensi dan 22 untuk
Pemberian MP-ASI pada kelompok kontrol kelompok kontrol.
Hasil Penelitian ratanya 13.14 bulan + 4.98. Status gizi
Responden dalam penelitian ini berdasarkan BB/U anak pada seluruh
berjumlah 42 ibu dengan anak baduta yang responden menunjukkan rata-rata -0,36 +
terdiri atas 23 ibu pada kelompok intervensi 1.203 dengan nilai minimum – 3.22 ( gizi
dan 19 ibu pada kelompok kontrol. Jenis kurang ) dan nilai maksimum 2.26 (gizi lebih).
kelamin anak sebagian besar adalah Distribusi Karakteristik Ibu dan Anak
perempuan (57,1%). Rata-rata umur ibu selengkapnya terdapat pada Tabel 1
adalah 30.05 + 6.81 dan umur anak rata-

Arini dkk, Pengaruh Pelatihan Pemberian MP ASI Kepada Ibu dengan Anak Baduta
85

Tabel 5.1. Deskripsi Karakteristik Responden


Karakteristik Responden Kelompok Perlakuan(n = 23) Kelompok kontrol (n= 19)
N % n %
Pendidikan terakhir
- Tamat SD 0 0 5 26.3
- Tamat SLTP 3 13 5 26.3
- Tamat SLTA 18 78.4 9 47.4
-Pendidikan Tinggi 2 8.6 0 0

Pendapatan
- < Rp. 1juta 1 4.3 5 26.3
- 1 – 5 juta 20 87 13 68.4
- > 5 Juta 2 8.7 1 5.3

Pekerjaan :
Tidak Bekerja 21 91.3 18 94.7
Bekerja 2 8.7 1 5.3

Sebagian besar responden memiliki pada kelompok control (94.7%). Menurut Ezzat
pendidikan terakhir tamat SLTA yaitu 78.4% pada (2007) faktor yang berhubungan terhadap
kelompok perlakuan dan 47.4% pada kelompok pemberian MP-ASI, sumber informasi terkait MP-
kontrol. Pendapatan keluarga per bulan pada ASI salah satunya adalah tingkat pendidikan ibu.
responden yang paling banyak adalah berkisar Sejalan dengan Ezzat, penelitian Liaqat pada 2006
antara 1 sampai 5 juta rupiah yaitu 87% pada juga membuktikan bahwa pendidikan ibu memiliki
kelompok perlakuan dan 68,4% pada kelompok hubungan positif terhadap status gizi anak yang
control. Hampir semua responden tidak bekerja diberikan MP-ASI dan pengenalan MP-ASI pada
baik pada kelompok perlakuan (91.3%) maupun usia anak di atas 6 bulan.

Tabel 5.2 Perubahan Parameter Pengetahuan dan Perilaku Ibu Sebelum dan Sesudah Pelatihan MP-
ASI Pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol

Variabel Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol P


Min Maks Rerata ± SD Min Maks Rerata ± SD
Pengetahuan
 Sebelum 10 100 78,7 ± 4.28 40 100 71.58±16.1 0.088b
 Setelah 40 100 90 ± 2.74 70 100 84.21±8.38 0.011b*
 ∆ skor pengetahuan 0 40 11.3 ± 12.9 0 40 12.63 ±13.27 0.721b
P
p=0.001 a p=0.002 a
Perilaku
 Sebelum 50 100 70.43±3.23 50 80 68.42±9.58 0.696b
 Setelah 50 100 75 ±2.80 60 90 74.74±9.05 0.948b
 ∆ skor perilaku -10 30 4.78 ±10.39 -20 20 6.32±10.17 0.413b
P
p=0.038 a p=0.028 a
Keterangan : a: paired test wilcoxon b:independent test mann whitney

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.13, No. 1, Januari 2017


86

Pada kelompok perlakuan dan kontrol, penyuluhan MP-ASI antara kelompok


rerata pengetahuan sebelum pemberian perlakuan dan kelompok kontrol (p>0.05). Hal
penyuluhan MP-ASI tidak terdapat perbedaan ini dikarenakan pengambilan data dilakukan
bermakna (p= 0.088), sebelum perlakuan, tepat setelah pemberian intervensi sehingga
keduanya belum mencapai skor 80, namun dampaknya terhadap perbedaan skor perilaku
setelah pemberian pelatihan dan modul,hasil pada kedua kelompok tersebut tidak ada.
analisis statistik menunjukkan bahwa pada Sedangkan hasil uji statistik untuk perbedaan
kelompok perlakuan, rerata pengetahuan rerata perubahan atau selisih skor pengetahuan
meningkat secara signifikan (p=0.001), begitu dan perilaku pada kelompok perlakuan dan
juga pada kelompok kontrol yang diberikan kelompok kontrol menunjukkan tidak ada
penyuluhan MP-ASI namun tidak diberikan perbedaan perubahan skor pengetahuan dan
pelatihan pembuatan MP-ASI, pengetahuan perilaku (p = 0.721; p = 0.413).
meningkat secara signifikan namun nilai Hasil penelitian ini sejalan dengan
reratanya lebih rendah dari kelompok penelitian oleh Manikyamba et al (2015)
perlakuan (p=0.002). tentang pengaruh pemberian edukasi gizi pada
Hasil analisis statistik menunjukkan pengetahuan ibu terhadap pemberian MP-ASI.
bahwa antara kelompok perlakuan dan Dalam penelitian tersebut,uji statistik
kelompok kontrol terdapat perbedaan rerata menunjukkan perubahan signifikan pada
skor pengetahuan yang signifikan dengan hasil pengetahuan ibu tentang MP-ASI setelah
lebih baik pada kelompok perlakuan diberikan edukasi gizi. Perbaikan tersebut
(p=0.011). Hal ini membuktikan bahwa meliputi pengetahuan MP-ASI terkait
pemberian penyuluhan dengan Modul MP- frekuensi dan kuantitas pemberian MP-ASI.
ASI ditambah dengan praktik pembuatan MP- Sejalan dengan penelitian Manikyamba
ASI lebih efektif untuk meningkatkan et al, penelitian oleh Hestuningtyas (2013)
pengetahuan ibu mengenai pemberian MP-ASI tentang pengaruh konseling gizi terhadap
yang seimbang pada anak dibandingkan pengetahuan sikap dan perilaku ibu dalam
dengan yang hanya diberi penyuluhan pemberian makan anak dan asupan zat gizi
menggunakan Modul MP-ASI. pada anak stunting di Semarang menunjukkan
Hasil rerata skor Perilaku pemberian perbedaan yang bermakna pada pengetahuan
MP-ASI pada kelompok perlakuan dan MP-ASI ibu, pada kelompok dengan
kelompok kontrol menunjukkan perubahan perlakuan dan kontrol, akan tetapi untuk
signifikan (p=0.038; p= 0.028), namun kelompok yang diberikan konseling gizi
peningkatan skor perilaku pada dua kelompok terdapat perbedaan bermakna dalam hal
tersebut belum mencapai skor 80 atau pengetahuan, sikap, dan praktik pemberian
menjawab minimal 80% pernyataan perilaku MP-ASI sementara pada kelompok kontrol
secara benar. Hasil uji statistik menunjukkan hanya terdapat perbedaan pada pengetahuan
tidak ada perbedaan rerata skor perilaku saja. Pada penelitian di Karachi, Pakistan oleh
pemberian MP-ASI sebelum dan sesudah Saleem et al (2014) mengenai pengaruh

Arini dkk, Pengaruh Pelatihan Pemberian MP ASI Kepada Ibu dengan Anak Baduta
87

edukasi gizi pada ibu tentang MP-ASIterhadap 5. Dewi, dkk. 2010. Hubungan Pola
status gizi anak, yang dilakukan selama 30 Pemberian Makanan Pendamping Asi
minggu, memberikan dampak positif pada (MP-ASI) Dengan Status Gizi Pada
penambahan berat badan, tinggi badan dan Balita Usia 6-12 Bulan Di Desa Kaliori
lingkar lengan atas, serta menurunkan
Kecamatan Kalibagor Kabupaten
prevalensi stunting dan gizi kurang sebesar
Banyuma. YLPP Purwokerto : Jurnal
10% pada kelompok yang diberikan edukasi
6. Ehok, dkk. 2015. Hubungan Tingkat
tersebut. Jika pengetahuan dan perilaku ibu
tentang pemberian MP-ASI baik, maka akan Pengetahuan Ibu Tentang Makanan
berdampak positif terhadap status gizi anak Pendamping Air Susu Ibu Terhadap
sehingga dapat mencegah terjadinya malnutrisi Status Gizi Bayi Usia 6-12 Bulan Di
dengan pemberian MP-ASI yang seimbang, Wilayah Kerja Puskesmas Pakis.
mencukupi kebutuhan gizi anak.
Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya : Skripsi
Daftar Pustaka
7. Ezzat, Sally. 2007. Factors Affecting
1. [ASDI, IDAI, PERSAGI]. Asosiasi
Complementary Feeding Pattern in
Dietisien Indonesia, Ikatan Ahli Gizi
Alexandria. Bulletin of High Institute of
Indonesia, Persatuan Ahli Gizi
Public Health, Vo. 37 No. 4
Indonesia. 2015. Penuntun Diet Anak.
8. Hestuningtyas, T.R.2013.Pengaruh
Jakarta : FKUI
Konseling Gizi terhadap pengetahuan,
2. Chandradewi, dkk. 2012. Pengaruh
sikap,praktik ibu dalam pemberian
Penyuluhan Gizi terhadapa Pola
makan anak dan asupan zat gizi anak
Pemberian MP-ASI, Berat badan, Status
stunting usia 1 -2 tahun di kecamatan
gizi Anak usia 6 – 24 bulan di Kelurahan
Semarang Timur. Semarang: Fakultas
Selagalas Kota Mataram. Jurnal
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Kesehatan Prima Vol. 6 No. 1 Februari
Artikel Penelitian.
2012 hal. 849 - 859
9. Jumyati, 2016. Nutrition Education
3. [Depkes RI], Departemen Kesehatan RI.
Improves Mother’s Knowledge and
Pedoman Pemberian Makanan
Attitude in the provision of
Pendamping ASI MP-ASI), Dirjen Bina
Complementary Foods. International
Kesehatan Masyarakat, Departemen
Conference on Health and Well Being
Kesehatan, Jakarta. 2004
2016. Articles.
4. [Depkes RI]. Departemen Kesehatan RI.
10. Kusumasari, dkk. 2013. Hubungan
2000. Makanan Pendamping Air Susu
Pengetahuan Ibu Tentang Makanan
Ibu. Jakarta
Pendamping ASI Dengan Status Gizi

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.13, No. 1, Januari 2017


88

Bayi Pada Anak Di Wilayah Kerja Keterampilan, dan Motivasi Bidan Desa.
Puskesmas Juwiring Klaten. Klaten : Jurnal DIKESA Januari 2013 hal. 1 -20.
Jurnal 18. [RISKESDAS]. Riset Kesehatan Dasar.
11. Kolifah, dkk. 2014. Pengaruh Perilaku 2013. Kesehatan Anak dan Status
Ibu Dalam Memberikan Makanan Gizi.Badan Penelitian Dan
Pendamping ASI Terhadap Status Gizi Pengembangan Kesehatan Kementrian
Bayi Usia 7-12 Bulan. Jombang : Jurnal Kesehatan RI.
12. Manikyamba et al. 2015.Impact of 19. Patil et al. 2016. Study of
Nutritional Education on the Knowledge Complementary Feeding Practices in
of Mothers regarding Infant and Young Mothers of Infantas aged 6-12 months.
Child Feeding Practices. Scholars International Journal of Pediatric
Journal of Applied Medical Sciences Research. Vol.3. ISSN 2349-5499.
(SJAMS) 2015: 3 (34):1074-1078. ISSN 20. Rochimawati, Siti Nur et al.2013. Studi
2347-954X. Pemberian MP-ASI Dini dan Status Gizi
13. Notoatmodjo. S. 2012. Metodologi Bayi Umur 0 -6 Bulan di Kelurahan
Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Botang Kecamatan Makale Kabupaten
Jakarta Tana Toraja. Media Gizi dan Pangan
14. Prihati, dkk. 2009. Hubungan Vol.XV Edisi I 2013.
Pengentahuan Ibu Tentang Makanan 21. Riwidikdo, H. 2012. Statistik Kesehatan.
Pendamping ASI (MP-ASI) Dengan Yogyakarta. Nuha Medika
Status Gizi Balita Usia 6-23 Bulan Di 22. Sakti. 2013. Hubungan Pola Pemberian
Desa Parangjoro Kabupaten Sukoharjo. Mp-Asi Dengan Status Gizi Anak Usia
Poltekes Kemenkes Surakarta : Jurnal 6-23 Bulan Di Wilayah Pesisir
15. Priyoto. 2015. Perubahan Dalam Kecamatan Tallo Kota Makassar Tahun
Perilaku Kesehatan (Teori Lawrence 2013. Makassar. Jurnal
Green). Yogyakarta : Graha Ilmu 23. Saleem et al. 2014. Impact of Maternal
16. Rakhmawati. 2012. Hubungan Education about Complementary
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Feeding on Their Infants. Nutritional
Perilaku Ibu Dalam Pemberian Outcomes in low – middle Income
Makanan Anak Usia 12-24 Bulan. Households: a community based
Universitas Diponegoro : Artikel randomized interventional study in
17. Retno, A.S.,et al.2013. Pengaruh Karachi, Pakistan. Helath Population
Pemberian Makanan Pada Bayi dan Nutritition, 2014, ISSN: 16060997.
Anak terhadap Pengetahuan,

Arini dkk, Pengaruh Pelatihan Pemberian MP ASI Kepada Ibu dengan Anak Baduta
89

24. Sari. 2005. Hubungan Pengetahuan Dan 29. Syofiah. 2013. Faktor-Faktor Yang
Sikap Ibu Terhadap Perilaku Pemberian Mempengaruhi Kejadian Gizi Kurang
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Pada Balita Di Wilayah Kerja
Pada Bayi 6-12 Bulan Di Puskesmas Puskesmas Air Dingin Kota Padang.
Cimahi Selatan Kota Cimahi. FKM UI. Padang Jurnal
Skripsi 30. Taufiqurrahman, dkk 2012. Hubungan
25. Saryono. 2011. Metodologi Penelitian. Antara Pendidikan Dan Pengetahuan
Mitra Cendikia Press. Jogjakarta Ibu Balita Dengan Pola Pemberian MP-
26. Setianingsih. 2013. Hubungan Perilaku ASI Pada Anak Usia 6-24 Bulan Di
Ibu Dalam Pemberian MP-ASI Dengan Kelurahan Karang Baru Selaparang,
Status Gizi Anak Usia 6-24 Bulan Di Mataram Nusa Tenggara Barat. Nusa
Posyandu Kelurahan Wirobrajan Tenggara Barat : Jurnal
Yogyakarta. Yogyakarta : Jurnal 31. Wargiana. 2013. Hubungan Pemberian
27. Septiana, dkk. 2009. Hubungan Antara MP-ASI Dini Dengan Status Gizi Bayi
Pola Pemberian Makanan Pendamping Umur 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja
ASI (MP-ASI) Dan Status Gizi Balita Puskesmas Rowotengah Kabupaten
Usia 0-24 Bulan Di Wilayah Kerja Jember. Universitas Jember : Skripsi
Puskesmas Gedong Tengen Yogyakarta.
Yogyakarta : Jurnal
28. Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar
Bakri, dan Ibnu Fajar. 2002. Penilaian
Status Gizi. Jakarta : EGC

Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.13, No. 1, Januari 2017


MASALAH KESEHATAN IBU DAN ANAK PADA PERNIKAHAN USIA DINI
DI BEBERAPA ETNIS INDONESIA: DAMPAK DAN PENCEGAHANNYA
Maternal and Child Health Problems in Early Age Marriage at Several
Ethnic Indonesia: The Impact and Prevention

Herti Windya Puspasari dan Indah Pawitaningtyas


Pulitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan – Badan Litbang Kesehatan

Naskah masuk: 14 Agustus 2020 Perbaikan: 30 Oktober 2020 Layak terbit: 26 November 2020
https://doi.org/10.22435/hsr.v23i4.3672

ABSTRAK
Dampak negatif dari pernikahan dini di Indonesia adalah risiko kematian ibu dan bayi sebesar 30%, 56% remaja
perempuan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan hanya 5,6% remaja dengan pernikahan dini yang masih
melanjutkan sekolah setelah kawin. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dampak pernikahan usia dini
terhadap kesehatan ibu dan anak di beberapa etnis di Indonesia serta pencegahannya. Artikel dibuat berdasarkan analisis
lanjut dan kajian literatur dari buku seri riset etnografi Pusat Penelitian dan Pengembangan Humaniora dan Manajemen
Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan. Kasus pernikahan dini masih banyak terjadi di berbagai etnis di Indonesia dan
menyumbang angka kematian dan kesakitan bagi Ibu dan Anak. Dampak pernikahan dini terhadap kesehatan ibu dan
anak antara lain, terjadinya keguguran, kelahiran premature, perdarahan hingga kematian ibu. Sebaiknya remaja memiliki
pengetahuan mengenai pentingnya kesehatan reproduksi dan mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi yang benar
dan layak dari sumber yang terpercaya. Perlu peran pemerintah untuk memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi
dan kegiatan-kegiatan yang positif untuk menghindari pernikahan dini. Edukasi tersebut khususnya untuk masyarakat di
daerah yang memiliki angka pernikahan dini yang cukup tinggi.

Kata Kunci: Pernikahan Dini, Remaja, Kesehatan Ibu dan Anak

ABSTRACT
The negative impact of early age marriage in Indonesia is the risk maternal and infant mortality by 30%, as many
as 56% of adolescent girls experienced domestic violence, only 5.6% of adolescents with early marriage still continue
schooling after marriage. This article arrange by further analysis and literature review of the ethnographic research book
series on the Center for Research and Development in Humanities and Management Health, NIHRD. This article aim
to determine the impact of early marriage on the maternal and child health in several ethnic groups in Indonesia and
about the prevention. Cases of early marriage still occur in many ethnic groups in Indonesia and contribute to mortality
and morbidity for mothers and children. The impact of early marriage on maternal and child health includes miscarriage,
premature, bleeding and maternal death. They must get a education health about repoduction health from reliable source.
It is necessary for the government’s role to provide education about reproductive health and positive activities to avoid
early age marriage. Especially in districs that have high rates of early age marriage.

Keywords: Early Marriage, Adolescent, Maternal and Child Health

PENDAHULUAN
16 tahun untuk anak perempuan dan usia 19 tahun
Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 untuk anak laki-laki Pernikahan usia dini terjadi
menyebutkan bahwa anak dianggap remaja bila bila pernikahan yang dilaksanakan pada usia yang
sudah cukup matang untuk menikah yaitu pada usia melanggar aturan undang-undang perkawinan yaitu

Korespondensi:
Herti Windya Puspasari
Pulitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan – Badan Litbang Kesehatan
E-mail: Hertiwindya80@gmail.com

275
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 23 No. 4 Oktober 2020: 275–283

perempuan kurang dari 16 tahun dan laki-laki kurang Angka kematian anak yang tinggi pada wanita
dari l9 tahun. yang melahirkan di umur yang sangat muda
Berdasarkan laporan profil Anak Indonesia tahun kemungkinan berhubungan dengan faktor biologis
2018 menunjukkan bahwa sekitar 39,17 persen yang mengakibatkan terjadinya komplikasi selama
atau 2 dari 5 anak perempuan usia 10-17 menikah kehamilan dan saat persalinan. Jarak kelahiran
sebelum usia 15 tahun. Sekitar 37,91 persen kawin yang panjang (diatas 4 tahun) beresiko lebih rendah
di usia 16 tahun, dan 22,92 persen kawin di usia 17 mengalami kematian (21 per 1.000) dibandingkan
tahun. Angka tersebut menempatkan Indonesia pada jarak kelahiran yang pendek (2 tahun) sebanyak 68
peringkat ke tujuh tertinggi di dunia serta menduduki per 1.000 kelahiran. Berat badan bayi saat dilahirkan
peringkat kedua di ASEAN. merupakan faktor penting untuk kelangsungan hidup
Pernikahan dini terjadi pada fase remaja. Masa si bayi. Dari hasil survey, dapat dikatakan bahwa bayi
remaja adalah masa peralihan atau masa transisi yang dilahirkan dengan berat badan sangat kecil
dari anak menuju masa dewasa dan mempunyai mempunyai resiko 5 kali untuk mengalami kematian
rasa ketertarikan dengan lawan jenis (Diananda, dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat
2018) Remaja mengalami pertumbuhan dan badan bayi rata rata atau besar (WHO & Unicef,
perkembangan pesat pada aspek fisik, psikologis 2004).
dan juga intelektual. Beberapa karakteristik remaja Menurut hasil penelitian (Kumaidi dan
yaitu memiliki keingintahuan yang besar, menyukai Amperaningsih 2015). Ada beberapa Dampak
petualangan dan tantangan serta berani menanggung negatif dari pernikahan dini di Indonesia. Dampak
risiko atas perbuatannya tanpa didahului oleh tersebut adalah 56% remaja perempuan mengalami
pertimbangan yang matang. Hal ini menyebabkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) meskipun
remajamudah melakukan seks bebas yang berakhir tidak terlalu sering. Remaja tidak mampu mencapai
pada pernikahan dini (Tsany, 2015) pendidikan yang lebih tinggi karena hanya 5,6%
Alasan melakukan pernikahan dini selain untuk remaja dengan pernikahan dini yang masih
menghindari seks bebas, juga khawatir tidak segera melanjutkan sekolah setelah kawin, serta risiko
mendapatkan pasangan hingga usia tua (Hamed kematian ibu dan bayi sebesar 30%. Penelitian
danYousef 2017). Selain itu alasan untuk melakukan lain juga menyebutkan bahwa pernikahan usia dini
pernikahan dini adalah untuk lepas dari kemiskinan berkaitan dengan kemiskinan dan mengakibatkan
(Stark, 2017). Faktor lingkungan dan budaya juga berkurangnya akses pendidikan pada perempuan
mempengaruhi terjadinya pernikahan dini (Qibtiyah, (Delprato et al., 2015)
2014). Padahal pernikahan dini memiliki resiko Kondisi yang fatal dan mengancam jiwa akan
tinggi terhadap angka kematian ibu. Umur ibu saat dialami oleh 14,2 juta anak perempuan di seluruh
melahirkan memiliki resiko dengan kematian bayi. dunia yang menjadi pengantin anak setiap tahunnya
Anak dari ibu yang sangat muda saat melahirkan selama periode 2011-2015. Perkawinan usia anak
menggambarkan resiko kematian yang tinggi. Pada menyebabkan kehamilan dan persalinan dini, yang
ibu dengan usia melahirkan kurang dari 20 tahun, berhubungan dengan angka kematian yang tinggi
terjadi kematian bayi 54 dari 1.000 kelahiran dan dan keadaan tidak normal bagi ibu karena tubuh
diatas 40 tahun terjadi 46 dari 1.000 kelahiran (BPS anak perempuan belum sepenuhnya matang untuk
dan Unicef 2016) melahirkan. Anak perempuan usia 10-14 tahun
Data profil kesehatan Indonesia (Kemenkes, memiliki risiko lima kali lebih besar untuk meninggal
2018) menunjukkan bahwa angka kematian ibu pada dalam kasus kehamilan dan persalinan daripada
tahun 2015 adalah 305 per 100.000 kelahiran hidup. perempuan usia 20-24 tahun, dan secara global
Sedangkan target MDGs yang harus dicapai yaitu kematian yang disebabkan oleh kehamilan merupakan
sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-
2015. Berbagai upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) 19 tahun (BPS & Unicef, 2016)
dilakukan untuk mengatasi perbedaan yang sangat Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan
besar antara AKI dan AKB di Negara maju dan di penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dampak
Negara berkembang seperti Indonesia. (BKKBN pernikahan dini terhadap kesehatan ibu dan anak
et al. 2013). Salah satu resiko kematian ibu adalah pada beberapa etnis di Indonesia.
kehamilan usia muda akibat pernikahan dini.

276
Masalah Kesehatan Ibu dan Anak pada Pernikahan Usia Dini (Herti Windya Puspasari dan Indah Pawitaningtyas)

METODE pemerintah desa, kalangan adat, juga masyarakat


sekitar (Zulkarnain E, 2015).
Tulisan ini merupakan hasil analisis lanjut dengan
Berdasarkan hasil Riset Etnografi Kesehatan
menggunakan data sekunder yang bersumber dari
dalam buku Balada Gubalan; Fenomena Nikah Dini
data Riset Etnografi Kesehatan tahun 2014 dan 2015
Etnik Lampung Kabupaten Mesuji terdapat beberapa
dengan mengambil lokasi di tiga Kabupaten, yaitu
kasus berkaitan dengan pola asuh yang salah.
Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung, Kabupaten
Pola asuh berkaitan dengan tidak dilakukannya
Bantaeng Sulawesi Selatan dan Kabupaten Lebak
pemberian ASI Eklusif kepada bayi akibat kurangnya
Provinsi Banten. Ketiga kabupaten tersebut memiliki
pengetahuan ibu muda yang menikah dini. Salah
angka pernikahan dini yang cukup tinggi
satu kasus kematian bayi yang dialami oleh seorang
ibu M yang masih remaja dengan usia masih 15
HASIL tahun. M adalah seorang ibu di usia muda dengan
riwayat bayinya meninggal karena sesak nafas. Dia
Pengaruh budaya terhadap status kesehatan
mengalami masa kehamilan di usia 14 tahun. Maya
masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja.
menjaga kehamilannya sejak usia satu 1 bulan hingga
Kesehatan merupakan bagian intergral dari
usia tujuh bulan. Pada bulan ketujuh, M melahirkan
kebudayaan. Manusia mampu melakukan aktifitas
bayinya. Bayi yang lahir prematur ini lahir dengan
kebudayaan jika dalam keadaan sehat, sehingga
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Keluarga M
dapat dipahami bahwa kesehatan merupakan elemen
tidak memiliki BPJS sehingga bayi prematur yang
penting bagi kebudayaan. Demikian pula sebaliknya
seharusnya masih menjalani perawatan terpaksa di
kebudayaan menjadi pedoman masyarakat dalam
bawa pulang setelah dirawat 19 hari. Bayi tersebut
memahami kesehatan. Untuk itu memahami
hampir setiap malam mengalami sesak nafas dan
masalah kesehatan yang ada di masyarakat melalui
tidak mau minum ASI maupun susu formula. (MB
kebudayaan sangat penting dilakukan, karena
Roirike dkk 2015)
masalah kesehatan tidak pernah lepas dari situasi
dan kondisi masyarakat dan budayanya
Berikut ini beberapa kasus pernikahan dini yang 2. Masalah Kesehatan Reproduksi Di Desa
berdampak pada kesehatan ibu dan anak berdasarkan Bonto Lojong, Kabupaten Bantaeng dan
buku Riset Etnografi Kesehatan yang diterbitkan oleh Desa Wiralaga, Kabupaten Mesuji
Badan Litang Kementerian Kesehatan. Desa Bonto Lojong berada di sebelah Utara
ibu kota Kecamatan Ulu Ere dengan jarak kurang
1. Pola Asuh Anak dan Kematian Bayi di Desa lebih tiga kilometer dari kota kecamatan dan dengan
Wiralaga Mesuji jarak kurang lebih 25 kilometer dari kota kabupaten
yang merupakan salah satu desa yang terletak di
Mesuji merupakan salah satu kabupaten
wilayah kabupaten Bantaeng dan berada di daerah
Lampung yang saat ini terdapat peningkatan terhadap
pegunungan. Pernikahan usia dini atau dalam usia
pasangan usia muda pada tingkatan remaja yang
masih sangat muda sering terjadi pada remaja-remaja
melakukan pernikahan di usia dini. Berdasarkan
perempuan di Desa Bonto Lojong. Rata-rata usia
catatan Badan Pemberdayaan Perempuan dan
pernikahan antara 14–20 tahun, bahkan ada yang
Keluarga Berencana BP2KB) Mesuji, pernikahan
masih duduk di bangku SMP harus berhenti sekolah
usia dini di wilayah Mesuji mencapai angka 30%
karena menikah. Perkawinan wanita di bawah umur
dari total jumlah pernikahan yang terjadi. Kepala
masih terjadi,di desa tersebut yaitu pada remaja
BP2KB Mesuji mengatakan, angka 30 persen jumlah
usia 14–18 tahun, bahkan terkadang mereka belum
pernikahan usia dini yang terjadi di wilayah Mesuji
menyelesaikan pendidikan di SMP maupun SMA.
tergolong mengkhawatirkan. Sebab, menikah di usia
Akibatnya mereka mengalami kehamilan padahal alat
dini dapat beresiko terhadap kesehatan, kehidupan
reproduksi belum siap untuk dibuahi (Imanugraha,
sosial ekonomi serta keberlangsungan rumah tangga
dkk 2015)
kedepan. Pada media Kepala BP2KB menjelaskan
Desa Bonto Lojong pada umumnya memiliki
bahwa pernikahan usia dini sangat tinggi. Keberadaan
tingkat ekonomi menengah ke atas. Namun
pernikahan usia dini di desa Wiralaga, Kecamatan
kenyataannya masih banyak terjadi anak-anak
Mesuji oleh masing-masing pihak dilihat dengan
mereka yang dinikahkan pada usia dini.
cara pandang yang berbeda-beda, baik oleh pihak

277
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 23 No. 4 Oktober 2020: 275–283

Berdasarkan hasil Riset Etnografi Kesehatan dari 24 bulan, tiga kasus meninggal pada usia balita,
dalam Buku Seri Etnografi 2015, ada beberapa dan satu kasus pada anak berusia sembilan tahun
masalah yang terkait dengan kesehatan reproduksi. (Ipa et al., 2014).
Masalah kehamilan yang pernah terjadi pada ibu Salah satu faktor risiko yang menjadi penyebab
hamil yang masih berusia muda yakni umur 15 – 17 kasus kematian bayi di usia neonatus adalah kondisi
tahun di adalah terjadinya perdarahan, keguguran ibu sebelum konsepsi dan selama kehamilan. Salah
dan susah saat melahirkan. Salah satu kasus adalah satunya adalah usia saat pertama kali Ibu mulai
yang terjadi pada ibu N yang berumur 18 tahun. hamil. Sebagian besar usia perempuan Baduy
Ibu N telah menikah sejak tahun 2012. Selama menikah pada usia antara 14 sampai dengan 16
kurang lebih tiga tahun sudah hamil dua kali. Pada tahun. Ibu muda yang tergolong usia remaja tersebut
kehamilan pertama pada saat umur janin menginjak memasuki masa kehamilan pertama kali. Pada umur
tiga bulan, Ibu N mengalami keguguran. Tenaga tersebut rahim dan panggul ibu belum berkembang
Medis melakukan tindakan abortus. Sebelumnya dengan baik hingga perlu diwaspadai kemungkinan
pihak keluarga meminta pertolongan pada dukun mengalami persalinan yang sulit, keracunan
tapi tidak berhasil. kehamilan, atau gangguan lain kerena ketidaksiapan
Sebuah kasus di Mesuji yang dikutip dari buku ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya
Balada Gubalan Budaya dan Fenomena Nikah sebagai orang tua (Djamilah dan Kartikawati 2014).
Dini yaitu RZ (12) seorang anak yang melakukan Faktor lain yang berpengaruh pada keguguran,
pernikahan dini mengaku tidak pernah mendapatkan pendarahan, persalinan sulit dan kematian neonatal
materi khusus mengenai kesehatan reproduksi adalah paritas dan jarak antar kelahiran. Paritas
baik dari orang tua, sekolah dan puskesmas. Ia merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh ibu.
mengatakan bahwa saat duduk di bangku SMP Grande multi para adalah istilah yang digunakan
hanya diajarkan pengenalan bagian-bagian tubuh untuk wanita dengan kehamilan kelima atau lebih.
manusia namun secara eksplisit tidak mengarah pada Kehamilan pada kelompok ini sering disertai penyulit,
konteks kesehatan sistem reproduksi. Ada pula MR seperti kelainan letak, perdarahan ante partus,
(16 tahun) yang melakukan pernikahan dini, memiliki perdarahan post partum, kematian neonatal, dan
pengetahuan kesehatan reproduksi yang rendah. Hal lain-lain. (Martadisoebrata, 2005). Begitu pula yang
ini terlihat baik dari cerita maupun pengakuannya. terjadi di suku Baduy. Satu informan bernama AK
MR sewaktu hamil jarang melakukan pemeriksaan dengan usia hampir 30 tahun mempunyai 6 orang
kehamilan karena fokus pada pekerjaan untuk anak. Paling besar usia hampir 12 tahun, yang paling
membayar hutang acara pernikahannya. MR saat kecil usia 3 bulan dengan rentang jarak masing-
melahirkan tidak tahu harus berbuat apa karena ia masing anak kurang lebih dua tahun. Usia informan
belum pernah mengalaminya. MR mengaku menahan yang masuk kategori Wanita Usia Subur (WUS)
sakit akibat kontraksi rahim hingga bukaan ketujuh, berpeluang untuk menambah jumlah anak (Ipa, et.al
bahkan air ketuban telah pecah karena ketidaktahuan 2014).
dan malu untuk memanggil bidan meskipun rumah
bidan tepat berada di samping rumahnya.
PEMBAHASAN
3. Angka Kematian Neonatus yang Tinggi di Pernikahan usia dini memutus akses anak
Kampung Baduy Kabupaten Lebak perempuan untuk bersekolah tinnggi. Menurut
Orang Kanékés atau orang Baduy adalah Simanjuntak (Simanjuntak, 2015), 85 % persen
suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah anak perempuan di Indonesia mengakhiri pendidikan
Kabupaten Lebak, Banten. Kampung Tangtu mereka setelah mereka menikah. Keputusan untuk
merupakan salah satu perkampungan Baduy dalam. menikah dan mengakhiri pendidikan mengakibatkan
Berdasarkan hasil penelitiam tim riset etnografi (2014) mereka memiliki sedikit kesempatan untuk
melalui wawancara mendalam kepada 10 informan mendapatkan pekerjaan yang layak dikemudian hari.
ditemukan terdapat kasus kematian bayi dan anak. Terdapat sekolah di Indonesia yang menolak anak
Fakta menunjukkan jumlah anak yang dilahirkan lebih perempuan yang telah menikah untuk bersekolah.
banyak daripada jumlah anak yang dimiliki. Jumlah Anak perempuan dengan tingkat pendidikan yang
kasus yang meninggal adalah empat kasus pada lebih rendah lebih tidak siap untuk memasuki
neonatus, dua kasus meninggal pada usia kurang masa dewasa dan memberikan kontribusi, baik

278
Masalah Kesehatan Ibu dan Anak pada Pernikahan Usia Dini (Herti Windya Puspasari dan Indah Pawitaningtyas)

terhadap keluarga mereka maupun masyarakat. dengan melakukan hubungan seks semasa remaja
Tingkat pendidikan yang rendah membuat mereka akibat terpapar pornografi. Perbuatan ini merugikan
kurang mampu untuk memperoleh penghasilan dan diri sendiri (Wardhani dan Oktarina 2019), karena
memberikan kontribusi finansial bagi keluarga. Hal- berujung pada pernikahan usia dini.
hal tersebut dapat meningkatkan angka kemiskinan. Sikap merupakan keyakinan seseorang terhadap
(Malhotra et.al, 2011). dampak yang terjadi dengan melakukan suatu
Sejalan dengan hasil penelitian (Mahirawati, perilaku tertentu yang ditentukan berdasarkan
et.al, 2019) bahwa pengetahuan perempuan Baduy hasil perhitungan besarnya dampak yang terjadi.
tentang kesehatan pada saat kehamilan dan Seseorang yang memiliki keyakinan kuat bahwa
persalinan masih rendah. Tidak adanya pendidikan perilaku tertentu akan memberikan dampak yang
formal yang diperbolehkan pada masyarakat Baduy positif, maka akan menunjukkan sikap yang positif.
menyebabkan pengetahuan yang dimiliki perempuan Sebaliknya, orang yang memiliki keyakinan kuat
Baduy juga rendah. Pengetahuan mengenai bahwa perilaku tersebut akan berdampak negatif,
kesehatan kehamilan dan persalinan sebagian besar maka akan menunjukkan sikap yang negatif juga
merupakan pengetahuan yang diperoleh secara turun (Glanz, Rimer dan Viswanath 2008)
temurun dan dipengaruhi oleh aspek sosial budaya Alma dalam penelitiannya (Alma, et.al 2020)
yang selalu dilakukan seperti para leluhurnya. menemukan adanya hubungan yang signifikan antara
Dalam penelitian Kamal (Kamal et al., 2014) sikap dengan perilaku terjadinya pernikahan usia
ditemukan bahwa banyak suami dalam sebuah dini. Hal ini berarti seseorang yang memiliki sikap
pernikahan dini yang tidak memiliki pendidikan formal mendukung pernikahan usia dini mempunyai risiko
dan pekerjaan sehingga berada dalam kemiskinan. berperilaku yang beresiko terhadap pernikahan usia
Sedangkan kemiskinan memiliki kecenderungan dini sebesar 1,8 kali lebih dibandingkan seseorang
hubungan yang negatif dengan cakupan persalinan yang memiliki sikap tidak mendukung. Menurut Azwar
di fasilitas pelayanan kesehatan (Laksono dan (2012) sikap yang diperoleh melalui pengalaman
Sandra 2020) Persalinan di luar fasilitas pelayanan akan menimbulkan pengaruh langsung terhadap
kesehatan berisiko pada kematian ibu (Aeni, 2013) perilaku berikutnya Sikap merupakan bentuk dari
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dwinanda reaksi yang atas proses evaluasi diri individu yang
(Dwinanda, dkk 2015) tentang hubungan antara atas kesimpulan terhadap stimulus atau objek dapat
pengetahuan dengan kejadian pernikahan dini. berupa nilai buruk atau baik, negatif atau positif, tidak
Responden yang memiliki pengetahuan rendah menyenangkan atau menyenangkan.
memiliki risiko untuk melakukan pernikahan usia Hasil penelitian Kumaidi dan Amperaningsih
dini pada anaknya sebesar 4 kali dibandingkan (Kumaidi & Amperaningsih, 2015) menyimpulkan
pada responden yang memiliki pengetahuan tinggi bahwa rendahnya pendidikan remaja menyebabkan
Pengetahuan merupakan informasi yang telah remaja cenderung tidak memiliki pilihan kecuali
dikombinasikan dengan pemahaman. Sejalan dengan menikah, khususnya remaja putri. Mereka tidak ada
penelitian (Ramadani, dkk 2015) bahwa tingkat aktivitas lain kecuali di rumah. Rendahnya ekonomi
pengetahuan sebagai faktor yang paling dominan keluarga mendorong remaja putri agar segera
berhubungan dengan kehamilan usia remaja. menikah untuk meringankan, karena setelah menikah
Hasil penelitian (Lestari dan Wulansari 2018) akan menjadi tanggung jawab suami. Keluarga
menyimpulkan bahwa remaja menginginkan memilih menikahkan anaknya lebih cepat mungkin
peningkatan pengetahuan melalui penyuluhan dengan pula dikarenakan untuk mencegah pergaulan bebas
melalui berbagai media yang menarik dan kerja sama yang berujung pada kehamilan di luar nikah.
beberapa sekolah, secara berulang, sehingga materi Penelitian Kurniasari, dkk (2018) mengungkapkan
bisa tersampaikan dan diterima dengan lebih baik bahwa pernikahan dini terjadi karena adat istiadat
termasuk materi mengenai kesehatan reproduksi dan dianggap biasa di lingkungan masyarakat.
yang berhubungan dengan pergaulan bebas remaja. Budaya yang berkembang di lingkungan masyarakat
Penyuluhan kepada remaja untuk mendapatkan seperti anggapan negatif terhadap perawan tua jika
pengetahuan perlu dilakukan, terutama berkaitan tidak menikah melebihi usia 17 tahun atau kebiasaan
untuk mencegah kehamilan pranikah. Pada remaja masyarakat yang menikah di usia sekitar 14-16
perlu mengetahui pergaulan atau pacaran yang tahun menjadi faktor yang mendorong tingginya
sesuai norma serta menghindari budaya coba-coba jumlah pernikahan usia dini. Selain itu, orang tua

279
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 23 No. 4 Oktober 2020: 275–283

berharap mendapat bantuan dari anak setelah penelitiannya (2016) menyatakan bahwa pernikahan
menikah karena rendahnya ekonomi keluarga. usia dini rawan terhadap perceraian karena masing-
Faktor yang mempengaruhi median usia kawin masing belum bisa berpikir secara dewasa, sehingga
pertama perempuan diantaranya adalah faktor sosial, seringkali penyelesaian rumah tangga dilakukan
ekonomi, budaya dan tempat tinggal baik desa atau melalui kekerasan baik verbal maupun fisik.
kota (Qibtiyah, 2014). Perkawinan usia anak memiliki dampak
Pada pernikahan usia dini, rata-rata usia hamil antargenerasi. Bayi yang dilahirkan oleh anak
pertama kali masih sama rentangnya dengan usia perempuan yang menikah pada usia anak memiliki
menikah pertama kali yaitu antara usia 14 sampai risiko kematian lebih tinggi, dan kemungkinannya
dengan 16 tahun. Umur ibu kurang dari 20 tahun dua kali lebih besar untuk meninggal sebelum usia
belum cukup matang secara fisik dan mental dalam 1 tahun dibandingkan dengan anak-anak yang
menghadapi kehamilan, sehingga belum siap dalam dilahirkan oleh seorang ibu yang telah berusia dua
menghadapi kehamilan dan persalinan. Pada umur puluh tahunan. Bayi yang dilahirkan oleh pengantin
tersebut rahim dan panggul ibu belum berkembang anak juga memiliki kemungkinan yang lebih tinggi
dengan baik hingga perlu diwaspadai kemungkinan untuk lahir prematur, dengan berat badan lahir
mengalami persalinan yang sulit dan keracunan rendah, dan kekurangan gizi (BPS dan Unicef 2016).
kehamilan atau gangguan lain kerena ketidaksiapan Penelitian (Rofiqoh, dkk 2016) mengungkapkan
ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya bahwa umur ibu merupakan faktor resiko paling
sebagai orang tua (Djamilah dan Kartikawati 2014) dominan pada kematian neonatal. Anatomi panggul
Pernikahan dini berdampak pada terhadap ibu usia remaja yang masih dalam pertumbuhan
kesehatan ibu. Wanita yang menikah dini akan berisiko untuk terjadinya persalinan lama sehingga
mengalami masalah saat hamil, melahirkan dan meningkatkan angka kematian bayi dan kematian
nifas, yaitu adanya kurang darah (anemia), persalinan neonatal (Fadlyana dan Larasati 2009).
lama/bayi tidak segera keluar, bengkak pada akhir Pernikahan dini juga berdampak pada
kehamilan, perdarahan pada saat melahirkan dan pertumbuhan dan perkembangan anak. Tingkat
masa nifas, serta adanya infeksi pada jalan lahir pendidikan ibu menyusui dapat berpengaruh pada
(Ernawati dan Verawati 2014). Pernikahan dini pengetahuan ibu (Oktarina dan Fauzia 2019). Hal
seringkali diiringi oleh kehamilan remaja yang berisiko ini berkaitan dengan kecukupan gizi bayi yang
tinggi karena ketidaksiapan psikologis sehingga berpengaruh pada tumbuh kembang anak. Selain
terjadi keguguran, persalinan premature, depresi itu kesempatan anak hasil dari pernikahan usia dini
mental dan bahkan penularan penyakit seksual untuk mendapatkan pendidikan menjadi lebih kecil.
(Kabir, dkk 2019). Selain itu akan mengalami masalah Hal ini akibat dampak pernikahan dini menyebabkan
saat hamil, melahirkan dan nifas, yaitu adanya kurang kualitas rumah tangga tidak berada dalam performa
darah (anemia), persalinan lama/bayi tidak segera yang unggul baik dari kesehatan reproduksi, kesiapan
keluar, bengkak pada akhir kehamilan, perdarahan psikologis maupun ekonomi keluarga, sehingga
pada saat melahirkan dan masa nifas, serta adanya membawa dampak rentan terjadi perceraian dan
infeksi pada jalan lahir (Rahman, dkk 2015). terlantarnya kualitas pendidikan anaknya (Julijanto,
Kajian lain juga menunjukkan bahwa pengantin 2015). Rendahnya pendidikan anak tersebut akan
anak memiliki peluang lebih besar untuk mengalami menyebabkan sulitnya memutus rantai pernikahan
kekerasan fisik, seksual, psikologis, dan emosional, usia dini.
serta isolasi sosial, yang merupakan akibat dari Salah satu upaya penanggulangan masalah
kurangnya status dan kekuasaan mereka di dalam perkawinan remaja adalah meningkatkan pendidikan
rumah tangga mereka. Di Indonesia, kekerasan pada wanita dengan bersekolah yang tinggi. Wanita
dalam rumah tangga dianggap wajar oleh sebagian yang berpendidikan rendah cenderung melakukan
besar orang muda: 41 persen anak perempuan usia pernikahan dini (Hapisah dan Rizani 2015). Untuk
15-19 tahun percaya bahwa suami dapat dibenarkan meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh
dalam memukul istrinya karena berbagai alasan perkawinan di bawah umur maka dalam Penjelasan
termasuk ketika istri memberikan argumen yang Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
bertentangan (Unicef, 2012). Kekerasan dalam Tentang Perkawinan nomor 4 huruf (d) disebutkan
rumah tangga pada pasangan usia dini ini dapat bahwa perkawinan di bawah umur harus dicegah.
menjadi salah satu pemicu perceraian. Sardi dalam Pencegahan ini semata-mata didasarkan agar

280
Masalah Kesehatan Ibu dan Anak pada Pernikahan Usia Dini (Herti Windya Puspasari dan Indah Pawitaningtyas)

kedua mempelai dapat memenuhi tujuan luhur dari Kasus pernikahan usia dini masih terjadi di
perkawinan yang mereka langsungkan. beberapa etnis di Indonesia. Pernikahan usia dini
Menurut Maholtra, dkk (2011), ada beberapa tersebut berdampak pada kesehatan ibu dan anak.
upaya pencegahan pernikahan dini yang telah Kasus perdarahan, keguguran, hingga kesulitan
diterapkan diberbagai negara. Hal ini sebenarnya melahirkan terjadi pada ibu hamil usia muda di Desa
dapat diterapkan di Indonesia. Upaya pencegahan Bonto Lojong Kabupaten Bantaeng. Kasus kematian
itu antara lain (1) memberdayakan anak dengan bayi akibat lahir prematur dengan Berat Badan Lahir
informasi, ketrampilan, dan jaringan pendukung Rendah (BBLR) terjadi di desa Wiralaga Mesuji
lainnya, (2) memberi edukasi kepada orangtua Lampung. Angka kematian neonatus yang tinggi
mengenai dampak pernikahan dini, khususnya juga terjadi pada pasangan pernikahan usia dini di
terhadap kesehatan ibu dan anak, (3) Meningkatkan kampung Baduy lebak.
akses dan kualitas pendidikan formal bagi anak, dan Perkawinan usia dini memiliki dampak
(4) Membuat dan mendukung kebijakan terhadap antargenerasi. Bayi yang dilahirkan oleh anak
pernikahan dini, khususnya di daerah yang memiliki perempuan yang menikah pada usia anak memiliki
kasus tinggi untuk pernikahan usia dini. Hasil ini dapat risiko kematian lebih tinggi, Bayi yang dilahirkan oleh
dicapai dengan memaksimalkan lembaga pemerintah pengantin anak juga memiliki kemungkinan yang
dan swadaya masyarakat (Bastomi, 2016). lebih tinggi untuk lahir prematur, dengan berat badan
Upaya pencegahan untuk menurunkan angka lahir rendah, dan kekurangan gizi.
pernikahan dini di Indonesia dilakukan dengan
mempertimbangkan faktor budaya. Masih banyak Saran
aturan-aturan dalam budaya tertentu di Indonesia Penanganan pencegahan pernikahan dini
yang melazimkan terjadinya pernikahan dini pada sebaiknya disesuaikan dengan budaya Indonesia
masyarakat setempat. Penanganan pencegahan yang diharapkan dapat lebih diterima oleh
pernikahan dini sebaiknya disesuaikan dengan budaya masyarakat. Kegiatan tersebut seperti edukasi dan
Indonesia yang diharapkan dapat lebih diterima oleh sosialiasi kepada tokoh adat dan tokoh agama untuk
masyarakat. Upaya-upaya yang dapat dilakukan penundaan pernikahan usia dini di daerah setempat.
seperti edukasi dan sosialisasi kepada tokoh adat dan Hasil dari kegiatan tersebut adalah adanya upaya
tokoh agama untuk penundaan pernikahan usia dini di dari para tokoh tersebut untuk mengajak masyarakat
daerah setempat (Hamidiyanti, dkk 2018). Para tokoh menunda pernikahan usia dini.
tersebut diharapkan dapat mengajak masyarakat Sebaiknya remaja mendapatkan pendidikan
untuk menunda pernikahan usia dini. kesehatan mengenai kesehatan reproduksi dari
Selain itu remaja per lu mendapatkan sumber layak dan terpecaya. Perlu peran pemerintah
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan unruk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan
sosialisasi dampak pernikahan usia dini terhadap formal bagi remaja, serta membuat program yang
kesehatan ibu dan anak. Hal ini dapat dilakukan berisi kegiatan positif bagi remaja khususnya di
melalui penyuluhan-penyuluhan ataupun forum daerah yang memiliki angka pernikahan usia dini
diskusi di sekolah. Kesehatan reproduksi remaja yang cukup tinggi
perlu mendapat perhatian khusus, karena secara
tidak langsung juga akan berdampak pada tingkat
kesehatan ibu dan anak di masa mendatang. UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
KESIMPULAN DAN SARAN Kepala Puslitbang Humaniora dan Manajemen
Kesehatan dan semua pihak yang telah berkontribusi
Kesimpulan dalam artikel ini.
Pernikahan dini pada beberapa etnis di Indonesia
terjadi karena adat istiadat dan budaya yang dianggap
biasa di lingkungan masyarakat. Selain itu faktor DAFTAR PUSTAKA
ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, kekhawatiran Aeni, N. (2013). Faktor Risiko Kematian Ibu. Jurnal
orang tua terhadap pergaulan bebas menjadi faktor Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7 No. 10 Mei
yang mendorong tingginya jumlah pernikahan usia 2013, 453–459. https://doi.org/10.21109/kesmas.
v7i10.4
dini.

281
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 23 No. 4 Oktober 2020: 275–283

Alma, Lucky Radita, Dhian Kartikasari, and Nurnaningsih Pada Tradisi Menikah Suku Sasak Dalam Rangka
Herya Ulfa. 2020. “Analisis Pengetahuan Dan Sikap Menurunkan Kejadian Pernikahan Usia DIni di
Siswa SMA Yang Berisiko Terjadinya Pernikahan Kabupaten Lombok Barat Provinsi NTB. Buletin
Dini.” Preventia: Indonesian Journal of Public Health Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 21 No. 3 Juli 2018,
5 (1): 49–54. https://doi.org/10.17977/um044v5i1p49- 21, 152–162. https://doi.org/ 10.22435/hsr.v2Ii3.166
54. Hapisah, & Rizani, A. (2015). Kehamilan Remaja Terhadap
Azwar, Saifudin. 2012. Sikap Manusia, Teori Dan Kejadian Anemia di Wilayah Puskesmas Cempaka
Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Kota Banjar Baru. Jurnal Vokasi Kesehatan Vol 1 No.
Bastomi, H. (2016). Pernikahan Dini dan Dampaknya 4 Juli 2015, 1, 114–118. https://doi.org/ 10.30602/
(Tinjauan Batas Umur Perkawinan Menurut Hukum jvk.v1i4.24
Islam dan Hukum Perkawinan Indonesia). Yudisia Imanugraha, E., Heru, S., & Budiasri Made Asri. (2015).
Vol. 7 No. 2 Desember 2016, 7, 354–384. http:// Buku Seri Etnografi Kesehatan 2015. Mengincar Si
dx.doi.org/10.21043/yudisia.v7i2.2160 Bella : Berujung Pernikahan Dini Etnik Makassar.
BKKBN, BPS, Kemenkes, & ICF. (2013). Survei Demografi UNESA University Press.
dan Kesehatan Indonesia; Kesehatan Reproduksi Ipa, M., Prasetyo, D. A., Arifin, J., & Kasnodihardjo. (2014).
Remaja. Buku Seri Etnografi Kesehatan 2014. Balutan Pikukuh
BPS, & Unicef. (2016). Kemajuan yang Tertunda : Persalinan Baduy Etnik Baduy Dalam Kabupaten
Analisis Data Perkawinan Usia Anak di Indonesia. Lebak. Balitbangkes.
Berdasarkan Hasil Susenas 2008-2012 dan Sensus Isnaeni Rofiqoh, Effendi, J. S., & Bratakusuma, D. S.
Penduduk 2010. (2016). Hubungan Umur Ibu, Paritas dan Penolong
Delprato, M., Akyeampong, K., Sabates, R., & Jinema Persalinan Dengan Kematian Neonatal di Wilayah
Hernandez Fernandez. (2015). On the impact of Kerja Puskesmas Kabupaten Banjarnegara Tahun
early marriage on schooling outcomes in Sub- 2013. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol.3 No.1
Saharan Africa and South West Asia. International April 2016, 3(1), 60–68. https://doi.org/ 10.22146/
Journal of Educational Development Vol. 44 jkr.36193
September 2015, 44, 42–55. https://doi.org/10.1016/j. Julijanto, M. (2015). Dampak Pernikahan Dini dan
ijedudev.2015.06.001 Problematika Hukumnya. Jurnal Pendidikan Ilmu
Diananda, A. (2018). Psikologi Remaja dan Permasalahannya. Sosial Vol. 2 No. 1. 2015, 2, 62–72. https://doi.
ISTIGHNA Vol.1 No.1 Januari 2018, 1(1), 116–133. org/10.2317/jpis.v25i1.822
https://doi.org/10.33853/istighna.v1i1.20 Kabir, R., Gosh, S., & Shawly, A. (2019). Causes of Early
Djamilah, & Reni Kartikawati. (2014). Dampak Perkawinan Marriage and Its Effect on Reproductive Health of
Anak di Indonesia. Jurnal Studi Pemuda, 3(1), 1–16. Young Causes In Bangladesh. American Journal
https://doi.org/10.22146/studipemudaugm.32033 of Applied Sciences November 2019. https://doi.
Dwinanda, A. R., Wijayanti, A. C., & Kusuma Estu Wardani. org/10.3844/ajassp.2019.289.297
(2015). Hubungan Antara Pendidikan Ibu dan Kamal, M., Hasan, H., Alam, G. M., & Yang Ying. (2014). Child
Pengetahuan Responden Dengan Pernikahan Usia Marriage in Bangladesh : Trend and Determinant.
Dini. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas Vol Journal of Biosocio Science. https://doi.org/ 10.1017/
10 No.1, 76–81. https://doi.org/ 10.24893/jkma. S0021932013000746
v10i1.166 Kumaidi, & Amperaningsih, Y. (2015). Hubungan sikap
Ernawati, H., & Verawati, M. (2014). Kesehatan ibu dan dan status ekonomi dengan pernikahan dini pada
bayi pada pernikahan dini. Media Ilmu Kesehatan remaja putri. XI(1), 75–80. https://doi.org/http://dx.doi.
Vol.3 No. 3 Desember 2014, 3(3), 132–139. https:// org/10.26630/jk.v5i2.44
doi.org/10.30989/mik.v3i3 Kurniasari, N. D., Hariastuti, I., & Mardiono. (2018).
Fadlyana, E., & Larasati, S. (2009). Pernikahan Usia Dini Pemahaman Remaja Tentang Kesehatan Reproduksi
dan Permasalahannya. Sari Pedriati Vol. 11 No. (Pernikahan Dini dan Perilaku Beresiko) di Sampang
2 Agustus 2009, 11(2). https://doi.org/ 10.14238/ Madura. Jurnal Komunikasi Vol/ XII NO.01 Maret
sp11.2.2009.136-41 2018, XII, 74–85. https://doi.org/ 10.21107/ilkom.
Glanz, K., Rimer, B. K., & K. Viswanath. (2008). Health v12i1.3801
Behavior And Health Education. Theory, Research Laksono, A. D., & Sandra, C. (2020). Analisis Ekologi
and Practice. Jossey Bass. Persalinan di Fasilitas Kesehatan di Indonesia.
Hamed, A., & Fouad Yousef. (2017). Prevalence, health and Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 23 No.
social hazards, and attitude toward early marriage 1 Januari 2020, 1–9. https://doi.org/ 10.22435/hsr.
in ever-married women, Sohag, Upper Egypt. Egypt v23i1.2323
Public Health Assoc . 2017 Dec 1;92(4), 228–234. Lestari, W., & Suci Wulansari. (2018). Pertunjukkan Wayang
https://doi.org/10.21608/EPX.2018.22044 Interaktif Sebagai Sarana Promosi Kesehatan Remaja
Hamidiyanti, B. Y. F., Faiqah, S., Sulanty, A., & Ristrini. Tentang Rokok, Narkoba dan Pergaulan Bebas.
(2018). Intervensi Tokoh Agama dan Tokoh Adat Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol.21 No.2

282
Masalah Kesehatan Ibu dan Anak pada Pernikahan Usia Dini (Herti Windya Puspasari dan Indah Pawitaningtyas)

April 2018, 125–132. https://doi.org/ 10.22435/hsr. Teenage Pregnancy. Jurnal Kesehatan Masyarakat
v21i2.262.125-132 Vol.10 No 2 N, 10(94), 87–92. https://doi.org/
Malhotra, A., Warner, A., Gonagle, A. M., & Lee-Rife, S. 10.21109/kesmas.v10i2.885
(2011). Solutions to End Child Marriage What The Simanjuntak, H. (2015). Aceh student expelled from
Evidence Show. https://www.icrw.org/publications/ school over marriage. The Jakarta Post. http://www.
solutions-to-end-child-marriage/ thejakartapost.com/news/2015/01/23/aceh -student-
Martadisoebrata, D. (2005). Bunga Rampai Obstetri dan expelled-school-over-marriage.html
Ginekologi Sosial. Yayasan Bina Pustaka. Soekidjo Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan.
MB Roirike, AlRasyid, H., & Handayani, L. (2015). Buku Seri Rineka Cipta.
Riset Etnografi Kesehatan 2015. Balada Gubalan : Stark, L. (2017). Early marriage and cultural constructions
Budaya dan Fenomena Menikah Dini Etnik Lampung of adulthood in two slums in Dar es Salaam. Culture
di Kabupaten Mesuji. UNESA University Press. Health & Sexuality 20(357) November 2017. https://
Oktarina, & Fauzia, Y. (2019). Perilaku Pemenuhan Gizi doi.org/10.1080/13691058.2017.1390162
Pada Ibu Menyusui di Beberapa Etnik di Indonesia. Tsany, F. (2015). Trend Pernikahan Dini di Kalangan Remaja
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 22 No. ( Studi Kasus Di Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta
4 Oktober 2019. https://doi.org/ 10.22435/hsr. Tahun 2009-2012 ). Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama
v22i4.1550 Vol. 9 No. 1 Januari-Juni 2015, 9, 83–103. https://doi.
Kemenppa. (2018) . Profil Anak Indonesia Tahun 2018. org/10.14421/jsa.2015.091-05
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Unicef. (2012). Progress for Children. A Report Card on
Perlindungan Anak. Adolescent (Issue 10). Unicef.
Kemenkes. (2018). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Vita Kartika Mahirawati, Agustya, R. I., & Asep Kusnali.
Kementerian Kesehatan (2019). Budaya Kehamilan dan Persalinan Pada
Qibtiyah, M. (2014). Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak Tahun 2018.
Perkawinan Muda Perempuan Mayoritas masyarakat Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol.22 No.3
Jawa Timur menikah di usia 15-1K9 tahun. Jurnal Juli 2019, 22, 192–199. https://doi.org/ 10.22435/
Biometrika Dan Kependudukan Vol. 3 No. 1 Juli hsr.v22i3.1494
2014, 3, 50–58. Journal.unair.ac.id/JBK@faktor- Wardhani, Y. F., & Oktarina. (2019). Teori Kebutuhan Maslow
yang-mempengaruhi-perkawinan-muda-perempuan- Sebagai Rasionalisasi Pencegahan Kasus Aborsi di
article-8580-media-40-category-3.html Indonesia. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol.
Rahman, F., Syahadatina, M., Aprillisya, R., & Heppy 22 No. 3 Juli 2019, 22, 200–207. https://doi.org/
Dwiyana Afika. (n.d.). Kajian Budaya Remaja Pelaku 10.22435/hsr.v22i3.1354
Pernikahan Dini di Kota Banjarbaru Kalimantan WHO, & Unicef. (2004). Low Birthweight: Country, Regional
Selatan. Jurnal MKMI Juni 2015, 108–117. https:// and Global Estimates.
doi.org/ 10.30597/mkmi.v11i2.540 Zulkarnain E. (2015). Pernikahan Usia Dini Tertinggi di
Ramadani, M., Nusral, D. G. A., & Ramli, L. (2015). Peran Kecamatan Mesuji dan Rawajitu Utara. Tribunnews.
Tenaga Kesehatan dan Keluarga dalam Kehamilan http://lampung.tribunnews.com/2014/06/10/
Usia Remaja Roles of Health Worker and Family in pernikahan-usia-dini-tertinggi-di-kecamatan-mesuji-
dan-rawajitu-utara

283
Motivasi Berkunjung ke Posyandu dalam Rangka Kesehatan Bayi dan Anak di
Kelurahan Denai Kota Medan

Maswita*

Universitas Al-Azhar Medan, Indonesia

ABSTRACT ARTICLE HISTORY


Mother's motivation is one of the supporting factors and indispensable Submitted 04 Juli 2021
in monitoring the growth of infants and toddlers. The purpose of this Revised 16 Juli 2021
study is to describe the factors that motivate a mother why she needs Accepted 05 Agustus 2021
to visit the Posyandu or not. This study used a phenomenological KEYWORDS
qualitative method. Data were collected using semi-structured
Motivasi; posyandu; kesehatan bayi; kesehatan anak.
interview technique. The results showed that there were three
categories of responses, namely (1) two families did not use Posyandu
as health facilities and infrastructure due to the habitual orientation of CITATION (APA 6th Edition)
the previous generation; (2) two families did not go to Posyandu Maswita. (2021). Motivasi Berkunjung ke
because they felt that their family was healthy; (3) one family worried Posyandu dalam Rangka Kesehatan Bayi dan
that immunizing their child will get then into fever and illness. For the Anak di Kelurahan Denai Kota Medan.
health of mothers and children, some informants simply breastfeeding Keguruan: Jurnal Penelitian, Pemikiran dan
and eat a complete meal and carry out the inherited habits from their Pengabdian. 6(2), 16-19.
parents. Meanwhile, the families who visited the Posyandu were
because the four families who became informants said that the *CORRESPONDANCE AUTHOR
Posyandu was very useful for children's growth and development and maswita30@gmail.com
one family visited the Posyandu because there were souvenirs such as
sugar, green beans, as well as for children's health.

PENDAHULUAN

Kajian berkenaan dengan kunjungan ibu yang memiliki bayi dan anak ke posyandu merupakan hal
yang sangat penting untuk dilakukan. Hal ini berkaitan dengan masalah peningkatan kesehatan bayi dan
anak bagi masyarakat Indonesia pada umumnya dan Medan pada khususnya. Program posyandu
memusatkan perhatian kepada kesehatan ibu, bayi dan anak. Kesehatan ibu, bayi dan anak merupakan azas
bagi kesehatan keluarga dan masyarakat Indonesia. Upayah peningkatan kunjungan ibu ke posyandu perlu
dilakukan secara terus menerus baik melalui sosialisasi langsung maupun tidak langsung. Selain itu pelayanan
kepada kunjungan perlu ditingkatkan sebagai salah satu faktor untuk mendorong warga datang ke posyandu.
Gambaran tentang motivasi ibu berkunjung ke posyandu dan tidak berkunjung keposyandu untuk mengikuti
program posyandu sanagat diperlukan untuk membuat kebijakan lebih lanjut bagi pemerintah dalam hal ini
dinas yang berkaitan di dalamnya. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian apakah motivasi masyarakat untuk
berkunjung ke posyandu dan tidak pernah berkunjung ke posyandu dalam rangka kesehatan dasar ibu, bayi
dan anak-anak. Kesehatan bayi dan anak merupakan cikal bakal generasi selanjutnya. Sehingga hasil
penelitian dapat digunakan sebagai pemberdayaan konsep kebijakan kegiatan posyandu pada tahap
berikutnya dalam program pemerintah Indonesia pada umumnya. Untuk mencapai hal tersebut, peran kader
posyandu sangat diperlukan guna mendorong warga msyarakat untuk berkunjung keposyandu
Posyandu merupakan sarana masyarakat dalam memperoleh pelayan kesehatan dasar yang meliputi
lima kegiatan utama posyandu, diantaranya : kesehatan ibu dan anak (KIA), keluarga berencana (KB), gizi,
imunisasi dan penanggulangan diare. Secara kuantitas, perkembangan jumlah posyandu sangat
menggembirakan, karena rasio posyandu terhadap desa/kelurahan sebesar 3,51 posyandu (Kemenkes, RI,
2015). Pelayanan Terpadu atau Posyandu, merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh masyarakat untuk masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan
setempat (Tinuk, 2003). Tujuan Posyandu antara lain adalah mempercepat penurunan angka kematian ibu

© 2021 The Author(s). Published by LPPM Fakultas Keguran dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Sumatera Utara
This is an Open Access article distributed under the terms of the Creative Common Attribution License (http://creativecommons.org/license/by/4.0/),
which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. 16
Motivasi Ibu Berkunjung ke Posyandu dalam Rangka Kesehatan Bayi dan Anak di Kelurahan Denai Kota Medan | 17

dan anak, meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan Infant Mortality Rate (IMR),
mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtara (NKKBS), meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang
peningkatan kemampuan hidup sehat, pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan letak
geografi, meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk swakelola
usaha-usaha kesehatan masyarakat. Tingginya angka kematian balita menunjukkan belum maksimalnya
pemanfaatan Posyandu oleh ibu yang mempunyai balita. Rendahnya pemanfaatan Posyandu oleh ibu
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu yang masih rendah tentang manfaat Posyandu. Oleh karenanya,
ibu tidak termotivasi untuk membawa bayi ke Posyandu. Selain itu ada anggapan ibu bahwa tidak perlu
membawa bayinya ke Posyandu jika anak tidak mengalami sakit. Timbulnya motivasi ibu untuk membawa
bayinya ke Posyandu dipengaruhi oleh adanya motivasi baik dari dalam diri individu maupun motivasi dari
luar individu (Zulkifli,2003). Oleh sebab itu dukungan external diperlukan untuk memotivasi ibu balita agar
mau aktif berkunjung ke Posyandu, seperti dorongan dari Kader Posyandu. Pohan (2007) mengungkapkan
Kader Posyandu memiliki tugas-tugas tertentu. Menurut Yulifah dan Johan (2009), tugas kader meliput
persiapan dan hari buka posyandu dan di luar Posyandu. Menurut Iswarawanti (2010), secara teknis, tugas
kader yang terkait dengan gizi adalah melakukan pendataan balita, melakukan penimbangan serta
mencatatnyadalam Kartu Menuju Sehat (KMS). Kader juga memberikan makanan tambahan,
mendistribusikan vitamin A, melakukan penyuluhan gizi serta kunjungan ke posyandu. Sejalan dengan itu
berbagai upaya dilakukan dinas terkait untuk mendorong masyarakat berkunjung ke posyandu baik secara
umum maupun secara khusus Kajian tentang faktor-faktor yang mendorong masyarakat untuk berkunjung
ke posyandu dan tidak berkunjung ke posyandu perlu dilakukan sebagi upayah untuk meningkatkan
pelayanan dan kunjungan warga ke posyandu.
Berdasarkan evaluasi Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, di kasus kematian ibu
dan bayi baru lahir di Indonesia masih pada posisi 305 per 100.000 kelahiran. Padahal target yang
dicanangkan PBB adalah 102 per 100.000 kelahiran. Masalah ini diperjelas dari laporan profil kabupaten/kota
Sumatera Utara tahun 2012 hanya 106 per 100.000 kelahiran, walaupun belum menggambar Angka
Kematian Ibu (AKI) yang sebenarnya di populasi. Sementara hasil sensus penduduk 2010, AKI di Sumut
sebesar 132 per 100.000 kelahiran, angka ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka nasional hasil
sensus penduduk 2010 sebesar 259 per 100 000 kelahiran di Propinsi Sumut. Meningkatnya kematian ibu
dan bayi disebabkan pemahaman tentang kesehatan ibu dan anak masih kurang memadai. Salah satu usaha
untuk memahami kesehatan ibu dan anak adalah mengunjungi sarana kesehatan yang terdekat guna
mendapatkan imformasi mengenai keperluan kepada kehamilan hingga kelahiran dan kebutuhan tumbuh
kembang bayi dan balita. Pemahaman tersebut seperti usia kandungan, letak bayi, kesehatan ibu dan bayi
dalam kandungan serta peranan imunisasi bagi kesehatan ibu dan anak bagi kelangsungan hidup masa
depan warga masyarakat Indonesia pada umumnya.
Untuk melakukan pengumpulan data, kajian ini menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap
informan. Penelitian ini dilakukan di kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai kota Medan. Pilihan lokasi
penelitian berdasarkan letak kelurahan denai berbatasan dengan desa Tembung kabupaten Deli Serdang
dengan corak penduduk yang dinominasi suku Jawa, suku Melayu dan Mandailing. Data yang dikumpulkan
dianalisa secara kwalitatif berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada 10 informan. Adapun 10 informan
tersebut terdiri dari lima keluarga yang selalu berkunjung ke posyandu dan lima keluarga tidak pernah ke
posyanndu.

PEMBAHASAN

Kunjungan warga ke posyandu sangat diperlukan untuk mengetahui tumbuh kembang anak dan
pemberian immunisasi secara lengkap. Namun dalam pelaksanaan program, kader posyandu menemukan
hambatan untuk meningkatkan kunjungan warga. Oleh sebab itu motivasi kepada warga masyarakat sangat
diperlukan guna meningkatkan kunjungan ke posyandu. Hasil kajian kepada informan menunjukkan bahwa
motivasi untuk berkunjung ke posyandu dalam keperluan bayi dan anak dapat dikategorikan dalam dua
bahagian, yaitu (1) Memahami kesehatan tentang tumbuh kembang bayi dan anak serta pentingnya
mendapatkan immunisasi (2) Selain keperluan bayi dan anak, informan juga termotivasi datang ke posyandu
karena mendapatkan sesuatu berupa benda yang dibawa pulang ke rumah seperti gula, roti, dan kacang
hijau, dan kadang-kadang ada minyak goreng.
18 | Maswita

Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan motivasi informan berkunjung merupakan prilaku yang
berorientasi kepada kesehatan, walaupun sebahagian kecil berharap kepada benda materi yang diberikan
oleh pihak posyandu. Kunjungan yang bermotivasi mendapatkan benda-benda ini perlu dihilangkan secara
bertahap supaya warga yang berkunjung ke posyandu benar benar bertujuan untuk kesehatan bayi dan
anak.
Sementara itu hasil penelitian kepada informan yang tidak berkunjung ke posyandu untuk keperluan
anak dan bayinya dapat dikategorikan dalam tiga bagian:
1. Informan tidak menggunakan posyandu sebagai sarana dan prasarana kesehatan bayi dan anak
berdasarkan kebiasaan generasi sebelumnya. Yang dimaksud generasi sebelumnya adalah orang tua
dari informan. Orang tua dari informan tidak pernah melakukan kunjungan ke posyandu untuk
kesehatan termasuk immunisasi anaknya. Ternyata anaknya tersebut sehat sehat saja. Sekalipun sehat
yang dimaksud mereka adalah anak tidak sakit, bukan masalah tumbuh kembang dan kemajuan
motorik anak. Pengalaman orang tuanya dalam membesarkan anak merupakan asas penting untuk
dicontoh oleh informan. Hasil dari pada prilaku yang dicontoh tersebut dapat dikategorikan kepada
pengaruh lingkungan, baik itu lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat sekitar. Dumka
(2008) menyatakan bahwa sikap-sikap dan perilaku seorang individu umumnya terbentuk oleh
perjumpaannya dengan lingkungannya, mulai dari lingkungan yang paling dekat sampai dengan
lingkungan yang lebih jauh, baik di sengaja maupun tidak . Dalam interaksi ini seorang individu
bukanlah tanah kosong yang siap ditumbuhi oleh apa saja yang disemaikan di atasnya.
2. Informan tidak menggunakan posyandu sabagai sarana kesehatan bayi dan anak berasaskan kepada
bayi dan anak mereka sehat saja. Jika bayi dan anak tersebut sehat tidak perlu ke posyandu. Informan
mengasuh bayinya dengan cara makan yang cukup dan memberi ASI pada bayinya. Mereka memberi
makanan dalam usia satu minggu atau satu bulan bahkan memeberi pada usia satu hari. Informan
bahkan merawat dan membesarkan bayi seperti biasa dari beberapa keluarganya. Penelitian yang
dilakukan di Kerinci oleh Nur (2017) juga menghasilkan bahwa melahirkan pun masih memakai dukun
bayi dengan alasan tenang secara psikologis..Hal itu terjadi karena lingkungan sekitar yang membentuk
perilaku ibu pasca persalinan untuk melakukan perawatan tradisional
3. Informan juga khawatir jika anak di immunisasi di posyandu menjadi demam dan sakit. Jawaban dari
informan menunjukkan bahwa pengalaman yang diceritakan oleh tetangga mereka menjadi sumber
untuk berkunjung ke posyandu. Pengalaman tersebut adalah bayi yang diimmunisasi selalu sakit
demam panas, gelisah, rewel dan selalu menangis. Hasil kajian kepada informan ini dapat dikategorikan
bahwa informan kurang mengetahui kesehatan pada umunya dan tumbuh kembang bayi serta
ketrampilan pada khususnya. Untuk itu penyuluhan tentang pengetahuan ini perlu dilakukan supaya
terjadi peningkatan kunjungan.
Suharti (2012) menyatakan bahwa perilaku ibu untuk datang dan memanfaatkan pelayanan
kesehatan di Posyandu merupakan upaya untuk mencegah dan mendeteksi sedini mungkin gangguan dan
hambatan pertumbuhan pada balita, sehingga apabila kunjungan ke Posyandu tidak dilakukan maka akan
berdampak tidak terpantaunya pertumbuhan dan perkembangan balita dan selanjutnya berisiko keadaan
gizinya memburuk sehingga mengalami gangguan pertumbuhan. Pada umunya informan berpendapat
bahwa di posyandu itu hanya kegiatan immunisasi dan timbang menimbang bayi, padahal kegiatan posyandu
adalah untuk pemantauan tumbuh kembang anak dan kesehatan anak sesuai umurnya. Dengan membawa
bayi dan anak ke posyandu tumbuh kembang dapat disesuaikan dengan umurnya. Hasil pemeriksaan di
posyandu tersebut dapat dijadikan azas dalam membesarkan anak dan memberikan yang terbaik untuk anak.
Kurangnya pengetahuan ibu tentang pelayann kesehatan dismpulkan oleh Ifroh (2017) dari hasil
penelitiannya bahwa masyarakat belum memahami pentingnya datang ke pelayanan kesehatan untuk
pemeriksaan kesehatan terutama pertumbuhan dan perkembangan balita, itu sebabnya masyarakat
khususnya ibu harus diberikan motivasi untuk membawa bayi dan anak mereka datang ke pelayanan
kesehatan yaitu posyandu dalam mendeteksi tumbuh kembang bayi mereka.
WHO berpendapat bahwa faktor perilaku yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan
adalah: (1) Pemikiran dan Perasaan (Thoughts and Feeling). Berupa pengetahuan, persepsi, sikap,
kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap obyek, dalam hal ini obyek kesehatan; (2) Orang
Penting sebagai Referensi (Personal Referensi). Seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh seseorang yang
dianggap penting atau berpengaruh besar terhadap dorongan penggunaan pelayanan kesehatan; (3)
Sumber-sumber Daya (Resources). Mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Sumber-
sumber daya juga berpengaruh terhadap prilaku seseorang atau kelompok masyarakat dalam memanfaatkan
Motivasi Ibu Berkunjung ke Posyandu dalam Rangka Kesehatan Bayi dan Anak di Kelurahan Denai Kota Medan | 19

pelayanan kesehatan. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif dan negatif; dan (4) Kebudayaan (Culture).
Berupa norma-norma yang ada di masyarakat dalam kaitannya dengan konsep sehat sakit.

SIMPULAN

Kesehatan keluarga merupakan asas mutlak dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat,
sehingga perlu dijaga dan dikawal setiap hari bahkan setiap menit. Kawalan itu dimulai dari bayi dalam
kandungan sehingga tumbuh dan berkembang menjadi anak, remaja, dewasa hingga akhir. Posyandu adalah
salah satu tempat melakukan kawalan terhadap proses tersebut. Untuk itu kunjungan ke posyandu
diperlukan bagi ibu rumah tangga dalam menjaga kesehatan bayi dan anak dalam tumbuh kembangnya.
Kunjungan ibu ke posyandu selain sebagai bentuk kawalan terhadap keluarga juga dapat memotivasi warga
masyarakat yang lain supaya turut berkujung ke posyandu dalam rangka kesehatan. Selain itu motivasi untuk
datang ke posyandu perlu ditingkatkan baik oleh pihak terkait terutama kader posyandu dan warga
masyarakat sekitar.

REFERENSI

Amiruddin, H. (2014.) Determinan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Dumka, L. E., Gonzales, N. A., Bonds, D. D., & Millsap, R. E. (2008). Academic success of Mexican-origin
adolesent boys and girls: The role of mothers’ and fathers’ parenting and cultural orientation.
LLC: Springer Science+Business Media.
Fikawati S, Syafiq A, Karima K. (2015). Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ifroh, R. H., Rohmah, N. & Gunawan, E. (2017). Bagaimana Kabar Kader Posyandu Saat Ini? in Prosiding
Konferensi Promosi Kesehatan Nasional Ke-7. Kementerian Kesehatan RI Pusat Promosi Kesehatan.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Kesehatan dalam Kerangka Sistainable Development Goals (SDG'S).
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Meilani, N. dkk. (2009). Kebidanan komunitas. Yogyakarta: Fitramaya.
Meutia. (2008). Kehamilan Kelahiran perawatan ibu dan bayi dalam konteks budaya. Jakarta.
Nur Aziz Setiadi, Djoko Nugroho, Ronny Aruben. (2017) Studi kasus pengetahuan dan Sikap ibu Pasca
Persalinan dengan perawatan Tradisional di desa Jrakah kabupaten Pemalang. (e-Journal) Volume
5, Nomor 4, Oktober 2017.
Pohan, I.S. (2007). Jaminan Pelayanan Kesehatan Dasar-Dasar Pengertian dan Penerapan. Jakarta: EGC.
Roger. (2010). Antropologi Budaya. Jakarta. Erlangga.
Soekanto, Soerjono. (2009). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rajawali.
Suharti, Erni (2012). Hubungan faktor pengetahuan, sikap dan dukunga keluarga dengan perilaku kunjungan
ke posyandu pada ibu pekerja di Banjarnegara Jawa Tengah Tahun 2012 . Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Depok. Tidak dipublikasikan
Tinuk. (2003). Pemberdayaan Masyarakat. Semarang: Universitas Diponegoro.
Yulifah, R, & Johan. (2009). Asuhan kebidanan komunitas. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai