Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN KASUS

HEMIPARESE DEXTRA E.C SUSP. SNH


HIPERTENSI GRADE II

Oleh:
Sinta Agustina (119810048)

Pembimbing :
dr. Agus Kusnandang Sp.S M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNSWAGATI / RSUD WALED
CIREBON
2021
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS

Nama : Tn. D
Umur : 50 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Gebang Kulon, Kabupaten Cirebon
Agama : Islam
MRS Tanggal : 22 Februari 2021

1.2. ANAMNESA

Keluhan Utama
Lemah pada lengan dan tungkai sebelah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan lemah pada anggota gerak kanan
disertai nyeri kepala. Keluhan dirasakan sejak 5 jam SMRS. Menurut keluarga pasien lemah
dirasakan tiba-tiba oleh pasien pada lengan dan tungkai sebelah kanan pada saat bangun tidur,
Ditemukan juga wajah mencong kesebelah kiri, bicara menjadi sedikit sulit walaupun masih
dapat berbicara dengan normal. Riwayat, mual, dan muntah, kejang disangkal. BAB dan BAK
normal. Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, namun pasien sering merasakan sakit
kepala dan pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol kurang lebih
sudah 10 tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 10 tahun yang lalu
1.3. PEMERIKSAAN FISIK

Tanda-Tanda Vital
Kesadaran : GCS = 15 (E4M6V5)
Gizi : cukup
Suhu Badan : 36,5 º C
Tekanan Darah : 160/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit, regular
Pernapasan : 24 x/menit
Status Generalis
Kepala:
 Mata : edema palpebra -/-, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat,
isokor, Ø ODS 3 mm, refleks cahaya (+/+),
 Telinga : bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-
 Hidung : normonasi, tidak ada septum deviasi, epistaksis -/-, sekret -/-
 Mulut : (-) sianosis, mencong kesebelah kanan
 Leher : simetris, kuduk kaku (-) tidak teraba pembesaran KGB
Thoraks:
Pulmo :
Inspeksi : Normochest, dinding dada simetris
Palpasi : Vocal Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Cor :
Inspeksi :Tidak tampak iktus cordis
Palpasi :Iktus cordis teraba di ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan ICS V linea sternalis dextra, batas jantung kiri ICS VI
linea midclavicula sinistra, batas atas ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (–) gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi : datar, scar (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, 18x/menit
Palpasi : (-) nyeri tekan
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Ekstremitas Atas:
(-) atrofi otot, tonus otot normal, tidak ditemukan kekuatan motorik di lengan kanan,
akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-), sianosis (-)

Ekstremitas Bawah:
(-) atrofi otot, tonus otot normal, tidak ditemukan kekuatan motorik di tungkai kanan
akral hangat, CRT <2 detik, sianosis, edema (-).
Status Neurologik
 GCS
E4M6V5 (15)
 Rangsang Meningeal

Kaku Kuduk : (-)


Kernig : (-)
Laseque : (-)
Bruinski I/II/III/IV : (-/-/-/-)
 Saraf Kranial

N.I (Olfaktorius) Kiri Kanan


Daya Pembau : Tidak dinilai Tidak dinilai

N.II (Optikus ) Kiri Kanan


Daya Penglihatan : + +
Lapang Pandang : Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Fundus Okuli : Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N.III Kiri Kanan


(Okulomotorius)
Ptosis : - -
Bentuk Pupil : Bulat, isokor Bulat, isokor
Ukuran Pupil : 3 mm 3 mm
Gerakan Mata
- Atas : Baik Baik
- Bawah : Baik Baik
- Medial : Baik Baik
Refleks Cahaya Direct : + +
Refleks Cahaya : + +
Indirect

N.IV (Trokhlearis) Kiri Kanan


Gerakan Mata
Medial bawah : Baik Baik
N.V (Trigeminus) Kiri Kanan
Motorik : Baik Baik
Sensibilitas
- Oftalmikus : + +
- Maksila : + +
- Mandibula : + +
Reflek Kornea : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek Bersin : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Jaw Reflek : Tidak dilakukan

N.VI (Abdusen) Kiri Kanan


Gerakan Mata
- Lateral : + +

N.VII (Fasialis) Kiri Kanan


Kerutan Kulit Dahi : + (simetris) + (simetris)
Mengangkat Alis + +
Menutup Mata : Baik Baik
Lipatan naso-labial : Tidak simetris
Sudut mulut : Tidak simetris
Menyeringai : Tidak simetris Tidak simetris
Daya kecap lidah 2/3 : Tidak dilakukan
depan

N.VIII Kiri Kanan


(Vestibulochoclearis)
Tes Bisik : + +
Tes Rinne : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber : Tidak dilakukan
Tes Schawabach : Tidak dilakukan

N.IX & X Kiri Kanan


(Glosofaringeus &
Vagus)
Arkus Farings : Sulit dinilai
Uvula secara pasif : Sulit dinilai
Uvula secara aktif : Sulit dinilai
Menelan : Baik
Reflex muntah : Sulit dinilai
Daya kecap lidah 1/3 : Sulit dinilai
belakang

N.XI (Asesorius) Kiri Kanan


Memalingkan Kepala : Tidak dinilai Tidak dinilai
Mengangkat Bahu : Tidak dinilai Tidak dinilai

N.XII (Hipoglosus)
Sikap lidah : Mencong kesisi yang sakit
Atropi otot lidah : Tidak ada
Fasikulasi lidah : Baik

 Motorik

Kekuatan
2 5
2 5
Tonus
Normal Normal
Normal Normal

Atropi
DBN DBN
DBN DBN

 Sensorik

- Nyeri
Ekstremitas Atas : Normogesia
Ekstremitas Bawah : Normogesia
- Raba
Ekstremitas Atas : Normostesia
Ekstremitas Bawah : Normostesia
- Suhu
Ekstremitas Atas : Tidak dilakukan
Ekstremitas Bawah : Tidak dilakukan
 Refleks Fisiologis
- Refleks Bisep (BPR) : +/+
- Refleks Brachioradialis : +/+
- Refleks Trisep (TPR) : +/ +
- Refleks Patella (KPR) : +/+
- Refleks Achilles (APR) : +/+
 Refleks Patologis

- Babinski : -/-
- Chaddock : -/-
- Oppenheim : -/-
- Gardon : -/-
 Fungsi Vegetatif

- Miksi : Baik
- Defekasi : Baik

1.4. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan lemah pada anggota gerak kanan
disertai nyeri kepala. Keluhan dirasakan sejak 5 jam SMRS. Menurut keluarga pasien lemah
dirasakan tiba-tiba oleh pasien pada lengan dan tungkai sebelah kanan pada saat bangun tidur,
Ditemukan juga wajah mencong kesebelah kiri, bicara menjadi sedikit sulit walaupun masih
dapat berbicara dengan normal. Riwayat, mual, dan muntah, kejang disangkal. BAB dan BAK
normal. Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, namun pasien sering merasakan sakit
kepala dan pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol kurang lebih
sudah 10 tahun.

TD : 160/90 mmHg
Nadi : 90 x/menit, regular
Pernafasan : 24 x/menit
Suhu badan : 36,5 oC
Tonus otot : Normal
Kekuatan otot : Ekstremitas atas :2 / 5
Ekstremitas bawah : 2 / 5

Refleks Fisiologis : BPR : meningkat / meningkat


TPR : meningkat / meningkat
SR : meningkat / meningkat
KPR : meningkat / meningkat
APR : meningkat / meningkat
1.5. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : Hemiparese e.c suspect SNH, Hipertensi grade II
Diagnosis Topis :-
Diagnosis Etiologi : -

1.6. DIFERENSIAL DIAGNOSIS


Bell’s Palsy, Myestenia Gravis, Tumor Otak, GBS
1.7. USULAN PEMERIKSAAN
 Rontgen Thorax
 CT-Scan
1.8. RENCANA TERAPI
Medikamentosa:
- O2 3 lpm
- IVFD Asering 500cc/8 jam
- Citicolin 2 x 500 mg
- Clopidogrel 1x75 mg
- Pletaal 1 x 100 mg

1.9. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Lampiran Hasil Pemeriksaan Lab
Darah Rutin, 22/02/2021

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hb 15,4 12,5-15,5 gr%

Ht 47 36-48 %

Trombosit 437 150-400 mm3

Leukosit 8,4 4-10 Mm3

MCV 88,9 82-96 Mikro m3

MCH 29,5 >=27 Pg

MCHC 33,1 32-36 g/dl

Kimia Klinik, 22/02/2021

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

NA 142,1 136-145 mg/dl

K 3,80 3,5-5,1 mg/dl

Cl 105,1 98-106 mg/dl

128 80-135 mg/dl


GDS Stick 1

EKG, 22/02/2021
BAB II
PEMBAHASAN

ANATOMI SISTEM VASKULER OTAK 3,4,5

Anatomi vaskuler otak dapat dibagi menjadi 2 bagian: anterior (carotid system) dan
posterior (vertebrobasilar system). Pada setiap sistem vaskularisasi otak terdapat tiga komponen,
yaitu; arteri-arteri ekstratrakranial, arteri-arteri intrakranial berdiameter besar dan arteri-arteri
perforantes berdiameter kecil. Komponen-komponen arteri ini mempunyai struktur dan fungsi
yang berbeda, sehingga infark yang terjadi pada komponen-komponen tersebut mempunyai
etiologi yang berbeda.

 Pembuluh darah ekstrakranial (misal, a. carotis communis) mempunyai struktur


trilaminar (tunica intima, media dan adventisia) dan berperan sebagai pembuluh darah
kapasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai anatomosis yang terbatas.
 Arteri-arteri intrakranial yang besar (misal a. serebri media) secara bermakna mempunyai
hubungan anastomosis di permukaan piameter otak dan basis kranium melalui sirkulus
Willisi dan sirkulasi khoroid. Tunica adventisia pembuluh darah ini lebih tipis daripada
pembuluh darah ekstrakranial, dan mengandung jaringan elastik yang lebih sedikit. Selain
itu, dengan diameter yang sama pembuluh darah intrakranial ini lebih kaku daripada
pembuluh darah ekstrakranial.
 Arteri-arteri perforantes yang berdiameter kecil baik yang terletak superfisial maupun
profunda, secara dominan merupakan suatu end-artery dengan anatomosis yang sangat
terbatas, dan merupakan pembuluh darah resisten.

Sistem anterior (Sistem Carotid)

Arteri Carotis communis (ACC) sinistra dipercabangkan langsung dari arkus aorta
sebelah kiri, sedangkan a. carotis communis dekstra dipercabangkan dari a. innominata
(Brachiocephalica). Di leher setinggi kartilago tiroid ACC bercabang menjadi a. carotis interna
(ACI) dan a. carotis eksterna (ACE), yang mana ACI terletak lebih posterior dari ACE.
Percabangan a. carotis communis ini sering disebut sebagai Bifurkasio carotis mengandung
carotid body yang berespon terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PaO2), aliran
darah, pH arterial, dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.

Arteri karotis komunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis asceden, oleh karena itu
lesi pada ACC (trauma, diseksi arteri atau kadang oklusi thrombus) mampu menyebabkan
paralisis okulosimpatik sudomotor ke daerah wajah.

Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yaitu bagian ekstrakranial dan
intrakranial. Bagian ekstrakranial a. karotis interna setelah dipercabangkan didaerah bifurkasio
akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani dan akan beranastomisis
dengan arteri maksilaris interna, salah satu cabang ACE.

Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus,
berjalan dalam sinus cavernosus mempercabangkan a. ophtalmika untuk n. optikus dan retina
kemudian akhirnya bercabang menjadi a cerebri anterior dan a. cerebri media. Keduanya
bertanggungjawab memvaskularisasi lobus frontalis, parietal, dan sebagian temporal. Arteri ini
sebelum bercabang menjadi a. cerebri anterior dan a. cerebri media akan bercabang menjadi a.
choroid anterior (AChA). AChA mempunyai fungsi memvaskularisasi pleksus choroid, juga
memberikan cabangnya ke globus pallidus, hipokampus anterior, uncus kapsula interna bagian
posterior serta mesensefalon bagian anterior. AChA ini akan beranastomisis dengan a. choroid
posterior (cabang dari a. cerebri posterior).

Arteri Cerebri Anterior


Arteri serebri anterior dipercabangkan dari bagian medial ACI di daerah prosesus
clinoideus anterior, arteri ini akan dibagi menjadi 3 bagian. Bagian proksimal a. cerebri anterior
kanan dan kiri dihubungkan oleh a. communican anterior, bagian medial dan distal arteri ini akan
memberikan cabangnya menjadi a. pericallosum anterior dan a. callosomarginal. Arteri cerebri
anterior mempunyai cabang-cabang kecil yang berupa arteri-arteri perforantes profunda, arteri-
arteri ini sering disebut sebagai arteri medial striata yang bertanggungjawab terhadap
vaskularisasi corpus striatum anterior, capsula interna bagian anterior limb, comisura anterior
dan juga memvaskularisasi traktus serta kiasma optika. Oklusi arteri-arteri medial striata ini
menyebabkan kelemahan wajah dan lengan.

Arteri Cerebri Media

Arteri cereberi media setelah dipercabangkan oleh ACI akan dibagi menjadi beberapa
bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus medial dan lantai lobus
frontalis hingga mencapai fissure lateralis Sylvian. Arteri-arteri lenticulostriata dipercabangkan
dari bagian proksimal ini.

Arteri Lenticulostriata merupakan arteri-arteri perforasi profunda yang merupakan


cabang arteri cerebri media, arteri ini berjumlah antara 6 dan 12 arteri. Arteri ini berfungsi
memvaskularisasi nukleus lentifromis, nukleus caudatus bagian caput lateral, globus pallidus dan
kapsula interna bagian bawah. Oklusi salah satu arteri lenticulostriata akan menimbulkan infark
lakuner karena tidak adanya anastomosis fungsional antara arteri-arteri perforasi yang
berdekatan.

Di daerah fissure lateralis, bagian kedua a. cerebri media akan bercabang menjadi devisi
superior dan anterior. Devisi superior akan memberikan suplai ke lobus frontal dan lobus
parietal, sedangkan devisi inferior akan memsuplai ke lobus temporal. Bagian terakhir dari a.
cerebri media atau arteri-arteri perforantes medullaris akan dipercabangkan di permukaan
hemisfer cerebri, yang akan memvaskularisasi substansia alba subkortek.

Sistem posterior (Sistem Vertebro Basiler)


Sistem ini berasal dari a. basilaris yang dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri yang
berpangkal di a. subklavia. Dia berjalan menuju dasar cranium melalui kanalis transversalis di
columna vertebralis cervikalis, kemudian masuk ke rongga cranium akan melalui foramen
magnum, lalu masing-masing akan mempercabangkan sepasang a. cerebelli inferior.

Pada batas medulla oblongata dan pons, a. vertebralis kanan dan kiri tadi akan bersatu
menjadi a. basilaris. Arteri basilaris pada tingkat mesencephalon akan mempercabangkan a.
labyrintis, aa. pontis, dan aa. Mesenchepalica, kemudian yang terakhir akan menjadi sepasang
cabang a. cerebri posterior yang memvaskularisasi lobus oksipitalis dan bagian medial lobus
temporalis.

Arteri Cerebri Posterior

Arteri Cerebri Posterior (ACP) merupakan cabang akhir dari a. basilaris. Bagian
proksimal ACP atau bagian precommunican (sebelum a. Communican Posterior (ACoP) akan
bercabang menjadi a. mesencephali paramedian dan a. thalamik-subthalamik yang akan
memvaskularisasi thalamus. Setelah ACoP, a. cerebri posterior akan mempercabangkan a.
thalamogeniculatum dan a. choroid posterior, yang mana juga akan memvaskularisasi thalamus.
ACP ini setelah berjalan kebelakang, di daerah tentorium cerebella akan bercabang menjadi
devisi anterior (memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis) dan devisi posterior
(memvaskularisasi fissure calcarina dan daerah parieto-occipitalis).

Arteri yang memvaskularisasi Cerebellum

Cerebellum divaskularisasi oleh tiga pasang arteri panjang, yang mana arteri-arteri ini
berjalan melingkupi cerebellum. Arteri-arteri tersebut adalah:

 Arteri Cerebellaris Superior (ACS): memvaskularisasi permukaan atas cerebellum,


dipercabangkan oleh a. basilaris tepat sebelum bercabang menjadi a. cerebri posterior.
 Arteri Cerebellaris Inferior Anterior (ACIS): memvaskularisasi permukaan anterior,
dipercabangkan oleh a. basilaris bagian proksimal, atau dipercabangkan oleh a. basilaris
tepat setelah dibentuk oleh a. vertebralis kanan dan kiri.
 Arteri Cerebellaris Inferior Posterior (ACIP): memvaskularisasi permukaan inferior,
dipercabangkan oleh a. vertebralis tepat sebelum bergabung menjadi a. basilaris.
Untuk menjamin pemberian darah ke otak, setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sitem
carotis dan sistem vertebrobasiler, yaitu:

1. Sirkulus Wilisi, merupakan anyaman arteri di dasar otak yang dibentuk oleh a. cerebri
media kanan dan kiri yang dihubungkan dengan a. cerebri posterior kanan dan kiri oleh a.
communicant posterior, sedangkan a. cerebri anterior kanan dengan kiri akan
dihubungkan oleh a. communican anterior.
2. Anastomosis a. carotis interna dan a. carotis externa di daerah orbital.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan a. carotis externa.

Gambar 1: Sirkulus Willis

Arteri yang memvaskularisasi Thalamus

Thalamus mendapatkan vaskularisasi dari beberapa grup arteri.

 Aa. Thalamik-subthalamik (dikenal juga sebagai aa. Paramedian, thalamoperforantes, dan


internal optikus posterior): Arteri-arteri ini dipercabangkan dari arteri cereberi posterior
bagian proksimal. Arteri ini memvaskularisasi area thalamus posteromedial, fasikulus
longitudinal medialis, dan nukleus intralaminar.
 Aa. Polaris (dikenal juga sebagai a. internal optikus anterior dan tuberothalamik):
Dipercabangkan dari a. communican posterior. Arteri ini memvaskularisasi area
anteromedial dan anterolateral termasuk juga nukleus dorsomedialis, nukleus retikularis,
traktus mamilothalamikus, dan sebagian nukleus ventrolateral.
 Aa. Thalamogenikulatum: Arteri ini terdiri dari 5-6 cabang yang dipercabangkan dari
arteri cerebri posterior bagian distal, sama seperti aa. Lentikulostriata yang
dipercabangkan oleh arteri cerebri media. Arteri ini memvaskularisasi nukleus ventro-
postero-lateral (VPL) dan ventro-postero-medial (VPM).
 Aa. Choroidal Posterior Media dan Lateral, yang mana juga dipercabangkan oleh a.
cerebri posterior. Arteri ini memvaskularisasi thalamus posterior, pulvinar, dan corpus
geniculatum.
Arteri-arteri yang memvaskularisasi thalamus ini merupakan suatu end-artery, namun
anastomisis bisa terjadi. Oleh karena anastomisis ini adanya lesi patologi thalamus mempunyai
gejala lebih bervariasi daripada infark lakuner.

Gambar 2 dan 3

DEFINISI STROKE

Berdasarkan defenisi WHO (World Health Organization) stroke adalah gangguan fungsi
serebral yang terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam atau meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral (PIS) non traumatic, perdarahan intraventrikuler dan beberapa kasus
perdarahan subarachnoid (PSA).2,3

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke. Ada banyak
penyebab lain yang mungkin menyebabkannya. Oleh karena itu gejala non fokal tidak
seharusnya diinterpretasikan sebagai akibat stroke kecuali bila disertai gangguan neurologis
fokal.2

Epidemiologi

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di Negara maju, setelah penyakit
jantung dan kanker, insidensi tahunan adalah 2 / 1000 populasi. Mayoritas stroke adalah infark
cerebral.

Stroke merupakan penyebab ketiga angka kematian di dunia dan penyebab pertama
kecacatan. Angka morbiditas lebih berat dan angka mortalitas lebih tinggi pada stroke hemoragik
dibandingkan dengan stroke iskemik. Hanya 20% pasien yang dapat melakukan kegiatan
mandirinya lagi. Angka mortalitas dalam bulan pertama pada stroke hemoragik mencapai 40-
80%. Dan 50% kematian terjadi dalam 48 jam pertama.

Tingkat insidensi dari stroke hemorhagik seluruh dunia berkisar antara 10 sampai 20
kasus per 100.000 populasi dan bertambah dengan umur. Perdarahan intraserebral lebih sering
terjadi pada pria disbanding dengan wanita, terutama pada usia diatas 55 tahun, dan juga pada
populasi tertentu seperti pada orang kulit hitam dan orang jepang .

Di Indonesia,penyebab kematian utama pada semua umur adalah stroke (15,4%),yang


disusul oleh TB (7,5%), Hipertensi (6,8%), dan cedera (6,5%). Hasil Riskesdas 2007, prevalensi
stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1.000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh
tenaga kesehatan adalah 6 per 1.000. Prevalensi stroke tertinggi Indonesia dijumpai di Nanggroe
Aceh Darussalam (16,6 per 1.000 penduduk) dan terendah di Papua (3,8 per 1.000 penduduk)
(Depkes, 2009).

KLASIFIKASI STROKE

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran


klinik, patologi anatomi, system pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang
berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan
prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.Adapun klasifikasi tersebut, antara
lain:1,2,3

Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:

I. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan lumen
pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal, sehingga
aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan
iskemia.2,3 Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses
oklusi satuatau lebih pembuluh darah lokal.2,3
c. Embolia serebri Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi
ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan
kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain
dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati
dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan
infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan
32% dari penyebab strokenon hemoragik.3

Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu:

a. Serangan iskemik sepintas/ TIA


Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam
b. reversible ischemic neurological defisit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat
d. Completed stroke
Gejala klinis sudah menetap.

Berdasarkan sistem pembuluh darah:

a. Sistem Karotis
b. Sistem vertebro-basiler
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan). Pada stroke iskemik,
aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya. 4,5
Gambar 4 Jenis-jenis stroke

1. Stroke Iskemik

Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya
kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area
tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan
mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.2

Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke
otak. Misalnya suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga
menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis
dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak.
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan sel
lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai tersebut
berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila
aliran darah dapat diperbaiki segera, kerusakan dapat diminimalisir.

Gambar 5 Stroke iskemik

Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu akibat
trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan karena
trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara klinis,
patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak
dapat dibedakan sama sekali.

Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh darah
akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral yang
besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun,
sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang
menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada vena serebralis dan sinus venosus.

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang
mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit neurologis
yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula
hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami perbaikan secara komplit. Meskipun tidak
menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang
perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan
stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama 24 jam
atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit dalam beberapa
hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau reversible ischemic
neurological defisit (RIND).2,5

Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran
darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai daerah arteri
serebri media atau percabangannya karena 85% aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli
pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri
posterior.

Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung


mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA sebelum
stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini dikarenakan
pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik karena emboli, umumnya mengenai area
perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.

Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah yang
kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta
percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain,
misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang
paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita
kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak
terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan
akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

FAKTOR RISIKO STROKE

Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai macam
tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang memadai. Pola
hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor potensial kejadian
stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi


 Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar
pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan)
yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh
darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).

 Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri
ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran
darah.

 Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.

 Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

 Hipertensi (darah tinggi)


Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari
kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi
gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai oksigen
dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan
otak lama-lama akan mengalami kematian.
 Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard
(kematian otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita
ketahui, bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat
mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan
mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya
gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun
bertahap.
 Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait
dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur).
Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat
menyebabkan kematian jaringan otak.
 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah
berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
 Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal
tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang
dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
 Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak
merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan
pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian
dapat menyebabkan gangguan aliran darah.

FISIOLOGI OTAK
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan dinyatakan
dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan perfusi otak/cerebral
perfusion pressure (CPP) dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR). 6,11
Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit.
Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut:6,8 = = − Komponen
CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood pressure (MABP) dikurangi
dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan komponen CVR ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak, struktur dinding pembuluh darah,
6,11
viskositas darah yang melewati pembuluh darah otak. Ambang batas aliran darah otak ada
tiga, yaitu:11

a. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila tidak terpenuhi
akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf

masih utuh.4

b. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100 gram/menit, yang bila
tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur
intrasel telah berada dalam proses disintegrasi.

c. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi akan
menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah15 cc/100 gram/menit.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:9,11

a. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh
trombus/embolus.

b. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat akan
menyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat menyebabkan
oksigenasi otak menurun.

c. Tekanan darah sistemikyangmemegang peranan tekanan perfusi otak.

AUTOREGULASI OTAK
Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan aliran
darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan
fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150 mmHg pada penderita normotensi.
Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan
dilatasi bila terjadi penurunan.10 Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap konstan.
Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg dan tekanan
diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang iskemia, 200 mmHg
merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga
berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan dari
sistem saraf otonom.11

METABOLISME OTAK

Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan oksigen. Pada
individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan aliran darah otak sekitar
50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi
maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara fisiologis 90% glukosa mengalami
metabolisme oksidatif secara komplit, 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat
(metabolisme anaerob). Bila aliran darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100.5

gram otak/ menit maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan.11

PATOGENESIS
Ada dua bentuk CVA bleeding

1.    Perdarahan intra cerebral

Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk
ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

2.    Perdarahan subarachnoid

Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling

sering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.

AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.

Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan
penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh
darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat
mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan
O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi.

Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan
glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa
plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.

Table I. perbedaan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid

GEJALA PIS PSA


Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepla Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering local
Tanda rangsangan +/- +++
meningeal
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
GEJALA UMUM STROKE

Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh informasi
yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara sederhana
mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat dipahami. Hal ini penting
agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi terhadap bahaya serangan stroke. Secara
umum gejala stroke antara lain adalah:4,5

 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.


 Kesulitan menelan
 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
 Nyeri kepala
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda.
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
 Pergerakan yang tidak biasa.
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
 Ketidakseimbangan dan terjatuh.
 Pingsan.
 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:

1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap,
mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah
terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.

Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya anggota
gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita juga mengalami
gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan
mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh, berarti serangan stroke terjadi
disebelah kanan dan sebaliknya. Gejala stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya
sumbatan atau perdarahan.3

Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic
Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa
kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi berbicara.
Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat, kurang dari satu jam.
Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala yang lebih khas, seperti
kelumpuhan.
GEJALA STROKE ISKEMIK

Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang, antara lain:

1. Arteri serebri anterior


Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke area
korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik untuk anggota
gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih (pusat
miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri anterior
adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak bawah.
Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena kegagalan dalam inhibisi
refleks kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.
2. Arteri serebri media
Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari hemisfer
serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal superior, inferior,
dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu
menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai
hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala juga
akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa gangguan
ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior jarang terserang secara tersendiri,
dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan fungsi sensorik kortikal,
seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial, anosognosia,
gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai
sisi dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi
percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior dan
inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis
dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan dibanding kaki,
terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan terjadi afasia global
(perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran darah
ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai
dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang
disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis
komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri serebri
anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna
ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang
disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala
gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai retina mata sisi
ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri
serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul
sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan
gangguan penglihatan ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan
aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian
rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat arteri
ini.

Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior menyebabkan
terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang kontralateral.
Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior pada mesensefalon
akan memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan nervus kranialis
okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola mata.

Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi afasia
anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat membaca
tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi objek
yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum menyebabkan terputusnya
hubungan korteks visual kanan dengan area bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai
kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri) mengakibatkan penderita mengalami kebutaan
kortikal, gangguan ingatan dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang
sebenarnya sudah dikenali).

5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari arteri
basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media, talamus
media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler
mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.
Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal, adanya
nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang reaktif,
hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan penurunan
kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli yang
lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian, mesensefalon, talamus,
lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat mengakibatkan
gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor (gangguan gerak
konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi)
abnormal tanpa gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis
inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior mengakibatkan
sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini dapat disertai ataksia
sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah, hemihipertesi alternan,
nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis
inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal pons dan menimbulkan
sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus.
Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang
menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai dari
permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi medial
pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis
(N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.
Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral
disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi
pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi
setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan
kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral
batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang ditimbulkan
akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis
(N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.
9. Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus
14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4
macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis
ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.

DIAGNOSIS STROKE

Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinik yang
spesifik:7,8

1. Timbul mendadak
2. Menunjukkan gejala-gejala neurologis kontralateral terhadap pembuluh yang tersumbat.
Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak sistem karotis dan perlu lebih
teliti pada observasi sistem vertebro-basiler. Meskipun prinsipnya sama.
3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan otak. Sedangkan pada
stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan kesadaran.
Setiap penderita segera harus dirawat karena umumnya pada masa akut (minggu 1-2) akan
terjadi perburukan akibat infark yang meluas atau terdapatnya edema serebri atau komplikasi-
komplikasi lainnya. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan neurologic, dan
pemeriksaan penunjang.

DASAR DIAGNOSA

Anamnesis

Pada anamnesis akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak sebelah badan, mulut
mencong atu bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Keadaan ini timbul sangat
mendadak, dapat sewaktu bangun tidur, mau sholat, selesai sholat, sedang bekerja atau sewaktu
istirahat.

Selain itu perlu ditanyakan pula faktor-faktor risiko yang menyertai stroke misalnya
penyakit kencing manis, darah tinggi dan penyakit jantung. Dicatat obat-obat yang sedang
dipakai. Selanjutnya ditanyakan pula riwayat keluarga dan penyakit lainnya.

Pada kasus-kasus berat yaitu dengan penurunan kesadaran sampai koma, dilakukan
pencatatan perkembangan kesadaran sejak serangan terjadi. Anamnesis tersebut harus
memperoleh informasi tentang berikut ini:

1. Karakteristik gejala dan tanda:


 Modalitas mana yang terlibat (motorik, sensoris, visual)?
 Daerah anatomi mana yang terlibat (wajah, lengan, tangan, kaki, dan apakah
seluruh atau sebagian tungkai, satu atau kedua mata)?
 Apakah gejala-gejala tersebut fokal atau non fokal
 Apa kualitasnya (apakah negatif misalnya hilang kemampuan sensoris, hilangnya
kemampuan motorik atau visual) atau positif (misalnya menyebabkan sentakan
tungkai (limb jerking), kesemutan, halusinasi)?
2. Apa konsekuensi fungsionalnya (misalnya tidak bisa berdiri, tidak bisa mengangkat
tangan)
3. Kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologi:
 Kapan gejala tersebut dimulai (hari apa dan jam berapa)?
 Apakah onsetnya mendadak?
 Apakah gejala tersebut lebih minimal atau lebih maksimal saat onset; apakah
menyebar atau semakin parah secara bertahap, hilang timbul, ataukah progresif
dalam menit/jam/hari. Atau apakah ada fluktuasi antara fungsi normal dan
abnormal.
4. Apakah ada kemungkinan presipitasi.
 Apa yang pasien sedang lakukan pada saat dan tidak lama sebelum onset
5. Apakah ada gejala-gejala lain yang menyertai, misalnya:
 Nyeri kepala, kejang epileptik, panic atau anxietas, muntah, nyeri dada.
6. Apakah ada riwayat penyakit dahulu atau riwayat penyakit keluarga yang relevan.
 Apakah ada riwayat TIA atau stroke terdahulu?
 Apakah ada riwayat hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, angina,
infark miokard, intermittent claudicatio, atau arteritis?
7. Apakah ada perilaku atau gaya hidup yang relevan?
 Merokok, konsumsi alcohol, diet, aktivitas fisik, obat-obatan (khusus obat
kontrasepsi oral, obat antitrombotik, antikoagulan, dan obat-obatan rekreasional
seperti amfetamin).

PEMERIKSAAN FISIK

Setelah penentuan keadaan kardiovaskular penderita serta fungsi vital seperti tekanan
darah kiri dan kanan, nadi, pernafasan, tentukan juga tingkat kesadaran penderita. Jika kesadaran
menurun, tentukan skor dengan Skala Koma Glasgow agar pemantauan selanjutnya lebih mudah.
Jika pasien tidak dapat berespon terhadap stimulasi verbal, harus mencoba membangkitkan
respon stimulasi taktil dengan cara mengguncang hingga mencubit, menekan kuku, dan mencubit
dada, tetapi seandainya penderita sadar tentukan berat kerusakan neurologis yang terjadi, disertai
pemeriksaan saraf-saraf otak dan motorik apakah fungsi komunikasi masih baik atau adakah
disfasia.
Waspada dengan ketidakmampuan untuk memahami bahasa yang disampaikan maka
menunjukkan afasia atau abulia berat. Dysnomia (gangguan mengingat nama objek atau kata),
kesalahan paraphrase, dan cara berbicara yang sulit dengan gagap semuanya menunjukkan
dugaan afasia. Ketidakmampuan untuk memperhatikan stimuli pada satu sisi lapang pandang
atau tubuh menunjukkan neglect syndrome. Temuan tunggal berupa ketidakmampuan pasien
untuk menentukan atau mengidentifikasi tangan kirinya sendiri adalah bukti kuat untuk kejadian
disfungsi parietalis kanan. Berikutnya, harus dilakukan pemantauan pasien berupa:

 Fungsi visual, dengan pemeriksaan lapang pandang dan tes konfrontasi


 Pemeriksaan pupil dan refleks cahaya
 Pemeriksaan Doll’s eye phenomenon (jika tidak ada kecurigaan cedera leher)
 Sensasi, dengan memeriksa sensasi korena dan wajah terhadap benda tajam
 Gerakan wajah mengikuti perintah atau sebagai respon terhadap stimuli noxious
(menggelitik hidung)
 Fungsi faring dan lingual, dengan mendengarkan dan mengevaluasi cara berbicara dan
memeriksa mulut
 Fungsi motorik dengan memeriksa gerakan pronator, kekuatan, tonus, kekuatan gerakan
jari tangan atau jari kaki
 Fungsi sensoris, dengan cara memeriksa kemampuan pasien untuk mendeteksi sensoris,
dengan jarum, rabaan, vibrasi, dan posis (tingkat level gangguan sensibilitas pada bagian
tubuh sesuai dengan lesi patologis di medulla spinalis, sesuai dermatomnya)
 Fungsi serebelum, dengan melihat cara berjalan penderita dan pemeriksaan
disdiadokokinesis
 Ataksia pada tungkai, dengan meminta pasien menyentuh jari kaki pasien ke tangan
pemeriksa
 Refleks asimetri (contoh: refleks fisiologi anggota gerak kanan meningkat, yang kiri
normal)
 Refleks patologis (Babinski, Chaddock).7,8
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium
 Pemeriksaan darah rutin
 Pemeriksaan kimia darah lengkap:
o Gula darah sewaktu
Pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia reaktif. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur kembali turun.

o Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT, SGPT, CPK,
dan profil lipid (trigliserida, LDH, HDL serta total lipid)
 Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap):
o Waktu protrombin
o APTT
o Kadar fibrinogen
o D-dimer
o INR
o Viskositas plasma

 Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas indikasi:


o Protein S
o Protein C
o ACA
o Homosistein
 Pemeriksaan Neurokardiologi
Pada sebagain kecil penderita stroke terdapat juga perubahan elektrokardiografi.
Perubahan ini dapat berarti kemungkinan mendapat serangan infark jantung atau pada
stroke dapat terjadi perubahan-perubahan elektrokardiografi sebagai akibat perdarahn
oatak yang menyerupai suatu infark miokard. Dalam hal ini pemeriksaan khusus atas
indikasi, misalnya CK-MB follow-up nya akan memastikan diagnosis. Pada pemeriksaan
EKG dan pemeriksaan fisik, mengarah kepada kemungkinan adanya potensial source of
cardiac emboli (PSCE) maka pemeriksaan echocardiography terutama Transesofagial
ekokardiografi dapat diminta untuk visualisasi emboli cardial.
 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang paling penting adalah
1. CT-Scan otak; segera memperlihatkan perdarahan intraserebral. Pemeriksaan ini
sangat penting karena perbedaan manajemen perdarahan otak dan infark otak.
Pada infark otak, pemeriksaan CT-Scan otak mungkin tidak memperlihatkan
gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah
72 jam serangan. Jika ukuran infark cukup besar dan hemisferik.
Perdarahan/infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu
dilakukan pemeriksaan MRI untuk memastikan proses patologik di batang otak.
2. Pemeriksaan foto toraks:
 Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke dan adakah kelainan lain pada jantung.
 Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang potensial
mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk prognosis.6.7

PENATALAKSAAN

Stadium Hiperakut

Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan
resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada
stadium ini, pasien diberi oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian
cairan dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi,
foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR, APTT, glukosa
darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan
lain di Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada pasien serta
memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.

Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga
dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk
membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat
dilakukan keluarga.2,3

Stroke Iskemik

Terapi umum:

Letakkan kepala pasien pada posisi 30˚, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi
tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.
Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit
sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per
oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik.

Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg%
dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah <
60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai

kembali normal dan harus dicari penyebabnya.

Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg,
diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg, diberi
NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih <
90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.

Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg
per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang
muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.

Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik
(NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:

Terapi medik stroke iskemik akut dapat dibagi menjadi 2 bagian seperti pada penderita
dengan kedaruratan medik perlu ditekankan bahwa penanganan stroke akut, harus disamakan
dengan keadaan darurat pada jantung, karena baik pada kedaruratan kardiologik maupun
neurologic, faktor waktu adalah sangat penting, akhirnya otak dan sel-sel neuron harus
diselamatkan secara cepat, karena kondisi otak tidak mrmpunyai “anaerob glycolysis” sehingga
“survival time” hanya beberapa menit pada iskemik otak fokal dan lebih lama (mendekati 60’)
pada iskemia global. Terapi medic stroke merupakan intervensi medic dengan tujuan mencegah
luasnya proses sekunder dengan menyelamatkan neuron-neuron di daerah penumbra serta
merestorasikan fungsi neurologic yang hilang.

Pengobatan medik yang spesifik dilakukan dengan dua prinsip dasar yaitu:

1. Pengobatan medik untuk memulihkan sirkulasi otak di daerah yang terkena stroke, kalau
mungkin sampai keadaan sebelum sakit. Tindakan pemulihan sirkulasi dan perfusi
jaringan otak disebut sebagai terapi reperfusi.
2. Untuk tujuan khusus ini digunakan ibat-obat yang dapat menghancurkan emboli atau
thrombus pada pembuluh darah.
Terapi trombolisis

Obat yang diakui FDA sebagai standar ini adalah pemakaian t-TPA (recombinant – tissue
plasminogen activator) yang diberikan pada penderita stroke akut baik i.v maupun intra arterial
dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke. Diharapkan dengan pengobatan ini, terapi
penghancuran thrombus dan reperfusi jaringan otak terjadi sebelum ada perubahan irreversible
pada otak yang terkena terutama daerah penumbra.

1. Terapi reperfusi lainnya adalah pemberian antikoagulan pada stroke iskemik akut. Obat-
obatan yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine). Obat ini diharapkan
akan memperkecil trombus yang terjadi dan mencegah pembentukan thrombus baru. Efek
antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan
mencegah/memperkecil pembentukan fibrin dan propagasi thrombus.
2. Pengobatan anti platelet pada stroke akut.
Pengobatan dengan obat antiplatelet pada fase akut stroke sangat dianjurkan. Uji klinis
pemberian aspirin pada fase akut menurunkan frekuensi stroke berulang dan menurunkan
mortalitas penderita stroke akut.

Terapi neuroprotektif

Pengobatan spesifik stroke iskemik akut yang lain adalah dengan obat-obat
neuroprotektor yaitu obat yang mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-
sel terutama di daerah penumbra. Obat-onat ini berperan dalam menginhibisi dan mengubah
reversibilitas neuronal yang terganggu akibat “ischemic cascade”. Termasuk dalam kaskade ini
adalah: kegagalan hemostasis Calsium, produksi berlebih radikal bebas, disfungsi
neurotransmitter, edema serebral, reaksi inflamasi oleh leukosit, dan obstruksi mikrosirkulasi.
Proses “delayed neuronal injury” ini berkembang penuh setelah 24-72 jam dan dapat
berlangsung sampai 10 hari.

Banyak obat-obat yang dianggap mempunyai efek neuroprotektor antara lain: citicoline,
pentoxyfilline, pirasetam. Penggunaan obat-obat ini melalui beberapa percobaan
dianggap bermanfaat, dalam skala kecil.7,8

STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.

Terapi fase subakut:

- Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,


- Penatalaksanaan komplikasi,
- Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien),yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
- Prevensi sekunder
- Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Komplikasi dan Prognosis Stroke

Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada
24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan
perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3
jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan
kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang
telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen.

Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan
pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga
sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa
meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan
tingkat mortilitas yang tinggi.
PENCEGAHAN STROKE

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:

 Mengatur pola makan yang sehat


 Melakukan olah raga yang teratur
 Menghentikan rokok
 Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
 Memelihara berat badan yang layak
 Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
 Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
 Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
 Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.

BAB III

KESIMPULAN
Stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala dan atau tanda klinis yang
berkembang dengan cepat yang berupagangguan fungsional otak fokal maupun global secara
mendadak dan akut yang berlangsung lebih dari 24 jam yang tidak disebabkan oleh sebab lain
selain penyebab vaskuler.

Gejala neurologis fokal adalah gejala-gejala yang muncul akibat gangguan di daerah
yang terlokalisir dan dapat teridentifikasi. Misalnya kelemahan unilateral akibat lesi di traktus
kortikospinalis. Gangguan non fokal/global misalnya adalah terjadinya gangguan kesadaran
sampai koma. Gangguan neurologi non fokal tidak selalu disebabkan oleh stroke.

Stroke terbagi menjadi 2 macam berdasarkan etiologi dan patogenesisnya, yaitu stroke
hemoragik ( perdarahan intraserebral dan perdarahan sub aracnoid) dan stroke non hemoragik
(stroke iskemik). Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di dalam otak,
sedangkan stroke iskemik disebabkan oleh trombolitik atau sumbatan pembuluh darah sehingga
asupan darah ke otak tidak lancar.

Penanganan stroke dibagi beberapa tahap, yaitu tahap promotif, tahan prevensi primer,
dan tahap prevensi sekunder. Dalam tahap promotif dilakukan pencegahan timbulnya faktor
resiko stroke dengan cara melakukan gaya hidup sehat pada individu sehat yang belum
mempunyai faktor resiko. Tahap prevensi primer dilakukan untuk mengendalikan faktor resiko
yang telah terjadi dengan dukungan gaya hidup sehat pada individu yang telah mempunyai faktor
resiko agar tidak terjadi TIA/Stroke dapat sembuh dalam kurun kurang dari 24 jam. Tahap
prevensi sekunder dilakukan terapi medikamentosa seperti antikoagulan atau antiplatelet, bila
perlu dilakuna tindakan bedah seperti Tromboektomi dan Angioplasti + Stenting. Setelah
keadaan membaik dapat didukung dengan gaya hidup sehat dan mengendalikan faktor resiko
secara teratur agar dapat mencegah stroke berulang.

Stroke non hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan aliran darah pada tempat
tertentu di otak melalui proses stenosis sehingga terjadi kaskade molekular yang bersifat multi
fisiologi. Keseluruhan mekanisme patofisiologi dari stroke bersifat kompleks dan hasil akhir dari
kaskade iskemia adalah kematian neuronal dan diikuti oleh hilangnya fungsi normal dari neuron
yang terkena. Daerah penumbra inilah yang menjadi sasaran terapi pada penderita dengan stroke.
Faktor kecepatan dan ketepatan dalam mendiagnosis dan menatalaksana penderita stroke sangat
menentukan keberhasilan terapi, prognosis, dan kemungkinan komplikasi pada penderita.
Melalui pemahaman mengenai mekanisme selular.13

pada otak, seorang praktisi kesehatan akan dapat membuat keputusan klinis yang cepat
dan tepat terutama dalam memutuskan tatalaksana dini pasien dengan kecurigaan stroke,
khususnya stroke non-hemoragik tipe trombus.14

DAFTAR PUSTAKA

1. Goldszmidt AJ, Caplan LR. Stroke Essentials. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, 2009.
2. Misbach HJ. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 1999.
3. Gofir A. Manajemen Stroke: Evidence Based Medicine. Jakarta: Pustaka Cendekia Press,
2009.
4. Brass LM. Stroke. Available at http://www.med.yale.edu/library/heartbk/18.pdf. Accessed
on 10th January 2012.
5. Smith WS, Johnston SC. Cerebrovascular Diseases. In: Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: University of California, San Framsisco, 2006: 233-271.
6. Primary Prevention of Stroke, AHA/ASA Guideline, Stroke, June 2006; 1583-1633.
7. Guidelines Stroke 2004. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, Seri Ketiga.
Jakarta, 2004.
8. Rasyid A, Soertidewi L. Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
9. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2009. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2009.
10. 1. Truelsen, T. Begg, S. Mathers, C. The Global Burden of Cerebrovascular Disease. 2000. Burden
of Diseases. World Health Organization. 2000. Tersedia di:
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf (Akses: 8 November
2012)
11. 2. Hinkle, JL. Guanci, MM. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39 (5): 285-293,
310
12. 3.Maas, MB. Safdieh, JE. Ischemic Stroke: Pathophysiology and Principles of Localization.
Neurology Board Review Manual. Neurology. 2009; 13(1): 2-16
13. 4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 8 Dari 1000 Orang Indonesia Terkena Stroke.2011.
Tersedia di: http://www.depkes.go.id/index.php/berita/pressrelease/1703-8-dari-1000-orang-di-
indonesia-terkena-stroke.html (Akses: 8 November 2012)
14. Trent MW, John T, Sung CT, Christopher GS, Sthepen MT. Pathophysiology, treatment, animal and
cellular models of human ischemic stroke. Molecular Neurodegeneration.2011;6:11
15. Guyton, AC. Hall, JE. Aliran Darah Serebral, Cairan Serebrospinal, dan Metabolisme Otak. Dalam:
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2006. Hlm:
801-808
16. 12.Janice L, Hinkle, Mary MK. Acute Ischemic Stroke Review. J Neurosci Nurs. 2007; 39:285-293,
310
17. 13.Jan, S. Trombosis of Cerebral Vein and Sinuses. N Engl J Med.2005;352:1791-8
18. 14.Stoll, G. Kleinschnitz, C. Nieswandt, B. Molecular Mechanisms of Thrombus Formation in
Ischemic Stroke: Novel Insights and Targets for Treatment. The American Society ofHematology.
Blood. 2008; 112(9): 3555-3562

Anda mungkin juga menyukai