Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus

Peritonitis Difus Et Causa Appendisitis Perforasi

Oleh :
Melisa Ira Dika, S.Ked
71.2018.070

Pembimbing :
dr. Bobby, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2020

i
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan Laporan Kasus dengan Judul

Peritonitis Difus Et Causa Appendisitis Perforasi

Disusun Oleh
Melisa Ira Dika, S.Ked
71 2018 070

Telah dilaksanakan pada bulan 28 Desember 2020 – 10 Januari 2021 sebagai


salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen
Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari, Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Januari 2021


Pembimbing

dr. Bobby, Sp.B

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“Peritonitis Difus Et Causa Appendisitis Perforasi”, sebagai salah satu tugas
ilmiah di Bagian Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.

Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,


bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan
maupun tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat
dan terima kasih terutama kepada:

1. dr. Bobby, Sp.B sebagai Dosen pembimbing Kepaniteraan Klinik Senior di


Departemen Ilmu Penyakit Bedah Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
Bari, Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang
telah memberikan arahan dan bimbingannya dalam penyelesaian referat
ini.
2. Rekan sejawat serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga Laporan Kasus ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, Januari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN .................... ........................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................ 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi................................................................................................. 5
2.2. Faktor Resiko....................................................................................... 8
2.3. Klasifikasi............................................................................................ 12
2.4. Diagnosis ............................................................................................. 15
2.5. Tatalaksana........................................................................................... 17
2.6. Komplikasi........................................................................................... 24
2.7. Prognosis..............................................................................................
BAB IV ANALISA KASUS.............................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 34

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Nyeri akut abdomen adalah suatu kegawatan abdomen yang sering
dikeluhkan dan menjadi alasan utama pasien datang ke dokter. Tetapi, nyeri
abdomen yang dijadikan sebagai keluhan utama masih memberikan banyak
kemungkinan diagnosis karena nyeri dapat berasal baik dari organ dalam
abdomen (nyeri viseral) maupun dari lapisan dinding abdomennya (nyeri
somatik). Nyeri akut abdomen yang timbul bisa tiba-tiba atau sudah
berlangsung lama. Namun, penentuan lokasi dari nyeri abdomen mampu
membantu dokter untuk mengarahkan lokasi pada organ yang menyebabkan
nyeri tersebut, walaupun nyeri yang dirasakan mungkin akibat dari penjalaran
organ lain. Salah satu lokasi nyeri abdomen yang paling sering terjadi yaitu
pada titik Mc Burney. Nyeri pada titik ini mengarah pada infeksi di apendiks
(apendisitis). Apendisitis adalah penyakit pada bedah mayor yang paling
sering terjadi dan biasanya sebagian besar dialami oleh para remaja dan
dewasa muda. Dalam kasus ringan, apendisitis dapat sembuh tanpa
perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
apendiks yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika apendiks yang terinfeksi
mengalami perforasi. Berdasarkan pada keadaan tingginya insidensi dan
komplikasi yang terjadi akibat apendisitis tersebut menjadi dasar penulis
untuk mengulas lebih dalam mengenai apendisitis serta penatalaksanaanya.
Peritonitis merupakan suatu kejadian mengancam nyawa yang umumnya
disertai adanya bacteremia dan sindrom sepsis.1 Peritonitis sendiri
didefinisikan sebagai adanya peradangan pada peritoneum baik lokal atau
difus (generalisata) dari lokasinya, akut atau kronik dari natural history, dan
infectious atau aseptik dari patogenesisnya. Peritonitis akut umumnya bersifat
infectious dan berhubungan dengan perforasi holoviskus (disebut sebagai
peritonitis sekunder).1,2 Etiologi umum dari peritonitis sekunder, antara lain
appendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum (gaster atau duodenum),

1
perforasi colon (sigmoid) karena diverticulitis, volvulus, kanker, dan
strangulasi.2
Tingkat mortalitas dari peritonitis yang terasosiasi dengan perforasi ulkus,
appendiks, dan diverticulum dibawah 10% pada pasien tanpa riwayat
penyakit penyerta, namun tingkat mortalitas sampai 40% dilaporkan pada
pasien geriatrik, pasien dengan riwayat penyakit penyerta, dan apabila
peritonitis sudah berlangsung lebih dari 48 jam. 1 Oleh karena itu, sebagai
calon dokter umum yang akan berjaga di Unit Gawat Darurat sebuah rumah
sakit, harus dapat mendiagnosis dan memberikan penanganan awal yang tepat
pada peritonitis akut agar risiko terjadinya mortalitas dapat dihindari.
Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang perempuan berusia 39 tahun
tahun yang datang dengan kondisi klinis peritonitis et causa appendisitis
perforasi.

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan referat ini adalah :
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap kasus
peritonitis.
2. Diharapkan adanya pola pikir kritis setelah dilakukannya diskusi kasus
peritonitis.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat mengenai kasus peritonitis.

1.3. Manfaat
1.3.1. Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu tentang
kasus peritonitis.
1.3.2. Praktis
Sebagai masukan guna lebih meningkatkan mutu pelayanan yang
diberikan terutama dalam memberikan informasi (pendidikan kesehatan)
kepada pasien dan keluarganya tentang kasus peritonitis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peritonitis
2.1.1 Definisi
Peritonitis sendiri didefinisikan sebagai adanya peradangan pada
peritoneum baik lokal atau difus (generalisata) dari lokasinya, akut atau
kronik dari natural history, dan infectious atau aseptik dari
patogenesisnya.1 Peritonitis umumnya dikategorikan menjadi primary
peritonitis (primer), secondary peritonitis (sekunder), dan tertiary
peritonitis (tersier).1,2,3 Peritonitis primer merupakan peradangan pada
peritoneum yang penyebabnya berasal dari ekstraperitoneal dan umumnya
dari hematogenous dissemination.4 Peritonitis sekunder adalah peritonitis
akibat hilangnya integritas dari traktus gastrointestinal yang umumnya
disebabkan perforasi traktus gastrointestinal karena organ intra-abdomen
yang terinfeksi.3,4 Adanya peritonitis persisten atau rekuren setelah
penanganan yang adekuat terhadap peritonitis primer atau sekunder
dinamakan dengan istilah peritonitis tersier.4
Pembahasan mengenai peritonitis seringkali tidak terlepas dari istilah
yang disebut sebagai intra-abdominal infections (IAI) dan abdominal
sepsis.4 Intra-abdominal infections dibagi menjadi dua bagian besar, antara
lain uncomplicated IAI yang didefinisikan sebagai proses infeksi hanya
mengenai organ tunggal (organ viscera) dan complicated IAI yang adalah
proses infeksi yang lebih lanjut, tidak hanya melibatkan organ tunggal
tersebut dan menyebabkan peradangan peritoneum lokal maupun difus,3
sedangkan abdominal sepsis didefinisikan sebagai manifestasi sistemik
(tanda sepsis) akibat dari peradangan peritonitis yang berat.4
Anatomi rektum merupakan bagian utama usus besar yang terakhir dan
terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara kebagian luar tubuh)
dengan panjang sekitar 15-20 cm. Satu inci terakhir dari rektum dinamakan
kanalis analis dan dilindungi oleh sphincterani eksternus dan internus. Pada
sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak

3
meluas yakni ampula recti, dan bila ini terisi maka ingin timbul perasaan
buang air besar. Bagian proksimal rektum mendapat suplai darah dari arteri
mesenterica inferior. Suplai darah tambahan untuk rektum adalah melalui
arteri sakralis media dan arteri hemoroidalis inferior dan media yang
dicabangkan dari arteri iliaca interna dan aorta abdominalis. Alir balik vena
dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterica superior dan inferior
dan vena hemoroidalis superior, yaitu bagian dari system portal yang
mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior
mengalirkan darah ke vena iliaca dan merupakan bagian dari sirkulasi
sistemik.4

Gambar 2.1 Anatomi Rectum4


Hemoroid merupakan vena varikosa pada kanalis ani dan dibagi menjadi 2
jenis yaitu hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid eksterna
berupa pelebaran vena subkutan di bawah atau di luar linea dentata atau
merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di
sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di bawah epitel anus.
Sedangkan hemoroid interna berupa pelebaran vena submukosa di atas linea
dentata. Hemoroid interna adalah pleksus vena hemoroidalis superior diatas
garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan
bantalan vaskular di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah.1

4
Hemoroid sering dijumpai pada tiga posisi primer, yaitu kanan-depan,
kanan-belakang, dan kiri-lateral. Hemoroid yang lebih kecil terdapat di antara
ketiga letak primer tersebut. Kedua pleksus hemoroid, eksterna dan interna
saling berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang
kembali bermula dari rektum sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid
internus mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior dan selanjutnya ke
vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran
sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha vena iliaka.1

Gambar 2.2 Anatomi hemoroid interna dan eksterna4


2.2 Definisi
Hemoroid berasal dari kata “haima” yang berarti darah dan “rheo” yang
berarti mengalir, sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah
yang mengalir. Namun secara klinis diartikan sebagai pelebaran vasa atau
vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik.
tetapi akan menjadi patologik apabila tidak mendapat penanganan atau
pengobatan yang baik. Hemoroid tidak hanya sekedar dari pelebaran pleksus
arteri-vena di saluran anus, tetapi juga diikuti oleh penambahan jaringan
disekitar vasa atau vena dan dapat timbul inflamasi.5

5
2.3 Epidemiologi
Di seluruh dunia, prevalensi gejala hemoroid diperkirakan mencapai 4,4%
pada populasi umum. Di Amerika Serikat, hingga sepertiga dari 10 juta orang
dengan hemoroid mencari perawatan medis, dan menghasilkan 1,5 juta resep
terkait per tahun. Jumlah hemoroidektomi yang dilakukan di rumah sakit AS
menurun. Puncak hemoroidektomi 117 per 100.000 orang dicapai pada tahun
1974; angka ini menurun menjadi 37 hemoroidektomi per 100.000 orang
pada tahun 1987.6
Pasien dengan penyakit hemoroid lebih sering berkulit putih, dari status
sosial ekonomi yang lebih tinggi, dan dari daerah pedesaan. Tidak ada
kecenderungan seksual yang diketahui, meskipun pria lebih cenderung
mencari pengobatan. Namun, kehamilan menyebabkan perubahan fisiologis
yang mempengaruhi wanita untuk menderita hemoroid simptomatik. Saat
uterus yang sedang membesar mengembang, maka akan menekan vena kava
inferior, menyebabkan penurunan aliran balik vena dan pembengkakan
distal.6
Hemoroid eksternal lebih sering terjadi pada orang dewasa muda dan
paruh baya dibandingkan pada orang dewasa yang lebih tua. Prevalensi
hemoroid meningkat seiring bertambahnya usia, dengan puncaknya pada
orang berusia 45-65 tahun.6

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak hal. Telah diajukan
beberapa faktor etiologi yang memegang peranan kausal yaitu konstipasi,
diare, sering mengedan pada waktu defekasi, konstipasi menahun, obesitas,
kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat, fibroid uteri dan tumor
rektum.2
Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan
hemoroid karena vena hemoroidalis superior mengalirkan darah ke sistem

6
portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai katup, sehingga mudah
terjadi aliran balik.2
Untuk pasien muda, terutama mereka yang memiliki riwayat hemoroid
sebelumnya, konsumsi alkohol dan konstipasi merupakan faktor risiko
terjadinya krisis hemoroid. Untuk wanita muda, pencegahan pada dasarnya
didasarkan pada pengobatan sembelit yang berhubungan dengan kejadian
genito-obstetris. Faktor risiko dari riwayat keluarga. Pigot et al. menyatakan
bahwa seseorang yang memiliki riwayat keluarga pernah menderita hemoroid
memiliki resiko 5,17 kali menderita Hemoroid (OR 5,17;CI 4,05-6,61;
p<0,0001.7

2.5 Patofisiologi
Terdapat teori-teori yang menjelaskan hemoroid, antara lain:3
1. Varises dan Portal Hipertensi
Pada kasus hemoroid didapatkan pleksus vena hemoroidalis
melebar sebagai dampak meningkatnya tekanan vena lokal. Selain
defek lokal pada dinding vena, didapatkan peningkatan tekanan vena
lokal, kerusakan atau tidak adanya katup pada vena portal dan
cabang-cabangnya yang berhubungan dengan sistem vena di saluran
anus. Setiap kerusakan vena portal menyebabkan stagnasi aliran di
pleksus hemoroidalis.

2. Hiperplasia Vaskular
Hal ini menjelaskan bahwa tonjolan anus sebagai hasil metaplasia
jaringan. Menurut Virchow dan Allingham, hemoroid dan
hemangioma memiliki kemiripan dengan hemangioma kavernosa.
3. Prolaps Bantalan Anal
Prolaps bantalan anal karena jaringan pendukung saluran anus
yang prolaps. Study menunjukkan adanya fragmentasi jaringan
pendukung sehingga menyebabkan bantalan anal prolaps secara

7
permanen atau sementara yang mungkin berkurang secara manual.
Otot polos submukosa yang merupakan jaringan pendukung ini yang
awalnya dapat mencegah prolaps bantalan anal. Teori yang dijelaskan
seperti itu digunakan saat ini sebagai dasar terapi.

Patofisiologi yang tepat dari penyakit hemoroid simptomatik masih kurang


dipahami. Teori sebelumnya tentang hemoroid sebagai varises anorektal saat
ini tidak terlalu valid - seperti yang ditunjukkan oleh Goenka dkk, pasien
dengan hipertensi portal dan varises saat ini tidak memiliki peningkatan
kejadian hemoroid.8
Saat ini, teori lapisan saluran anus, yang menyatakan bahwa hemoroid
terjadi ketika jaringan pendukung bantal anal memburuk, dapat diterima secara
luas. Usia lanjut dan aktivitas seperti angkat berat, mengejan saat buang air
besar, dan duduk lama dianggap berkontribusi pada proses ini. Oleh karena itu,
hemoroid adalah istilah patologis untuk menggambarkan perpindahan bantal
anus yang abnormal ke bawah yang menyebabkan dilatasi vena.8
Pada pemeriksaan histopatologi, perubahan yang terlihat pada bantal anus
termasuk dilatasi vena abnormal, trombosis vaskular, proses degeneratif pada
serat kolagen dan jaringan fibroelastik, dan distorsi dan pecahnya otot subepitel
anal. Pada kasus yang parah, reaksi inflamasi yang menonjol yang melibatkan
dinding pembuluh darah dan jaringan ikat di sekitarnya telah dikaitkan dengan
ulserasi mukosa, iskemia, dan trombosis.8

2.6 Klasifikasi
1. Hemoroid Eksterna
Hemoroid eksterna diklasifikasikan sebagai akut dan kronik.
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus dan
sebenarnya merupakan hematoma. Walaupun disebut hemoroid
trombosis eksterna akut, bentuk ini sangat nyeri dan gatal karena ujung
–ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.2

8
Hemoroid eksterna kronik atau skin tag biasanya merupakan
sekuele dari hematom akut berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan dan sedikit pembuluh darah.2

2. Hemoroid Interna
Hemoroid interna dikelompokkan dalam empat derajat, yaitu:1
a) Derajat I : Hemoroid menyebabkan perdarahan merah segar tanpa
nyeri pada waktu defekasi. Pada stadium awal seperti ini tidak
terdapat prolaps dan pada pemeriksaan anoskopi terlihat hemoroid
yang membesar menonjol ke dalam lumen.
b) Derajat II : Hemoroid menonjol melalui kanalis analis pada saat
mengedan ringan. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi
sewaktu defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai
defekasi
c) Derajat III : Hemoroid menonjol saat mengedan dan harus di dorong
kembali sesudah defekasi agar masuk ke dalam anus.
d) Derajat IV: Hemoroid yang menonjol keluar, pada stadium lebih
lanjut, hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi
Akhirnya hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami
prolaps menetap dan tidak dapat di dorong masuk lagi.

9
Gambar 2.3 Anatomi hemoroid interna dan eksterna8

2.7 Diagnosis
Diagnosis hemoroid ditegakkan melalui anamnesis, inspeksi,
pemeriksaan digital dan pemeriksaan protoskopi atau anaskopi.1,2
a. Anamnesis
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “hemoroid”
tanpa ada hubungannya dengan gejala rektum atau anus yang khusus.
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid
interna dan hanya timbul pada hemoroid eksterna yang mengalami
trombosis yang luas dengan udem dan radang.1,2
Gejala hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan
yang umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar
dan tidak bercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada pada
feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat

10
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari
vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat
asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan
darah di vena tetap merupakan “darah arteri”. Perdarahan timbul tanpa
nyeri, karena tidak terdapat serabut nyeri pada daerah ini.2
Sebagian besar kasus hemoroid adalah hemoroid interna dan
eksterna. Hemoroid yang membesar secara perlahan akhirnya dapat
menonjol keluar dan dan menyebabkan prolaps. Keluarnya mukus dan
terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang
mengalami prolaps menetap. Hemoroid eksterna dapat menyebabkan
iritasi kulit perianal dan dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal
sebagai pruritus anus, dan ini disebabkan oleh kelembapan yang terus
menerus dan rangsangan mukus.2
b. Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah
menjadi thrombus. Apabila hemoroid interna yang mengalami prolaps,
lapisan epitel penutup bagian yang menonjol ke luar ini mengeluarkan
mukus yang dapat dilihat apabila penderita diminta mengedan. Pada
pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna tidak dapat diraba sebab
tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri.
Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rektum. 1
c. Pemeriksaan Penunjang
Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid
interna yang tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar
untuk mengamati keempar kuadran. Hemoroid interna terlihat sebagai
struktur vaskular yang menonjol ke dalam lumen. Apabila penderita
diminta mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. 1,2
Prostosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa
keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di
tingkat yang tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja

11
atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah
samar. 1,2

2.8 Diagnosis Banding


Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama hemoroid interna
juga terjadi pada karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, kolitis
ulserosa, dan penyakit lain yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum.
Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan
kolonoskopi perlu dipilih secara selektif bergantung pada keluhan dan gejala
penderita.1
Prolaps rektum juga dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid
interna. Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak sulit
dibedakan dari hemoroid yang mengalami prolaps. Lipatan kulit luar yang
lunak akibat trombosis hemoroid eksterna sebelumnya yang mudah dikenali.
Adanya lipatan kulit sentinel pada garis tengah dorsal, yang disebut umbai
kulit, dapat menunjukkan adanya fisura anus. Dokter perlu menyingkirkan
kemungkinan karsinoma apabila hemoroid dan perdarahan terjadi pada
penderita usia pertengahan dan usia lanjut.1

2.9 Tatalaksana
Terapi hemoroid interna yang simptomatik harus ditetapkan secara
perorangan. Hemoroid merupakan suatu hal yang normal sehingga tujuan
terapi bukan untuk menghilangkan pleksus hemoroidal tetapi untuk
menghilangkan keluhan.2
Sebagian besar pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong
dengan tindakan lokal yang sederhana disertai nasehat tentang makan.
Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi, yang membuat
gumpalan isi usus besar dan lunak, sehingga mempermudah defekasi dan
mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan. Supositoria dan salep anus
diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali efek anestetik dan
astringen. 1

12
Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat
awal. Obat-obatan yang sering digunakan adalah:2
a. Stool Softener, untuk mencegah konstipasi sehingga mengurangi
kebiasaan mengejan, misalnya Docusate Sodium.
b. Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine
ointmenti 5% (Lidoderm, Dermaflex). Hal penting untuk diperhatikan
adalah penggunaan obat-obatan topikal per rectal dapat menimbulkan efek
samping sistematik.
c. Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianal

Hemoroid interna yang mengalami prolaps karena udem umumnya dapat


dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat baring dan
kompresi lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan
cairan hangat juga dapat meringankan nyeri. Apabila ada penyakit radang usus
besar yang mendasarinya, misalnya penyakit crohn, terapi medik harus
diberikan apabila hemoroid menjadi simptomatik. 1
a. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang,
misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke
submukosa di dalam jaringan areolar yang longgar dibawah hemoroid
interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian
menjadi fibrotik dan meninggalkan parut penyuntikan dilakukan di sebelah
atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anuskop
penyuntikan yang dilakukan pada tempat yang tepat tidak akan
menimbulkan nyeri. Komplikasi penyuntikan antara lain infeksi misalnya
prostatitis akut (jika penyuntikan dilakukan melalui prostat) dan reaksi
hipersensitifitas terhadap obat yang disuntikkan. Terapi suntikan bahan
sklerotic bersama dengan nasehat tentang makanan merupakan terapi yang
efektif untuk hemoroid Interna derajat 1 dan 2. 1
b. Ligasi dengan Gelang Karet
Hemoroid yang besar atau mengalami prolaps dan dapat ditangani
dengan ligasi (pengikatan keliling) Gelang karet menurut Baron dengan
bantuan anuskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan

13
ditarik atau diisap ke dalam tabung ligator khusus gelang karet didorong
dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus
hemoroidalis tersebut nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari.
Mukosa bersama karet akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi
pada pangkal hemoroid tersebut pada satu kali terapi hanya diikat satu
kompleks hemoroid sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak
waktu dua sampai empat minggu.1
Penyulit utama ligasi ialah timbulnya nyeri karena mengenai garis
mukokutan titik untuk menghindari ini, gelang ditempatkan cukup jauh
dari garis mukokutan. Nyeri hebat dapat pula disebabkan oleh infeksi.
Perdarahan dapat terjadi sewaktu hemoroid mengalami nekrosis biasanya
tujuh sampai 10 hari. 1
c. Bedah Beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu
yang rendah sekali. bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara
luas oleh karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya ini lebih
cocok untuk terapi paliatif karsinoma rektum yang inoperable. 1
d. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi adalah terapi bedah yang dipilih untuk penderita
yang mengalami keluhan menahun dan pada penderita hemoroid derajat
tiga dan empat. Terapi bedah ini juga dapat dilakukan pada penderita
dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara
terapi lainnya yang sederhana. Penderita hemoroid derajat empat yang
mengalami trombosis dan nyeri hebat dapat ditolong segera dengan
hemoroidektomi. 1
Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah
eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi
seminimal mungkin pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus. 1
e. Hemoroidopeksi dengan Stapler
Karena bantalan hemoroid merupakan jaringan normal yang
berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan.
Pada hemoroid derajat tiga dan empat tidak usah dilakukan

14
hemoroidektomi tetapi cukup menarik mukosa dan jaringan submukosa
rektum distal ke atas (arah aboral) dengan menggunakan sejenis stapler,
sehingga hemoroid akan kembali ke posisi semula yang normal. operasi
hemoroid jenis ini dinamakan hemoroidopeksi dengan stapler dan nyeri
pasca bedah pada tindakan ini sangat minimal.1
f. Tindakan Bedah lain
Dilatasi anus yang dilakukan pada anestesi dimaksudkan untuk
memutuskan jaringan ikat yang diduga menyebabkan obstruksi jalan ke
luar anus atau spasme yang merupakan faktor penting dalam pembentukan
hemoroid. Metode dilatasi menurut Lord kadang disertai dengan penyulit
inkontinensia sehingga tidak dianjurkan. 1

Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatik dapat diubah


menjadi asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih
dahulu pada semua kasus. Keluhan dapat dikurangi dengan rendam duduk
menggunakan larutan hangat, salep analgesik untuk mengurangi nyeri atau
gesekan pada waktu berjalan dan sedasi. Istirahat di tempat tidur dapat
membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan.2
Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah
terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan
makanan berserat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid
penderita penyakit crohn harus ditangani hati-hati secara konservatif.2
Pada pasien hemoroid eksterna yang mengalami trombosis yang datang
sebelum 48 jam dapat segera ditolong dan menunjukkan hasil yang baik.
Terapi dilakukan dengan cara mengeluarkan trombus atau melakukan
eksisilengkap secara hemoroidektomi menggunakan anestesi lokal. Bila
trombus sudah dikeluarkan, kulit di eksisi berbentuk elips untuk mencegah
bertautnya tepi kulit dan terbentuknya trombus kembali di bawahnya. Nyeri
segera hilang pada saat tindakan dan luka akan sembuh dalam waktu singkat
sebab luka berada di daerah yang kaya akan darah. Trombus yang sudah
terorganisasi tidak dapat dikeluarkan dalam hal ini terapi konservatif
merupakan pilihan. Usaha reposisi hemoroid eksterna yang mengalami

15
trombus tidak boleh dilakukan karena kelainan ini terjadi pada struktur luar
anus yang tidak dapat direposisi.1

Gambar 2.4 Terapi Konservatif Hemoroid1


A. Skleroterapi melalui retroskop (1) Penyuntikan bahan sklerotik (2)
Retroskop, (3) jarum, (4) Suntikan diberika tepat aboral hemoroid
B. dan C. Penjeratan hemoroid dengan gelang karet
B. (1) karet akan dipasang di sekitar tabung (2) tabung alat ligator (3)
pegangan tabung alat ligator
C. (1) lumen rektum, (2) dasar hemoroid, (3) tabung alat ligator dengan
karet di sekitarnya di dekat hemoroid, (4) hemoroid ditarik dengan cunam
(5) protoskop (6) pegangan tabung

2.10 Komplikasi
Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis
dan strangulasi. Hemoroid eksterna yang mengalami trombosis adalah salah
satu komplikasi. Keadaan ini bukan hemoroid dalam arti yang sebenarnya
tetapi merupakan trombosis vena hemoroid eksterna yang terletak subkutan di
daerah canalis analis. Trombosis dapat terjadi karena tekanan tinggi di vena
tersebut misalnya ketika mengangkat barang berat, batuk, bersin, dan, atau
partus. Vena lebar yang menonjol itu dapat terjepit sehingga kemudian terjadi
trombosis. Kelainan yang nyeri sekali ini dapat terjadi pada semua usia dan
tidak ada hubungan dengan ada atau tidaknya hemoroid interna kadang
terdapat lebih dari satu trombus. Keadaan ini ditandai dengan adanya benjolan
dibawah kulit kanalis analis yang nyeri sekali, tegang dan berwarna kebiruan

16
berukuran mulai dari beberapa milimeter sampai 1-2 cm diameternya.
Benjolan itu dapat unilobular dan dapat pula multilokuler atau beberapa
benjolan. Ruptur dapat terjadi pada dinding vena, meskipun biasanya tidak
lengkap sehingga masih terdapat lapisan tipis adventisia darah yang membeku.
Pada awal timbulnya, trombosis terasa sangat nyeri dalam waktu dua sampai
tiga hari bersamaan dengan berkurang udem akut. Ruptur spontan dapat terjadi
diikuti dengan perdarahan. Resolusi spontan dapat pula terjadi tanpa terapi
setelah dua sampai empat hari. 1
Terkadang hemoroid interna yang mengalami prolaps akan menjadi
ireponibel sehingga tidak dapat terpulihkan oleh karena kongesti yang
mengakibatkan udem dan trombosis. Keadaan yang agak jarang ini dapat
berlanjut menjadi trombosis melingkar pada hemoroid interna dan hemoroid
eksterna secara bersamaan. Keadaan ini menyebabkan nyeri hebat dan dapat
berlanjut, menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya.
Embolik septik dapat terjadi melalui sistem portal dan dapat menyebabkan
abses hati. Anemia dapat terjadi karena perdarahan ringan yang lama.
Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal,
dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan, darah yang keluar
dapat sangat banyak. 1

2.11 Prognosis
Prognosis untuk hemoroid internal adalah bonam Kebanyakan hemoroid
internal sembuh dengan manajemen medis konservatif. Tingkat kekambuhan
dengan penatalaksanaan medis konservatif adalah 10 sampai 50% selama 5
tahun. Dengan terapi yang sesuai, pasien yang simptomatik akan menjadi
asimptomatik. Dengan melakukan terapi operatif dengan hemoroidektomi
hasilnya sangat baik, namun bisa muncul kembali (rekuren) dengan angka
kejadian rekuren sekitar 2-5%. Terapi non operatif seperti ligasi cincin karet
(rubber band ligation) menimbulkan kejadian rekuren sekitar 30-50% antara
kurun waktu 5-10 tahun kedepan. Akan tetapi, hemoroid rekuren ini biasanya
dapat ditangani dengan terapi non operatif. Setelah sembuh, penderita tidak
boleh sering mengejan dan dianjurkan makan makanan yang berserat tinggi.9

17
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi
Nama : Tn. R
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 27 Januari 1998
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Indralaya Selatan, Ogan Ilir
Status Perkawinan : Belum Menikah
Tanggal MRS : 27 November 2020
No. RM : 59.78.61

3.2 Anamnesis (Autoanamnesa dan alloanamnesa, 01 Desember 2020)


3.2.1 Keluhan Utama
Badan lemas sejak ± 3 hari
3.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke IGD RSUD Palembang Bari dengan keluhan badan
lemas sejak ± 3 hari, pasien sebelumnya dibawa keluarganya ke rumah sakit
Indralaya. Pasien kemudian dirujuk ke RSUD Palembang Bari. Ibu pasien
mengatakan saat pasien berdiri, tiba-tiba pasien langsung terjatuh. Keluhan
kelemahan pada ekstremitas, kejang dan penurunan kesadaran disangkal. Ibu
pasien juga mengatakan anaknya terlihat pucat sejak 1 bulan terakhir.
Pasien mengatakan beberapa bulan terakhir saat buang air besar
terdapat darah yang keluar berwarna merah segar menetes tetapi darah tidak
bercampur dengan feses dan tidak ada mukus atau lendir. Pasien juga
mengatakan terdapat benjolan yang besar secara perlahan dan menonjol
keluar dari lubang anus dalam beberapa bulan terakhir, benjolan tersebut
tidak dapat masuk ke dalam anus secara spontan ataupun menggunakan
bantuan tangan. Pasien mengatakan adanya keluhan feses yang keras saat

18
BAB. Pasien menyangkal adanya lendir dan feses pada pakaian dalamnya.
Pasien menyangkal adanya keluhan nyeri saat buang air besar (BAB), ,
keluhan gatal pada daerah sekitar anus tidak ada, keluhan perut kembung
tidak ada, dan keluhan saat buang air kecil tidak ada. Pasien tidak merasakan
adanya penurunan berat badan, nafsu makan pasien baik.
Pasien mengatakan dalam 1 tahun terakhir, pasien tidak lancar buang
air besar. Pasien buang air besar 2 -3 hari sekali, saat buang air besar pasien
merasa kesulitan sehingga untuk buang air besar pasien harus mengedan kuat,
dan membutuhkan waktu sekitar 1 jam di dalam toilet untuk buang air besar.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Sebelumnya pasien pernah mengalami riwayat sulit BAB
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : disangkal
Riwayat penyakit ulkus peptikum : disangkal
Riwayat penyakit hepar : disangkal
Riwayat penyakit tumor rektum : disangkal

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama : Nenek
Riwayat penyakit ulkus peptikum : disangkal
Riwayat penyakit hepar : disangkal
Riwayat penyakit tumor rektum : disangkal

3.2.5 Riwayat Pengobatan


Dirawat di RSUD Ogan Ilir dan dilakukan tranfusi darah

3.2.6 Riwayat Kebiasaan


Pasien sering mengedan pada waktu defekasi
Pasien jarang konsumsi sayuran dan buah-buahan
Pasien tidak merokok
Pasien sering minum-minuman beralkohol
Pasien jarang olahraga

19
Pasien tidak ada kebiasaan aktivitas seperti angkat berat
Pasien tidak ada kebiasaan duduk dalam waktu yang lama

3.3 Pemeriksaan Fisik


3.3.1 Pemeriksaan Fisik (Dilakukan pada tanggal 27 November 2020)
Keadaan umum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis, E4V5M6
3. Berat Badan : 60 kg
4. Tinggi Badan : 160 cm
5. Status Gizi : Normal
6. Bentuk tubuh : Astenikus
7. Tekanan darah : 110/70 mmHg
8. Nadi
- Frekuensi : 82 kali per menit
- Irama : reguler
- Isi : Cukup
- Tegangan : Kuat
- Kualitas : Baik
9. Pernafasan
- Frekuensi : 20 kali per menit
- Irama : Reguler
- Tipe : thoraco-abdominal
10. Temperatur : 36,5 °C

Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocephali
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Ekspresi : Sesuai

20
2. Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : (-/-)
- Endophtalmus : (-/-)
- Palpebra : edema (-/-)
- Konjungtiva : anemis (+/+)
- Sklera : ikterik (-/-)
- Pupil : refleks cahaya (+/+), isokor.

3. Pemeriksaan Telinga :
- Liang telinga : Lapang
- Sekret : (-/-)
- Nyeri Tekan Tragus : (-/-)
- Gangguan Pendengaran : (-/-)

4. Pemeriksaan Hidung :
- Deformitas : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Deviasi Septum : Tidak ada

5. Pemeriksaan Mulut dan tenggorokan:


- Bibir : Sianosis tidak ada
- Gigi – geligi : Lengkap
- Gusi : Perdarahan (-/-), normal.
- Lidah : Atrofi papil lidah (-), bercak putih (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : Hiperemis (-/-), normal.

21
6. Pemeriksaan Leher :
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan, lesi pada kulit (-)
- Palpasi : Pembesaran Tiroid (-), Pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cm H2O

7. Kulit :
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat

8. Pemeriksaan Thorax:
a. Paru-paru
Paru depan
Inspeksi : Statis: kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada yang
tertinggal, sela iga melebar (-), retraksi intercpasientae (-),
benjolan (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, benjolan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan kiri, batas paru hepar ICS
V linea midclavicula dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar (-/-), wheezing (-/-)

Paru belakang
Inspeksi : Statis: kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada yang
teringgal.
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar (-/-), wheezing (-/-)

22
b. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Kanan : ICS II linea parasternalis dextra
Kiri Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS VII 2 jari linea midclavicula sinistra
Auskultasi : HR: 82x/menit, S1- S2 reguler, S3 (-) murmur (-), gallop (-)

9. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar (+), lemas (+), caput medusa (-), benjolan(-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-), pembesaran lien
(-), massa (-), ballotement (-)
Perkusi : Tympani (+), undulasi (-), pekak berpindah (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
10. Status Lokalis Anorektal
Inspeksi :Terlihat benjolan diarah jam 5,7 dan 11
11. Ekstremitas:
Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2”
Inferior : Akral hangat (+/+), pitting edema (-/-), CRT < 2”

3.3.2Pemeriksaan Fisik (Dilakukan pada tanggal 01 Desember 2020)


Keadaan umum:
1. Keadaan sakit : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis, E4V5M6
3. Berat Badan : 60 kg
4. Tinggi Badan : 160 cm
5. Status Gizi : Normal
6. Bentuk tubuh : Astenikus
7. Tekanan darah : 120/70 mmHg
8. Nadi
- Frekuensi : 80 kali per menit
- Irama : reguler

23
- Isi : Cukup
- Tegangan : Kuat
- Kualitas : Baik
9. Pernafasan
- Frekuensi : 22 kali per menit
- Irama : Reguler
- Tipe : thoraco-abdominal
10. Temperatur : 36,7 °C
Keadaan Spesifik:
1. Pemeriksaan Kepala:
- Bentuk : Normocephali
- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
- Simetris Muka : Simetris
- Ekspresi : Sesuai
2. Pemeriksaan Mata:
- Eksophtalmus : (-/-)
- Endophtalmus : (-/-)
- Palpebra : edema (-/-)
- Konjungtiva : anemis (+/+)
- Sklera : ikterik (+/+)
- Pupil : refleks cahaya (+/+), isokor.

3. Pemeriksaan Telinga :
- Liang telinga : Lapang
- Sekret : (-/-)
- Nyeri Tekan Tragus : (-/-)
- Gangguan Pendengaran : (-/-)

4. Pemeriksaan Hidung :
- Deformitas : Tidak ada
- Sekret : Tidak ada
- Epitaksis : Tidak ada

24
- Mukosa Hiperemis : Tidak ada
- Deviasi Septum : Tidak ada

5. Pemeriksaan Mulut dan tenggorokan:


- Bibir : Sianosis tidak ada
- Gigi –geligi : Lengkap
- Gusi : Perdarahan (-/-), normal.
- Lidah : Atrofi papil lidah (-), bercak putih (-)
- Tonsil : T1/T1 tenang
- Faring : Hiperemis (-/-), normal.

6. Pemeriksaan Leher :
- Inspeksi : Simetris, tidak terlihat benjolan, lesi pada kulit (-)
- Palpasi : Pembesaran Tiroid (-), Pembesaran KGB (-)
- JVP : 5-2 cm H2O

7. Kulit :
- Hiperpigmentasi : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada
- Ptekhie : Tidak ada
- Turgor : Kembali cepat

8. Pemeriksaan Thorax:
c. Paru-paru
Paru depan
Inspeksi : Statis: kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada yang
tertinggal, sela iga melebar (-), retraksi intercpasientae (-),
benjolan (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri, benjolan (-)
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru kanan kiri, batas paru hepar ICS
V linea midclavicula dextra
Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar (-/-), wheezing (-/-)

25
Paru belakang
Inspeksi : Statis: kanan sama dengan kiri, dinamis: tidak ada yang
teringgal.
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: Vesikuler (+/+) normal, ronki kasar (-/-), wheezing (-/-)

d. Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Kanan : ICS II linea parasternalis dextra
Kiri Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS VII 2 jari linea midclavicula sinistra
Auskultasi : HR: 82x/menit, S1- S2 reguler, S3 (-) murmur (-), gallop (-)

9. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Datar (+), lemas (+), caput medusa (-), benjolan(-)
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), hepatomegali (-), pembesaran lien
(-), massa (-), ballotement (-)
Perkusi : Tympani (+), undulasi (-), pekak berpindah (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal

10. Status Lokalis Anorektal


Inspeksi :Luka post operasi hemoroidectomy dalam keadaan baik

11. Ekstremitas:
Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-), CRT < 2”
Inferior : Akral hangat (+/+), pitting edema (-/-), CRT < 2”

26
2.4 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium (27 November 2020)
Parameter Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 7,4 g/dl 14-16 g/dl
Eritrosit 3,18 juta/ul 4,5 -5,5 juta/ul
Leukosit 15,1 ribu/ul 5-10 ribu/ul
Trombosit 865 ribu/mm3 150-400 ribu/mm3
Hematokrit 24% 40-52%
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0% 0-1%
Eosinofil 1% 1-3%
Batang 2% 2-6%
Segmen 77% 50-70%
Limfosit 14% 20-40%
Monosit 6% 2-8%
Kimia Klinik
SGOT/AST 15 IU/L <37 IU/L
SGPT/ALT 25 IU/L <41 IU/L
Glukosa Darah Sewaktu 74 mg/dl <180 mg/dl
Imunologi
Rapid Test Covid-19
Antibodies SARS CoV-2 IgG Non Reaktif Non Reaktif
Antibodies SARS CoV-2 IgM Non Reaktif Non Reaktif

b. Pemeriksaan Laboratorium (29 November 2020)

27
Parameter Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 9,1 g/dl 14-16 g/dl
Eritrosit 3,66 juta/ul 4,5 -5,5 juta/ul
Leukosit 14,9 ribu/ul 5-10 ribu/ul
Trombosit 684 ribu/mm3 150-400
ribu/mm3
Hematokrit 29% 40-52%
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0% 0-1%
Eosinofil 1% 1-3%
Batang 2% 2-6%
Segmen 77% 50-70%
Limfosit 14% 20-40%
Monosit 6% 2-8%
Hemostasis
Masa Perdarahan (BT) 3 Menit 1 - 6 menit
Masa Pembekuan (CT) 10 Menit 10 -15 menit

c. Pemeriksaan Laboratorium (30 November 2020)


Parameter Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 9,0 g/dl 14-16 g/dl

d. Pemeriksaan Laboratorium (01 Desember 2020)


Parameter Hasil Nilai Normal
Hematologi
Hemoglobin 10,0 g/dl 14.16/dl

2.5 Diagnosis Banding


1. Hemoroid Interna Grade IV dengan Anemia derajat sedang

28
2. Hemoroid Eksterna dengan Anemia derajat sedang
3. Karsinoma Kolorektal dengan Anemia derajat sedang

2.7 Diagnosis Kerja


Hemoroid Interna Grade IV dengan Anemia derajat sedang

2.8 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
1. Edukasi
2. Tirah baring 24 jam
3. IVFD RL gtt 20 x/menit
4. Transfusi packed red blood cells (PRC) 4 kolf
5. Tindakan Hemoroidectomy

Farmakologis
1. Inj. Ceftriaxon 2 x 1 mg iv
2. Inj. Asam Tranexamat 3 x 1 mg iv
3. Inj. Metronidazole 3 x 500
4. Inj. Ranitidin 2 x 1 amp iv
5. Inj. Ketorolac 2 x 3 amp drip
6. Laxadin syr 2 x 1 po

2.9 Prognosis
 Quo ad vitam : Bonam
 Quo ad fungtionam : Bonam
 Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB IV

ANALISA KASUS

29
Pada kasus ini, didapatkan pasien Tn. R, laki-laki, berusia 22 tahun. Hal
ini sesuai dengan teori yang ada. Menurut teori, hemoroid salah satu masalah
utama pada orang dewasa, prevalensi hemoroid lebih banyak ditemukan pada usia
dekade kedua hingga kelima kehidupan. Jenis kelamin pada kasus hemoroid, pria
dan wanita ditemukan dalam jumlah yang sama3.
Keluhan utama pasien yaitu mengeluhkan badan lemas sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan utama disertai keluhan tambahan yaitu
buang air besar terdapat darah yang keluar berwarna merah segar menetes tetapi
darah tidak bercampur dengan feses sejak beberapa bulan terakhir. Menurut teori
gejala hemoroid interna yang paling sering dikeluhkan pasien adalah perdarahan
yang umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat trauma oleh
feses yang keras.Pada pasien ini, telah terjadi komplikasi akibat perdarahan ringan
hemoroid internal yang berulang yang mengakibatkan terjadinya anemia. 1
Keluhan badan lemas, dan terlihat pucat pada pasien merupakan gejala dari
anemia. Berdasarkan anamnesi keluhan kelemahan pada ekstremitas, kejang dan
penurunan kesadaran disangkal, hal ini dapat menyingkirkan kemungkinan
penyebab badan lemas dari penyakit neurologis atau penyakit metabolik.
Berdasarkan anamnesis, pasien mempunyai keluhan tambahan yaitu
terdapat keluhan benjolan yang besar secara perlahan dan menonjol keluar dari
lubang anus dalam sejak beberapa bulan terakhir, benjolan tersebut tidak dapat
masuk ke dalam anus secara spontan ataupun menggunakan bantuan tangan.
Menurut teori, keluhan ini mengarah ke hemoroid interna derajat IV. Hemoroid
interna dikelompokkan dalam empat derajat, pada hemoroid internal IV
merupakan hemoroid internal pada stadium lebih lanjut. Dimana hemoroid telah
menonjol keluar dan perlu perlu didorong kembali setelah defekasi. Akan tetapi
hemoroid telah berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan
tidak dapat di dorong masuk lagi.1

Berdasarkan anamnesis pasien mengatakan memiliki riwayat sulit buang


air besar dalam 1 tahun terakhir. Pasien buang air besar 2 -3 hari sekali, saat
buang air besar pasien merasa kesulitan sehingga untuk buang air besar pasien

30
harus mengedan kuat, dan membutuhkan waktu sekitar 1 jam di dalam toilet
untuk buang air besar. Pasien juga memiliki kebiasaan sering mengedan pada
waktu defekasi, jarang konsumsi sayuran dan buah-buahan, pasien ada riwayat
minum-minuman beralkohol, pasien tidak ada kebiasaan aktivitas seperti angkat
berat
dan tidak ada kebiasaan duduk dalam waktu yang lama. Nenek kandung pasien
diketahui mempunyai riwayat wasir dengan keluhan yang sama. Menurut teori
terdapat beberapa faktor etiologi yang memegang peranan kausal terjadinya
hemoroid yaitu konstipasi, sering mengedan pada waktu defekasi, untuk pasien
muda riwayat konsumsi alkohol merupakan faktor risiko terjadinya krisis
hemoroid dan faktor risiko dari riwayat keluarga dimana seseorang yang
memiliki riwayat keluarga pernah menderita hemoroid memiliki resiko 5,17 kali
menderita hemoroid. Pasien menyangkal adanya lendir dan feses pada pakaian
dalamnya hal ini berdasarkan teori dapat menyingkirkan kemungkinan faktor
risiko diare. Pasien menyangkal adanya keluhan saat buang air kecil, hal ini
berdasarkan teori dapat menyingkirkan kemungkinan faktor risiko pembesaran
prostat.2,7
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada saat pasien datang didapatkan,
status gizi normal, tanda vital normal, pada pemeriksaan mata terdapat
konjungtiva anemis (+/+) dan pemeriksaan status lokalis anorektal pada inspeksi
terlihat benjolan diarah jam 5,7 dan 11. Menurut teori, perlu diketahui status gizi
pasien hemoroid karena status gizi obesitas dapat menjadi faktor risiko timbulnya
hemoroid, tetapi pada pasien ini faktor risiko tersebut dapat disingkirkan.
Konjungtiva anemis merupakan salah satu gejala klinis anemia. Pada inspeksi
hemoroid interna, mudah terlihat apabila mengalami prolaps lapisan epitel
penutup bagian dapat menonjol ke luar sehingga terlihat sebagai benjolan.
Kemudian, untuk menunjang diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang
laboratorium didapatkan hasil abnormal laboratorium yaitu anemia, eritrosit
rendah, leukositosis, trombositosis dan hematokrit rendah. Hal ini sesuai dengan
teori, dimana pada hemoroid sering terjadi perdarahan kronis dan apabila berulang
dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak dapat
mengimbangi jumlah darah yang keluar.2 Selain itu pada pasien terdapat tanda

31
infeksi yaitu leukositosis. Jika kasus dibandingkan teori maka diagnosis kerja
yang tepat pada pasien ini adalah anemia derajat ringan dengan hemoroid interna
grade IV.
Hemoroid interna grade IV pada kasus ini memiliki diagnosis banding, yaitu
pada hemoroid eksterna dan karsinoma kolorektal. Berdasarkan anamnesis pasien
menyangkal adanya keluhan nyeri saat buang air besar (BAB) dan keluhan gatal
pada daerah sekitar anus tidak ada, berdasarkan teori hal ini dapat menyingkirkan
kemungkinan diagnosis banding hemoroid eksterna. Berdasarkan anamnesis
pasien menyangkal adanya penurunan berat badan dan nafsu makan pasien baik,
berdasarkan teori hal ini dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding
karsinoma kolorektal.
Tata laksana konservatif pada pasen yaitu edukasi dengan menjelaskan
kepada pasien dan keluarga pasien mengenai hemoroid interna grade IV, selain itu
menganjurkan kepada pasien setelah sembuh, pasien tidak boleh sering mengedan
saat defekasi dan dianjurkan makan makanan yang berserat tinggi.1
Penatalaksanaan konservatif pre operasi berupa pemberian ringer laktat yang
bertujuan untuk menggantikan kehilangan cairan yang terjadi akibat perdarahan.
Pemberiaan antibotik ceftriakson yang digunakan sebagai kausal dari tanda
infeksi yang didapat, dimana ceftriakson merupakan sefalosporin generasi ketiga,
merupakan antibiotik spektrum luas, mencegah sintesis dinding bakteri dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu tujuan dari pemberian antibiotik
profilaksis adalah untuk mengurangi insidensi infeksi luka pascabedah. 10
Pemberian asam traneksamat yang merupakan obat golongan hemostatik yang
dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan sementara. Dilakukan juga
pemberian laxadyn yang merupakan stool softener, untuk mencegah konstipasi
sehingga mengurangi kebiasaan mengejan.10
Penatalaksanaan post operasi berupa cairan ringer laktat bertujuan untuk
menggantikan kehilangan cairan yang terjadi akibat perdarahan pada saat
dilakukan operasi. Pemberian metronidazol post operasi bertujuan sebagai
antibiotik profilaksis pasca pembedahan. Pemberian asam mefenamat pada kasus
ini sudah tepat untuk mengurangi gejala nyeri post operasi pada pasien10.

32
Pentalaksaan anemia pada pasien ini diberikan packed red blood cells yang
ditransfusikan untuk mencegah hipoksia jaringan. Dengan indikasi manifestasi
klinis anemia spesifik dan didasarkan pada parameter konsentrasi hemoglobin
(Hb).11
Dilakukan hemoroidectomy merupakan tindakan yang sudah tepat, dimana
pada kasus ini sudah memiliki indikasi untuk dilakukannya hemoroidectomo.
Indikasi untuk melakukan hemoroidektomi yaitu untuk penderita yang mengalami
keluhan kronik dan pada penderita hemoroid derajat tiga dan empat. Terapi bedah
ini juga dapat dilakukan pada penderita dengan perdarahan berulang dan anemia
yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang sederhana. 1
Prognosis pada kasus ini adalah Quo ad vitam bonam, Quo ad functionam
bonam, Quo ad sanationam dubia ad bonam. Menurut teori prognosis untuk
hemoroid internal adalah bonam Dengan melakukan terapi operatif dengan
hemoroidektomi hasilnya sangat baik, namun bisa muncul kembali (rekuren)
dengan angka kejadian rekuren sekitar 2-5%.9

DAFTAR PUSTAKA

33
1. Sjamsuhidajat, R. and Jong, W.D., 2016. Usus Halus, Apendiks, Kolon,
Dan Anorektum. dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi, 2, pp. 782-790
2. Price Sylvia A,Wilson Lorraine M.2012. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.
3. Lalisang, Toar JM. 2016 "Hemorrhoid: Pathophysiology and Surgical
Management Literature review." The New Ropanasuri Journal of
Surgery 1.1:pp 31-36.
Diakses dari https://staff.ui.ac.id/system/files/users/toar.m/publication/
hemorrhoid_pathophysiology_and_surgical_management_literature_revie
w.pdf
4. Snell, Richard S.,M.D,PhD. 2012. Anatomi Klinis :Berdasarkan Sistem.
Jakarta: EGC.
5. Sudarsono, D.F., 2015. Diagnosis dan penanganan hemoroid. Jurnal
Majority, 4(6), pp.31-34. Diakses dari
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/
download/1384/1228
6. Riss, S., Weiser, F.A., Schwameis, K., Riss, T., Mittlböck, M., Steiner, G.
and Stift, A., 2012. The prevalence of hemorrhoids in adults. International
journal of colorectal disease, 27(2), pp.215-220. Diakses dari
https://link.springer.com/article/10.1007/s00384-011-1316-3
7. Pigot F, Siproudhis L, Allaert FA. 2005. Risk Factors associated with
Hemorroidal Symptoms in Specialized Consultant. Gastroenterol Clin
Biol. 2005; 29(12): 1270-4. Diakses dari
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/16518286/
8. Sun, Z. and Migaly, J., 2016. Review of hemorrhoid disease: presentation
and management. Clinics in colon and rectal surgery, 29(1), p.22. Diakses
dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4755769/
9. Fontem, R.F. and Eyvazzadeh, D., 2019. Internal Hemorrhoid. St. Luke's
University Health Network. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537182/

34
10. Katzung BG, Masters SB, Trevor AJ. 2014. Farmakologi Dasar
dan Klinik. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. EGC.
11. Müller, M. M., Geisen, C., Zacharowski, K., Tonn, T., & Seifried, E. 2015.
Transfusion of packed red cells: Indications, triggers and adverse
events. Deutsches ärzteblatt international, 112(29-30), 507. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles
PMC4555065/

35

Anda mungkin juga menyukai