Anda di halaman 1dari 6

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

PENDAMPINGAN BAYI RESTI OLEH NAKES DAN KADER


KESEHATAN PUSKESMAS PENURUNAN

I. PENDAHULUAN
Masalah gizi merupakan masalah yang ada di tiap-tiap negara, baik negara miskin,
negara berkembang dan negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah gizi
kurang, hubungan dengan penyakit infeksi dan negara maju cenderung dengan masalah
gizi lebih (Soekirman, 2000).
Saat ini di dalam era globalisasi dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola
makan, Indonesia menghadapi permasalahan gizi ganda. Di satu pihak masalah gizi kurang
yang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan pangan, kurang
baiknya kualitas lingkungan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi. Selain itu
masalah gizi lebih yang disebabkan oleh kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat
tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi (Azrul,2004).
Penanganan gizi buruk sangat terkait dengan strategi sebuah bangsa dalam
menciptakan sumber daya manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Upaya peningkatan
sumber daya manusia yang berkualitas dimulai dengan cara penanganan pertumbuhan anak
sebagai bagian dari keluarga dengan asupan gizi dan perawatan yang baik. Dengan
lingkungan keluarga yang sehat, maka hadirnya infeksi menular ataupun penyakit
masyarakat lainnya dapat dihindari. Di tingkat masyarakat faktor-faktor seperti lingkungan
yang higienis, ketahanan pangan keluarga, pola asuh terhadap anak dan pelayanan
kesehatan primer sangat menentukan dalam membentuk anak yang tahan gizi buruk.
Secara makro, dibutuhkan ketegasan kebijakan, strategi, regulasi, dan koordinasi
lintas sektor dari pemerintah dan semua stakeholders untuk menjamin terlaksananya poin-
poin penting seperti pemberdayaan masyarakat, pemberantasan kemiskinan, ketahanan
pangan, dan pendidikan yang secara tidak langsung akan mengubah budaya buruk dan
paradigma di tataran bawah dalam hal perawatan gizi terhadap keluarga termasuk anak.
Keberhasilan pembangunan nasional yang diupayakan oleh pemerintah dan
masyarakat sangat ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia. Indikator yang
digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas sumber daya manusia antara lain
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM). Pada
umumnya IPM dan IKM mempunyai komponen yang sama, yaitu angka harapan hidup
(tingkat kesehatan), penguasaan ilmu pengetahuan (tingkat pendidikan) dan standar
kehidupan yang layak (tingkat ekonomi). Pada IPM, standar hidup layak dihitung dari
pendapatan per kapita, sementara IKM diukur dengan persentase penduduk tanpa akses
terhadap air bersih, fasilitas kesehatan, dan balita kurang gizi.
Tiga faktor utama penentu IPM yang dikembangkan UNDP adalah tingkat
pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status
gizi masyarakat.
Salah satu prioritas pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah upaya
perbaikan gizi yang berbasis pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Kurang
gizi akan berdampak pada penurunan kualitas SDM yang lebih lanjut dapat berakibat pada
kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan
produktivitas, meningkatkan kesakitan serta kematian. Visi pembangunan gizi adalah
“Mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi masyarakat/keluarga
yang optimal”.
Secara umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama, yaitu kurang gizi mikro
dan kurang gizi makro. Kurang gizi makro pada umumnya disebabkan oleh kekurangan
asupan energi dan protein dibanding kebutuhannya yang menyebabkan gangguan
kesehatan, sedangkan kurang gizi mikro disebabkan kekurangan zat gizi mikro. Gizi buruk
adalah bentuk terparah dari proses terjdinya kekurangan gizi menahun. Anak balita sehat
atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat
badan menurut umurnya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat
badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalu sedikit dibawah
standar disebut gizi kurang. Apabila jauh dibawah standar disebut gizi buruk.
II. LATAR BELAKANG
Kurang Energi Protein pada anak masih menjadi masalah gizi dan kesehatan
masyarakat di indonesia.Berdasrkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010,sebanyak 13%
anak berstatus gizi kurang,diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk.Data yang sama
menunjukkan 13,3% anak kurus,diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak
memiliki kategori sangat pendek.
Keadan ini berpengaruh pada masih tingginya angka kematian bayi.Menurut
WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi
buruk,oleh karena itu masakah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah
dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya untuk menangani setiap kasus
yang ditemukan.Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan tehnologi
tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua
pendekatan.Gizi buruk dengan konplikasidan gizi buruk tanpa komplikasi dapat
dilakukan secara rawat jalan.
III. TUJUAN
Tujuan dari program pelacakan gizi buruk dan gizi kurang adalah :
1. Mengcover balita yang status gizinya buruk agar segera di tangani oleh Petugas
Kesehatan setempat.
2. Mengetahui status gizi dan keadaan anak tersebut agar Petugas Kesehatan bisa
melakukan tindakan pemulihan status gizi menjadi lebih baik.
IV. SASARAN
Sasarannya adalah balita yang beresiko memiliki gangguan pertumbuhan dan bermasalah
gizi di wilayah kerja Puskesmas Penurunan.
V. PENDANAAN
Dana berasal dari Anggaran BOK Kota Bengkulu 2022
VI. PELAKSANAAN
1. Pelaksanaan pelacakan balita gizi buruk dan gizi kurang dilakukan setelah
mendapatkan informasi dari kader setempat.
2. Setelah informasi di dapatkan, barulah petugas kesehatan melakukan kunjungan rumah
dan melakukan antropometri kepada balita yang bersangkutan
3. Kemudian diberikan PMT Pemulihan agar status gizinya lebih baik.
VII. PERAN SERTA LINTAS PROGRAM DAN LINTAS SEKTOR
Pada kegiatan pelacakan ini program gizi berkolaborasi semua lintas program,karena
mengenai gizi buruk bukan dilihat dari konsumsi makanan saja tapi juga dari faktor-faktor
yang lain yang ada hubungannya dengan penyakitnya,sedangkan untuk lintas sektornya
program gizi bekerja sama dengan kader agar nantinya diharapkan kader dapat
menginformasikan apabila diwilayahnya ditemukan kejadian-kejadian gizi buruk.
VIII. MONITORING DAN EVALUASI
1. Monitoring dan evaluasi oleh Petugas Puskesmas berupa :
º Mengambil foto balita saat awal pelacakan, awal pendampingan, pertengahan
pendampingan dan setelah didampingi (status gizi sudah normal).
º Sebelum di dampingi, petugas harus melakukan pendataan dan mengisi data-data
yang diperlukan. Petugas juga harus melakukan proses antropometri (dapat
melalui penimbangan bulanan di posyandu).
º Setelah diketahui status gizinya, barulah di berikan tindakan pendampingan oleh
Petugas Pendamping.
º Petugas Pendamping harus melakukan kunjungan dan mengukur BB dan TB
balita tersebut setiap bulannya dan di evaluasi status gizinya. Tidak lupa juga
dokumentasi setiap kunjungan.
º Membuat laporan kegiatan pendampingan setiap bulannya

IX. PENUTUP
Demikian kerangka acuan ini dibuat untuk dipergunakan sebagai dasar pelaksanaan dan
evaluasi penyelenggaraan.

Anda mungkin juga menyukai