Anda di halaman 1dari 106

Stroke Infark

Oleh : Sinta Agustina


119810048
Pembimbing : dr. Hendry Gunawan, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK SMF NEUROLOGI RSUD WALED


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GUNUNG JATI CIREBON
Identitas Pasien
● Nama : Tn. D
● Umur : 50 Tahun
● Jenis kelamin : Laki-Lakii
● Alamat : Gebang Kulon, Cirebon
● Pekerjaan : Buruh
● Tanggal pemeriksaan : 22 Februari 2021
Keluhan Utama : Lemah pada lengan dan tungkai
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan lemah pada anggota gerak kanan disertai nyeri kepala.
Keluhan dirasakan sejak 5 jam SMRS. Menurut keluarga pasien lemah dirasakan tiba-tiba oleh pasien pada
lengan dan tungkai sebelah kanan pada saat bangun tidur, Ditemukan juga wajah mencong kesebelah kiri,
bicara menjadi sedikit sulit walaupun masih dapat berbicara dengan normal. Riwayat, mual, dan muntah,
kejang disangkal. BAB dan BAK normal. Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya, namun pasien
sering merasakan sakit kepala dan pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol kurang
lebih sudah 10 tahun.
Riwayat Penyakit Dahulu

● Riwayat keluhan serupa (-)


● Riwayat stroke/ TIA sebelumnya (-)
● Riwayat hipertensi (+) diketahui sejak 10 tahun yang lalu, TD rata-
rata 190/XmmHg.
● Riwayat penyakit jantung/ ginjal/ diabetes melitus disangkal
● Riwayat kolesterol/ asam urat tinggi tidak diketahui
Riwayat Penyakit Keluarga
● Riwayat stroke di keluarga disangkal

Riwayat Pengobatan
● Pasien belum mendapat pengobatan untuk keluhan saat ini

Riwayat Psikososial
● Merokok (-)
Pemeriksaan Fisik

• Keadaan Umum : Tampak Sakit


Status sedang
Present • Kesadaran : Komposmentis
• GCS : E4V5M6.

• Tekanan Darah : 160/90


Tanda- • Denyut Nadi : 90 x/menit
• Pernapasan : 24 x/menit
tanda Vital • Suhu : 36.5 ºC
Status Generalis

● Kepala : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) Cor :


● Leher : JVP tak meninngi, pembesaran KGB (-) Inspeksi : Iktus cordis tidak terl
●  Thoraks Palpasi : Iktus cordis teraba di
Pulmo : Perkusi : Tidak dilakukan
Inspeksi : Dinding dada simetris Auskultasi : BJ I dan II reguler, m
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Status Generalis

● Abdomen : Palpasi : nyeri tekan (-)


Inspeksi : datar, scar (-) Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdom
Auskultasi : bising usus (+) normal ● Ekstremitas : CRT <2 detik, sianosis(-), edema (
Status Neurologis • Sensorik :Sulit dinilai

• Refleks Fisiologis
● GCS : E4M6V4 (7) Pupil : Pupil bulat
Biseps/Triseps Reflexisokor, φ ODS
+/+ Knee Pees3Reflex
mm, Reflek
+/
● Rangsang Meningeal Cahaya direk dan indirek
+ Archiles Pees Ref +/+ +/+
Kaku Kuduk : (-) Gerak Bola mata : sulit dinilai
Kernig :- NVII
• Refleks Patologis Paresis N
: Kesan
Laseque :- VII kanan dengan rangsang nyeri
Hoffman : ++/-
Bruinski I/II/III/IV : (-/-/-/-) NXII : sulit dinilai
  Tromner : ++/-
● Saraf Kranial
● Babinski
Motorik 2 5 : ++/-
2 5
• Fungsi Vegetatif
Sulit dinilai
Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan lemah pada anggota gerak kanan disertai
nyeri kepala. Keluhan dirasakan sejak 5 jam SMRS. Menurut keluarga pasien lemah dirasakan tiba-tiba
oleh pasien pada lengan dan tungkai sebelah kanan pada saat bangun tidur, Ditemukan juga wajah
mencong kesebelah kiri, bicara menjadi sedikit sulit walaupun masih dapat berbicara dengan normal.
Riwayat, mual, dan muntah, kejang disangkal. BAB dan BAK normal. Pasien tidak pernah sakit seperti
ini sebelumnya, namun pasien sering merasakan sakit kepala dan pasien memiliki riwayat tekanan darah
tinggi yang tidak terkontrol kurang lebih sudah 10 tahun.

Pada pemeriksaan fisik, kesadaran komposmentis. Suhu Badan : 36.5 º C, Tekanan Darah :
160/90 mmHg, Nadi: 90 x/menit, Pernapasan : 24x/menit. Status interna / generalis : dalam batas
normal. Status neurologi : kaku kuduk (-). Saraf kranial : kesan parese N.VII kanan. Kesan motorik
kanan tertinggal.
Diagnosis
Hemiparese e.c suspect SNH, Hipertensi grade II

Differential diagnosis
Bell’s Palsy, Myestenia Gravis, Tumor Otak, GBS
Usulan Pemeriksaan

● Darah rutin
● GDS
● Ureum kreatinin Medikamentosa
● EKG ● O2 3 lpm
● Rontgen thoraks ● IVFD Asering 500cc/8 jam
● CT Scan ● Citicolin 2 x 500 mg
● Clopidogrel 1x75 mg
● Pletaal 1 x 100 mg

Non Medikamentosa
● Posisi head up 30 derajat
● Diet rendah garam
Prognosis

● Ad vitam : ad bonam ● Ad santionam : Dubia ad bonam


● Ad functionam : Dubia ad bonam
Pembahasan
Patomekanisme
Oxidative Disfungsi
Stress Barorefleks Arterial
Hipertensi menyebabkan peningkatan ROS di Hipertensi kronis menyebabkan
pembuluh darah distensibilitas pembuluh darah dan
perubahan aktivitas batang otak terhadap
baroreflex

Dapat menyebabkan remodelling dari


pembuluh darah dengan proliferasi otot halus
dan remodelling matriks ekstraselluler
Sensitivitas barorefleks menurun

Dapat menyebabkan perubahan dari


endothelium-dependent relaxation
ROS stimulasi reaksi

Inflamasi di
inflamasi

Hipertensi Peningkatan produksi chemokine, sitokin,


proliferasi limfosit dan adhesi

Perubahan integritas
dinding vaskuler

Atherosklerosis dan
anurisme
Perubahan Struktur dari Pembuluh darah Serebral

Hipertrofi dan remodelling otot halus karena ROS/inflamasi bertujuan untuk mengurangi stres dan
melindungi pembuluh darah mikro.
ROS/Inflamasi juga dapat menyebabkan plak aterosklerotik

Tekanan tinggi intralumen kronik

Penyempitan lumen, mungkin dengan penebalan


dinding dan juga menyebabkan kakunya pembuluh
darah
Perubahan Aliran Darah Serebral
Dengan autoregulasi aliran darah serebral dapat dipertahankan
walaupun terjadi perubahan tekanan arteri.

Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel dan remodelling


menyebabkan melemahnya autoregulasi
Perubahan struktur dan fungsi
dari serebral

Sehingga tekanan darah yang lebih tinggi diperlukan


untuk menghasilkan autoregulasi
Penurunan aliran darah serebral

Terganggu fungsional hyperemia


DEFINISI
DAN
KLASIFIKASI
DEFINISI
Suatu kondisi gangguan fungsi otak (deficit neurologis) baik fokal maupun global yang timbul
mendadak akibat kelainan peredaran darah otak (tersumbatnya aliran darah otak atau pecahnya
pembuluh darah) dengan gejala yang berlangsung lebih dari 24 jam atau menimbulkan kematian
(WHO)
KLASIFIKASI STROKE
● Berdasarkan Etiologi : Stroke Iskemik dan Perdarahan
● Berdasarkan Gambaran Klinis : TIA, Improving, Worsening dan Stable
● Berdasarkan Lokasi : Sistem Karotid dan Sistem Vertebrobasilar
BERDASARKAN ETIOLOGI
Stroke Infark
● Angka kejadian 85% dari seluruh stroke
- Aterotrombotik 80%
- Kardioemboli 20%
● Terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak
● Epidemiology:
- Sering terjadi pada usia >70 tahun
- Laki-laki > perempuan
● Mekanisme:
Penyumbatan pembuluh darah serebra  perfusi berkurang  infark serebral
Stroke Infark
Dibagi menjadi:
- Aterotrombotik
Mekanisme dapat berupa:
• Trombus in situ
• Tromboemboli (artery to artery embolus)
- Kardioemboli
- Infark Lakuner (infark-infark kecil, di arteri-arteri penetrans) Didiagnosa hanya melalui karakteristik
gejala klinisnya yaitu hemiparesis motorik murni, sindrom sensorik murni, clumsy hand, dysarthria,
hemiparesis dengan ataksia, sindrom sensorimotor.
Stroke Perdarahan
● Terjadi sebanyak 15% dari kasus stroke
● Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah
● Dibagi menjadi 3 berdasarkan lokasi:
- Intraserebra: kebanyakan disebabkan oleh hipertensi. Penyebab non hipertensi: aneurysma,
AVM, angiopati kavernosa, terapi antikoagulan
- Subarachnoid: karena rupture saccular “berry”. Umumnya karena rupture aneurysma
- Subdural / Epidural : disebabkan oleh lesi masif yang menekan jaringan otak disekitarnya.
Perdarahan biasanya disebabkan oleh trauma dan gejalanya disertai nyeri kepala dan
perubahan kesadaran
BERDASARKAN KLINIS
Klasifikasi Klinis
● Transient Ischemic Attack (TIA): kejadian iskemik otak fokal dengan gejala yang berlangsung
kurang dari 24 jam. Definisi terbaru, yaitu suatu episode singkat disfungsi neurologis yang
disebabkan oleh iskemi otak fokal atau retina, dengan gejala klinis yang berlangsung kurang dari 1
jam, dan tidak didapatkan adanya bukti infark akut.
● Improving: defisit neurologi perbaikan dalam kurun waktu 21 hari.
● Worsening: defisit neurologis memberat progresif. Pada sistem karotis perburukan dapat
berlangsung sampai 48 jam, pada vertebrobasilar 72 jam.
● Stable: gejala stroke yang timbul bersifat menetap dari awal serangan hingga hari-hari berikutnya
dalam kurun waktu 21 hari.
BERDASARKAN LOKASI
● Stroke berdasarkan lokasi (pembuluh darah)
 Carotid system
 Vertebro - Basilar ( VB ) system

Clinical manifestation Depend on :


 Large of lesion
 Site of Vascular lesion (Vascular system)
Anterior (Carotid) Circulation
Iskemik
Berdasarkan penyebab Berdasarkan lokasi

● Trombotik ● Sistem arteri karotis


● Embolism ● Sistem arteri vertebral
● Sistem arteri basilar
Iskemi Sistem Arteri Carotid
● Internal & external Carotid
Artery
● Middle Cerebral Artery
(MCA)
● Anterior Cerebral Artery
(ACA)
● Posterior Cerebral Artery
(PCA)
Internal Carotid Artery
● Suplai: arteri serebral, saraf optikus dan retina
● Gejala: koma kuadriplegi dengan gerakan mata “metronomik” terus menerus.
● Jika pada distal intrakranial, terdapat hemiplegia kontralaateral, hemihypesthesia, dan
afasia (jika hemisfer dominan terlibat).
● Sakit kepala di atas alis, ipsilateral lesi dapat muncul.
● Transient monocular blindness dapat terjadi sebelum onset stroke
Middle Cerebral Artery Stroke Syndrome
● Stem (M1)

○ Suplai : lateral (convexity) hemisfer


otak

○ Gejala: hemiplegia kontralateral,


hemianestesi,hemianopiahomonim,
dengan deviasi kepala dan mata ke
arah lesi.

○ Biasanya diikuti afasia global


dengan lesi hemisfer kiri dan
anosognosia amorfosintesis dengan
lesi hemisfer kanan.

○ Pasien mungkin somnolen atau


stupor karena paralisis luas.
Middle Cerebral Artery Stroke Syndrome
● Branch

○ Superior

■ Suplai: area rolandic dan prerolandic

■ Gejala: defisit sensorimotor di wajah, lengan, sebagian kaki kontralateral, dan deviasi ipsilateral kepala
dan mata.

■ Tidak ada gangguan kesadaran.

■ Gangguan sensori stereoanesthesia, agraphesthesia, gangguan koordinasi, lokalisasi taktil, diskriminasi


dua titik, dan perubahan perabaan, nyeri, dan suhu.

■ Jika terjadi di cabang frontal ascending distal, gangguan terbatas pada wajah dan lengan, serta kaki tidak
atau hanya sedikit lemah dan cepat pulih. Jika lesi pada hemisfer kiri, ada afasia Broca.
Middle Cerebral Artery Stroke Syndrome
● Branch

○ Inferior

■ Suplai: lobus temporal lateral dan lobus parietal inferior

■ Gejala: pada lesi hemisfer kiri, terdapat afasia Wernicke. Dapat terjadi gangguan
pemahaman menulis dan mengucap. Terdapat quadrantanopia superior atau hemianopia
homonim. Pada lesi hemisfer kanan, ada gangguan atensi visual kiri dan tanda
amorfosintesis.
Anterior Cerebral Artery Stroke Syndrome
Anterior Cerebral Artery Stroke Syndrome

● Gejala: paraplegia, inkontinensia, abulia dan gejala afasia nonfluen, dan perubahan perilaku pada lobus frontal.
● Oklusi distal arteri serebral dari anterior communicationg artery menyebabkan defisit sensorimotor kontralteral kaki,
dan sedikit bahu serta tangan, tanpa gejala wajah dan tangan.
● Gangguan bahasa terutama afasia motorik transkortikal. Jika termasuk oklusi Heubner, terdapat hemiplegi kanan
(terutama kaki) dengan respon menggenggam pada tangan kanan, berkurangnya pembicaraan spontan.
Posterior Cerebral Artery Stroke Syndrome
● Suplai:

○ cabang interpeduncular: red nuclei, substantia nigra bilateral, medial cerebral peduncle, oculomotor dan saraf
dan nuclei trochlear, substansi reticular batang otak atas, dekusasi superior cerebellar peduncle, medial
longitudinal fasiculi, dan medial lemnisci

○ Cabang thalamoperforate: inferior, medial, anterior thalamus.

○ Cabang thalamogeniculate: badan geniculate dan posterior serta pusat thalamus.

○ Cabang kortikal: bagian inferomedial lobus temporal, dan lobus medial oksipital.
Posterior Cerebral Artery Stroke Syndrome
● Gejala: tergantung hubungan dengan arteri basiler.

○ Proximal

■ Sindrom thalamic Dejerine dan Roussy: gangguan sensor deep dan cutaneous berat, di bagian tubuh
kontralateral, termasuk tubuh dan wajah, terkadang ada hemiparesis transien. Mungkin ada
hemianopia homonim. Kehilangan sensoris, nyeri dan suhu lebih terpengaruh. Mungkin ada distorsi
rasa, athetosis tangan, dan gangguan mood.

■ Central midbrain dan subthalamic: kelumpuhan pandangan vertikal, stupor, atau koma. Sindrom arteri
paramedia termasuk kelumpuhan NV 3, digabung hemiplegi kontralateral, tremor ataksia kontralateral,
atau ataksia homolateral.

■ Anteromedial-inferior thalamic syndrome: gangguan ekstrapiramidal (hemiballismus atau


hemichoreoathetosis), gangguan sensori deep, hemiataksia, atau tremor.
Posterior Cerebral Artery Stroke Syndrome
● Gejala: tergantung hubungan dengan arteri basiler.

○ Cortical: hemianopia homonim, melibatkan kuadran atas lapang padang. Infark oksipital dapat
menyebabkan aleksia tanpa agrafia, anomia terutama warna, berbagai agnosia suara, dan jarang
gangguan memori.

○ Bilateral Posterior: kebutaan kortikal (hemianopia homonim bilateral, terkadang diikuti halusinasi lihat
tanpa bentuk.refleks pupil tidak terganggu. Seringkali, lesi tidak lengkap, satu sektor penglihatan tetap
berfungsi. Penglihatan dapat berfluktuasi. Lesi bilateral yang melibatkan inferomedial temporal
termasuk hippocampi dan struktur terkait, dapat menyebabkan amnesia Korsakoff.
Posterior (Vertebrobasilar) Circulation
Terdiri dari :
Posterior (Vertebrobasilar) Circulation
● Sirkulasi vertebrobasilar menyuplai bagian: brainstem, cerebellum,
thalamus, dan bagian lobus oksipital dan temporal
Manifestasi Klinis
● Posterior circulation strokes menimbulkan tanda dan gejala disfungsi batang otak, yaitu coma,
drop attacks (kolaps tiba-tiba tanpa hilang kesadaran), vertigo, mual dan muntah, cranial nerve
palsies, ataxia, dan crossed sensorimotor deficits yang mempengaruhi wajah pada 1 sisi tubuh
dan anggota badan (limbs) pada sisi lainnya.
● Hemiparesis, gangguan hemisensori, dan penurunan lapang pandang dapat terjadi, tapi hal
tersebut tidak spesifik untuk posterior circulation stroke.
Manifestasi Klinis
■ Vertebral Arteries
- Hilangnya rasa sakit secara - Nystagmus
ipsilateral dan sensasi - Vertigo
temparatur di wajah - Diplopia
- Hilangnya rasa sakit - Ataksia secara ipsilateral, dan
kontralateral dan sensasi suhu - Hilangnya rasa atau
pada tungkai, badan, dan leher pengecapan secara ipsilateral
- Sindrom horner ipsilateral
- Suara serak
- Disfagia

Kombinasi tanda-tanda ini disebut Sindrom Wallenberg


■ Basilar Arteries

1. Schoen, Jessica C., et al. "Vertebrobasilar artery occlusion." Western Journal of Emergency Medicine 12.2 (2011): 233.
Manifestasi Klinis
■ Posterior Cerebral
Artery
Menghasilkan hemianopia homonim secara kontralateral. dengan keterlibatan
hemisfer dominan (biasanya kiri), biasanya juga terdapat abnormalitas
membaca dan menulis.
Perbedaan Stroke Karotis dan Vertebrobasiler
SISTEM KAROTIS SISTEM
VERTEBROBASILER
DISFUNGSI MOTORIK Parase saraf otak dan Parase saraf otak dan
ekstremitas ipsilateral ekstremitas kontralateral
DISFUNGSI SENSORIK Hipestesi saraf otak dan Hipestesi saraf otak dan
ekstremitas ipsilateral ekstremitas kontralateral
GANGGUAN VISUAL Hemianopsia hominim Hemianopsia hominim
kontralateral kontralateral
Amaurosis fugax (TIA) Quadranopsia black-out (TIA)

GANGGUAN KORTIKAL Gangguan fungsi luhur


Afasia (hemisfer dominan,
umumnya hemisfer kiri)
Agnosia (hemisfer non
dominan)

GANGGUAN BATANG Gangguan keseimbangan


OTAK (vestibuler, serebeler)
Vertigo
Diplopia
DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
PENATALAKSANAAN STROKE
Umum Khusus

Prevensi dan
penanggulangan Rehabilitasi
komplikasi
Umum
(di IGD)
Umum (di IGD)
I. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
II. Stabilisasi hemodinamik
III. Pengelolaan keseimbangan cairan dan elektrolit
IV. Pengelolaan nutrisi dan metabolism
V. Pengendalian TTIK*
VI. Pengendalian Kejang*
Umum (di IGD)
I. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
○ Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring (OPA) pada pasien yang tidak sadar

○ Pada pasien hipoksia  Suplai oksigen (2-4 liter/menit)

○ Intubasi ETT atau laryngeal mask airway diindikasikan pada:

– pasien dengan hipoksia (pO2 <60 mmHg atau Pco2 >50 mmHg) atau

– syok atau

– beresiko untuk terjadi aspirasi

○ Pada pasien stroke iskemik akut yang non-hipoksia tidak memerlukan suplemen oksigen
Umum (di IGD)
II. Stabilisasi hemodinamik
○ Berikan cairan kristaloid atau koloid IV, hindari cairan hipotonik seperti glukosa

○ Optimalisasi tekanan darah

○ Pemantauan jantung selama 24 jam pertama setelah awitan serangan


Umum (di IGD)
III. Pengelolaan keseimbangan cairan dan elektrolit
○ Berikan cairan isotonis seperti NaCl 0.9%

○ Kebutuhan cairan  30 ml/kgBB/hari

○ Periksa dan koreksi ketidakseimbangan elektrolit

○ Jika terdapat asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan AGD
Umum (di IGD)
IV. Pengelolaan nutrisi
○ Nutrisi enteral harus diberikan dalam 48 jam

Jika terdapat gangguan menelan  Dipasangkan NGT

○ Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari, dengan komposisi

 Karbohidrat 30-40 %

 Lemak 20-35 %

 Protein 20-30 %
Umum (di IGD)
V. Pengendalian TTIK*
○ Elevasi kepala 20-300

○ Hindari penekanan vena jugular

○ Hindari pemberian cairan hipotonik (glukosa)

○ Jaga normovolemia

○ Osmoterapi dengan indikasi (mannitol 20% 0.25-0.5 gr/kgBB selama >20 menit diulang tiap 4-6 jam)

○ Drainase pada hidrosefalus akut

○ Antipiretik bila suhu >38.5 dan atasi infeksi


Umum (di IGD)
VI. Pengendalian Kejang*
○ Diazepam 5-20 mg iv bolus pelan diikuti fenitoin loading dose 15-20 mg/kgBB bolus dengan
kecepatan maksimal 50 mg/menit
Khusus
Khusus
 Diagnosis dan Penilaian Gawat Darurat
○ Pemeriksaan dengan CT atau MRI direkomendasikan untuk bedakan stroke iskemik dengan
perdarahan intrakranial
Stroke Infark
I. Tekanan darah
○ Diastolik >140 mmHg (hipertensi emergensi):

drip kontinyu nikardipin, diltiazim, nimodipin.


○ Sistolik >220 mmHg dan/atau diastolik 121-140 mmHg:

Labetalol IV selama 1-2 min. Dosis dapat diulang/ digandakan tiap 10-20 min sampai tercapai target tekanan
darah atau sampai dosis kumulatif 300 mg. Setelah pemberian dosis awal, labetalol dapat diberikan 6-8
jam,bila perlu.
○ Sistolik <220 mmHg dan/atau diastolik 105-120 mmHg:

terapi darurat ditunda kecuali didapatkan adanya tanda perdarahan intraserebral, gagal ventrikel jantung kiri,
infark miokard, gagal ginjal akut, dsb. Obat antihipertensi diteruskan, dan tekanan darah diturunkan setelah
fase akut (7-10 hari)
○ Batas penurunan tekanan darah tidak melebih 20-25% MABP.

○ Pada prinsipnya TD tidak diturunkan jika <220/120 mmHg pada stroke infark.
Stroke Infark
I. Tekanan darah
II. Terapi trombolitik
III. Antikoagulan
IV. Anti Agregasi Platelet
V. Neuroprotektor
Stroke Infark
II. Terapi Trombolitik
○ Pemberian rt-PA (recombinant tissue plasminogen activator) diberikan sesegara mungkin dengan tujuan
melisiskan thrombus yang menyumbat aliran darah.

○ Dosis rtPA IV 0,9 mg/kgBB (max 90mg), 10% dari dosis diberikan secara bolus pada menit pertama dan
90% sisanya diberikan secara infus drip selama 60 menit.

○ Kriteria inklusi pemberian:

 Onset stroke jelas diketahui dan < 3 jam

 Usia 18-75 tahun

 Diagnosis stroke iskemik ditegakan oleh neurologis dan didukung oleh CT Scan otak

 Ada persetujuan tertulis dari penderita/keluarga setelah dijelaskan keuntungan dan risiko pengobatan
Stroke Infark
○ Kriteria eksklusi, beberapa diantara:  Operasi besar dalam waktu 14 hari

 Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu  Tanda-tanda neurologis cepat membaik
protrombin > 15 detik (INR > 1.7)
 Defisit neurologis ringan dan tunggal
 Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan
masa tromboplastin yang memanjang  Riwayat PIS atau PSA sebelumnya

 Trombosit <100.000  Perdarahan GI atau urin dalam waktu 21 hari

 TD sistolik > 185 mmHg atau TD diastolic > 110  Infark miokard baru
mmHg. Pada kasus ini maka dilakukan tatalaksana
tekanan darah lebih dahulu  Permulaan stroke tidak dapat dipastikan, misal
setelah bangun tidur
 GDS < 50 mg/dl atau > 400 mg/dl

 Kejang pada permulaan stroke

 Stroke sebelumnya atau trauma kapitis hebat dalam


waktu 3 bulan sebelumnya
Stroke Infark
III. Antikoagulan
○ Untuk prevensi maupun terapi stroke

○ Prevensi ditujukan untuk penderita pasca-TIA atau pasca stroke infark yang memiliki risiko tinggi
untuk emboli otak berulang yang terbukti bersumber dari jantung maupun pembuluh darah besar.

○ Terapi ditujukan untuk thrombosis vena sentral, DVT, Stroke thromboemboli, dan stroke infark
dengan sindrom hiperkoagulasi.

○ Obat yang digunakan

 LMWH

 Warfarin
Stroke Infark
IV. Anti Agregasi Platelet
○ Untuk mencegah terjadinya agregasi trombosit sehingga menghambat pembentukan thrombus

○ Beberapa jenisnya:

 Jalur asam arakidonat yang meregulasi produksi prostaglandin dan tromboksan (aspilet)

 Cyclic-AMP mechanism (dipiridamol, silostazol)

 Platelet membrane glycoprotein (tiklopidin, clopidogrel, abciximab)

 Thrombin (heparin)
Stroke Infark
V. Neuroprotektan
○ Untuk perbaiki defisit neurologis

○ Terdapat beberapa macam, contohnya:

 Citicholin  memperbaiki outcome fungsional dan mengurangi defisit neurologis

 Pirasetam  efektif untuk pengobatan afasia pasca stroke, jika diberikan <7 jam pada
stroke iskemik
Stroke PIS
 Tatalaksana Medis PIS
○ Apabila terjadi gangguan koagulasi:

 Vitamin K 10 mg IV pada penderita dengan peningkatan INR. Kecepatan pemberian <1


mg/menit untuk meminimalkan risiko anafilaksis

 Fresh Frozen Plasma 2-6 unit untuk koreksi defisiensi faktor pembekuan darah sehingga
dengan cepat memperbaiki INR atau aPTT

○ Heparin subkutan bisa diberikan apabila perdarahan telah berhenti sebagai pencegahan
tromboemboli
Stroke PIS
 Tekanan Darah
○ Apabila TDS >200 mmHg atau MAP >150 mmHg:

tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi


intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
○ Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda peningkatan
tekanan intracranial:

dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan


dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg
Stroke PIS
○ Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan
intracranial:

tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat


antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan
tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah
160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga
140 mmHg masih diperbolehkan
○ Apabila TDS 150-220 mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup
aman

○ Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada penderita stroke
perdarahan intraserebral.
Stroke PIS
○ Obat antihipertensi yang digunakan adalah parenteral golongan B-blocker (labetalol dan
esmolol) dan Ca channel blocker (nikardipin dan diltiazem) intravena.

○ Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan peningkatan


tekanan intracranial, meskipun bukan kontraindikasi mutlak

○ Calcium Channel Blocker (nimodipin) telah diakui dalam berbagai panduan penatalaksanaan
PSA karena dapat memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah
terjadi. Pandangan akhir-akhir ini menyatakan bahwa hal ini terkait dengan efek neuroprotektif
dari nimodipin
Stroke PIS
 Pencegahan Perdarahan Intrakranial Berulang
○ Setelah periode akut perdarahan intrakranial dan tidak ada kontra indikasi medis, tekanan
darah sebaiknya dikontrol dengan baik terutama pada pasien yang lokasi perdarahannya
tipikal dari vaskulopati hipertensif

○ Setelah periode akut perdarahan intrakranial, target dari tekanan darah dapat dipertimbangkan
menjadi <140/90 mmHg atau <130/80 mmHg jika diabetes penyakit ginjal kronik
Stroke PSA
 Tatalaksana penegakan diagnosis perdarahan subarachnoid
○ Seringkali gejala tidak khas sehingga sulit untuk penegakkan diagnosis. Pasien dengan keluhan
nyeri kepala hebat (paling sakit yang dirasakan sepanjang hidup) yang muncul tiba-tiba sebaiknya
dicurigai sebagai suatu tanda adanya PSA

○ Dilakukan pemeriksaan CT-Scan. Jika (+), lakukan pungsi lumbal untuk analisis cairan
serebrospinal
Stroke PSA
 Tatalaksana Umum PSA
○ PSA derajat I dan II (Hunt and Hess)

■ Identifikasi dan atasi nyeri kepala sedini mungkin

■ Tirah baring total dengan posisi kepala ditinggikan 300 dan nyaman, bila

■ perlu berikan O2 2-3 L/menit

■ Hati-hati dalam pemakaian sedatif (kesulitan dalam penilaian tingkat

■ kesadaran).

■ Pasang infus diruang gawat darurat, usahakan euvolemia dan monitor ketat sistem kardiopulmoner
dan kelainan neurologi yang timbul
Stroke PSA
○ PSA derajat III, IV, V

■ Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protokol pasien diruang gawat darurat

■ Perawatan sebaiknya dilakukan diruang intensif atau semiintensif

■ Untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalan napas yang adekuat perlu dipertimbangkan
intubasi endotrakheal dengan hati-hati terutama apabila didapatkan tanda-tanda tekanan tinggi
intrakranial

■ Hindari pemakaian obat-obatan sedatif yang berlebihan karena akan menyulitkan penialaian
status neurologi
 Tindakan operasi pada aneurisma yang ruptur
○ Operasi clipping atau endovascular coiling  untuk mengurangi perdarah ulang setelah rupture aneurisma
Stroke PSA
 Tekanan Darah
Pada perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan darah harus dipantau dan dikendalikan
bersama pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah resiko terjadinya stroke
iskemik sesudah PSA serta perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya perdarahan
subaraknoid berulang, pada pasien stroke perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah
diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan
sebagai target TDS dalam mencegah resiko terjadinya vasospasme
Stroke PSA
 Pencegahan perdarahan ulang setelah PSA
○ Kontrol dan monitor tekanan darah untuk mencegah risiko perdarahan ulang. Hipertensi
berkaitan dengan terjadinya perdarahan ulang

○ Tekanan darah sistolik sekitar 140-160 mmHg sangat disarankan dalam rangka pencegahan
perdarahan ulang pada PSA

○ Istirahat total di tempat tidur


Prevensi dan Penanggulan Komplikasi
● Disesuaikan dengan komplikasi yang mungkin terjadi
i. Prevensi dan terapi pneumonia aspirasi
ii. Prevensi dan terapi komplikasi kardiovaskuler
iii. Prevensi dan penanggulangan dehidrasi, gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit
iv. Prevensi dan terapi ISK
v. Prevensi dan terapi emboli paru dan thrombosis vena dalam
vi. Prevensi dan terapi decubitus
vii. Terapi stress ulcer
viii. Terapi kejang
ix. Terapi agitasi dan depresi
Rehabilitasi
 Memperbaiki outcome maupun mencegah komplikasi
 Dalam beberapa bentuk:
○ Fungsional

1. Fisioterapi  melatih otot-otot anggota gerak terutama yang mengalami


kelumpuhan
2. Terapi bicara
○ Psikososial

1. Social Support  Dukungan dari keluarga, karena pasien stroke rentan


mengalami depresi
KOMPLIKASI
Komplikasi neurologik
Progresi biasanya terjadi pada 24-72 jam pertama setelah stroke
1. Edema otak
- Mulai terjadi beberapa jam setelah stroke tetapi baru jelas 1-4 hari setelah stroke.
- gejala: mengantuk, pupil asimetris atau penurunan respons pupil terhadap cahaya, parese
CN VI, papilledema, nyeri kepala atau muntah.
2. Hidrosefalus
- Darah mengisi ventrikel sehingga menyebabkan hidrodefalus
- Terjadi 12 jam – 4 hari setelah stroke
- Gejala: mengantuk, parese alat gerak ipsilateral, diplopia, baal dan kelemahan pada wajah,
gangguan cara berjalan
3. Kejang
- Lebih sering terjadi pada stroke hemoragik daripada stroke infark
- Lebih sering pada stroke yang disebabkan oleh kardioemboli daripada atherotrombosis
- Early onset: 1-2 hari -> gejala fokal
- Late onset: lebih dari 2 minggu -> generalized
- Mekanisme:

○ acute ischemic injury -> akumulasi Ca dan Na -> depolarisasi transmembran potensial
-> penurunan threshold kejang

○ Hipoksia -> peningkatan kadar neurotransmitter eksitotoksik


Komplikasi Medik
1. Deep Vein Thrombosis dan emboli paru
Stasis aliran darah -> koagulasi darah meningkat -> pembentukan thrombosis vena dan
thromboemboli
- Terjadi 3-120 hari setelah stoke (median 20 hari)
- Gejala: pleuritic pain, dyspneu, hemoptysis, hipotensi, pingsan

2. Gangguan jantung
- Terjadi 2-3 hari setelah stroke
- mekanisme: stroke menyebabkan peningkatan katekolamin yang menyebabkan kerusakan fokal
pada miokard dan aritmia
3. Gangguan menelan, aspirasi, dan pneumonia
- Disfagia dan aspirasi sering terjadi pada pasien dengan bilateral hemispheric stroke atau
stroke pada brainstem
- Penyebab pneumonia multifaktorial. Pasien dengan penururan kesadaran, gangguan
neurologik yang parah, dan disfagia memiliki risiko lebih tinggi terjadi pneumonia

4. Gangguan metabolik dan nutrisi


Kekurangan nutrisi yang lama dapat terjadi pada pasien stroke, terutama pada pasien tua yang
sudah memiliki riwayat nutrisi yang buruk sebelum terjadi stroke
5. Infeksi saluran kemih dan inkontinensia
- ISK: infeksi akibat penggunaan kateter pada kandung kemih yang kosong menyebabkan
pertumbuhan bakteri
- Inkontinensia: fungsi kandung kemih dan spinchter external terganggu akibat stroke

6. Perdarahan gastrointestinal
Stroke dapat menyebabkan adanya stress ulcer
● Imobilitas
 Pressure ulcer
 Kontraktur dan nyeri bahu
 Kerusakan pada saraf tepi akibat kompresi terus menerus
 Fatigue
 Osteopenia dan osteoporosis
- Disebabkan oleh imobilisasi (peningkatan resorpsi), hiperkalemi, kurang terpapar matahari
● Depresi dan efek psikologis
- Sering terjadi pada pasien dengan lesi anterior pada hemisfer kiri, pasien afasia, dan pasien yang
tinggal sendirian.
PROGNOSIS
● 0+2+0+0+1+1+0+0 +0+0=4

● 0-4 : ketergantungan total / very severe disability


● 5-8 : ketergantungan berat / severe disability
● 9-11 : ketergantungan sedang
● 12-19 : ketergantugnan ringan
● 20 : mandiri
INTRACEREBRAL HEMORRHAGE SCORE
● GCS:
● INTRAVENTICULAR
3-4 = +2
HEMORRHAGE
5-12 = + 1
YES +1
13-15 = 0
NO 0
● AGE >= 80
● INFRATENTORIAL ORIGIN OF
YES +1
NO 0 HEMORRHAGE
YES +1
NO 0
● ICH VOLUME >= 30 mL
YES +1
NO 0
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai