Anda di halaman 1dari 7

 Etiologi 10

Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu


rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu. Agen pemicunya
antara lain bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi.
Biasanya respon antibodi awal terhadap mikroorganisme diperantarai
oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil menghancurkan
mikroorganisme, individu yang mengalami RA biasanya mulai
membentuk antibodi lain terhadap antibodi IgG awal. Antibodi yang
ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut reumatoid factor (RF).
RF menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronik
dan kerusakan jaringan.
Dari penelitian muntakhir, diketahui pathogenesis Artritis reumatoid
dapat terjadi akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam
genetik. Terdapat kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-DR4
(Human Leukocyte Antigens) dan HLA-DR5 pada orang kulit putih.
Namun pada orang amerika berkulit hitam, jepang, dan Indian
Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan HLA-DR4.
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya
remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan
terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor
yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena
pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan
perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil
dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab
penyakit ini.

 Faktor Risiko 12

1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya AR, faktor usia adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya AR semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. AR hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.

2. Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena AR lutut dan sendi, dan lelaki lebih sering
terkena AR paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan di
bawah 45 tahun frekuensi AR kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi AR lebih banyak pada wanita dari pada
pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis AR.

3. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya AR. Sebagai contoh,


pada ibu dari seorang wanita dengan AR pada sendi-sendi inter falang
distal terdapat dua kali lebih sering AR pada sendi-sendi tersebut, dan
anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering
dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa AR.

4. Suku

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada AR nampaknya terdapat


perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya AR paha
lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari pada
kaukasia. AR lebih sering dijumpai pada orang – orang Amerika asli
dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan
kongenital dan pertumbuhan.

5. Obesitas (Kegemukan)

Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya


resiko untuk timbulnya AR baik pada wanita maupun pada pria.
Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan AR pada sendi yang
menanggung beban, tapi juga dengan AR sendi lain (tangan atau
sternoklavikula).

6. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan

Aktifitas penderita dengan usia yang sangat lanjut sangatlah


membutuhkan perhatian yang lebih, karena ketika penderita dengan
kondisi tubuh yang tidak memungkinkan lagi untuk banyak bergerak,
akan memberatkan kondisi penderita yang menurun terlebih lagi sistem
imun yang sangat buruk. Sehingga penderita dengan sistem imunitas
tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan perhatian lebih untuk
mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang berlebih. Hal
ini dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal penderita yang tidak
lagi seperti usianya beberapa tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas
maksimal.

7. Lingkungan

Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya


perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan yang sangat mendukung.
Ketika lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka
kemungkinan besar klien akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak
diantaranya ketika keadaan suhu lingkungan sekitar penderita yang
cukup dingin, maka penderita akan merasa ngilu, kekakuan sendi pada
area-area yang biasa terpapar, sulit untuk mobilisasi, dan bahkan
kelumpuhan.

Gejala Klinis :

Gejala khas Arttritis Reumatoid adalah kaku sendi pada waktu bangun pagi,
arttritis simetris terutama interfalanks proximal jari tangan. Pada fase lanjut bisa
menyerang sendi kaki, sendi bahu dan vertebra. Manifestasi ekstra artikuler
seperti nodul rematoid, vaskulitis dan menyerang organ vital (misalnya: nefritis)

Penegakan diagnosis

Saat ini diagnosis AR di Indonesia mengacu pada kriteria diagnosis menurut


American College of Rheumatology/Europian League Against Rheumatism 2010
yaitu:
Pemeriksaan Fisik

Manifestasi Artikular:

Bengkak/efusi sendi, nyeri tekan sendi, sendi teraba hangat deformitas (swan
neck, deviasi ulnar)

Manfestasi ekstraartikular:

1. Kulit: terdapat nodul rheumatoid pada daerah yang banyak menerima


penekanan, vaskulitis.

2. Soft tissue rheumatism seperti carpal tunnel syndrome.

3. Mata dapat ditemukan kerato-konjungtivitis, episkleritis/skleritis, konjungtiva


tampak anemia akibat penyakit kronik.

4. Sistem respiratorik dapat ditemukan adanya radang sendi krikoaritenoid,


pneumonitis interstitial, efusi pleura, atau fibrosis paru luas.

5. Sistem kardiovaskular dapat ditemukan perikarditis konstriktif, disfungsi katup,


kardiomiopati.

Penatalaksanaan

Terapi Farmakologis

1. Analgetik : Paracetamol 3x500-1000 mg, analgetik yanglainnya

2. OAINS (obat anti inflamasi non-steroid)

OAINS selektif mengurangi ES lambung. Untuk mengurasi ES OAINS non


selektif diberikan bersama penyekat H2, penyekat pompa proton.

3. DMARDs (Disease modifying anti-rheumatic drugs)


DMARDs adalah terapi “kausal” pada rheumatoid artritis yang dapat
meningkatkan remisi, memperlambat erosi, memperbaiki fungsi dan mencegah
deformitas sendi.

Anda mungkin juga menyukai