I. PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan perkembangan pada periode balita terutama 1000 Hari Pertama
Kehidupan sangat pesat, demikian pula perkembangan kognitifnya. Ibu hamil dan Balita
merupakan kelompok rawan gizi yang perlu mendapat perhatian khusus dikarenakan
dampak jangka Panjang yang ditimbulkan apabila mereka menderita kekurangan gizi
akan mempengaruhi proses tumbuh kembang janin, kelahiran bayi berat rendah
(BBLR), selanjutnya berisiko balita mengalami masalah gizi kurang atau stunting.
Besaran masalah gizi pada balita berdasarkan Survey Status Gizi Indonesia
(SSGI) 2021: prevalensi balita gizi kurang 7.1% dan prevalensi balita stunting 24.4%.
berdasarkan sumber yang sama, proporsi makan beragam pada baduta sebesar 52,5%
dengan proporsi mulai konsumsi MPASI <6 bulan sebesar 55,3%, balita menderita
diare sebesar 9,8% dan ISPA sebesar 24,1% (SSGI, 2021). Faktor lain yang turut
berkontribusi pada masalah gizi kurang pada balita adalah pola asuh yang kurang
baik, kurangnya pengetahuan, penyakit infeksi berulang , rendahnya akses ke fasilitas
pelayanan Kesehatan, serta kondisi social ekonomi yang secara tidak langsung
berpengaruh terhadap akses makan makanan bergizi seimbang.
Demikian pula bilamana ditemukan balita dengan kenaikan berat badan tidak
adwekuat /weight faltering, berat badan kurang dan gizi kurang baik di posyandu
maupun di fasilitas Kesehatan, maka perlu dilakukan tatalaksana dengan pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) untuk menidentifiksi dan mengatasi
penyebab yang mendasarinya serta kondisi yang memperberat.
Weight faltering, berat badan kurang, dan gizi kurang dapat disebabkan rendahnya
protein energi ratio (PER) paada makanan yang di konsumsi. Studi Kekalih A, (2015)
yang menganalisis data Riskesdas 2010 menunjukan bahwa konsumsi pangan hewani
pada anak usia 6-24 bulan hanya 38.2%. Data Rikesdas 2010, menunjukan bahwa
angka balita dengan berat badan kurang 17.9% dan gizi kurang 7.3%. Hal ini
merupakan landasan perlunya asupan protein hewani yang cukup untuk balita. Oleh
karena itu, pencegahan weight faltering, berat badan kurang, dan gizi kurang harus
menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan protein hewani pada balita sesuai dengan
ketersedian sumber protein hewani local, sebagai contoh telur, ikan, ayam, dan
sebagainya.
sebagai tindak lanjut maka puskesmas sebagai lini terdepan dari strkutur jajaran
kementrian kesehatan menjadi penggerak utama di masyarakat dalam penanggulangan
masalah gizi serta mengajak semua lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam
kegiatan penganggulangan masalah gizi. Kekurangan gizi yang terjadi pada
kelompok balita di wilayah kerja UPTD. Puskesmas I Pekutatan diatasi dengan
menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan Pangan Lokal (PMT-Lokal).
III. TUJUAN
1. Tujuan Umum
b. Bila ada red flag : dan tidak dapat ditangani di puskesmas : rujuk ke RS
c. Bila tidak ada red flag , Balita Gizi Kurang dengan atau ta npa
stunting:
Stimulasi perkembangan
e. Bila BB naik tidak adekuat setelah 14 hari atau red flag tida k
bisa ditangani di Puskesmas, maka rujuk ke RS
b. Bila ada red flag : dan tidak dapat ditangani di puskesmas : rujuk ke RS
c. Bila tidak ada red flag, Balita Berat Badan Kurang tanpa stunting atau tanpa
keduanya :
Stimulasi perkembangan
d. Bila kemudian BB naik adekuat , BB/U diatas -2SD dan BB/TB diatas -2SD
dan BB/TB diatas -2SD PMT dapat dilanjutkan dan rujuk balik ke posyandu
e. Bila BB naik tidak adekuat setelah 14 hari atau red flag tida k
bisa ditangani di Puskesmas maka rujuk ke RS.
b. Bila ada red flag : dan tidak dapat ditangani di puskesmas : rujuk ke RS
c. Bila tidak ada red flag, Balita Tidak Naik dengan BB/U normal :
Stimulasi perkembangan
d. Bila kemudian BB naik adekuat, BB/U diatas -2SD dan BB/TB diatas -
2SD, PMT dapat dilanjutkan dan rujuk balik ke posyandu
e. Bila BB naik tidak adekuat setelah 14 hari atau red flag tidak bisa
ditengani puskesmas, maka rujuk ke RS
VI. SASARAN
3 Manajemen 5.496.000
Jumlah 109.920.000
Rincian Anggaran Biaya (RAB) terlampir
Formular ini dengan memberikan tanda centang (v) pada setiap kolom yang
tersedia setiap kali anak menerima dan mengkonsumsi makanan tambahan
Nama Anak :
Nama ibu/Orang tua :
Usia anak :
Jangka Waktu penerimaan MT : ………..hari
Bulan 1 Bulan 2
Minggu 1 Minggu 1
Minggu 2 Minggu 2
Minggu 3 Minggu 3
Minggu 4 Minggu 4
Bulan 3
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
pem 0 s w nn ng ng s
beri t a gu gu gu t
an l 1
2 3
FORMULIR PEMANTAUAN BULANAN KEPADA SASARAN BALITA (IBU BALITA)
(Diisi oleh Petugas kesehatan)
No PERTANYAAN JAWABAN
Apakah balita ibu mendapat MT?
1 Ya/tidak
Sejak kapan balita ibu menerima MT?
2 Sebutkan
Jenis MT apa yang ibu terima ?
3 Makanan lengkap Sebutkan
Makanan kudapan
Keduanya
Dimana tempat ibu diberi MT?
4 Posyandu Sebutkan
Kelas ibu balita
Rumah
Lainya
Berapa kali MT dilakukan dalam 1 bulan ?
5 Setiap hari dalam sebulan Sebutkan
Tidak setiap hari dalam sebulan
Apakah ibu menyukai MT yang diberikan
6 (Aspek, organoleptic,rasa, penyajian dll)? Ya/tidak
Dinilai dan habis atau tidaknya MT
tersebut dimakan
Alasan jika tidak menyukai MT :
7 Tidak suka Sebutkan
Tidak nafsu makan
Sudah kenyang
Sedang sakit
Lainnya
Apakah ada keluhan ibu pada saat dan setelah mengonsumsi MT dan
8 bagaimana cara mengatasinya ? Ada/tidak
Jika ada sebutkan misalnya : muntah,
diare, sembelit dll.
Apakah ibu mendapat penyuluhan gizi seimbang pada saat pemberian MT?
9 ya
tidak
Pesan apa yang disampaikan pada kegiatan pemberian makanan tambahan
10 bertahan pangan local ?
Apakah ibu mengerti tentang pesan yang disampaikan ?
11 ya
tidak
Apakah ibu dapat mempraktikan pesan yang disampaikan di rumah ?
12 ya
tidak
( )
X. PENCATATAN DAN PELAPORAN KEGIATAN
Pencatatan hasil pengukuran BB, PB atau TB dan makanan tambahan pada ibu
hamil akan dicatat pada buku KIA dan laporkan secara elektronik melalui sigizi
terpadu pada menu pemantauan PMT.
Saat ini sedang dikembangkan Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK) dimana
pencatatan oleh kader melalui aplikasi dan watshaap chatbot akan langsung
terhubung pada dhasboard SATUSEHAT.
Tim Pelaksana mencatat hasil Kegiatan PMT melalui formulir Monev PMT dan
pemantauan berat badan pada balita.
Tim Pelaksana mencatat dan melihat isian kartu control konsumsi PMT oleh
sasaran sebagai self-monitoring dan tindak lanjutnya misalnya menanyakan apakah
sasaran menyukai makanan tambahan yang diberikan, ada tidaknya keluhan setelah
mengonsumsi, serta memberikan edukasi.
Tim Pelaksana melaporkan hasil kegiatan PMT mulai dari tingkat Puskesmas, lalu
dilaporkan Dinkes Kab/Kota, Dinkes Provinsi, dan Pusat secara berjenjang.
KERANGKA ACUAN
PEMBERIAN PMT LOKAL
BALITA GIZI KURANG