Oleh :
Pendamping
1
LEMBAR PERSETUJUAN
Telah disetujui,
Amuntai, September 2019
Pendamping PIDI,
DAFTAR ISI
2
Halaman
HALAMAN JUDUL...............................................................................................1
LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................4
BAB V. PENUTUP...............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
3
dengan serangan paralisis flaksid episodik dengan intensitas dan durasi
bervariasi.2 Pertama diperkenalkan oleh Musgrave pada tahun 1727, didalami
lebih lanjut oleh Hartwig pada tahun 1874; Aitken, dkk. pada tahun 1937
menunjukkan hubungan kadar kalium serum yang rendah dengan pulihnya
kelemahan otot setelah pemberian kalium.1 Insidens penyakit ini diperkirakan 1
dari 100.000 populasi.1 Dua jenis PPH yaitu PPH yang diturunkan atau familial
dan PPH didapat (acquired). PPH didapat bisa ditemukan pada kasus
tirotoksikosis, sehingga sering disebut sebagai paralisis periodik tirotoksik. 5 PPH
familial diturunkan secara autosomal dominan; awitan pada usia peripubertas;
dapat mengenai semua ras, paling dominan pada ras Asia; perbandingan risiko
laki-laki dan perempuan adalah 2:1; 50% orang dengan gen pembawa bergejala
ringan atau asimptomatis.6
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
4
Nama : Ny. M
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Amuntai
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Status : Sudah menikah
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama : Kelemahan tungkai
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD dengan kelemahan pada
kedua kaki dan tangan yang dirasakan semakin memberat dalam 2 hari
terakhir. Pasien menyangkal mengeluhkan rasa baal, kesemutan, sakit
kepala, mual, muntah, bicara cadel, gangguan menelan, wajah mencong ke
satu sisi, riwayat trauma maupun pingsan (penurunan kesadaran), demam,
batuk-pilek, pasien juga menyangkal melakukan aktivitas berat sebelum
keluhannya muncul.
5
Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (-), muntah (-), penurunan kesadaran
(-), kelemahan anggota gerak (+), perubahan tingkah
laku (-), wajah merot (-), bicara pelo (-),
kesemutan/baal (-),
Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-),
nyeri dada (-)
Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)
Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), makan-minum (-), BAB (+)
Sistem Muskuloskeletal: Kelemahan anggota gerak (+)
Sistem Integumen : Ruam merah (-)
Sistem Urogenital : BAK (+)
Status Internus
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax :
6
Pergerakan dinding thorax statis simetris, dinamis simetris, tampak ictus
cordis.
Cor :
Inspeksi : Tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
Perkusi :
- Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah jantung: ICS V 1-2 cm medial LMCS
- Batas kanan bawah jantung: ICS IV Linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
7
Inspeksi Simetris statis & dinamis, Simetris statis & dinamis,
retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang
paru
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru: suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-) wheezing (-), ronki (-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, warna kulit sama dengan warna
kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal (14x/menit)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar, Lien, Massa tak teraba
Ekstremitas :
Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
Bawah : Oedem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius )
8
Daya penghidu : Normosmia Normosmia
N II ( Optikus )
Kanan Kiri
Ketajaman penglihatan : Baik Baik
Pengenalan warna : Baik Baik
Lapang pandang : Sama dengan pemeriksa
Fundus : Tidak dilakukan
Pupil :
Ukuran pupil : Ø 2 mm Ø 2 mm
Bentuk pupil : Bulat Bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi : ditengah ditengah
9
Reflek cahaya langsung :(+) (+)
Reflek cahaya tidak langsung :(+) (+)
Reflek akomodasi/konvergensi :(+) (+)
N V ( Trigeminus )
Kanan Kiri
Menggigit : Baik
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Reflek masseter : (+) (+)
Reflek zigomatikus : (+) (+)
Reflek kornea : Tidak dilakukan
Reflek bersin : Tidak dilakukan
N VII ( Facialis )
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris
Kedipan mata : Simetris
Lipatan nasolabial : Simetris
Sudut mulut : Simetris
Mengerutkan dahi : Simetris
Mengerutkan alis : Simetris
Menutup mata : Simetris
Meringis : Simetris
Mengembungkan pipi : Simetris
Gerakan bersiul : Baik
Daya pengecapan lidah 2/3 depan: Tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : Tidak ada
10
N VIII ( Vestibulocochlearis )
Kanan Kiri
Mendengarkan suara gesekan jari tangan :(+) (+)
Mendengar detik jam arloji :(+) (+)
Test rinne : Tidak dilakukan
Test weber : Tidak dilakukan
Test swabach : Tidak dilakukan
N IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynx : Simetris, tidak hiperemis
Posisi uvula : Di tengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan
N X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Arcus pharynx : Simetris
Bersuara : Baik
Menelan : Tidak ada gangguan.
N XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : Normal
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : Simetris
N XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : Tidak ada deviasi
Kekuatan lidah : Simetris
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : Baik
Tremor lidah : Tidak ada
MOTORIK
11
Gerakan : terbatas terbatas
Terbatas Terbatas
Kekuatan : 33 33
33 33
22 22
22 22
Tonus Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon Kanan Kiri
Reflek bicep :(+) (+)
Reflek tricep :(+) (+)
Reflek brachioradialis :(+) (+)
Reflek patella :(+) (+)
Reflek achilles :(+) (+)
Reflek periosteum : Tidak dilakukan
Reflek permukaan
Dinding perut : Tidak dilakukan
Cremaster : Tidak dilakukan
Spincter ani : Tidak dilakukan
REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer :(-) (-)
Babinski :(-) (-)
Chaddok :(-) (-)
Oppenheim :(-) (-)
Gordon :(-) (-)
12
Schafer :(-) (-)
Klonus paha :(-) (-)
Klonus kaki :(-) (-)
SENSIBILITAS
Kanan Kiri
Eksteroseptif
Nyeri :(+) (+)
Suhu : Tidak dilakukan
Taktil :(+) (+)
Propioseptif
Posisi :(+) (+)
Vibrasi : Tidak dilakukan
Tekanan dalam :(+) (+)
FUNGSI OTONOM
Miksi
Inkontinentia : Tidak ada kelainan
Retensi : Tidak ada kelainan
Anuria : Tidak ada kelainan
13
Defekasi
Inkontinentia : Tidak ada kelainan
Retensi : Tidak ada kelainan
FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi kognisi : Baik
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium:
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hb 13 14-17
AL 13.000 4,4-11,3
Hct 35 40,0-50,0
AT 241.000 147-424
GDS 128 70-200
Ureum 30 15-39
Creatinin 0,8 <1,20
Natrium 145 135 – 145 mEq/L
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis :
- Tetraparesis tipe LMN
Diagnosis Topis : Miogenik
Diagnosis Etiologi : Paralisis periodik hipokalemia
14
- Keadaan umum
- Tanda vital
- Kekuatan motorik
4. Ip Ex
- Tirah baring
- Diet tinggi kalium
VIII. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
15
muntah-muntah; selain itu, diduga juga disebabkan karena terganggunya kerja
kanal ion kalium akibat ikatan ion barium di kanal tersebut. Peningkatan
mineralokortikoid, misalnya pada kasus hiperaldosteronisme primer (sindrom
Conn), menyebabkan peningkatan ekskresi kalium melalui urin.2
3.3 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda hipokalemia,
dikonfirmasi dengan pengukuran kalium serum, dan riwayat paralisis otot
episodik sebelumnya.4 Riwayat keluhan serupa pada keluarga perlu ditanyakan,
tetapi tidak ada riwayat keluarga tidak dapat menyingkirkan diagnosis PPH
Familial.6
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan penurunan atau hilangnya refleks tendon,
tetapi tetap sensoris intak.9 Pemeriksaan tambahan adalah pemeriksaan serum
kalium, elektrokardiografi (EKG), elektromiografi (EMG), dan biopsi otot.
Ekskresi kalium urin dan analisis gas darah (AGD) dapat diperiksa. 6 Pemeriksaan
fungsi tiroid, yaitu free T3, free T4, dan TSH (thyroid-stimulating hormone),
16
juga direkomendasikan untuk kemungkinan tirotoksikosis.8 Abnormalitas EKG
bisa berupa depresi segmen ST, pendataran gelombang T, perpanjangan interval
QT, dan munculnya gelombang U.3
3.4 TATALAKSANA
Empat pilar tatalaksana antara lain mengurangi kehilangan kalium,
mengganti kehilangan kalium, mengevaluasi potensi toksisitas, dan menentukan
penyebab untuk mencegah serangan selanjutnya.13 Mengurangi kehilangan kalium
berarti mengenali pencetus atau hal yang memprovokasi hipokalemia; jika muntah
berikan anti-vomitus. Penggantian kehilangan kalium sebaiknya sesuai keadaan
klinis dan kadar serum kalium. Pada kasus hipokalemia ringan-sedang, sebaiknya
berikan kalium oral dengan dosis 20-30 mEq/L, setiap 15-30 menit hingga kadar
kalium normal.7 Pada hipokalemia berat atau pasien yang tidak bisa minum oral,
koreksi dengan KCl intravena. Infus KCl di vena perifer tidak boleh lebih dari 20
mmol/jam, kecuali jika ada paralisis atau aritmia mengingat risiko iritasi vena, dan
pada vena sentral maksimum 40 mmol/L. Dosis maksimum harian KCl 200
mmol/L. Idealnya, KCl dicampur dalam salin normal, bukan dekstrosa, karena
dekstrosa menyebabkan perpindahan kalium ke intrasel yang dimediasi insulin. 7
Pemantauan klinis ketat dan elektrokardiogram bertujuan untuk mencegah
hiperkalemia. Menentukan penyebab dasar juga penting dilakukan, misalnya
tirotoksikosis.
17
BAB IV
PEMBAHASAN
18
dialami pasien bersifat murni motorik. Selain itu melemahkan pula diagnosa
gullian barre sindrom karena pasien tidak memiliki riwayat demam maupun
batuk-pilek dalam 1 bulan terakhir.
Diagnosa miastenia gravis juga dapat dilemahkan karena pada miastenia
gravis, kelemahan terutama terjadi pada otot yang sering digunakan seperti
otot bola mata, otot – otot untuk menelan dan berbicara.
19
kebanyakan pasien. Pada suatu serangan yang akut atau berat, KCL dapat
diberikan melalui intravena
BAB V
20
KESIMPULAN
Kesimpulan
Periodik paralisis hipokalemia (PPH) merupakan sekelompok kelainan
otot heterogen yang dicirikan dengan serangan paralisis flaksid episodik dengan
intensitas dan durasi bervariasi. PPH merupakan kelainan bentuk yang paling
sering dari paralisis periodik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
hipokalemia, dikonfirmasi dengan pengukuran kadar kalium serum, dan riwayat
paralisis otot episodik sebelumnya. Walaupun penyakit ini memberikan respons
yang baik dengan koreksi kalium, kegagalan diagnosis dan penatalaksanaan awal
dapat berakibat fatal karena risiko aritmia dan gagal napas.
Saran
Pada pemeriksaan tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain yaitu EKG.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Joydeep M, Durga PC, Uma S, Shankar PS. Idiopathic periodic paralysis:A
series of clustered in a part of Eastern India. Asian J Med Sci. 2015;6(6):83-7
2. Rajesh R, Bhagat T, Tek CY, Vijay PY. Hypokalemic periodic paraysis: A rare
presenting manifestation of Conn’s syndrome. J Endocrinol Metab. 2015;5(1-
2):196-8.
3. Hari BR, Chandini M, Sri VM, Yerramaneni R, Vidyadhara S. Hypokalemic
periodic paralysis: An unusual presentation. Int J Adv Med. 2015;2(2):181-2.
4. Kulkarni S, Bidkar PU. Hypokalemic periodic paralysis in woman: A rare case
report. Intl J Clin Diag Res. 2014;2(3):I.
5. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW,
editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins;
2010. p. 137-64.
6. Sudung OP, Reni F. Paralisis periodik hipokalemik familial. CDK.
2012;39(10):727-30.
7. Gary GS, Barry MB. Fluid and electrolytes disturbances. In: Dennis LK,
Anthony SF, Dan LL, Eugene B, Stephen LH, J Larry J, editors. Harrison’s
principle of internal
medicine.1 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005 .p. 252-63.
8. Jacob OL. Practical aspects in the management of hypokalemic periodic
paralysis. J Translational Med. 2008;6:18.
9. Benjamin RS, Nicole LS. Hypokalemic periodic paralysis: A case report and
review of the literature. Cases J. 2008;1:256.
10. Nurettin OD, Nazire A, Elif Y, Ali I, Ugur D. Weakness in the emergency
medicine department: Hypokalemic periodic paralysis induced by strenous
physical activity.
Emerg Med Assoc Turkey. 2015;15(2):93-5.
11. Nandita J, Chavvi SS, Sai, Jai PS. Acute barium intoxication following
ingestion of soap water solution. Indian J Crit Care Med. 2012;16(4):238-40.
12. Rajesh MK, Bharath RV, Rammohan P, Amit A. Clinical profile in
hypokalemic periodic paralysis cases. Eur J Gen Med. 2014;11(1):6-9.
13. Eleanor L. Hypokalemia [Internet]. 2015. Available from:
emedicine.medscape.com/article/242008-overview.
14. Lin SH, Chiu JS, Hsu CW, Chau AT. A simple and rapid approach to
hypokalemic paralysis. Am J Emerg Med. 2003;21:487-91.
22