Anda di halaman 1dari 8

PEMERINTAH KABUPATEN SOLOK

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS SIRUKAM
Jalan. Lintas Solok Alahan Panjang Km 23
Kubang Nan Duo Kode pos 27387
Email : puskesmassirukam17@gmail.com
Call centre : 082173181967

KERANGKA ACUAN KERJA


KEGIATAN PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN BERBASIS PANGAN LOKAL
BAGI BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS SIRUKAM

1. PENDAHULUAN

Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam memerangi malnutrisi terutama pada

kelompok usia bawah lima tahun (balita). Stunting, anemia, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya,

seperti zat besi, seng, dan folat masih menjadi masalah gizi yang banyak ditemukan pada balita.

Masalah-masalah ini erat kaitannya dengan asupan zat gizi yang tidak memadai dari diet. Makanan

padat gizi yang tersedia secara lokal sebenarnya dapat menjadi potensi untuk meningkatkan

kecukupan gizi.

Salah satu tantangan utama yang saat ini dihadapi sektor kesehatan di Indonesia adalah

kekurangan Gizi anak kronis. Meskipun banyak perkembangan dan kemajuan kesehatan telah

dilakukan di Indonesia selama beberapa tahun terakhir, namun masalah stunting tetap signifikan.

Stunting merupakan suatu kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bawah lima tahun) akibat dari

kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Stunting adalah sebuah kondisi

dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang lain pada

umumnya (yang seusia). Anak dikatakan pendek (stunting) jika tingginya berada dibawah -2 SD dari

standar WHO 1 . Stunting terjadi akibat kekurangan gizi kronis yang menghambat pertumbuhan linier
2

2. LATAR BELAKANG

Prevalensi stunting berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 tercatat

bahwa balita yang memiliki status gizi pendek dan sangat pendek sebesar 30,8% dimana terdapat

11,5% sangat pendek dan 19,3% pendek. Menurut Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017

prevalensi stunting pada kelompok balita sebesar 29,5% dimana yang mempunyai status gizi sangat

pendek sebanyak 9,8% balita yang mempunyai status gizi pendek sebanyak 19,8%. Sementara pada

kelompok baduta prevalensi stunting sebesar 20,1% dimana 6,9% sangat pendek dan 13,2% pendek. 3
Kabupaten Solok merupakan kabupaten yang menduduki posisi kedua pada tahun 2018

dengan prevalensi stunting tertinggi di Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 2018, prevelensi balita

stunting di Kabupaten Solok sebesar 39,9%. (5) Pada tahun 2019 prevalensi stunting berdasarkan

balita yang ditimbang di Puskesmas Sirukam sebesar 31%. Data diperoleh berdasarkan penimbangan

massal yang dilakukan pada bulan timbang yaitu bulan Februari dan Agustus 2019. (19) Menurut

WHO prevalensi stunting 5 termasuk kategori berat apabila prevalensi stunting 30-40%, dan kategori

serius >40%.

Sebagai bagian upaya pencegahan terjadinya berbagai masalah gizi pada, Kementrian

Kesehatan RI telah mengeluarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) pada tahun 2003 dan

disempurnakan pada tahun 2014 menjadi Pedoman Gizi Seimbang (PGS). Akan tetapi, data

konsumsi makanan secara nasional memperlihatkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia

belum dapat menerapkan PGS secara baik.5

Salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan tentang gizi seimbang adalah melalui

pendidikan gizi. Menurut WHO dalam Supariasa (2014) Pendidikan gizi merupakan usaha yang

terencana untuk meningkatkan status gizi melalui perubahan perilaku yang berhubungan dengan

makanan dan gizi. Perilaku berubah dengan terlebih dahulu diberikan sebuah penguatan berupa

informasi-informasi tentang suatu hal yang bisa merubah perilaku terlebih dahulu. Teori Bloom juga

mengungkapkan bahwa perilaku merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.

Menurut beberapa penelitian, perilaku dapat meningkat dengan media edukasi seperti leafleat dan

poster.6

Berdasarkan laporan SEAMEO RECFON Sebagian besar dari 37 Kabupaten lokus stunting

memiliki masalah gizi dan pola makan. Untuk Sumatera Barat Kabupaten Solok menjadi satu-satunya

kabupaten lokus yang mendapat perhatian utama dalam pengembangan Pedoman Gizi Seimbang

Berbasis Pangan Lokal. Seperti yang diterangkan, anak 12-23 bulan adalah kelompok usia dengan

proporsi tertinggi kabupaten/ kota yang memiliki masalah gizi (26 dari 36 atau sebesar 72.2%). Untuk

Kabupaten Solok zat gizi bermasalah pada kelompok anak 12-23 bulan ini adalah Asam Folat,

Kalsium dan Zat besi.7

Pemanfaatan pangan yang secara lokal sudah tersedia juga telah ditekankan oleh World

Health Organization dan UNICEF dalam Strategi Global Panduan Pemberian Makanan Pendamping

ASI pada Bayi dan Anak (WHO/UNICEF Global Strategy for Infant and Young Child Feeding)

maupun Pedoman Gizi Seimbang (PGS) pada banyak negara. Akan tetapi hal ini masih kurang

diberdayakan dan perlu untuk dioptimalkan kebermanfaatannya.8


Kegagalan pertumbuhan pada anak balita dapat disebabkan oleh defisiensi zat gizi mikro

seperti kalsium, asam folat dan zat besi dari hasil penelitian yang dilakukan oleh husein al ansori

disemarang timur tahun 2013 diketahui anak balita yang asupan zat gizi mikro kurang, banyak

terdapat pada anak balita yang mengalami stunting.

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh kekuarangan kalsium

pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan. Kekurangan konsumsi kalsium

untuk jangka panjang dapat menyebabkan struktur tulang yang tidak sempurna. Penelitian davies

tahun 2010 menemukan bahwa asupan kalsium berkolerasi dengan penambahan tinggi badan anak

balita.9

Pada usia dini, balita yang kekurangan zat besi dapat menyebabkan gangguan kognitif dan

fisik dan peningkatan risiko kematian. Hal tersebut dikarenakan zat besi memegang peran sebagai

pengedar oksigen ke semua jaringan tubuh. Jika oksigenasi ke jaringan tulang berkurang, maka tulang

tidak akan tumbuh maksimal. Selain itu, balita yang mengalami defisiensi zat besi juga mudah

terkena penyakit infeksi dan gangguan pertumbuhan pertumbuhan. Zat besi berperan untuk

memproduksi hormon pertumbuhan

3. TUJUAN

Tujuan Umum:

Meningkatnya status gizi balita gizi kurang melalui pemberian makanan tambahan berbasis

pangan lokal sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

Tujuan Khusus:

a. Memperbaiki status gizi balita gizi kurang sebagai upaya penurunan angka kematian ibu

b. Mendidik kemandirian masyarakat / keluarga dalam mengatasi masalah balita gizi kurang

sehinggga tidak bergantung pada bantuan baik pemerintah / swasta.

c. Terwujudnya keluarga mandiri sadar gizi ( Kadarzi).

4. SASARAN

5 Balita dengan BB/U


.
Kurang atau Buruk
6 Balita dengan
. 
BB/TB Kurus atau Buruk
7 .  Balita dengan
BB/U dan BB/TB Norma
a. Balita dengan BB/U Kurang atau Buruk

b. Balita dengan BB/TB Kurus atau Buruk

c. Balita dengan BB/U dan BB/TB Norma

5. WAKTU

1. Insidentil sesuai dengan waktu ditemukan balita gizi kurang, pada tahun anggaran

tersebut.

2. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan bagi balita gizi kurang dilaksanakan selama 60

hari pemberian.

8. TEMPAT PELAKSANAAN

Pelaksanaan pemberian dilakukan di Puskesmas Sirukam dan saat Kunjungan Rumah ,

untuk kemudian dilakukan pemantauan di rumah balita gizi kurang yang menerima PMT

Pangan Lokal.

9. TENAGA PELAKSANA

Tenaga Pelaksana PMT Pemulihan adalah Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas dibantu

oleh Bidan Jejaring dan Kader dengan menerapkan protokol kesehatan.. Pasien dapat

ditatalaksana kembali di FKTP oleh Dokter (tidak hanya Dokter Puskesmas) bersama tim

FKTP (bidan, perawat, ahli gizi). Dalam menjalankan hal ini, diperlukan tim pendamping ibu

hamil (kader kesehatan/ PKK) yang sudah mendapatkan arahan khusus dari Dokter untuk

tatalaksana penyakit penyerta yang ditemukan serta tatalaksana gizinya.

10. MEKANISME PELAKSANAAN

1. Tahap Persiapan.
a. Menyusun Menu Berbasis Pangan Lokal sesuai Standar.

b. Menetapkan sasaran

Setiap sasaranmenerima makanan tambahan sekurang-kurangnya 30 hari

makan (disesuaikan dengan status gizi balita dan kesehatan balita ). Kegiatan ini

sebaiknya dintegrasikan dengan program yang ada di desa seperti antara lain: kelas

ibu balita dan didahului dengan edukasi gizi yang dapat berupa demonstrasi masak

atau penyuluhan gizi dan makan bersama-sama. Selain melalui kelas ibu balita.

c. Perencanaan bahan makanan.

d. Pembelian Bahan Makanan.

Tim pelaksana langsung menyiapkan makanan tambahan siap santap: dimakan

bersama kelompok sasaran di suatu tempat, atau Menunjuk penyelenggara

makanan (contoh: warung lokal) untuk mengolah sesuai dengan menu yang telah

disusun dan dibawah pengawasan tim pelaksana.

2. Tahap Pengolahan

Pengolahan makanan dilakukan sesuai dengan cara pengolahan yang biasa dilakukan

sehari- hari dengan memperhatikan aspek higiene dan sanitasi. Dalam hal ini, bahan makanan

harus dicuci sampai bersih, air yang digunakan juga air bersih yang layak minum. Selain itu,

peralatan yang digunakan harus bersih dan orang yang mengolah makanan juga harus

menjaga kebersihan diri.

Cara
N Prinsip pengolahan
Pengolahan
o.
● Gunakan air bersih secukupnya
● Semua bahan terendam
1. Merebus ● Air mendidih (suhu sekitar 100º C)
● Lama perebusan sampai tingkat kematangan yang
dikehendaki termasuk
bagian dalam bahan makanan
● Gunakan air bersih secukupnya
2. Mengukus ● Lama pengukusan sampai tingkat kematangan yang
dikehendaki termasuk
bagian dalam bahan makanan
● Panaskan alat pemanggang (oven) sampai panas yang
dikehendaki sebelum bahan dimasukkan
● Lama pemanggangan sampai tingkat kematangan yang
dikehendaki termasuk bagian dalam bahan makanan
3. Memanggang
● Untuk memanggang daging atau pangan tinggi protein,
hindari sampai terbakar
(arang)
● Siapkan bahan pembakar (arang/kayu) sampai terbentuk bara
api sebelum bahan makanan dibakar
● Lama pembakaran sampai tingkat kematangan yang
dikehendaki termasuk bagian dalam bahan makanan
4. Membakar
● Untuk membakar daging atau pangan tinggi protein, hindari
sampai terbakar
(arang)
5. Menggoreng ● Gunakan minyak goreng secukupnya
● Panaskan minyak goreng sampai suhu yang dikehendaki
sebelum bahan dimasukkan
● Lama penggorengan sampai tingkat kematangan yang
dikehendaki termasuk bagian dalam bahan makanan
● Dianjurkan menggunakan minyak goreng yang sama tidak
lebih dari dua kali penggorengan
 Memasak makanan dengan minyak sedikit
6. Menumis ● Panaskan minyak goreng sampai suhu yang dikehendaki
sebelum bahan dimasukkan
● Lama memasak dengan waktu singkat

Persyaratan penjamah makanan

1) Surat pernyataan berbadan sehat

2) Dimasa pandemi COVID 19, sudah divaksinasi minimal 2 kali

3) Bersedia menjalankan prinsip higiene dan sanitasi selama proses penyelenggaraan

makanan tambahan pangan lokal (seperti menjaga kebersihan diri dan bahan pangan,

serta peralatan yang dipergunakan)

3. Tahap Pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang

menerapkan protokol kesehatan dengan memperhatikan hal- hal lainnya sebagaimana

berikut:

 Jadwal pemberian makan disesuaikan dengan kondisi setempat (contoh: dibuat

jadwal/pembagian kupon) dan kunjungan rumah balita gizi kurang

 Pemberian makanan dilakukan dengan tertib sesuai jadwal yang telah disepakati,

menjaga jarak dan menggunakan masker.


 Menyediakan tempat cuci tangan (dengan air mengalir dan menggunakan sabun)

atau hand sanitizer di lokasi pembagian makanan.

11. PEMANTAUAN

 Bagi Sasaran

Penambahan BB balita gizi kurang yang menjadi sasaran:

Bagi balita gizi kurang, terjadi peningkatan BB sesuai dengan kurva penambahan BB

pada Buku KIA

 Penyelenggara

a. Kepatuhan terhadap konsumsi PMT lokal yang diberikan (jumlah makanan

yang diberikan dan dihabiskan)

b. Frekuensi dan lamanya pemberian

c. Mekanisme pelaksana pemberian PMT

d. Kepatuhan terhadap standar menu yang ditetapkan

e. Perubahan status gizi sasaran

f. Distribusi dan konsumsi tablet tambah darah

g. Perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku sasaran

h. Berat Badan dan Panjang Badan Bayi yang lahir dari Balita gizi kurang (jika

melahirkan)

12. PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kegiatan pemberian makanan tambahan lokal

untuk balita gizi kurang dilakukan secara berjenjang dari tingkat desa sampai tingkat

Kabupaten dengan mekanisme pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:

1. Pencatatan hasil pengukuran BB, TB, serta makanan tambahan pada balita dapat

menggunakan buku KIA dan catatan lainnya yang dapat dicatat secara elektronik

melalui Sigizi Terpadu.


2. Tim Pelaksana mencatat hasil kegiatan melalui pencatatan di puskesmas dan juga

mencatat di kartu pemantauan balita sebagai self-monitoring agar ibu anak balita

dapat ikut memantau setiap kali mendapat makanan tambahan lokal.

3. Tim Pelaksana melaporkan pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan kepada Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala setiap bulan yang terdiri dari jumlah

penerima, hari makan, besar anggaran yang digunakan.

Sirukam, Juni 2023

AHDA SASPERA, SKM


NIP. 19730315 199703 1 003

Anda mungkin juga menyukai