Anda di halaman 1dari 38

PRESENTASI KASUS

KASUS STROKE HEMORAGIK


HALAMAN JUDUL

Disusun oleh:
Dhea Faizia Tasya
2110221036

Pembimbing:
dr. Sholihul Muhibbi, Sp. S, M.Si.Med

Dipresentasikan Hari/Tanggal:
Selasa, 12 Oktober 2021

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE 20 SEPTEMBER – 24 OKTOBER 2021

i
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama/ Umur : Tn. S (23 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : TNI
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Bima
Tanggal Masuk : 10 September 2021
Dirawat yang ke :-
Tanggal Pemeriksaan : 18 Juni 1998

1.2 Anamnesa
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 4
Oktober 2021 pukul 08.30 WIB.

1.2.1 Keluhan Utama


Pada tanggal 10 September 2021, pasien datang ke IGD RSPAD Gatot
Subroto dengan keluhan kelemahan anggota gerak kanan.

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien laki-laki berusia 23 tahun dirujuk dari Rumah Sakit Pusat Otak
Nasional (PON) datang ke IGD RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan kelemahan
anggota gerak kanan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu. Satu bulan yang lalu,
saat pasien sedang apel pagi, tiba-tiba pasien tersjatuh tidak sadarkan diri. Keluhan
dirasakan secara tiba-tiba. Kemudian pasien dibawa ke IGD RS PON, beberapa saat
kemudian, pasien mengalami kejang kurang lebih selama 30 detik, kelojotan
seluruh tubuh, disertai mulut berbusa. Saat dan setelah kejang pasien tidak sadar.
Menurut pasien dan keluarga pasien, pasien juga sempat mengalami gangguan
penglihatan berupa penglihatan buram dan menjadi lebih sensitif terhadap cahaya,
serta mata yang menonjol, gangguan memori, mulut kaku disertai mencong, dan
bicara pasien menjadi pelo sejak 1 bulan yang lalu, yang mulai membaik semenjak
berada di RSPAD.
Sejak kurang lebih 4 tahun yang lalu, pasien sering mengalami muntah hebat
disertai sakit kepala. Dalam 2 tahun terakhir ini, keluhan muntah hebat dan sakit
kepala dirasakan semakin memberat. Sakit kepala yang dirasakan berdenyut dan
seperti ditimpa benda berat. Kurang lebih 1 tahun tang lalu pasien merasakan nyeri
kepala yang sangat hebat selama masa hidupnya, yang muncul secara mendadak.
Pasien memiliki riwayat terbentur tank pada kepala kurang lebih 4 tahun
yang lalu. Pasien menyangkal adanya hipertensi, kencing manis, kolesterol, riwayat
stroke, alergi, dan penyakit jantung. Saat pasien merasakan nyeri kepala yang
sangat hebat pada 1 tahun yang lalu, pasien langsung dibawa ke RS dan dilakukan
CT Scan. Hasil CT Scan menunjukkan adanya perdarahan pada pembuluh darah di
otak sehingga pasien dilakukan penanganan di RS tersebut. Pasien memiliki
riwayat 5 kali operasi. Operasi pertama, yaitu operasi pemasangan VP shunt di
kanan 1 tahun yang lalu di RS Mataram, Lombok. Operasi kedua yaitu operasi
perbaikan VP shunt di kanan, 2 hari kemudian setelah operasi sebelumnya, di RS
Mataram. Operasi ketiga yaitu operasi embolisasi 9 bulan yang lalu di RS Soetomo,
Surabaya. Operasi keempat yaitu pemasangan VP shunt di kiri 7 bulan yang lalu di
RS Mataram. Operasi kelima yaitu operasi embolisasi 2 bulan yang lalu di RS PON.
Keluhan ini baru dirasakan pasien pertama kali.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Asma (-)
- Ginjal (-)
- Alergi (-)
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada

1.2.5 Riwayat Pribadi dan Sosial


- Merokok (+)
- Alkohol (+)

1.3 Pemeriksaan Fisik


1.3.1 Status Internus
Keadaan Umum : Baik
Gizi : Baik
Tanda Vital
- TD kanan : 128/66 mmHg
- TD kiri : 102/64 mmHg
- Nadi kanan : 105 x/menit
- Nadi kiri : 97 x/menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,8 oC
Limfonodi : Normal
Jantung : BJ regular, S1-S2 Murmur (-), Gallop (-)
Paru : Resp spontan, VBS +/+, Wh -/-, Rh -/-
Hepar : Normal
Lien : Normal
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik

1.3.2 Status Psikiatris


Tingkah laku : Baik
Perasaan hati : Baik
Orientasi : Baik
Jalan pikiran : Baik
Daya ingat : Baik
1.3.3 Status Neurologis
Kesadaran : compos mentis, E4M6V5, GCS 15
Sikap tubuh : berbaring
Cara berjalan : sulit dinilai
Gerakan abnormal : (-)

Kepala
Bentuk : Bentuk normochepal, teraba VP shunt pada sisi
kanan dan kiri kepala
Simetris : (+)
Pulsasi : teraba
Nyeri tekan : (-)

Leher
Sikap : normal
Gerakan : bebas
Vertebra : normal
Nyeri tekan : (-)

1.3.4 Gejala Rangsang Meningeal


kanan kiri
Kaku kuduk : (-)
Laseque : (+) (-)
Kernig : (+) (-)
Brudzinski I : (-) (-)
Brudzinski II : (-) (-)

1.3.5 Nerve Cranialis


N I (olfactory)
- Daya penghidu : normosmia/normosmia

N II (opticus)
- Ketajaman penglihatan : normal/normal
- Pengenalan warna : normal/normal
- Lapang pandang : normal/normal
- Fundus : tidak dilakukan

N III (oculomotor), IV (trochlear), VI (abducens)


- Ptosis : -/-
- Strabismus : -/-
- Nystagmus : -/-
- Exophtalmus : +/+
- Enophtalmus : -/-
- Gerakan bola mata
Lateral : +/+
Medial : +/+
Atas lateral : +/+
Atas medial : +/+
Bawah lateral : +/+
Bawah medial : +/+
Atas : +/+
Bawah : +/+
Gaze : +/+
- Pupil
Ukuran pupil : 3 mm/3 mm
Bentuk pupil : bulat/bulat
Isokor/ anisokor : isokor/isokor
Posisi : sentral/sentral
RCL : +/+
RCTL : +/+
Reflex akomodasi/konvegerensi : +/+

N V (trigeminus)
- Menggigit : normal/normal
- Membuka mulut : simetris
- Sensibilitas
Atas : baik/baik
Tengah : baik/baik
Bawah : baik/baik
- Reflex masseter : normal/normal
- Reflex zigomatikus : normal/normal
- Reflex kornea : tidak dilakukan
- Reflex bersin : tidak dilakukan

N VII (facialis)
- Pasif
Kerutan kulit dahi : simetris
Kedipan mata : simetris
Lipatan nasolabial : menurun/(+)
Sudut mulut : datar/(+)
- Aktif
Mengerutkan dahi : simetris
Mengerutkan alis : simetris
Menutup mata : simetris
Meringis : asimetris (mulut mencong ke kiri)
Menggembungkan pipi : simetris
Gerakan bersiul : simetris
Daya pengecapan lidah 2/3 anterior : tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : (-)
Lidah kering : (-)

N VIII (acusticus)
- Mendengar suara gesekan jari : normal/normal
- Mendengar detak arloji : tidak dilakukan
- Test Swabach : tidak dilakukan
- Tes Rinne : tidak dilakukan
- Test Weber : tidak dilakukan

N IX (glossopharyngeus)
- Arcus pharynx : simetris
- Posisi uvula : di tengah
- Daya pengecapan lidah 1/3 posterior : tidak dilakukan
- Reflex muntah : tidak dilakukan

N X (vagus)
- Denyut nadi : (+)/(+)
- Arcus pharynx : simetris
- Bersuara : normal
- Menelan : normal

N XI (accessory)
- Memalingkan kepala : normal
- Sikap bahu : simetris
- Mengangkat bahu : normal

N XII (hypoglossal)
- Menjulurkan lidah : deviasi lidah ke kanan
- Kekuatan lidah : normal
- Atrofi lidah : (-)
- Artikulasi : baik
- Tremor lidah : (-)

1.3.6 Motorik
Gerakan :
bebas bebas

bebas bebas
Kekuatan :
4444 5555

4444 5555
Tonus :
normotonus normotonus

normotonus normotonus
Trofi :
eutrofi eutrofi

eutrofi eutrofi

1.3.7 Reflex Fisiologis


Reflex Tendon
- Reflex Biceps : +/+
- Reflex Triceps : +/+
- Reflex Patella : +/+
- Reflex Achilles : +/+
Reflex periosteum
- Reflex permukaan : tidak dilakukan
- Dinding perut : tidak dilakukan
- Cremaster : tidak dilakukan
- Sphincter ani : tidak dilakukan

1.3.8 Reflex Patologis


Kanan Kiri
Hofman Trommer : (-) (-)
Babinski : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Rosollimo : (-) (-)
Mendel Bechterew : (-) (-)
Klonus paha : (-) (-)
Klonus kaki : (-) (-)

1.3.9 Sensibilitas
Eksteroseptif
- Nyeri : (+)
- Suhu : tidak dilakukan
- Taktil : (+)
Propioseptif
- Vibrasi : tidak dilakukan
- Posisi : baik
- Tekan dalam : (+)

1.3.10 Koordinasi dan Keseimbangan


2 Test Romberg : tidak dilakukan
3 Test Tandem : tidak dilakukan
4 Test Fukuda : tidak dilakukan
5 Disdiadokokenesis : normal
6 Rebound phenomenon : normal/normal
7 Test telunjuk hidung : normal
8 Test telunjuk telunjuk : normal
9 Test tumit lutut : tidak dilakukan

9.2.1 Fungsi Otonom


Miksi
- Inkontinensia : (-)
- Retensi : (-)
- Atonic : (-)
- Automatic : (-)
Defekasi
- Inkontinensia : (-)
- Retensi : (-)

9.2.2 Fungsi Luhur


Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik
Fungsi kognisi : baik
9.3 Pemeriksaan Penunjang
9.3.1 Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan: 19 September 2021
Hematologi Nilai Rujukan
Hematologi Lengkap
Hemoglobin 11,8 13.0 – 18.0 g/dL
Hematokrit 36 40 – 52 %
Eritrosit 4,3 4.3 – 6.0 juta/µL
Leukosit 13160 4,800 – 10,800 /µL
Trombosit 430000 150,000 – 400,000 /µL
Hitung jenis :
Basophil 0 0–1%
Eosinophil 2 1–3%
Neutrophil 80 50 – 70 %
Limfosit 13 20 – 40 %
Monosit 84 2–8%
MCV 84 80 – 96 fL
MCH 28 27 – 32 pg
MCHC 33 32 – 36 g/dL
RDW 13.90 11.5 – 14.5 %
Koagulasi
D-dimer 2850 <500 ng/mL
Tanggal Pemeriksaan: 15 September 2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Kimia Klinik
SGOT (AST) 21 < 35 U/L
SGPT (ALT) 84 < 40 U/L

Tanggal Pemeriksaan: 14 September 2021


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Kimia Klinik
Bilirubin total 0.29 < 1.5 mg/dL
Bilirubin direk 0.14 < 0.3 mg/dL
Bilirubin indirek 0.15 < 1.1 mg/dL
Albumin 3.8 3.5 – 5.0 mg/dL
Kalsium 9.5 8.6 – 10.3 mg/dL
Magnesium 1.94 1.8 – 3.0 mg/dL

9.3.2 Foto Thoraks


Tanggal pemeriksaan: 11 September 2021

- Jantung tidak membesar


- Aorta dan mediastinum superior tidak melebar
- Trakea di tengah. Kedua hilus tak menebal
- Coracan bronkovaskular kedua paru baik
- Kedua diafragma licin. Kedua sinus kostofrenikus lancip
- Tulang-tulang kesan intak
Kesan:
Cor dan pulmo dalam batas normal

9.3.3 CT Scan
Tanggal Pemeriksaan: 11 September 2021

- Terpasang kateter VP shunt dengan insersi dari os oksipital kanan dan ujung
distal kateter pada ventrikel lateralis kiri
- Tampak opasitas berdensitas metal di ventrikel lateralis kanan kornu posterior
(stent)
- Ventrikel III dan lateralis dilatasi ventrikel IV dan system sisterna baik
- Tampak hipodense periventrikel lateralis bilateral
- Falx cerebri di tengah
- Sulci dan gyri baik
- Mesencephalon, pons, cerebellum bilateral baik
Kesan :
- Ventrikulomegali III dan lateralis dengan terpasang ujung distal kateter VP
shunt pada ventrikel lateralis kiri dan tampak stent pada ventrikel lateralis
kanan kornu posterior
- Small vessel periventricular disease DD/ transependymal edema

9.3.4 MRI
Tanggal Pemeriksaan: 14 September 2021
Pada pemeriksaan MRI kepala tanpa kontras, potongan axial T1 SE, T@ TSE, T2
TIRM, DWI, potongan coronal T2 TSE, maka tampak:
Tampak lesi hipointense T1 SE T2 TSE serpiginosa yang tampak komponen flow
void didalamnya disertai gambaran nidus pada korpus kallosum bagian korpus.
Ukuran lesi sekitar 4 x 1,9 x 2,5 cm (ApxCxLL). Pada angiografi tampak feeding
artery berasal dari cabang a. cerebri anterior kanan segmen A4 dan draining vein
pada sinus inferior sagitalis.
Tampak pula lesi hiperintense T1 SE T2 TSE intraventrikel lateralis, ventrikel III,
dan ventrikel IV disertai pelebaran system ventrikel dengan evan index 0,3.
Terpasang VP shunt melalui defek pada os temporooccipital kanan dengan tip
berada pada intralumen ventrikel lateralis kiri kornu anterior.
Tampak lesi kecil berbentuk bulat berbatas tegas pada subkortikal lobus frontalis
kiri yang hipointense T1 SE, hiperintense T2 TSE hipointens dengan tepi
hiperintense (gliosis) pada T2 TIRM.
MR Carotis : A carotis interna dan eksterna kanan kiri normal
MR Cerebral : A vertebralis kanan lebih kecil dibandingkan kiri
A basilaris normal
Tampak blood staining yang berasal dari cabang a. cerebri
anterior kanan segmen A4
A comm posterior dan A comm anterior normal
Tidak tampak stenosis lumen circullus Willisi
MR Vena : Tampak dilatasi vena sinus sagitalis inferior
Tampak caliber sinus transversus kanan, sinus sigmoid kanan
normal
Perfusi : Tampak hipoperfusi pada korpus kallosum. Tampak
hipoperfusi pada lobus frontoparietooccipital bilateral
Sulci dan Gyri dalam batas normal
Diferensiasi struktur grey-white matter dalam batas normal
Tidak tampak adanya distorsi mid line
Pons dan kedua hemisphere cerebellum dalam batas normal
Tidak tampak adanya perubahan intensitas pada parenkim infratentorial
Septum nasi lurus
Tampak penebalan konka inferior sisi kanan
Sinus paranasalis dan mastoid dalam batas normal
Bulbus oculi, nn iotici dan struktur retrobulbar normal
Kesan:
- Lesi serpiginosa disertai gambaran nidus intralesi di body corpus callosum
dengan feeding artery berasal dari a. cerebri anterior kanan segmen A4 dan
draining vein menuju sinus sagittalis inferior, ukuran lesi sekitar 4 x 1,9 x 2.5
cm, DD/ AVM
- Hidrosefalus comunican dengan evan index 0,3 disertai perdarahan late
subakut pada intravemtrikel lateralis, ventrikel III, dan ventrikel IV
- VP shunt terpasang melalui defek pada os temporalis temporooccipital kanan
dengan tip berada pada intralumen ventrikel lateralis kornu anterior
- Infark lakuner kronik pada subkortikal lobus frontal kiri
- Kaliber sinus transversus dan sinus sigmoid kiri lebih kecil dibandingkan
kanan
- Kaliber a. vertebralis kanan lebih kecil dibandingkan kiri
- Hiperperfusi pada korpus kallosum
- Hipoperfusi frontoparietooccipital bilateral hipertrofi konka nasalis inferior

9.4 Resume
Pasien laki-laki 23 tahun dirujuk dari RS PON dengan keluhan kelemahan
anggota gerak kanan. Keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang lalu disertai jauh tidak
sadarkan diri secara tiba-tiba dan bertahan > 24 jam. Keluhan disertai kejang selama
30 detik, kelojotan seluruh tubuh, disertai mulut berbusa, gangguan penglihatan,
mata lebih menonjol, gangguan ingatan, mulut mencong, dan bicara pelo sejak 1
bulan yang lalu. Empat tahun yang lalu, pasien sering mengalami sakit kepala dan
muntah yang semakin memberat sejak 2 tahun terakhir. Satu tahun yang lalu, pasien
merasakan nyeri kepala yang sangat hebat di masa hidupnya, muncul secara tiba-
tiba sehingga pasien dibawa ke RS dan dilakukan CT Scan dengan hasil adanya
perdarahan di pembuluh darah otak. Pasien memiliki riwayat terbentur 4 tahun yang
lalu. Pasien menjalani operasi VP shunt dan embolisasi.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum baik, kesadaran composmentis dengan


GCS 15, tekanan darah 128/66mmHg, nadi 105x/menit, pernapasan 20x/menit, dan
suhu 36,7 oC. Status generalis lainnya dalam batas normal. Pada pemeriksaan
neurologis terdapat tanda rangsang meningeal positif, parese N III, IV, VI, parese
N VII dextra tipe sentral, parese N XII dextra, dan hemiparese dextra.

Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan leukositosis, trombositopenia,


neutrofilia, limfositopenia, D-dimer 2850 ng/mL, dan SGOT 80 U/L. Pada
pemeriksaan CT Scan, kesan ventrikulomegali dan small vessel periventricular
disease DD/ transependymal edema. Pada pemeriksaan MRI didapatkan adanya
gambaran lesi serpiginosa disertai gambaran nidus intralesi di body corpus
callosum, hidrosefalus, hiperperfusi corpus callosum, dan hipoperfusi
frontoparetooccipital bilateral.

9.5 Diagnosis
Diagnosa klinik : - Hemiparesis dextra
- Parese N III, IV, VI
- Parese N VII dextra tipe UMN
- Parese N XII dextra
Diagnosa topik : - Hemisphere cerebri sinistra
- Meningen
- Intraventrikel
Diagnosa etiologi : - Stroke hemoragik
Diagnosa sekunder : - Hidrosefalus
Diagnosa banding : - Tumor intracranial
- Meningoencephalitis

9.6 Terapi
- IVFD NaCl 0,9% 30 mL/kgBB/hari
- Injeksi
 Citicolin 2 x 250 mg
 Omeprazole 1 x 20 mg
 Fenitoin 3 x 100 mg
- PO
 Lactulac 2 x C
 Curcuma 3 x 1 tab
9.7 Prognosa
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad malam
Ad sanam : dubia ada malam
Ad cosmeticum : ad bonam
BAB II
ANALISA KASUS

Diagnosis pada pasien ini diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang.

ANAMNESIS
- Pada anamnesis didapatkan keluhan utama pasien berupa kelemahan anggota
gerak kanan, atau disebut dengan hemiparese dextra.
Hemiparese adalah paralisis parsial atau total pada satu sisi tubuh yang
berasal dari penyakit atau trauma pada pusat motorik di otak.1 Hemiparese
merupakan salah satu sindrom dari upper motor neuron. Sindrom upper motor
neuron dapat diklasifikasikan menjadi hemiparesis (kelemahan unilateral pada
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah), tetraparesis (kelemahan pada keempat
ekstremitas), paraparesis (kelemahan pada kedua ekstremitas bawah), dan
monoparesis (kelemahan pada satu ekstremitas). Kelemahan ekstremitas
disebabkan oleh adanya patologis gangguan motorik oleh:2
- Patologi yang terjadi dimanapun di sepanjang UMN pathway (dari korteks
motoric hingga medulla spinalis)
- Lesi pada LMN pathway (dari cornu anterior medulla spinalis hingga sara
perifer)
- Gangguan di neuromuscular junction
- Gangguan muskularis

- Pasien mengeluhkan adanya nyeri kepala dan muntah-muntah hebat. Selain itu,
menurut keluarga pasien, pasien sempat tidak sadarkan diri secara tiba-tiba saat
apel pagi kurang lebih 2 minggu yang lalu. Pasien juga sempat mengalami
gangguan penglihatan berupa penglihatan buram dan lebih sensitive terhadap
cahaya.
Nyeri kepala, muntah hebat, dan penurunan kesadaran serta gangguan
penglihatan merupakan manifestasi klinis dari peningkatan intracranial akibat
perdarahan hebat sehingga darah yang mengisi ruang subarachnoid.3

Nyeri kepala atau sering disebut sebagai cephalgia atau headache, dapat
disebabkan oleh penyakit seperti tumor otak, meningitis, atau penyakir
serebrovaskular (seperti: giant cell arteritis, cerebral aneurysm, atau perdarahan
cerebral)4. Cephalgia diklasifikasikan menjadi cephalgia primer (disebabkan oleh
cephalgia itu sendiri dan tidak ada kerusakan organik), dan cephalgia sekunder
(disebabkan oleh proses patologis, seperti infeksi sistemik, kelainan pembuluh
darah, perdarahan subarachnoid, dan tumor otak.2 Cephalgia dengan onset yang
tiba-tiba dan berat biasanya berkaitan dengan kelainan intracranial, seperti PSA
atau meningitis. Pada pasien terjadi cephalgia sekunder yang disebabkan oleh
perdarahan subarachnoid.
Rongga cranial terdiri dari darah (±10%), jaringan otak (±80%), dan CSF
(±10%) pada tulang tengkorak yang keras dan tidak bisa ekspansi. Normal tekanan
intracranial adalah 0 – 15 mmHg saat diukur di ventrikel lateralis. Adanya sedikit
peningkatan volume dari salah satu komponen dapat dikompensasi dengan
menurunkan volume pada satu atau dua komponen lainnya. Hal ini sesuai dengan
hipotesis Monro-Kellie. Peningkatan volume jaringan otak dapat disebabkan oleh
tumor otak, edema otak, atau perdarahan. Peningkatan volume darah dapat
diakibatkan jika terjadi vasodilatasi pembuluh darah otak atau adanya obstruksi dan
aliran vena. Peningkatan CSF dapat diakibatkan oleh produksi CSF yang
berlebihan, penurunan absorpsi CSF, atau obstruksi pada sirkulasi CSF.5
Tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) merupakan
selisih tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) dengan tekanan
intracranial (intracranial pressure/ ICP) [CPP = MAP – ICP]. Normal CPP adalah
70 – 100 mmHg.5

- Pasien juga sempat mengeluhkan gangguan memori, mulut kaku disertai


mencong ke kiri, dan bicara pasien menjadi pelo.
Keluhan-keluhan tersebut sesuai dengan tanda dan gejala dari PSA.
Gambaran klinis dari PSA adalah:2
 Nyeri kepala hebat dengan onset yang timbul tiba-tiba (‘seperti pukulan
yang tiba-tiba pada kepala’). Pasien biasanya mendeskripsikannya
sebagai nyeri kepala terhebat yang pernah mereka rasakan. Beberapa
pasien dapat mengalami nyeri kepala akut sesaat sebelum nyeri kepala
hebat tersebut. Nyeri kepala hebat ini merupaka ‘warning’ headaches
yang menggambarkan adanya pelebaran aneurisma atau rupture minor.
 Hilang kesadaran sementara atau memanjang atau bisa diikuti kejang
segera setelah hilang kesadaran
 Mual dan muntah
 Delirium atau koma yang bisa berlanjut hingga berjam-jam hingga
berhari-hari
 Tanda rangsang meningeal
 Tanda-tanda focal karena perluasan intraparenkimal oleh darah atau
vasospasme yang menyebabkan iskemia dan infark, seperti kelemahan
ekstremitas, disfasia
 Papilloedema
Otak memiliki 2 pembagian sirkulasi. Pertama, sirkulasi anterior dan sentral
yang disuplai oleh internal carotid artery, middle cerebral artery dan cabang-
cabangnya, serta anterior cerebral artery. Kedua, sirkulasi posterior yang disuplai
oleh vertebral arteries, basilar artery, dan posterior cerebral artery.4 Jika terjadi
gangguan pada sirkulasi karotis (anterior), tanda dan gejala berupa hemiplegia,
hemianopia, deficit korteks. Jika terjadi gangguan pada sirkulasi vertebrobasilar
(posterior), tanda dan gejala berupa vertigo, diplopia, gangguan kesadaran, dan
homonymous hemianopia.3
- Saat di RS PON pasien sempat mengalami kejang selama 30 detik berupa
kelojotan seluruh tubuh disertai mulut berbusa.
Kejang disebabkan oleh adanya gangguan fungsi otak secara intermitten
yang akibat lepasnya muatan listrik abnormal yang berlebihan di neuron-neuron
secara paroksismal dan disebabkan oleh berbagai etiologi.2

Kejang epilepsi dapat disebabkan oleh lesi intracranial (tumor, stroke,


infeksi, trauma), kelainan metabolic (hipoglikemia, hypomagnesemia, gagal hati),
obat-obatan, drug withdrawal, atau toksin (alcohol, karbon monksida).1 Penyebab
kejang pada pasien berupa adanya lesi intracranial akibat stroke hemoragik.

- Pasien pernah mengalami nyeri kepala sangat hebat di masa hidupnya


“The worst headache of my life” merupakan gambaran klinis yang khas
pada PSA yang terjadi pada saat itu juga.2

- Pasien memiliki riwayat trauma pada kepalanya, merokok (+), alcohol (+)
Riwayat trauma kepala pada pasien bisa menjadi faktor risiko terjadinya
perdarahan intrakranial maupun perdarahan subarachnoid. Perdarahan
subarachnoid dapat terjadi karena trauma kepala, perluasan darah dari suatu
kompartemen ke ruang subarachnoid, atau rupturnya suatu arterial aneurysm.6
- CT Scan pertama kali pasien pada 1 tahun yang lalu, dengan hasil CT
scan menunjukkan adanya perdarahan pada pembuluh darah di otak

- Pasien pernah menjalani operasi VP shunt dan embolisasi di RS Pusat Otak


Nasional (PON) dan RS Mataram.
Tindakan VP shunt yang dilakukan pada pasien karena adanya komplikasi
dari perdarahan subarachnoid (PSA) berupa hidrosefalus.7 Komplikasi awal dari
SAH adalah hidrosefalus akibat obstruksi aliran CSF oleh bekuan darah.3 Darah
dapat melapisi nerve roots, menghalangi arachnoid granulations (mengganggu
reabsorpsi CSF), dan menghalangi foramina dalam system ventricular
(mengganggu sirkulasi CSF) sehingga dapat terjadi hidrosefalus non komunikans.4
Hidrosefalus dapat terjadi sekitar 1/5 dari pasien perdarahan subarachnoid
(akut pada 3 hari pertama atau subakut pada 4-14 hari) atau pada 10-20% pasien
(kronik pada >2 minggu). Salah satu metode pembedahan dari hidrosefalus yang
sering dilakukan adalah ventricle-peritoneal shunting (VPS)8. Komplikasi lain dari
SAH dapat berupa vasospasme (yang menyebabkan iskemia), rebleeding, dan
perluasan darah ke jaringan otak (menyebabkan intracerebral hematoma).7
PEMERIKSAAN FISIK
- Pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan status internus kepala didapatkan
terabanya VP shunt pada sisi kanan dan kiri kepala pasien.

- Pemeriksaan neurologis pasien didapatkan kesadaran compos mentis dengan


E4M6V5 GCS 15, sikap tubuh terlentang dan tidak ada gerakan abnormal.

- Pada pemeriksaan tanda rangsang meningeal didapatkan lasegue dan


kernig sinistra.
Hal tersebut disebabkan karena adanya perdarahan subarachnoid sehingga
darah mengiritasi lapisan meningen dan menyebabkan tanda-tanda meningism.3

- Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan parere N III, IV, VI


berupa exophtalmus, parese N VII dextra tipe sentral, dan parese N XII
Pada pasien didapatkan bicara pelo, atau disebut sebagai disartria. Disartria
merupakan gangguan dalam artikulasi bicara, tanpa adanya kesulitan dalam
memahami atau mengekspresikan bahasa. Disartria dapat terjadi akibat lesi pada
semua level dari korteks motoric sampai beberapa otot-otot yang terlibat dalam
artikulasi. Selain itu, disartria juga dapat disebabkan oleh patologis lokal non
neurologis seperti tidak adanya gigi. Artikulasi melibatkan fungsi otor-otor laring,
faring, palatum, lidah, dan bibir. Saat seseorang mendengar suara, sinyal dari
primary auditory complex diterima oleh area Wernicke, kemudian sinyal
ditransmisikan ke area Broca, kemudian ke area motoric di precentral gyrus
(primaty motor cortex), yang mengontrol otot-otot bicara. Jalur motoric artikulasi
berasal dari precentral gyrus kiri (hemisfer dominan) dan kemudian mengalami
persilangan di atas nuclei cranial nerve. Nuclei N VII (serat motoric) menuju otot-
otot fasialis, termasuk bibir. Nuclei N X (nucleus ambiguusl serat motoric) menuju
faring, laring, dan palatum molle). Nuclei N XII (serat motoric) menuju lidah.
Nuclei N VII, X, dan X menerima serat kortikobulbar dari hemisphere ipsilateral
dan kontralateral. Seperti semua gerakan, artikulasi juga dimodulasi oleh
cerebellum dan basal ganglia.2
Deviasi lidah ke kanan pada pasien diakibatkan adanya lesi UMN pada
hemisphere cerebri sinistra sehingga menyebabkan kelemahan pada otot-otot lidah
sisi kontralateral dari lesi, yaitu sisi kanan sehingga menyebabkan lidah deviasi ke
kanan.2
- Pada pemeriksaan motoric didapatkan hemiparese dextra
Hemiparese dextra tipe UMN terjadi karena adanya lesi pada hemisfere
cerebri sinistra. Parese UMN terjadi akibat kerusakan pada traktus kortikospinal.
Jika lesi terjadi setelah melewati pyramidal decussation di setinggi bagian bawah
medulla kelemahan terjadi pada sisi kontralateral dari lokasi lesi.2
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium didapatkan leukositosis, neutrofilia, dan
limfositopenia, serta peningkatan D-dimer
Pada hasil laboratorium ditemukan adanya leukositosis, neutrofilia, dan
limfopenia. Hal ini disebabkan karena PSA menyebabkan kerusakan pada otak
sehingga mengaktivasi respon inflamasi.9
D-dimer merupakan senyawa fibrinogen yang terbentuk selama aktivasi
system koagulasi dan berasal dari degradasi cross-linked fibrinogen. Kadar di-
dimer plasma biasanya meningkat pada pasien dengan cerebral AVM. Oleh karena
itu, d-dimer berguna untuk mendetejsi minor intracranial AVM. Selain itu, d-dimer
berisiko meningkatkan terjadinya intracranial hemorrhage.10
- Pada hasil CT Scan didapatkan adanya ventrikulomegali III dan lateralis
dengan terpasangnya ujung distal kateter VP shunt pada ventrikel
lateralis kiri
Pada pasien sudah terjadi komplikasi berupa hidrosefalus dan sesuai dengan
riwayat tindakan VP shunt pada pasien, ditemukan ujung distal kateter VP shunt
pada ventrikel lateralis kiri.
CT Scan kepala digunakan untuk membedakan antara infark serebral atau
perdarahan.3 CT angiography dan/atau digital substraction angiography digunakan
untuk menentukan lokasi aneurisma. Pungsi lumbal juga dapat dilakukan jika hasil
CT scan normal. Temuan pungsi lumbal adalah adanya xanthochromia,
mengindikasikan adanya darah di CSF.1

DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis
Pemeriksaan nervus kranialis didapatkan:
a. Parese nervus III, IV, VI berupa exophtalmus
b. Parese nervus VII dextra tipe sentral berupa sudut mulut kanan berkurang,
lipatan ansolabial berkurang, dan mulut kanan datar saat pasien meringis
c. Parese N XII dextra tipe sentral berupa disartria dan deviasi lidah ke kanan saat
pasien menjulurkan lidah.

Pemeriksaan motorik didapatkan:


a. Hemiparese dextra tipe sentral
Hal ini sesuai dengan lesi UMN yaitu tidak adanya fasikulasi dan terdapat
kelemahan otot sesuai dengan traktus piramidalis.
Diagnosis topis
- Hemisphere cerebri sinistra
Karena adanya parese N VII dextra tipe sentral dan parese N XII dextra maka lesi
berada di sisi otak yang kontralateral dari deficit neurologisnya. Hal ini disebabkan
oleh karena persarafan motoric (traktus kortikospinal) mengalami persilangan di
pyramidal decussation.

Diagnosis etiologis
- Stroke Perdarahan
- AVM
- Hidrosefalus
Diagnosis tersebut diambil berdasarkan anamnesis yaitu didapatkan
kelemahan anggota gerak kanan (deficit neurologis), riwayat nyeri kepala hebat,
muntah hebat, disertai penurunan kesadaran, fotofobia, dan deisit neurologis fokal
lainnya seperti riwayat gangguan memori, parese N III, IV, VI, parese N VII dan
XII dextra. Keluhan penurunan kesadaran pada pasien terjadi mendadak dan
berlangsung > 24 jam. Selain itu, menurut keluarga pasien, bicara pasien menjadi
pelo dan mulut mencong. Pada pasien juga didapatkan faktor risiko dimana usia
pasien masih pada dekade 3 dan adanya riwayat trauma pada kepala pasien.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan deficit neurologis dan gejala rangsang
meningeal yang positif. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil CT Scan
kepala yaitu ventrikulomegali pada ventrikel III dan lateralis.
Stroke ditandai dengan gambaran klinis yang terjadi secara tiba-tiba akibat
hilangnya fungsi otak (atau medulla spinalis), yang bertahan lebih dari 24 jam atau
berakhir kematian.3 Faktor risiko stroke berupa factor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi.

Perdarahan subarachnoid dapat disebabkan oleh:3


- Rupturnya aneurysm: kelemahan pembuluh darah kongenital yang terjadi
sering pada circle of Willis (70%).3 Aneurysm terjadi akibat defek pada tunika
media dan elastika dari arteri serebral, yang menyebabkan tunika media
bulging keluar dan dilapisi hanya oleh tunika adventitia.1 Aneurysmal
subarachnoid hemorrhage merupakan tipe stroke hemoragik yang disebabkan
oleh rupturnya aneurisma serebral, sehingga perdarahan mengisi ruang
subarachnoid dan dapat meluas hingga ke basal cisterns, ventrikel, dan spinal
subarachnoid space. Insidensi aneurisma lebih tinggi pada individu dengan
penyakit tertentu, seperti polycystic kidney disease, fibromuscular dysplasia,
koarksio aorta, dan AVM. Penyebab lainnya adalah aterosklerosis, hipertensi,
dan infeksi bakteri. Rupture cerebral enurysma menyebabkan perdarahan
subarachnoid. Kemungkinan rupture meningkat seiring dengan ukuran
aneurism (> 3 – 5 mm). Faktor-faktor yang meningkatkan risiko PSA adalah
rokok, hipertensi, dan intake alcohol yang berlebihan.5

- Arteriovenous malformations (AVM/ angiomas): anomaly malformasi


pembuluh darah, kongenital, yang membesar dan ada pada usia dewasa (15%).3
AVM merupakan suatu kelainan pembuluh darah, terjadi karena kekusutan
antara arteri dan vena yang dihubungkan oleh satu atau dua fistula. AVM
dianggap berasal dari kegagalan dalam perkembangan capillary network saat
proses embrionik otak. Terdapat dua efek hemodinamik dari AVM. Pertama,
darah dialirkan dari system arterial yang bertekanan tinggi ke system vena yang
bertekanan rendah tanpa melewati capillary network. Aliran ke system vena
oleh system arterial yang bertekanan tinggi dapat menyebabkan rupture dan
terjadi perdarahan. Kedua, tingginya tekanan arteri dan vena mengalihkan
aliran darah menjauh dari jaringan sekitar, sehingga mengganggu perfusi
jaringan. Manifestasi klinis dari AVM adalah perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarachnoid, kejang, nyeri kepala, dan deficit neurologis secara
progresif. Nyeri kepala yang dirasakan biasanya berdenyut dan sinkron dengan
denyut jantung. Manifestasi lainnya tergantung lokasi dari lesi, dapat berupa
gangguan visual, hemiparesis, gangguan mental, dan gangguan bicara.
Penanganan AVM adalah pembedahan berupa eksisi, oklusi endovascular,
radiosurgery, dan tatalaksana konservatif. Penanganan endovascular yaitu
memasukkan mikrokateter ke sirkulasi serebral untuk meletakkan embolic
materials (seperti microballoons, sclerosing agents, microcoils atau quick-
drying glue) ke pembuluh darah AVM.5 AVM merupakan pembuluh darah
yang berdilatasi di antara system arterial dan vena (arteriovenous fistula)
dengan sedikit lapisan muskularis dan tidak memiliki capillary bed. AVM
dapat menyebabkan stroke, epilepsy, nyeri kepala kronik, atau deficit
neurologis fokal.4 AVM biasanya akan ruptur pada kehidupan dekade dua
hingga empat.7 Dua puluh persen individu dengan AVM memiliki manifestasi
berupa nyeri kepala kronik yang tidak bisa dideskripsikan, beberapa
bermanifestasi migraine. Lima puluh persen mengalami kejang. Lima puluh
persen pasien mengalami perdarahan intraserebral, subarachnoid, atau
subdural dengan deficit neurologis yang progresif. Sepuluh persen mengalami
hemiparesis atau tanda-tanda fokal neurologis lainnya. Hemiparesis pada
AVM biasanya disebabkan oleh kompresi atau rupturnya AVM. Seiring
dengan waktu, dapat juga terjadi hidrosefalus non komunikans jika AVM besar
dan mengisi ventrikel.4
Penyebab lainnya:3
- Trauma
- Kelemahan pembuluh darah karena infeksi, seperti emboli sepsis dari infective
endocarditis
- Koagulopati

Manifestasi klinis yang ditemukan pada perdarahan subarachnoid dapat


terjadi darah mengiritasi lapisan meningen yang menyebabkan nyeri kepala hebat
tiba-tiba dengan fotofobia, nausea, vomiting, dan tanda-tanda meningism (kaku
leher dan tanda kernig).3 Iritasi meningeal biasanya muncul 6 jam setelah terjadinya
perdarahan.1 Manifestasi klinis dari kebocoran pembuluh darah dapat berupa nyeri
kepala, gangguan status mental atau tingkat kesadaran, mual atau muntah, dan
defek neurologis fokal, seperti gangguan visual atau bicara, atau kaku leher. Ruptur
pembuluh darah menyebabkan nyeri kepala mendadak, berdenyut disertai mual dan
muntah, gangguan visual, deficit motoric, dan hilang kesadaran.4
Kemungkinan penyebab stroke pada pasien ini adalah pecahnya pembuluh
darah di otak (stroke hemoragik) akibat AVM ditambah lagi karena adanya riwayat
trauma kepala pada pasien. Rupture pembuluh darah otak umumnya terjadi saat
pasien sedang beraktivitas, disertai nyeri kepala hebat, deficit neurologis, dan
muntah proyektil.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan skoring untuk


mendiagnosa stroke hemoragik sebagai berikut:
a. Algoritma Stroke Gajah Mada
Nyeri kepala (+)
Penurunan kesadaran (+)
Reflex Babinski (-)
Berdasarkan algoritma stroke gajah mada, pasien mengalami stroke
hemoragik/ perdarahan.
b. Siriraj Stroke Score (SSS)
Kesadaran : somnolen (1), 2,5 x 1 = 2,5
Muntah : ya (1), 2 x 1 = 2
Nyeri kepala : ya (1), 2 x 1 = 2
Tekanan darah sistolik : 77 x 10% = 7,7
Atheroma : 0 x (-3) = 0
Konstanta : -12
Hasil : 2,2
Hasil skor SSS ≥ 1 : Stroke Hemoragik

Terapi
Medikamentosa
- IVFD NaCl 0.9% 20 tpm
Untuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit serta memasukkan
obat intravena.
- Citicolin 2 x 500 mg
Citicolin mengaktivasi biosintesis structural phospholipids pada membrane
neuronal, meningkatkan metabolism otak, dan menignkatkan senyawa
kimia di otak. Citicolin memiliki efek dalam melindungi otak,
mempertahankan fungsi otak secara normal, sereta mengurangi jaringan
otak yang rusak.
- Curcuma 3 x 1
Curcuma merupakan anti inflamatori (inhibisi COX) dan merupakan
antioksidan. Curcuma memiliki kandungan yaitu kurkumin yang
bermanfaat sebagai antimikroba, anti-karsinogenik, dan sebagai
neuroprotektor. Neuroprotektor berfungsi untuk melindungi, memulihkan,
dan meregenerasi sel saraf.
- Fenitoin 3 x 100 mg
Fenitoin diberikan sebagai antikonvulsan profilaksis pada pasien karena
sebelumnya pasien memiliki riwayat kejang. Fenitoin dapat diberikan
selama 1 bulan kemudian diturunkan, lalu dihentikan bila sudah tidak ada
kejang. Fenitoin berkerja meningkatkan efflux Na atau menurunkan influx
Na dari membrane sel neuron di neuron korteks motoric sehingga dapat
menstabilkan membrane neuronal.
Non medikamentosa
- Posisi head up 30 derajat bertujuan untuk menurunkan tekanan intracranial.
Selain itu posisi tersebut juga dapat meningkatkan oksigen ke otak.
- Range of motion atau mobilisasi aktif maupun pasif: berguna untuk
memperbaiki fungsi motorik dan mencegah kontraktur sendi, atrofi otot,
DVT, dekubitus dan agar penderita dapat mandiri.

PROGNOSIS
Perdarahan subarachnoid oleh aneurysm meningkatkan tingkat mortalitas,
30-40% pasien menderita pada beberapa hari pertama. Pada 6 minggu pertama
berisiko terjadinya perdarahan ulang, dan perdarahan kedua akan lebih berat dari
pada perdarahan yang pertama. Perdarahan dari AVM memiliki mortalitas lebih
rendah dari pada aneurysm.3 Tingkat mortalitas dan morbiditas pasien dengan
perdarahan subarachnoid aneurisma cukup tinggi, hanya 1/3 pasien yang membaik
tanpa disabilitas mayor.5
DAFTAR PUSTAKA

Ross J. Crash course nervous system. Elsevier. 2012;

Yogarajah M. Neurology. 4th ed. St. Louis: Mosby; 2013.

Ginsberg L. Lecture Notes: Neurology. 9th ed. 2010.

Huether SE, McCance KL, Brashers VL, Rote NS. Understanding


Pathophysiology. 6th ed. Vol. 53. Elsevier; 2013.

Lippincott, Wilkins, Williams. Porth’s Pathophysiology. 9th ed. 2014.

Hammer GD, Mcphee SJ. Pathophysiology of Disease. 8th ed. Hammer GD,
Mcphee SJ, editors. McGraw-Hill; 2019.

Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical Neurology: Ninth Edition.

Chen S, Luo J, Reis C, Manaenko A, Zhang J. Hydrocephalus after Subarachnoid


Hemorrhage: Pathophysiology, Diagnosis, and Treatment. Biomed Res Int.
2017;2017.

Yoshimoto Y, Tanaka Y, Hoya K. Acute systemic inflammatory response


syndrome in subarachnoid hemorrhage. Stroke. 2001;32(9):1989–93.

Zhou Z, Liang Y, Zhang X, Xu J, Kang K, Qu H, et al. Plasma d-dimer


concentrations and risk of intracerebral hemorrhage: A systematic review
and meta-analysis. Front Neurol. 2018;9(December):1–9.

Anda mungkin juga menyukai