Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sifilis adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
Treponema pallidum. Dalam perjalanannya penyakit ini dapat menyerang
hampir seluruh alattubuh, dan dapat menyerupai banyak penyakit. Secara
umum Sifilis dibagi menjadi dua stadium stadium dini dan stadium
lanjut. Yaitu masa inklubasi stadium dini kurang dari dua tahun dan
stadium lanjut lebih dari dua tahun.1
Gejala klinis dari masing-masing stadium Sifilis berbeda-beda,
yang paling umum terjadi adanya papul, pustul,ulkus pada alat kelamin,
mulut, kulit,atau rektum. Kelainan lain yang dapat terjadi yaitu kelainan
pada saraf, tulang, kelenjar getah bening,mukosa, dan rambut.2
Sifilis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual dan dapat
juga ditularkan dengan cara lain seperti, transfuse darah atau secara
vertikal dari ibu kepada anak. Perbandingan jumlah kasus Sifilis laki–laki
dengan perempuan antara 4:1 sampai 2:1 dan cenderung menyerang usia
produktif antara 20-40 tahun.3
Pada tahun 2009, di Amerika Serikat dilaporkan terjadi kasus
Sifilis sebanyak 44.828 kasus Sifilis stadium primer dan sekunder. Angka
insiden tertinggi ditemukan pada kisaran umur 20–40, dimana pada
perempuan umur 20–24 dan pada laki–laki umur 35–39 tahun. Sedangkan
di Indonesia tidak didapat angka yang pasti namun diperkirakan angka
prevalensinya pada tahun 2004 sebesar 0,0026%.3
1.2 Tujuan
Tujuan dari laporan ini agar mahasiswa mengetahui :
a) Untuk Mengetahui Definisi Sifilis
b) Untuk Mengetahui Epidemiologi Sifilis
c) Untuk Mengetahui Etiologi Sifilis
d) Untuk Mengetahui Patofisiologi Sifilis
e) Untuk Mengetahui Kelasifikasi Sifilis
f) Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Sifilis
g) Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Sifilis
h) Untuk Mengetahui Penatalaksana Sifilis
1.3 Manfaat
Manfaat dari laporan ini agar mahasiswa mengetahui :
a) Dapat Mengetahui Definisi Sifilis
b) Dapat Mengetahui Epidemiologi Sifilis
c) Dapat Mengetahui Etiologi Sifilis
d) Dapat Mengetahui Patofisiologi Sifilis
e) Dapat Mengetahui Kelasifikasi Sifilis
f) Untuk Mengetahui Manifestasi Klinis Sifilis
g) Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Sifilis
h) Dapat Mengetahui Penatalaksana Sifilis

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien


Nama : Ny. EHB
Tanggal Lahir : 17-03-1992
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sumba
Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 11-1-2021
No.RM : 279204
2. 2 Anamnesis
a. Keluhan utama :
Keputihan
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien perempuan datang ke Poliklinik kulit RSUD Klungkung
pada tanggal 11 Januari 2021 rujukan dari poli kandungan RSUD
Klungkung. Berdasarkan pemaparan pasien, pasien saat ini sedang
hamil anak pertama dan usia kehamilan pasien sudah memasuki 4
bulan. Pasien saat ini tidak mengeluh keluhan apapun selain keputihan.
Awalnya pasien mengaku perna berhubungan badan dengan pacarnya
pada tahun 2013, sebelum pasien menikah dengan suaminya. Setelah
berhubungan badan dengan pacarnya tersebut beberapa hari kemudian
timbul luka pada kemaluan dan disertai dengan keluarnya keputihan
yang cukup kental dan berbau busuk, selain itu juga pasien mengeluh
sering gatal ketika cairan keputihannya keluar dan keluhan sembuh
sendiri tanpa pengobatan. Pasien lalu menikah dengan suaminya pada
tanggal 7 April 2021 dan pasien hanya mengeluh sering keputihan

3
setelah berhubungan badan dengan suaminya untuk keluhan luka pada
kemaluan di sangkal oleh pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
· Riwayat keluhan yang sama : tidak ada
· Riwayat Hipertensi : tidak ada
· Riwayat DM : tidak ada
· Riwayat Asma : tidak ada
· Riwayat Alergi : tidak ada
· Riwayat Operasi : Tidak ada
d. Riwayat Penyakit Keluarga
· Riwayat keluhan yang sama : tidak ada
· Riwayat Hipertensi : tidak ada
· Riwayat DM : tidak ada
· Riwayat Asma : tidak ada
· Riwayat Alergi : tidak ada
c. Riwayat Pengobatan : tidak ada
d. Riwayat social ekonomi
a. Makan minum : baik
b. BAB dan BAK : baik
c. Merokok : tidak
d. Alkohol : tidak
e. Biaya pengobatan : Pasien menggunakan BPJS
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS (E4M6V5)
Berat badan : 44 kg
Tinggi badan : 155 cm
IMT : 23,3 kg/m2

Tanda-tanda Vital :

4
Tekanan Darah : 110/73 mmHg
Frekuensi Nadi : 82 kali/menit
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,5oC
SpO2 : 98 %

Status Generalis
Kepala Normocephali, warna rambut hitam, distribusi merata, tidak
mudah dicabut.
Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokhor (3mm/3mm), refleks pupil (+/+)
Telinga Otorea (-/-) , nyeri tekan tragus dan mastoid (-/-), discharge
(-/-), serumen (-/-)
Hidung Bentuk normal, tidak ada nafas cuping hidung, septum
deviasi (-), discharge (-/-), serumen (-/-)
Tenggorokan Uvula di tengah, tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring
hiperemis(-)
Mulut Bentuk normal, bibir pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher Bentuk leher normal, pergerakan leher bebas, kelenjar tiroid
tidak membesar, trakea di tengah, JVP normal
Kelenjar Kelenjar getah bening di preaurikular, retroaurikular,
getah bening submandibula, submental, supraklavikula dan aksila tidak
teraba pembesaran
Toraks Normochest, tidak ada lesi, tidak ada jejas, tidak ada kelainan
bentuk dada
Paru Inspeksi Gerakan simetris saat statis dan dinamis, tidak
ada retraksi
Palpasi Nyeri tekan (-), fremitus simetris pada kedua
lapang paru normal
Perkusi Sonor Redup Pekak
+ + - - - -

5
+ + - - - -
+ + - - - -
Auskultasi Vesikuler Ronkhi Wheezing
+ + - - - -
+ + - - - -
+ + - - - -
Jantung Inspeksi Iktus kordis tampak
Palpasi Iktus kordis kuat angkat
Perkusi Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal
dextra,
Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicula
sinistra,
Batas jantung atas : ICS II linea parasternal
sinistra,
Batas pinggang jantung: ICS III linea
parasternal sinistra.
Auskultasi Bunyi jantung S1 S2 tunggal reguler, murmur
(-).
Abdomen Inspeksi Tidak terdapat sikatrik, massa (-), distensi (-),
Auskultasi Bising usus (+)
Perkusi Timpani pada seluruh regio abdomen
Palpasi Tidak ada defans muscular, turgor cukup, hepar
& lien tidak teraba
Ekstremitas Capillary Refill Time < 2 detik
Hangat Edema Sianosis
+ + - - - -
+ + - - - -

6
a. speksi
Gambar I

Lokasi :V
Status Dermatologik
Inspeksi
Gambar I

Lokasi : Vagina
Efloresensi : Eritema dinding vulva dan vagina disertai cairan vagina
berwarna putih susu.
2.4 Diagnosis Banding
1. Sifilis laten lanjut
2. Candida Vaginalis
3. Bakterial Vaginosis
4. Gonerea
2.5 Usulan Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Duh Tubuh
2. Pemeriksaan Imuno serologi
a. Tes VDRL
b. Tes TPHA
2.6 Diagnosis Kerja
Sifilis Laten Lanjut

7
2.7 Penatalaksanaan
a) Medikamentosa
1. Benzatin penicilin 2,4 juta unit.

b) Non Medikamentosa
1. Konseling atau edukasi kepada pasien mengenai penyakit sifilis,
cara penularan, pencegahan dan pengobatan.
2. Konseling atau edukasi kepada pasien mengenai resiko tertular HIV
perlu dilakukan KTIP (konseling dan tes HIV atas inisiatif petugas
kesehatan.
2.8 Prognosis
- Ad Vitam : Dubia Ad Bonam
- Ad Functionam : Dubia Ad Bonam
- Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Sifilis

Infeksi sistemik yang disebabkan oleh Treponema pallidum.


Infeksi biasanya didapatkan melalui hubungan seksual dengan lesi dan
cairan tubuh yang terinfeksi. Penyakit ini ditularkan melalui hubungan
seksual, transplasenta dari ibu ke janin, transfusi darah, penggunaan jarum
suntik bergantian. Pada perjalanannya bisa menyerang hampir semua alat
tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit.3
3.2 Epidemiologi Sifilis

Pada awal abad ke 20, 10% dari populasi Amerika Serikat dan
Eropa terinfeksi sifilis. pada tahun 2006, angka insidensi sifilis yang
terjadi di Amerika Serikat sebanyak 36.000 kasus termasuk primer dan
sekunder. Insidensi sifilis meningkat pada penduduknya dengan ras
Afrika, Amerika dan Hispanics. Perbandingan kejadian sifilis pada laki-
laki dengan perempuan sebesar 2:1 sampai 4:1. Separuh kejadia sifilis
yang terjadi pada laki-laki di Amerika disebakan karena memiliki kebiasan
berhubungan seksual dengan sesama jenis kelamin (Male Sex Male).
Kejadian sifilis meningkat dikarena meningkatnya kebiasaan bergonta
ganti pasangan dalam berhubungan seksual dan penggunaan jarum suntik
yang bersamaan pada orang yang mengonsumsi obat-obatan terlarang.3

3.3 Etiologi Sifilis

Sifilis disebabkan oleh Treponema pallidum, yang merupakan


bakteri motil, prokariotik, berbentuk spiral dan gerakannya berupa rotasi

9
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Berkembang
biak secara pembelahan melintang. Treponema pallidum berukuran
panjang 6-15 µm, lebarnya 0,10-0,18 µm.3
Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir
(misalnya di vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam,
bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat, kemudian
menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa
menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat
bawaan.3
Treponema pallidum termasuk kedalam ordo Spirochaetales,
familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema.Spirochaeta mempunyai 3
komponen penting. Protoplasma merupakan bagian central dari
Troponema dan mengandung genome dan organela yang bertanggunjawab
untuk metabolisme. Aksial filamen terdiri dari delapan fibril elastis yang
terpilin disekitar protoplasma. Selubung paling luar mengandung
heteropolymer peptidoglycan makromolekul yang mempertahankan
bentuk organisme, melindungi sitoplasma dari kerusakan, dan menyaring
molekul-molekul besar. Ekstraseluler, selubung lendit yang tak beraturan
yang berfungsi melindungi organisme melawan fagositosis. 2
3.4 Patofisiologi Sifilis

Penularan bakteri Treponema pallidum biasanya melalui hubungan


seksual yaitu membran mukosa vagina dan kontak langsung dengan
lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya
melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan. Treponema pallidum
masuk dengan cepat melalui membran mukosa yang utuh dan kulit yang
terluka, kemudian ke dalam kelenjar getah bening menuju ke aliran darah,
kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Setelah menyebar ke seluruh
organ tubuh bakteri bergerak masuk ke ruang intersisial jaringan dengan
cara gerakan cork-screw (seperti membuka tutup botol). Beberapa jam
setelah terpapar kuman terjadi infeksi sistemik meskipun belum
menunjukkan gejala klinis dan serologi. Darah pasien yang baru terkena

10
sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi bersifat infeksius. Waktu
berkembangbiak Treponema pallidum selama masa aktif penyakit secara
invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di tempat kuman pertama kali
masuk, biasanya bertahan selama 4-6 minggu dan kemudian sembuh
secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman mengadakan multifikasi
dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas
limfosit, makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai
papul. Reaksi radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya
kuman tetapi juga di daerah perivaskuler (Treponema pallidum berada di
antara endotel kapiler dan sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan
hipertrofi endotel yang dapat menimbulkan obliterasi lumen kapiler
(endarteritis obliterans). Kerusakan vaskular ini mengakibatkan aliran
darah pada daerah papul tersebut berkurang sehingga terjadi erosi atau
ulkus dan keadaan ini disebut chancre. 2 ,3
Periode inkubasi bervariasi tergantung banyaknya inokulum.
Organisme ini akan muncul dalam waktu menit di dalam kelenjar limfe
dan menyebar luas dalam beberapa jam, meskipun mekanisme Treponema
pallidum masuk sel masih belum diketahui secara pasti. Mekanisme
perlekatan Treponema pallidum dengan sel host melalui spesifik ligan
yaitu molekul fibronektin.
Sifat yang mendasari virulensi Treponema pallidum belum
dipahami secara lengkap, tidak ada tanda-tanda kuman bersifat toksigenik,
hal ini dikarenakan di dalam dinding selnya tidak ditemukan eksotoksin
ataupun endotoksin. Meskipun di dalam lesi primer dijumpai banyak
kuman namun tidak ditemukan kerusakan jaringan yang cukup luas karena
kebanyakan kuman yang berada di luar sel akan difagosit, tetapi ada
Treponema pallidum yang dapat tetap bertahan di dalam sel makrofag dan
di dalam sel lainnya yang bukan fagosit misalnya sel endotel dan fibroblas.
Keadaan tersebut dapat menunjukkan bahwa Treponema pallidum dapat
hidup dalam tubuh manusia dalam waktu lama, yaitu selama masa
asimtomatik yang merupakan ciri khas dari penyakit sifilis. Sifat invasif

11
Treponema pallidum memperpanjang daya tahan kuman di dalam tubuh
manusia. 2
3.5 Klasifikasi Sifilis

Menurut cara penularannya, sifilis dapat dibedakan menjadi sifilis


didapat dan sifilis kongenital. Sifilis didapat dibedakan menjadi sifilis dini
dan sifilis lanjut. Menurut ECDC (2009) sifilis dini adalah sifilis yang
terjadi kurang dari satu tahun setelah transmisi bakteri. Sifilis dini dibagi
menjadi sifilis primer, sifilis sekunder, dan infeksi laten dini. Sedangkan
sifilis lanjut adalah sifilis yang terjadi lebih dari 1 tahun setelah transmisi
bakteri. Sifilis lanjut diklasifikasikan menjadi infeksi laten lanjut, dan
sifilis 3 tersier yang termasuk didalamnya adalah neurosifilis, gummatosa,
dan sifilis kardiovaskular.4 Sifilis kongenital dapat diklasifikan menjadi
sifilis kongenital dini yang terjadi pada dua tahun pertama kehidupan dan
sifilis kongenital lanjutan.4
3.6 Manifestasi Klinis

1. Sifilis primer (SI)


Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut
chancre), tetapi bisa juga terdapat tukak lebih dari satu. 5,6 Tukak dapat
terjadi dimana saja di daerah genitalia eksterna, 3 minggu setelah
kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami erosi, teraba
keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan
terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai
dengan 1- 2 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras.
Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan
hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek primer.
Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius,
sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat
di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus. 2 Pada pria selalu
disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial
unilateral/bilateral.5 Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat

12
pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis.
Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut solitar,
indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak supuratif, dan
tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan
tandatanda radang akut.2

Gambar 1. Lesi sifilis primer

Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh


minggu. Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek
primer. Kuman masuk ke jaringan yang lebih dalam, misalnya pada
transfuse darah atau suntikan.2
2. Sifilis sekunder (SII)

Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S


I dan sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat
sampai sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala
konstitusi, pada S II dapat disertai gejala tersebut yang terjadi sebelum
atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia,
turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi,
dan artralgia.2
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada
kulit, selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise.
Juga adanya kelainan kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis
sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif. Lesi kulit
biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis,

13
papulaskuomosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi
vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis kongenital.5
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga
disebut the .great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII
dapat juga memberi kelainan pada mukosa, kelenjar getah bening,
mata, hepar, tulang, dan saraf.2 Gejala lainnya adalah merasa tidak
enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam
dan anemia. 7

Gambar 2. Sifilis sekunder di daerah sekitar mulut dan genital


Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut,
umumnya bersifat difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada
S II yang lanjut dapat terjadi kerontokan setempatsetempat, tampak
sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut yang tipis, jadi tidak
botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut
alopesia areolaris.2,6
Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan,
tetapi bila tidak diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten
atau sifilis stadium lanjut.8

3. Sifilis laten
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan
tetapi pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis
selalu melalui tingkat laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup.
Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti pada tingkat ini,

14
sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk gumma, kelainan
susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler.5 Tes serologik darah positif,
sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan
ialah VDRL dan TPHA.2,5

Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh


tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten
kadang luka yang infeksius kembali muncul .
4. Sifilis lanjut

Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut ialah sebagai


berikut:3

1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali
kemungkinan pada wanita hamil.

2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan


Tpallidum, pada sifilis lanjut tidak ditemukan.

3. Pada sifilis dini infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi
pengobatan yang cukup, sedangkan pada sifilis lanjut sangat
jarang.

4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pda sifilis


lanjut destruktif

5. Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi,
setelah diberi pengobatan yang adekuat akan berubah menjadi non
reaktif atau titer rendah, sedangkan pada sifilis lanjut umumnya
reaktif, selalu dengan titer rendah dan sedikit atau hampir tidak ada
perubahan setelah diberi pengobatan. Titer yang tinggi pada sifilis
lanjut dijumpai pada gumma dan paresis.

5. Sifilis laten lanjut

15
Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan tes serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga
bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup. Likuor serebrospinalis
hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan neurosifilis asimtomatik.
Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis.2

6. Sifilis tersier (S III)


Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh
tahun setelah S I. Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat
sirkumskrip, kronis, biasanya melunak, dan destruktif.2

Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur


ayam. Kulit di atasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda
radang akut dan dapat digerakkan. setelah beberapa bulan mulai
melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai
tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap
guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan
seropurulen, kadang-kadang sanguinolen; pada beberapa kasus
disertai jaringan nekrotik.2

Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya


lonjong/bulat, dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong
ke luar. Beberapa ulkus berkonfluensi sehingga membentuk
pinggiryang polisiklik. Jikatelah menjadi ulkus, maka infiltrat yang
terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar.
Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan
hingga beberapa tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula
multipel, umumnya asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat,
tetapi jika guma multipel dan perlunakannya cepat, dapat disertai
demam.2

Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus.


Mula- mula di kutan kemudian ke epidermis, pertumbuhannya

16
lambat yakni beberapa minggu/bulan dan umumnya meninggalkan
sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam perkembangannya
mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus.
Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya
dengan guma, nodus lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga
lentikular), lebih banyak, mempunyai kecenderungan untuk
bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (diseminata).
Warnanya merah kecoklatan.2

Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terns secara


serpiginosa. Bagian yang belum sembuh dapat tertutup skuama
seperti lilin dan disebut psoriasiformis. Kelenjar getah bening
regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut
nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang
fibrotik, tidak melunak, indolen, biasanya pada sendi besar.2

7. Sifilis kardiovaskuler
Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan
masa laten 15-30 tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun.
Insidens pada pria lebih banyak tiga kali daripada wanita.2
Biasanya disebabkan karena nekrosis aorta yang berlanjut
ke arch katup. Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah
insufisiensi aorta atau aneurisms, berbentuk kantong pada aorta
torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat mudah
dikenal. Secara teliti harus diperiksa kemungkinan adanya
hipertensi, arteriosklerosis, penyakit jantung rematik sebelumnya.
Aneurisms aorta torakales merupakan tanda sifilis kardiovaskuler.
Bila ada insufisiensi aorta tanpa kelainan katup pada seseorang
yang setengah umur disertai pemeriksaan serologis darah reaktif,
pada tahap pertama hares diduga sifilis kardiovaskuler, sampai
dapat dibuktikan lebih lanjut. Pemeriksaan serologis umumnya
menunjukkan reaktif.5

17
8. Neurosifilis

Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik


dan sangat jarang terjadi dalam bentuk murni.2,5 Pada semua jenis
neurosifilis terjadi perubahan berupa endarteritis obliterans pada
ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa yang
mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala pada saat
pemeriksaan.5

Neurosifilis dibagi menjadi empat macam:2,5,7.

 Neurosifilis asimtomatik.

 Sifilis meningovaskular (sifilis serebrospinalis), misalnya


meningitis, meningomielitis, endarteritis sifilitika.

 Sifilis parenkim: tabes dorsalis dan demensia paralitika.

 Guma.

1. Neurosifilis asimtomatik
Diagnosis berdasarkan kelainan pada likuor serebrospinalis.
Kelainan tersebut belum cukup memberi gejala klinis.2

2. Sifilis meningovaskular
Terjadi inflamasi vaskular dan perivaskular. Pembuluh darah
di otak dan medula spinalis mengalami endarteritis proliferatif
dan infiltrasi perivaskular berupa limfosit, sel plasma, dan
fibroblas.2
Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya
fibrosis sehingga perdarahannya berkurang akibat mengecilnya
lumen. Selain itu jugs dapat terjadi trombosis akibat nekrosis
jaringan karena terbentuknya gums kecil multipel.2

Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga lima tahun sejak S I.

18
Gejalanya bermacam-macam bergantung pada letak lesi. Gejala
yang sering terdapat ialah: nyeri kepala, konvulsi fokal atau
umum, papil nervus optikus sembab, gangguan mental, gejala-
gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf-saraf otak,
atrofi nervus optikus, gangguan hipotalamus, gangguan
piramidal, gangguan miksi dan defekasi, stupor, atau koma.
Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis sifilitika
dengan hemiparesis karena penyumbatan arteri otak.2
3. Sifilis parenkim
Termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia
paralitika.2,5

Tabes dorsalis
Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah
infeksi pertama. Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa
tabes dorsalis. Kerusakan terutama pada radiks posterior dan
funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu beberapa
saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus
trigeminus, dan nervus oktavus. Gejala klinis di antaranya ialah
gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia, gangguan virus,
gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam. Gejala lain
ialah retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi
berangsur-angsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi
funikulus dorsalis.2
Demensia paralitika
Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh
tahun sejak infeksi primer, umumnya pada umur antara tiga
puluh sampai lima puluh tahun. Sejumlah 10-15% dari
seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika.
Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama
mengenai otak, ganglia basal, dan daerah sekitarventrikel

19
ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan substansi albs
sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.2
Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi
berangsur-angsur dan progresif. Mula-mula terjadi kemunduran
intelektual, kemudian kehilangan dekorum, bersikap
apatis, euforia, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif
atau maniakal.2
Gejala lain di antaranya ialah disartria, kejang-kejang
umum atau fokal, muka topeng, dan tremor terutama otot-otot
muka. Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejala-gejala
piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal.2

4. Guma

Umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi akibat


perluasan pada tulang tengkorak. Jika membesar akan
menyerang dan menekan parenkim otak. Guma dapat solitar
atau multipel pada verteks atau dasar otak.2
Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat
terjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejalanya berupa
udema papil akibat peninggian tekanan intrakranial, paralisis
nervus kranial, atau hemiplegia.2
9. Sifilis kongenital

Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis,


terutama sifilis dini sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah.
treponema masuk secara hematogen ke janin melalui plasenta yang
sudah dapat terjadi pada saat mass kehamilan 10 minggu.2

Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I


setelah infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan
sampai 90%. Jika ibu menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi
sakit 80%, bila sifilis lanjut 30 %.2

20
Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang
kemudian menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan
terjadi abortus pada bulan kelima, berikutnya lahir mati pada bulan
kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis kongenital yang akan
meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga bayi
yang hidup dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang
atau lebih bayi yang sehat. Keadaan ini disebut hukum Kossowitz.2

Pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak terlihat adanya


atrofi lengkap. Hal yang demikian saat ini tidak dianut lagi sebab
ternyata infeksi bayi dalam kandungan dapat terjadi pada saat 10
minggu masa kehamilan. Setiap infeksi sebelum 20 minggu kehamilan
tidak akan merangsang mekanisme imunitas, sebab sistem imun bayi
yang dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan
histologi reaksi bayi terhadap infeksi.5

Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini


(prekoks), sifilis kongenital lanjut (tarda), dan stigmata.2,5 Batas
antara dini dan lanjut ialah dua tahun. Yang dini bersifat menular, jadi
menyerupai S 11, sedangkan yang lanjut berbentuk gums dan tidak
menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat
penyembuhan kedua stadium tersebut.2

 Sifilis kongenital dini


Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir
ialah bula bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki,
kadang-kadang pada tempat lain di badan. Cairan bula
mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk ini
adakalanya disebut pemfigus sifilitika.2
Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur
beberapa minggu dan mirip erupsi pada S II, pada umumnya
berbentuk papul atau papulo-skuamosa yang simetris dan

21
generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada
tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti
kondilomata lata. Ragades merupakan kelainan umum yang
terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan anus; bentuknya
memancar (radiating).2
Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat
badan sehingga kulit berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula,
terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku dapat terlepas
akibat papul di bawahnya; disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh
kuku yang bare akan kabur dan bentuknya berubah.2
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat
plaques muqueuses seperti pada S II. Kelainan semacam itu sering
terdapat pada daerah mukoperiosteum dalam kavum nasi yang
menyebabkan timbulnya rinitis dan disebut syphilitic snuffles.
Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau
seropurulen yang sangat menular dan menyebabkan sumbatan.
Pernapasan dengan hidung sukar. Jika plaques muqueuses terdapat
pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah bening dapat
membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S 11.

Hepar dan lien membesar akibat invavasi T. pallidum


sehingga terjadi fibrosis yang difus. Dapat terjadi udema dan
sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu). Ginjal dapat diserang,
pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular cast. Pada
umumnya kelainan ginjal ringan. Pada paru kadang-kadang
terdapat infiltrasi yang disebut "pneumonia putih".2
Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa
minggu. Osteokondritis pada tulang panjang umumnyaterjadi
sebelum berumur enam bulan dan memberi gambaran khas pada
waktu pemeriksaan dengan sinar-X. Ujung tulang terasa nyeri dan
bengkak sehingga tidak dapat digerakkan; seolah-olah terjadi

22
paralisis dan disebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-kadang
terjadi komplikasi berupa terlepasnya epifisis, fraktur patologik,
dan artritis supurativa. Pada pemeriksaan dengan sinar-X terjadi
gambaran yang khas. Tanda osteokondritis menghilang setelah dua
belas bulan, tetapi periostitis menetap. Koroiditis dan uveitis
jarang. Umumnya terdapat anemia berat sehingga rentan terhadap
infeksi.2

Gambar 3. Sifilis kongenital pada telapak kaki bayi

Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T.


pallidum pada otak waktu intrauterin menyebabkan
perkembangan otak terhenti. Bentuk neurosifilis meningovaskular
yang lebih umum pada bayi muds menyebabkan konvulsi dan
defisiensi mental. Gangguan nervus II terjadi sekunder akibat
korioditis atau akibat meningitis karena guma. Destruksi serabut
traktus piramidalis akan menyebabkan hemiplegia/ diplegia.
Demikian pula dapat terjadi meningitis sifilitika akuta.2
 Sifilis kongenital lanjut
Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun.
Guma dapat menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan organ
dalam. Yang khas ialah guma pada hidung dan mulut. Jika terjadi

23
kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bila meluas
terjadi destruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps
dengan deformitas. Guma pada palatum mole dan durum jugs
sering terjadi sehingga menyebabkan perforasi pada palatum.2
Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai sepertiga
tengah tulang dan menyebabkan penebalan yang disebut sabre
tibia. Osteoperiostitis setempat pada tengkorak berupa tumor bulat
yang disebut Parrot nodus, umumnya terjadi pada daerah
frontal dan parietal.2
Keratitis interstisial merupakan gejala yang paling umum,
biasanya terjadi antara umur tiga sampai tiga puluh tahun,
insidensnya 25% dari penderita dengan sifilis kongenital dan dapat
menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi
ketulian yang biasanya bilateral.2
Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan yang
nyeri disertai efusi dan disebut Glutton's joints. Kelainan tersebut
terjadi biasanya antara umur sepuluh sampai dua puluh tahun,
bersifat kronik. Efusi akan menghilang tanpa meninggalkan
kerusakan.2
Neurosifilis berbentuk paralisis generalisata atau tabes
dorsalis. Neurosifilis meningovaskular jarang, dapat menyebabkan
palsi nervus kranial, hemianopia, hemiplegia, atau mono-
plegia. Paralisis generalisata juvenilia biasanya terjadi antara umur
sepuluh sampai tujuh betas tahun. Taber juvenilia umumnya terjadi
kemudian dan belum bermanifestasi hingga dewasa muds. Aortitis
sangat jarang terjadi.2
 Stigmata
Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh Berta
meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan
demikian merupakan stigmata sifilis kongenita, akan tetapi hanya
sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.5

24
1. Stigmata lesi dini.5
a. Gambaran muka yang menunjukkan saddlenose.
b. Gigi menunjukkan gambaran gigi insisor Hutchinson
dan gigi Mullberry
c. Ragades
d. Atrofi dan kelainan akibat peradangan
c. Koroidoretinitis, membentuk daerah parut putih dikelilingi
pigmentasi pada retina.
2. Stigmata dan lesi lanjut.5
a. Lesi pada kornea: kekaburan kornea sebagai akibat ghost
vessels
b. Lesi tulang: sabre tibia, akibat osteoeriostitis
c. Atrofi optik, tersendiri tanpa iridoplegia
d. Ketulian syaraf
3.7 Pemeriksaan penunjang

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus


dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa :5,6

1. Pemeriksaan lapang gelap dengan bahan pemeriksaan dari bagian


lesi, untuk menentukan T.pallidum.
a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)

Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis.


Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan
lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop
lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T. pall berbentuk
ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati
membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah
genitalia. Karena di dalam mulut banyak dijumpai Treponema
komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat
digunakan.5

25
b. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan
aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein,
kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Penelitian lain
melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi hasil nonspesifik
dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan
gelap. 5

2. Penentuan antibodi di dalam serum.

Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis,


frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi.
Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi
nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan
juga IgG, ialah.5

a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.


 Tes Wasserman
 Tes Kahn
 Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)
 Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
 Tes Automated reagin
b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein
Complement Fixation).

c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:

 Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)


 Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).
 Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
 Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)
3.8 Penatalaksana

26
Hingga saat ini obat pilihan utama untuk sifilis ialah penisilin. bila
ternyata alergi terhadap penisilin, diberikan antibiotika lain.diperukan
konsentrasi yang cukup dalam serum untuk membunuh Troponema.
Secara in vitro. T pallidum sensitif terhadap penin an konsentrasi sekitar
0,01 u/ml. Dengan dernikian konsentrasi 0,03 u/ml dalam serum dapat
diperoleh dengan memberikan penisilin yang bersifat long acting.
Pemberian penisilin oral tidak anjurkan, sebab konsentrasi dalam serum
rendah akihat absorbi yang kurang baik. Pengobatan tidak hanya untuk
membunuh Treponema di dalam darah, akan tetapi juga di dalam jaringan
terutama limfe dan susunan syaraf pusat. Belum begitu jelas diketahui
mengenai konsentrasi penisilin di dalam jaringan, karena setelah
pemberian pengobatan masih ditemukan Treponema di dalam cairan
sumsum tulang belakang.9
Jenis penisilin yang digunakan
Tujuan utama pemberian penisilin secara suntikan ialah agar
dicapai konsentrasi 0,03 u/ml di dalam serum selama 10-15 hari pada
sifilis dini. Masa pemberian suntikan dapat diperpanjang untuk jangka
waktu 15-20 hari pada sifilis lanjut. Pilihan penisilin harus memenuhi
syarat: sedikit cfek samping, tersedia, relatif murah, dapat disimpan pada
berbagai suhu Diperlukan jenis yang mempunyai absorbsi rendah.9
1. Penisilin G prokain dalam akua, bila diberikan dengan dosis 600.000
u akan mencapai konsentrasi yang dibutuhkan dalam serum.
2. PAM (Penisilin G prokain + 2% aluminium monostearat) dan
Benzathine penisilin G, dapat diberikan sekali suntik untuk jangka
waktu tertentu yang dihitung jumlah unitnya. PAM hampir sulit
didapat sebab banyak negara tidak memproduksi lagi. Penisilin G
benzatin dapat menghasilkan konsentrasi yang diinginkan serta lebih
lama dengan pemberian sckali suntik. Dianjurkan pemberian 2,4 MU
sekali suntik untuk pengobatan sifilis dini." Pemberian penisilin G
benzatin 300.000 u sekali suntik akan menghasilkan konsentrasi 0,03

27
u/ml selama 7 hari, sehingga pemberian 2,4 MU penisilin akan bekerja
selama 3-4 minggu.
Pengobatan antibiotika selain penisilin
Selain penisilin dapat digunakan antibiotika lain, keeuali
aminoglikosida (streptomisin dan gentamisin). Sebab tidak efektif untuk
Tpallidum. Sefalosporin, termasuk sefaloridine, tetrasiklin, eritromisin,
spiramisin, dan kloramfenikol dapai digunakan. Hanya dari sediaan yang
tersebut di atas tidak satu pun yang telah dievaluasi pada manusia.
Ternyata beberapa antibiotika tersebut di atas, kurang efektif dibandingkan
dengan penisilin, memerlukan pemberian yang lebih lama, dan
pengawasan penderita yang lebih ketat. Dari segi rendahnya efek samping,
maka tetrasiklin hidroklorida atau eritromisin (bukan estolat) yang lebih
disukai.9
Rekomendasi WHO/CDC (Centre for Disease Control)*23
1. Pengobatan sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari
2 tahun).
a. Penisilin G benzatin 2.4 juta unit satu kali suntikan intra muskular
(IM), atau
b. Penisilin G prokain dalam akua 600.0000 u IM selama 10 hari.
Pemberian 10 hari pada sifilis primer seronegatif, sedangkan pada
keadaan seropositif dan sifilis sekunder diberikan selama 14 hari.
Pada laten dini sering sulit diketahui lamanya infeksi, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang, sebab bila
ada kelainan, diagnosis sudah menunjukkan neurosifilis asimtomatik
sehingga pemberian penisilin perlu selama 21 hari. Penderita sifilis
sekunder sebaiknya dirawat inap selama 1-2 hari, sebab mungkin
terjadi reaksi Jarish-Herxheimer. a. Pengobatan terhadap sifilis dini
dan yang alergi terhadap. penisilin:
a. Tetrasiklin hidroklorida, 4 x 500 mg oral selama 30 hari
b. Eritromisin 4 x 500 mg oral selama 30 hari (bukan estolat)
2. Pengobatan sifilis lanjut

28
Sifilis dengan waktu lebih 2 tahun, sifilis laten yang tidak
diketahui lama infeksi, atau lebih dari dua tahun, sifilis kardiovaskuler,
sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis.
a. Penisilin G benzatin 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x
berturut-turut
b. Dengan penisilin G prokain 600.000 IM setiap hari selama 21 hari.

Pola pengobatan sifilis lebih dari dua tahun kurang mantap bila
dibandingkan dengan sifilis dini. Cairan sumsum tulang belakang harus
diperiksa, untuk melihat kermungkinan terdapat kelainan. Pemberian
penisilin untuk sifilis laten lebih dari2 tahun menunjukkan hasil yang
baik, sebab dapat menahan penyakit schingga dapat mencegah sifilis
tertier.9
Pengobatan alternatif untuk sifilis lanjut.
Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberi- kan
tetrasiklin dan eritromisin. Tetapi kurang efcktif bila dibandingkan
dengan penisilin. Doksisiklin 200 mg schari secara oral diberi selama >
30 hari. Dapat dipertimbangkan pemberian selama > 30 hari terhadap
sifilis lanjut dengan gejala. Sefaloridin 1 gr, 2 x sehari selama > 30 hari
dapat dipertimbangkan pada sifilis dengan komplikasi. Gumma pada
benigna lanjut sekarang sangat jarang dan pemberian penisilin
menunjukkan hasil yang baik dengan tingkat penyembuhan yang baik.
Rekomendasi pemberian penisilin pada neurosifilis
CDC (1985) menganjurkan pemberian 6-9 MU benzil penisilin
selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pembeian benzil penisilin 2-4
MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin
long acting sebagai berikut:
1. Penisilin G benzatin 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu,
atau

29
2. Penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari
selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin G benzatin 2,4 juta unit
IM sekali seminggu selama 3 minggu.9
Pengobatan sifilis kongenital
Rekomendasi pengobatan (United States Public Health + WHO). Setiap
bayi di berikan pengobatan harus di periksa cairan sumsum tulang
belakang (cstb) untuk memperoleh pengobatan dasar.
a. Pengobatan bayi yang menderita sifilis konginital dini ( umur 2 tahun )
dengan kelain cstb (cairan sumsum tulang belakang).
- Penisilin G kristalin, 50.000 u/kg BB, IM atau IV, dibagi 2 dosis
setiap hari, minimal selama 10 hari atau
- Penisilin G prokain dalam akua 50.000 u/kg BB, IM, sekali suntik
setiap hari selama 10 hari.9
b. Pada bayi dengan cstb normal:
- Penisilin G prokain dalam akua dengan dosis seperti diatas atau
- Penisilin G benzatin 50.000 u/kgBB secara IM sebagai injeksi tunggal
c. Antibiotik selain penisilin tidak dianjurkan
d. Terhadap sifilis > 2 tahun, dosis tidak lebih daripada sifilis lanjut yang
didapat
e. Setelah masa neonatus, untuk yang alergi terhadap penisilin, diberikan
eritromisin dengan dosis tidak lebih daripada yang diberikan kepada
sifilis didapat.9

30
BAB IV

KESIMPULAN

Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh


bakterispiroseta, Treponema pallidum. Penularan biasanya melalui kontak
seksual, tetapi ada beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital
sifilis (penularan melalui ibu ke anak dalam uterus).
Klasifikasi sifilis dibagi menjadi: Sifilis Kongenital yaitu Sifilis
Kongenital Dini (sebelum 2 tahun), Sifilis Kongenital Lanjut (setelah 2 tahun), dan
Stigmata; Sifilis Akuisitayaitu Stadium I, Stadium II, dan Stadium III. Menurut
WHO secara epidemiologik dibagi menjadi:Stadium dini menular (1 tahun sejak
infeksi) yaitu Sifilis stadium I,Sifilis stadiumII,, Sifilis stadium rekuren, dan Sifilis
stadium laten dini. Stadium lanjut tidak menular (setelah 1 tahun sejak
infeksi)yaitu Sifilis stadium laten lanjut, Sifilis stadium III. Gejala dan tanda dari
sifilis banyak dan berlainan; sebelum perkembangan tes serologikal, diagnosis
sulit dilakukan dan penyakit ini sering disebut "Peniru Besar" karena sering dikira
penyakit lainnya.
Bila tidak terawat, sifilis dapat menyebabkan efek serius seperti kerusakan
sistem saraf, jantung, atau otak. Sifilis yang tak terawat dapat berakibat fatal.
Sifilis dapat dirawat dengan penisilin atau antibiotik lainnya antara lain Pada
pasien yang alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin.

31
DAFTAR PUSTAKA
1. Dugdale DC, Vyas JM, Zieve D. Syphilis available at
http//www.medlineplus.com. Accessed on march 10, 2018.
2. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah
S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010.
h:393-413.
3. Miguel R. Sanchez, Section 32, Sexually Transmitted Diseases, Chapter
200, Sifilis, dalam: Klaus Wolff dkk. Fitzpatrick’s, Dermatologi in
General Medicine, Sexually Transmitted Diseases. Penerbit McGrawHill,
USA. 2009. h: 919-926
4. French P., M Gomberg., M Janier., B Schmidt., P van Voorst Vader., H
Young. IUSTI: 2008 European Guidelines on the Management of Syphilis.
International Journal of STD & AIDS 2009; 20: 300–309.
5. Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi
Menular Seksual, Balai Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102.
6. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000.
h:170.
7. Sifilis available at http//www.medicastore.com. Acccesed on May 14,
2010.
8. CDC National Prevention Information Network. Syphilis available at
http//www.cdc.com. accessed on May 14, 2010.

9. Zubier, F., 2007. Sifilis. Dalam : Dailli, S.F., Wresti Indriatmi B. Makes,
Farida Zubier, dan Jubianto Junadarso, 2007. Infeksi Menular Seksual
Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI, 69-87.

32
33

Anda mungkin juga menyukai