A. PENDAHULUAN
Kurang Energi Protein pada anak masih menjadi masalah gizi dan
kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riskesdas tahun 2010,
sebanyak 13% anak berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi
buruk. Data yang sama menunjukkan 13.3% menunjukkan anak kurus,
diantaranya 6% anak sangat kurus, dan 17.1% anak memiliki status sangat
pendek.
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi tingkat berat yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari makanan
sehari-hari, yang ditandai dengan indikator menurut WHO 2005 berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB) berada pada ≤-3 SD dan atau berat badan
menurut umur (BB/U) ≤-3 SD atau ada tanda-tanda klinis gizi buruk yaitu
marasmus dan kwashiorkor.
Selain masalah balita gizi buruk dengan indikator BB/TB, masih
ada masalah gizi yang lain yaitu berat badan kurang dan berat badan
sangat kurang serta balita stunting. Semua masalah gizi ini harus menjadi
prioritas dalam upaya perbaikan gizi masyarakat terutama di masa pandemi
covid 19 saat ini.
Dalam upaya mengatasi masalah gizi buruk dan gizi kurang pada
balita, Kementrian Kesehatan telah menetapkan kebijakan yang
komprehensif, meliputi pencegahan, promosi/edukasi dan penanggulangan
balita gizi buruk. Upaya pencegahan dilaksanakan melalui pemantauan
pertumbuhan di posyandu. Penanggulangan balita gizi kurang dilakukan
dengan pemberian makanan tambahan (PMT), sedangkan balita gizi buruk
harus mendapat perawatan sesuai tata laksana gizi buruk.
TUJUAN KHUSUS
Untuk melakukan penapisan anak gizi buruk
Untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus gizi buruk
Untuk menentukan apakah balita tersebut perlu mendapat rujukan
rawat inap atau tidak
Untuk meningkatkan status gizi anak
Untuk pendampingan anak gizi buruk secara rawat jalan
8. SASARAN
a. Anak Gizi Buruk
b. Keluarga anak gizi buruk
Mengetahui,