Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

PARALISIS PERIODIK HIPOKALEMIA

Oleh :

dr. Dita Rahmawati Putri

Pendamping

dr. Anggy Lestarie

RSUD PAMBALAH BATUNG


KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA
2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul :


Paralisis Periodik Hipokalemia
Disusun sebagai salah satu tugas untuk
Program Internship Dokter Indonesia (PIDI)

Telah disetujui,
Amuntai, September 2019

Pendamping PIDI,

dr. Anggy Lestarie

DAFTAR ISI

2
Halaman

HALAMAN JUDUL...............................................................................................1

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................3

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................4

BAB II. LAPORAN KASUS...............................................................................…5

BAB III. TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................16

BAB IV. PEMBAHASAN....................................................................................19

BAB V. PENUTUP...............................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................23

BAB I
PENDAHULUAN

Periodik paralisis hipokalemia (PPH) merupakan salah satu bentuk paling


sering paralisis periodik1, yaitu sekelompok kelainan otot heterogen yang ditandai

3
dengan serangan paralisis flaksid episodik dengan intensitas dan durasi
bervariasi.2 Pertama diperkenalkan oleh Musgrave pada tahun 1727, didalami
lebih lanjut oleh Hartwig pada tahun 1874; Aitken, dkk. pada tahun 1937
menunjukkan hubungan kadar kalium serum yang rendah dengan pulihnya
kelemahan otot setelah pemberian kalium.1 Insidens penyakit ini diperkirakan 1
dari 100.000 populasi.1 Dua jenis PPH yaitu PPH yang diturunkan atau familial
dan PPH didapat (acquired). PPH didapat bisa ditemukan pada kasus
tirotoksikosis, sehingga sering disebut sebagai paralisis periodik tirotoksik. 5 PPH
familial diturunkan secara autosomal dominan; awitan pada usia peripubertas;
dapat mengenai semua ras, paling dominan pada ras Asia; perbandingan risiko
laki-laki dan perempuan adalah 2:1; 50% orang dengan gen pembawa bergejala
ringan atau asimptomatis.6

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

4
Nama : Ny. M
Umur : 33 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Amuntai
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
Status : Sudah menikah

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis
Keluhan utama : Kelemahan tungkai
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien dibawa oleh keluarga ke IGD dengan kelemahan pada
kedua kaki dan tangan yang dirasakan semakin memberat dalam 2 hari
terakhir. Pasien menyangkal mengeluhkan rasa baal, kesemutan, sakit
kepala, mual, muntah, bicara cadel, gangguan menelan, wajah mencong ke
satu sisi, riwayat trauma maupun pingsan (penurunan kesadaran), demam,
batuk-pilek, pasien juga menyangkal melakukan aktivitas berat sebelum
keluhannya muncul.

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Riwayat sakit serupa : keluhan serupa dan pernah dirawat
1x
- Riwayat stroke : disangkal
- Riwayat sakit jantung : disangkal
- Riwayat hipertensi : tidak ada
- Riwayat kencing manis : tidak ada
- Riwayat trauma : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat sakit serupa : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat kencing manis : disangkal
Anamnesis Sistem :

5
Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (-), muntah (-), penurunan kesadaran
(-), kelemahan anggota gerak (+), perubahan tingkah
laku (-), wajah merot (-), bicara pelo (-),
kesemutan/baal (-),
Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-),
nyeri dada (-)
Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)
Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), makan-minum (-), BAB (+)
Sistem Muskuloskeletal: Kelemahan anggota gerak (+)
Sistem Integumen : Ruam merah (-)
Sistem Urogenital : BAK (+)

III. PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
Vital sign
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x /menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5oC secara aksiler
Status Gizi : kesan baik

Status Internus
Kepala : Mesocephal
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2mm/2mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+)
Telinga : Sekret (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : Simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal)
Thorax :

6
Pergerakan dinding thorax statis simetris, dinamis simetris, tampak ictus
cordis.
Cor :
Inspeksi : Tampak ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
Perkusi :
- Batas atas jantung : ICS II Linea parasternal sinistra
- Pinggang jantung : ICS III Linea parasternal sinistra
- Batas kiri bawah jantung: ICS V 1-2 cm medial LMCS
- Batas kanan bawah jantung: ICS IV Linea sternalis dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)

Pulmo :
Depan Dextra Sinistra

7
Inspeksi Simetris statis & dinamis, Simetris statis & dinamis,
retraksi (-) retraksi (-)
Palpasi Stem fremitus normal Stem fremitus normal
kanan = kiri kanan = kiri
Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang
paru
Auskultasi SD paru vesikuler (+), SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru: suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-) wheezing (-), ronki (-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding abdomen datar, warna kulit sama dengan warna
kulit sekitar
Auskultasi : Bising usus (+) normal (14x/menit)
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar, Lien, Massa tak teraba

Ekstremitas :
Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
Bawah : Oedem (-/-), CRT(< 2 dtk), Akral dingin (-/-)

IV. TANDA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk : (-)
Laseque : (-) (-)
Kernig : (-) (-)
Brudzinsky I : (-) (-)
Brudzinsky II : (-) (-)

NERVI KRANIALIS
Kanan Kiri
N I ( Olfactorius )

8
Daya penghidu : Normosmia Normosmia
N II ( Optikus )
Kanan Kiri
Ketajaman penglihatan : Baik Baik
Pengenalan warna : Baik Baik
Lapang pandang : Sama dengan pemeriksa
Fundus : Tidak dilakukan

N III ( Occulomotoris )/ N IV ( Trochlearis )/ N VI ( Abducens )


Kanan Kiri
Ptosis :(-) (-)
Strabismus :(-) (-)
Nistagmus :(-) (-)
Exopthalmus :(-) (-)
Enopthalmus :(-) (-)
Gerakan bola mata :
Lateral :(+) (+)
Medial :(+) (+)
Atas lateral :(+) (+)
Atas medial :(+) (+)
Bawah lateral :(+) (+)
Bawah medial :(+) (+)
Atas :(+) (+)
Bawah :(+) (+)
Gaze :(+) (+)

Pupil :
Ukuran pupil : Ø 2 mm Ø 2 mm
Bentuk pupil : Bulat Bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi : ditengah ditengah

9
Reflek cahaya langsung :(+) (+)
Reflek cahaya tidak langsung :(+) (+)
Reflek akomodasi/konvergensi :(+) (+)

N V ( Trigeminus )
Kanan Kiri
Menggigit : Baik
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Reflek masseter : (+) (+)
Reflek zigomatikus : (+) (+)
Reflek kornea : Tidak dilakukan
Reflek bersin : Tidak dilakukan

N VII ( Facialis )
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris
Kedipan mata : Simetris
Lipatan nasolabial : Simetris
Sudut mulut : Simetris
Mengerutkan dahi : Simetris
Mengerutkan alis : Simetris
Menutup mata : Simetris
Meringis : Simetris
Mengembungkan pipi : Simetris
Gerakan bersiul : Baik
Daya pengecapan lidah 2/3 depan: Tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : Tidak ada

10
N VIII ( Vestibulocochlearis )
Kanan Kiri
Mendengarkan suara gesekan jari tangan :(+) (+)
Mendengar detik jam arloji :(+) (+)
Test rinne : Tidak dilakukan
Test weber : Tidak dilakukan
Test swabach : Tidak dilakukan

N IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynx : Simetris, tidak hiperemis
Posisi uvula : Di tengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan

N X ( Vagus )
Denyut nadi : Teraba, Reguler
Arcus pharynx : Simetris
Bersuara : Baik
Menelan : Tidak ada gangguan.
N XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : Normal
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu : Simetris
N XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : Tidak ada deviasi
Kekuatan lidah : Simetris
Atrofi lidah : Tidak ada
Artikulasi : Baik
Tremor lidah : Tidak ada

MOTORIK

11
Gerakan : terbatas terbatas
Terbatas Terbatas

Kekuatan : 33 33
33 33
22 22
22 22
Tonus Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus

Bentuk : Eutrofi Eutrofi


Eutrofi Eutrofi

REFLEK FISIOLOGI
Reflek tendon Kanan Kiri
Reflek bicep :(+) (+)
Reflek tricep :(+) (+)
Reflek brachioradialis :(+) (+)
Reflek patella :(+) (+)
Reflek achilles :(+) (+)
Reflek periosteum : Tidak dilakukan
Reflek permukaan
Dinding perut : Tidak dilakukan
Cremaster : Tidak dilakukan
Spincter ani : Tidak dilakukan

REFLEK PATOLOGIS
Kanan Kiri
Hoffman tromer :(-) (-)
Babinski :(-) (-)
Chaddok :(-) (-)
Oppenheim :(-) (-)
Gordon :(-) (-)

12
Schafer :(-) (-)
Klonus paha :(-) (-)
Klonus kaki :(-) (-)

SENSIBILITAS
Kanan Kiri
Eksteroseptif
Nyeri :(+) (+)
Suhu : Tidak dilakukan
Taktil :(+) (+)
Propioseptif
Posisi :(+) (+)
Vibrasi : Tidak dilakukan
Tekanan dalam :(+) (+)

KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN


Test romberg : Tidak dilakukan
Test tandem : Tidak dilakukan
Test fukuda : Tidak dilakukan
Disdiadokokenesis : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Test tunjuk hidung: Tidak dilakukan
Test telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan
Test tumit lutut : Tidak dilakukan

FUNGSI OTONOM
Miksi
Inkontinentia : Tidak ada kelainan
Retensi : Tidak ada kelainan
Anuria : Tidak ada kelainan

13
Defekasi
Inkontinentia : Tidak ada kelainan
Retensi : Tidak ada kelainan

FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi kognisi : Baik

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium:
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Hb 13 14-17
AL 13.000 4,4-11,3
Hct 35 40,0-50,0
AT 241.000 147-424
GDS 128 70-200
Ureum 30 15-39
Creatinin 0,8 <1,20
Natrium 145 135 – 145 mEq/L

Kalium 1,98 3,5 – 5,3 mEq/L

Chlorida 98 97 – 107 mEq/L

VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis :
- Tetraparesis tipe LMN
Diagnosis Topis : Miogenik
Diagnosis Etiologi : Paralisis periodik hipokalemia

VII. INISIAL PLAN


1. Ip Dx:
- Usulan Pemeriksaan Penunjang : EKG
2. Ip Tx:
- IVFD NACL + 1flash KCL 20 tetes permenit
- KSR 3x1 tablet
3. Ip Mx:

14
- Keadaan umum
- Tanda vital
- Kekuatan motorik
4. Ip Ex
- Tirah baring
- Diet tinggi kalium

VIII. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad bonam
3. Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

III.1 ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI


Hipokalemia dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalium, perpindahan
kalium ke dalam sel, atau peningkatan kehilangan kalium.7 PPH familial terjadi
karena redistribusi atau perpindahan kalium ekstraseluler ke intraseluler. 6 Pada
PPH familial diperkirakan terjadi mutasi gen yang mengkode gerbang kanal ion,
yaitu gen SCN4A, CACNL1A3, dan KCNE3 disebut juga sebagai channelopathy.
Mutasi menyebabkan abnormalitas fungsi kanal ion kalium yang menyebabkan
perpanjangan eksitasi sel-sel otot.9
PPH didapat paling sering terjadi disebabkan oleh tirotoksikosis. Penyebab
lain adalah intoksikasi barium dan kelebihan mineralokortikoid.6 Pada
tirotoksikosis terjadi peningkatan hormon tiroid yang menyebabkan influks
kalium ke dalam sel melalui pompa ATPase. 10 Pada intoksikasi barium,
hipokalemia terjadi karena kehilangan kalium meningkat akibat diare berat dan

15
muntah-muntah; selain itu, diduga juga disebabkan karena terganggunya kerja
kanal ion kalium akibat ikatan ion barium di kanal tersebut. Peningkatan
mineralokortikoid, misalnya pada kasus hiperaldosteronisme primer (sindrom
Conn), menyebabkan peningkatan ekskresi kalium melalui urin.2

III.2 GEJALA KLINIS


Manifestasi klinis kekurangan kalium bervariasi dan tergantung dari kadar
kalium. Gejala jarang muncul hingga kadar kalium <3 mmol/L. Membran
potensial istirahat yang rendah (negatif) memunculkan manifestasi seperti
kelemahan otot, kelelahan, dan myalgia.7
Otot yang sering terkena ialah otot bahu dan pinggul, sedangkan otot yang
jarang terkena adalah otot jantung dan diafragma. 6 Kelemahan otot bersifat
intermiten dan episodik dimulai dari tungkai menjalar ke lengan.6 Gejala klinis
akut berupa paralisis flaksid reversibel. Derajat paralisis mulai dari kelemahan
ringan sekelompok otot hingga kelemahan berat berupa quadriplegia dengan
paralisis otot pernapasan.3 Otot yang terkena biasanya simetris.10 Biasanya
terdapat pemicu (trigger) gejala berupa stres, keletihan, atau penggunaan obat-
obatan tertentu seperti steroid.

3.3 DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda hipokalemia,
dikonfirmasi dengan pengukuran kalium serum, dan riwayat paralisis otot
episodik sebelumnya.4 Riwayat keluhan serupa pada keluarga perlu ditanyakan,
tetapi tidak ada riwayat keluarga tidak dapat menyingkirkan diagnosis PPH
Familial.6
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan penurunan atau hilangnya refleks tendon,
tetapi tetap sensoris intak.9 Pemeriksaan tambahan adalah pemeriksaan serum
kalium, elektrokardiografi (EKG), elektromiografi (EMG), dan biopsi otot.
Ekskresi kalium urin dan analisis gas darah (AGD) dapat diperiksa. 6 Pemeriksaan
fungsi tiroid, yaitu free T3, free T4, dan TSH (thyroid-stimulating hormone),

16
juga direkomendasikan untuk kemungkinan tirotoksikosis.8 Abnormalitas EKG
bisa berupa depresi segmen ST, pendataran gelombang T, perpanjangan interval
QT, dan munculnya gelombang U.3

3.4 TATALAKSANA
Empat pilar tatalaksana antara lain mengurangi kehilangan kalium,
mengganti kehilangan kalium, mengevaluasi potensi toksisitas, dan menentukan
penyebab untuk mencegah serangan selanjutnya.13 Mengurangi kehilangan kalium
berarti mengenali pencetus atau hal yang memprovokasi hipokalemia; jika muntah
berikan anti-vomitus. Penggantian kehilangan kalium sebaiknya sesuai keadaan
klinis dan kadar serum kalium. Pada kasus hipokalemia ringan-sedang, sebaiknya
berikan kalium oral dengan dosis 20-30 mEq/L, setiap 15-30 menit hingga kadar
kalium normal.7 Pada hipokalemia berat atau pasien yang tidak bisa minum oral,
koreksi dengan KCl intravena. Infus KCl di vena perifer tidak boleh lebih dari 20
mmol/jam, kecuali jika ada paralisis atau aritmia mengingat risiko iritasi vena, dan
pada vena sentral maksimum 40 mmol/L. Dosis maksimum harian KCl 200
mmol/L. Idealnya, KCl dicampur dalam salin normal, bukan dekstrosa, karena
dekstrosa menyebabkan perpindahan kalium ke intrasel yang dimediasi insulin. 7
Pemantauan klinis ketat dan elektrokardiogram bertujuan untuk mencegah
hiperkalemia. Menentukan penyebab dasar juga penting dilakukan, misalnya
tirotoksikosis.

17
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis pada pasien ini adalah :


Diagnosa Klinis : Tetraparesis tipe LMN
Diagnosa Topis : Miogenik
Diagnosa Etiologi : Paralisis periodik hipokalemia

Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik


dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesa :
o Ny. M usia 33 thn datang ke IGD RSPB dengan keluhan utama,
kedua tungkai atas dan bahwa terasa lemah sejak 2 hari SMRS. Pasien tidak
mengeluhkan rasa baal, kesemutan, bicara cadel, wajah mencong ke satu sisi.
Dari keluhan utama pasien menunjukkan adanya kelemahan akut pada daerah
ekstremitas, hal ini dapat merupakan manifestasi klinis dari stroke, tetapi
setelah dianamnesa lebih lanjut mengenai keluhan utamanya maka diagnosis
stroke dapat dilemahkan karena pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan
sensoris dan gangguan pada saraf kranial, tetapi hal ini masih memungkinkan
terjadi stroke apabila lesi hanya berada di korteks motorik. Selain itu keluhan
pasien yang bersifat motorik dan timbul secara berkala, dapat mengarah
kepada kelemahan tipe LMN, adapun penyakit yang dapat menimbulkan
kelemahan tipe LMN adalah paralisis periodik, gullian barre sindrom,
miastenia gravis

o Pasien menyangkal adanya keluhan sakit kepala, mual, muntah,


gangguan menelan, riwayat penurunan kesadaran maupun trauma/terjatuh,
demam, batuk-pilek
Berdasarkan keluhan pasien tersebut menunjukan bahwa tidak adanya tanda
peningkatan intrakranial, dan gangguan fungsi otonom yang semakin
melemahkan diagnosa stroke dan mempertegas bahwa kelemahan yang

18
dialami pasien bersifat murni motorik. Selain itu melemahkan pula diagnosa
gullian barre sindrom karena pasien tidak memiliki riwayat demam maupun
batuk-pilek dalam 1 bulan terakhir.
Diagnosa miastenia gravis juga dapat dilemahkan karena pada miastenia
gravis, kelemahan terutama terjadi pada otot yang sering digunakan seperti
otot bola mata, otot – otot untuk menelan dan berbicara.

o Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan pada tungkai, hal ini


sesuai dengan kepustakaan dimakan dikatakan bahwa pada periodik paralisis
ini ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan
dari sensoris ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang
rendah di dalam darah. Pada refleks fisiologis tidak didapatkan peningkatan
refleks, hal ini menyingkirkan semua diagnose banding dari lesi UMN.

o Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hipokalemia, hal ini


menunjukkan kelemahan otot pada pasien terjadi karena hipokalemia, menurut
kepustakaan periodik paralise adalah kelainan yang ditandai dengan hilangnya
kekuatan otot, umumnya terkait dengan abnormalitas K+ dan abnormalnya
respon akibat perubahan K+ dalam serum. Periodik paralise dapat
dikelompokkan menjadi (1) Periodik paralise hipokalemia yang dapat
disebabkan oleh : genetik, hipertiroid, hiperaldosteronism, gagal ginjal kronik
dan idiopatik, (2) Periodik paralise hiperkalemia. (3). Periodik paralise
normokalemia

o Penatalaksaan pada pasien ini dilakukan berdasarkan :


Pada pasien ini diberikan IVFD NS 20 tetes per menit untuk memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit, serta untuk memasukkan obat melalui
vena.
Penatalaksanan priodik paralise hipokalemi harus didasari dengan prinsip
terapi untuk keadaan hipokalemia, yaitu mengembalikan jumlah kalium dalam
tubuh kembali ke nilai normal. Pemberian rutin kalium chlorida (KCL) 5
hingga 10 g per hari secara oral dapat mencegah timbulnya serangan pada

19
kebanyakan pasien. Pada suatu serangan yang akut atau berat, KCL dapat
diberikan melalui intravena

o Prognosis pada pasien in ad bonam, karena dengan pengobatan konservatif


sebagian besar pasien akan pulih dan kembali menjalankan aktivitasnya
dengan normal.

BAB V

20
KESIMPULAN
Kesimpulan
Periodik paralisis hipokalemia (PPH) merupakan sekelompok kelainan
otot heterogen yang dicirikan dengan serangan paralisis flaksid episodik dengan
intensitas dan durasi bervariasi. PPH merupakan kelainan bentuk yang paling
sering dari paralisis periodik. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
hipokalemia, dikonfirmasi dengan pengukuran kadar kalium serum, dan riwayat
paralisis otot episodik sebelumnya. Walaupun penyakit ini memberikan respons
yang baik dengan koreksi kalium, kegagalan diagnosis dan penatalaksanaan awal
dapat berakibat fatal karena risiko aritmia dan gagal napas.

Saran
Pada pemeriksaan tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain yaitu EKG.

DAFTAR PUSTAKA

21
1. Joydeep M, Durga PC, Uma S, Shankar PS. Idiopathic periodic paralysis:A
series of clustered in a part of Eastern India. Asian J Med Sci. 2015;6(6):83-7
2. Rajesh R, Bhagat T, Tek CY, Vijay PY. Hypokalemic periodic paraysis: A rare
presenting manifestation of Conn’s syndrome. J Endocrinol Metab. 2015;5(1-
2):196-8.
3. Hari BR, Chandini M, Sri VM, Yerramaneni R, Vidyadhara S. Hypokalemic
periodic paralysis: An unusual presentation. Int J Adv Med. 2015;2(2):181-2.
4. Kulkarni S, Bidkar PU. Hypokalemic periodic paralysis in woman: A rare case
report. Intl J Clin Diag Res. 2014;2(3):I.
5. Palmer BF, Dubose TD. Disorders of potassium metabolism. In: Schrier RW,
editor. Renal and electrolyte disorders. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins;
2010. p. 137-64.
6. Sudung OP, Reni F. Paralisis periodik hipokalemik familial. CDK.
2012;39(10):727-30.
7. Gary GS, Barry MB. Fluid and electrolytes disturbances. In: Dennis LK,
Anthony SF, Dan LL, Eugene B, Stephen LH, J Larry J, editors. Harrison’s
principle of internal
medicine.1 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005 .p. 252-63.
8. Jacob OL. Practical aspects in the management of hypokalemic periodic
paralysis. J Translational Med. 2008;6:18.
9. Benjamin RS, Nicole LS. Hypokalemic periodic paralysis: A case report and
review of the literature. Cases J. 2008;1:256.
10. Nurettin OD, Nazire A, Elif Y, Ali I, Ugur D. Weakness in the emergency
medicine department: Hypokalemic periodic paralysis induced by strenous
physical activity.
Emerg Med Assoc Turkey. 2015;15(2):93-5.
11. Nandita J, Chavvi SS, Sai, Jai PS. Acute barium intoxication following
ingestion of soap water solution. Indian J Crit Care Med. 2012;16(4):238-40.
12. Rajesh MK, Bharath RV, Rammohan P, Amit A. Clinical profile in
hypokalemic periodic paralysis cases. Eur J Gen Med. 2014;11(1):6-9.
13. Eleanor L. Hypokalemia [Internet]. 2015. Available from:
emedicine.medscape.com/article/242008-overview.
14. Lin SH, Chiu JS, Hsu CW, Chau AT. A simple and rapid approach to
hypokalemic paralysis. Am J Emerg Med. 2003;21:487-91.

22

Anda mungkin juga menyukai