Anda di halaman 1dari 6

METODE PENELITIAN

Oleh :

Nama : ABDITA OLIVIA SOLEHA

NIM : P07131119044

Prodi : D-IV Gizi (B)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MATARAM

JURUSAN GIZI
1. FAKTOR RISIKO GIZI BURUK PADA BALITA PESISIR PANTAI
Gizi buruk atau malnutisi akut adalah suatu bentuk terparah akibat kurang
gizi menahun , ada atau tidaknya oedemeatau berat badan per umur <-3 SD sesuai
dengan standar pertumbuhan WHO.
Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi
gizi buruk di Indonesia 5,7 % sedang di Sulawesi Tengah sebesar 6,6 % (Kemenkes,
2013). Selama 3 tahun terakhir dari tahun 2010-2012 prevalensi gizi buruk
Kabupaten Donggala semakin meningkat. Hal ini di perkirakan jumlah asupan energy
dan protein yang belum sesuai dengan kebutuhan serta adanyanya penyakit infeksi
yang menyertai. Data dari Dinas Kesehatan Donggala Tahun 2015 sekitar 8,3 % balita
masih berada pada status BGM (bawah garis merah) sedangkan untuk Kecamatan
Balaesang Tanjung sekitar 11,6%. Balita yang masih berada pada status BGM bila
tidak ditangani akan berisiko untuk menderita gizi buruk sehingga perlu di lakukan
pencegahan sebelumnya.
 Bagai mana Factor resiko gizi buruk pada balita pesisir pantai

Factor resiko gizi buruk


Anak balita
pada balita pesisir pantai

Factor resiko:

1. Tingkat asupan protein


2. Riwayat penyakit
3. Tingkat perhatian ibu
terhadap asupan
makan PHBS anak
balita.
Factor resiko gizi buruk pada anak pesisir pantai dilihat dar tingakat
asupan protein, riwayat penyakitdan tingat perhatian ibu terhadap
aupan makanan PHBS anak balita.
2. Pola Pemberian Makanan Terhadap Status Gizi Usia 12-24 Bulan pada Ibu Bekerja
Penyebab kurang gizi dipengaruhi oleh dua faktor secara langsung dan tidak
langsung. Penyebab langsung yaitu makanan yang dikonsumsi dan penyakit infeksi,
sedangkan penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan, pola asuh, perawatan
kesehatan dan sanitasi lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan pola pemberian makanan terhadap status gizi usia 12-24 bulan pada ibu
bekerja.
 Bagaimana pola pemberian makan terhadap setatus gizi usia 12-24
bulan pada ibu pekerja

Pola pemberian makan


terhadap status gizi usia 12- Ibu dan pengasuh
24 bualan

Yang harus di teankan

1. Pengetahuan ibu
tentang gizi

3. FAKTOR RISIKO UNDERWEIGHT BALITA UMUR 7-59 BULAN


Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi individu atau
masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam kesehatan
masyarakat (Emerson, 2005; Mendez, 2005). Status gizi pada balita dapat
berpengaruh terhadap beberapa aspek. Gizi kurang pada balita, membawa dampak
negatif terhadap pertumbuhan fisik maupun mental, yang selanjutnya akan
menghambat prestasi belajar. Akibat lainnya adalah penurunan daya tahan,
menyebabkan hilangnya masa hidup sehat balita, serta dampak yang lebih serius
adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan kematian
(Ali, 2006; Mamhidira, 2006; Andriani, 2012). Secara nasional berdasarkan riskesdas
tahun 2010 prevalensi status gizi pada balita yang tergolong berat kurang
(underweight) adalah 17,9 %. Adapun di Jawa Barat prevalensi balita gizi buruk
(BB/U) adalah 3,1 %, sedangkan status gizi kurang 9,9 %. Wilayah Puskesmas
Leuwimunding salah satu kecamatan di Jawa Barat memiliki prevalensi gizi kurang
18.2 %, angka prevalensi tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi.
Prevalensi gizi kurang yang cukup tinggi dikhawatirkan dapat berimplikasi pada
status gizi buruk pada periode selanjutnya. Keadaan gizi masyarakat akan
mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah
satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal
dengan istilah Human Development Index (HDI). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa gizi kurang pada balita membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan
fisik maupun mental, yang selanjutnya akan menghambat prestasi belajar. Akibat
lainnya adalah penurunan daya tahan, sehingga kejadian infeksi dapat meningkat.
Kekurangan gizi akan menyebabkan hilangnya masa hidup sehat balita. Dampak yang
lebih serius adalah timbulnya kecacatan, tingginya angka kesakitan dan percepatan
kematian.
 Bagaimana factor terjadinya RISIKO UNDERWEIGHT BALITA UMUR 7-
59 BULAN

Resiko underweight balita


umur 7-59bulan Balita umur 7- 59 bulan

1. Pola asuh pemberian


makan anak (PMA)
2. Tingkat konsumsi protein
4. PENGERUH KONSELING GIZI DAN PEMBERIAN TABLET ZAT BESI TERHADAP
PENINGKATAN KADAR HEMAGLOBIN PADA IBU HAMIL TRIMESTER II
Asupan gizi ibu selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang
sedang dikandung. Ibu yang memiliki asupan gizi yang kurang pada masa hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang tidak sehat, tidak cukup bulan dan
terlahir dengan berat badan rendah (Setyawan,1997).
Kekurangan zat besi juga mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb)
dimana zat besi sebagai salah satu unsur pembentukannya. Hemoglobin berfungsi
sebagai pengikat oksigen yang sangat di butuhkan untuk metabolisme sel, hal ini
dapat menyebabkan anak lahir dengan berat badan rendah, keguguran dan juga
menyebabkan anemia pada bayinya.(Ridwanamiddin,2007). Untuk memenuhi
kebutuhan akan zat besi selama hamil, ibu harus mengkonsumsi zat besi sekitar 45-
40 mg sehari. Kebutuhan ini dapat terpenuhi dari makanan yang kaya akan zat besi,
seperti daging berwarna merah, hati, kunign elur, sayuran berdaun hijau, kacang-
kacangan, tempe, roti, dan sereal. Tetapi jiak dokter menemukan ibu hamil yang
menunjukkan gejala anemia biasanya akan memberikan suplemen zat besi berupa
tablet besi, biasanya dikonsumsi satu kali dalam sehari. Suplemen tablet besi juga
 Bagaimana PENGERUH KONSELING GIZI DAN PEMBERIAN TABLET ZAT
BESI TERHADAP PENINGKATAN KADAR HEMAGLOBIN PADA IBU
HAMIL TRIMESTER II

1. PENGERUH KONSELING GIZI DAN


PEMBERIAN TABLET ZAT BESI
Ibu hamil trimester ll
TERHADAP PENINGKATAN KADAR
HEMAGLOBIN PADA IBU HAMIL
TRIMESTER II

Karatristik :
1. Pengetahuan ibu
2. Pendidikan ibu
5. Jurnal inetrnasional : Pengaruh penyuluhan gizi tentang jajanan tradisional
terhadap peningkatan pengetahuan dan perilaku jajan anak sekolah
Pangan tradisional juga terbukti sebagai pangan fungsional yang mencegah
penyakit degeneratif. Fakta menunjukkan di sekolah anak makanan tradisional
kurang populer dibandingkan makanan modern (nontradisional). Namun jajanan
modern berdampak negatif pada status kesehatan. Kebiasaan ini tidak akan terjadi
jika anak mendapatkan pengetahuan tentang gizi yang baik. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh penyuluhan gizi makanan tradisional terhadap
pengetahuan dan sikap anak di SD Negeri 11 Banda Aceh. Penelitian kuasi
eksperimen dilakukan terhadap 33 siswa yang diambil secara acak, diukur sebelum
dan sesudah penyuluhan pengetahuan responden menggunakan formulir angket,
dan analisis data menggunakan uji statistik T-test dependen CI: 95%. Hasilnya, rata-
rata tingkat pengetahuan anak sebelum dan sesudah penyuluhan adalah 10, 45, dan
11, 88. Rata-rata perilaku sebelum dan sesudah penyuluhan adalah 6, 73 dan 7, 09.

 Bagaimana pengaruh penyuluhan gizi tentang jajanan tradisonal


terhadap penngkatan penegtahuan dan prilaku jajan anak sekolah

pengaruh penyuluhan gizi tentang


jajanan tradisonal terhadap
Anak sekolah
penngkatan penegtahuan dan
prilaku jajan anak sekolah

penyuluhan berpengaruh dalam meningkatkan


pengetahuan anak sekolah tentang jajanan
tradisional tetapi tidak berpengaruh terhadap
perubahan perilaku anak sekolah dasar. Saran
perlu meningkatkan sosialisasi menggunakan
media dalam mengubah perilaku anak sekolah
dasar

Anda mungkin juga menyukai