NYERI KEPALA
Disusun oleh :
Pembimbing :
dr. Budhi Suwarma, Sp.S
KETERANGAN UMUM
Nama : Ny. Esih Kawin : Menikah
Umur : 57 tahun Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cipeundeuy RT 003/007 Pasirlangu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
ANAMNESA
Keluhan Utama: nyeri kepala
Pasien datang ke UGD RS. Dustira pukul 13.00 WIB dengan keluhan nyeri kepala
di bagian atas sejak 1 hari SMRS. Nyeri kepala dirasakan seperti ditindih benda berat.
Keluhan dirasakan semakin bertambah saat beraktivitas dan dengan istirahat nyeri
kepala sedikit berkurang. Keluhan disertai rasa mual dan nyeri di lutut di kedua kaki
dan di jari jemari kedua tangan yang dirasakan sejak 2 tahun yang lalu. Keluhan nyeri
di sendi-sendi nya membuat pasien tidak bisa lagi bekerja sebagai tukang pijit. Saat ini
pasien masih dapat melakukan aktivitas rutin walaupun nyeri kepala dirasakan
mengganggu. Keluhan nyeri kepala seperti ini sudah dialami sejak usia muda namun
dirasakan semakin sering timbul sejak 1 tahun yang lalu dan dirasakan hilang timbul.
Nyeri kepala timbul ± 6 kali dalam sebulan dan dapat berlangsung selama 1 jam hingga
6 jam setiap serangan.
Keluhan nyeri kepala tidak dirasakan seperti berdenyut, bertambah ketika
mendengar suara yang bising atau ketika melihat cahaya. Keluhan tidak didahului
adanya penglihatan bercak-bercak seperti bintang. Keluhan tidak disertai mual dan
muntah. Pasien mengatakan tidak terdapat keluhan bengkak pada daerah mata, hidung
tersumbat dan keluar cairan dari mata ataupun hidung. Keluhan juga tidak disertai
dengan adanya lemah badan, telinga berdenging, baal atau kesemutan pada tangan dan
kaki, serta gangguan bicara. Keluhan nyeri kepala tidak dipengaruhi oleh mengunyah,
menelan, dan berbicara. Riwayat trauma dan infeksi sebelumnya tidak ada.
Pasien memiliki riwayat darah tinggi dan pasien sering kontrol ke Puskesmas dan
rajin meminum obat. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis dan
penyakit jantung. Pasien juga jarang melakukan olahraga. Menurut keterangan pasien,
pasien sering mengkonsumsi makanan seperti gorengan, masakan bersantan. Pasien
tidak memiliki kebiasaan merokok. Riwayat keluhan serupa di keluarga pasien tidak
ada
A. PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Tensi : 150/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 37,0 C
Tugor : Kembali Cepat
Gizi : Normal
Kepala : Normochepal
Conjunctiva : Anemis -/-
Sclera : Ikterik -/-
Leher : Normal
Thorax : Simetris
Jantung : BJ I dan II murni reguler
Paru-paru : VBS (+/+) kanan=kiri, wheezing (-/-), ronchi (-/-)
Abdomen : Datar, soepel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat
B. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. Penampilan
Kepala : Normochepal
Columna vertebra : Tidak ada kelainan
N. V : Sensorik : Normal
: Oftalmikus : Normal/Normal
: Maksilaris : Normal/Normal
: Mandibularis : Normal/Normal
: Motorik : Normal
5. Motorik
Kekuatan Tonus Atrofi Fasikulasi
Anggota badan atas 5/5 Normal - -
Anggota badan 5/5 Normal - -
bawah
6. Sensorik
Permukaan Dalam
Anggota badan atas Nomal/Normal Normal/Normal
Batang tubuh Normal Normal
Anggota badan bawah Normal/Normal Normal/Normal
Gambar / Cap :
7. Koordinasi
Cara Bicara : Tidak ada kelainan
Tremor :-
Tes Telunjuk Hidung : Normal
Test Tumit Lutut : Tidak dilakukan
Tes Roomberg : Tidak dilakukan
Kanan Kiri
8. A. Refleks Fisiologis
Anggota Badan Atas : Biceps : + +
: Triceps : + +
: Radial : + +
Dinding Perut : Epigastrik : + +
: Hipogastrik : + +
: Mesogastrik : + +
: Kremaster : + +
Anggota Badan Bawah : Patella : + +
: Achilles : + +
D. Refleks Primitif
Glabella : - -
Mencucut Mulut : - -
Palmo Mental : - -
9. Fungsi Otonom
BAK/BAB : Tidak terganggu
RESUME
ANAMNESA
Perrempuan 57 tahun, datang ke UGD RS. Dustira pukul 13.00 WIB dengan
keluhan nyeri kepala di bagian atas sejak 1 hari SMRS. Nyeri kepala dirasakan seperti
ditindih benda berat. Keluhan disertai mual dan nyeri-nyeri sendi sejak 2 tahun yang
lalu sehingga pasien berhenti bekerja sebagai tukang pijit. Keluhan dirasakan semakin
bertambah saat beraktivitas dan dengan istirahat nyeri kepala sedikit berkurang. Pasien
masih dapat melakukan aktivitas rutin walaupun nyeri kepala dirasakan mengganggu.
Keluhan nyeri kepala seperti ini sudah dialami sejak usia muda namun dirasakan
semakin sering timbul sejak 1 tahun yang lalu dan dirasakan hilang timbul. Nyeri
kepala timbul ± 6 kali dalam sebulan dan dapat berlangsung selama 1-6 jam setiap
serangan.
Pasien memiliki riwayat hipertensi (+) yang terkontrol. Riwayat DM (-) dan
penyakit jantung (-). Pasien sering mengonsumsi makanan berlemak dan jarang
olahraga. Riwayat keluarga (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Tensi : 150/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 18 x/menit
Suhu : 37,0 C
Status Interne dalam batas normal
Status Neurologikus
- Fungsi Luhur : Normal
- Rangsang Meningen :-
- Saraf Otak : Normal
- Motorik 5 5
5 5
- Sensorik : Normal/ Normal
- Reflek Fisiologis : +/+
- Reflek Patologis : -/-
- Koordinasi : Normal
- Vegetatif : Normal
DIAGNOSA
KLINIK : Tension Type Headache
LOKASI : Frontal Bilateral
ETIOLOGI : Idiopatik
FAKTOR RISIKO :-
DIAGNOSA DIFFERENSIAL
1. Cephalgia Primer e.c Tension Type Headache
2. Nyeri Kepala Sekunder
PROGNOSA
Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam
USUL TERAPI
1. TERAPI UMUM
• Edukasi: hindari faktor pencetus, tidur teratur, cegah stress, olahraga
2. TERAPI KHUSUS
Analgetik
- Asetaminofen: PCT 500 mg, 2 dd 1 tab
atau
- NSAID oral: Ibuprofen 800 mg/hari
GLASGOW COMA SCALE
Membuka Mata
Tidak ada M1
Ekstensi lengan terhadap rangsangan nyeri M2
Flexi lengan terhadap rangsangan nyeri M3
Menarik lengan dari rangsangan nyeri M4
Tangan melokalisasi rangsangan nyeri M5
Menurut perintah M6
Respon Verbal
Tidak ada V1
Bersuara namun kata-kata tidak dikenal V2
Perkkataan tidak tepat (inappropriate) V3
Bicara ngawur V4
Normal V5
GCS : 15 (Normal)
INDEX BARTHEL
Tanggal : 10/09/2018
AKTIVITAS
MAKAN
0 : Tidak mandiri
5 : Membutuhkan pertolongan (memotong, mengoleskan mentega, 8
atau membutuhkan modifikasi diet)
10 : Mandiri
MANDI
0 : Tidak mandiri
5 : Mandiri (atau dengan shower) 5
MENGURUS KEBERSIHAN DIRI
0 : Tidak mandiri 10
5 : Perlu pertolongan, tapi dapat melakukan separuhnya
10 : Mandiri sendiri (mengancingkan, mengikat sepatu, memakai ikat pinggang)
CARA BAB
0 : Tidak mandiri
5 : Membutuhkan bantuan, tapi dapat melakukan beberapa hal sendiri 8
10 : Mandiri (membilas, berpakaian)
BERPINDAH (Kasur ke kursi/sebaliknya)
0 : Tidak mandiri 10
5 : Membutuhkan bantuan
10 : Mandiri
Skor : 90
A. Definisi
TTH adalah nyeri kepala yang dapat bersifat episodik, maupun kronik, yang bersifat
jarang, berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa hari. Nyeri memiliki
karakteristik bilateral, menekan (pressing/squeezing), atau mengikat, tidak berdenyut,
tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fisik, bersifat ringan hingga
sedang, tidak disertai mual dan atau muntah.
B. Etiologi
Penyebab dari TTH belum begitu jelas. Selama ini penyebab dari TTH sering
dihubungkan dengan peningkatan kontraksi otot pada daerah bahu, leher, kulit kepala,
dan rahang saat pada kondisi stres. Namun menurut teori terbaru TTH terjadi karena
adanya perubahan neurotransmitter (serotonin) yang terjadi juga pada nyeri kepala tipe
migraine.
C. Epidemiologi
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH
dan nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe nyeri kepala yang paling sering dijumpai.
TTH adalah bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua
pertiga populasi. Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali
dalam hidupnya. TTH episodik adalah nyeri kepala primer yang paling umum terjadi,
dengan prevalensi 1-tahun sekitar 38–74%.7 Rata-rata prevalensiTTH 11-93%. Satu
studi menyebutkan prevalensi TTH sebesar 87%. Prevalensi TTH di Korea sebesar
16,2% sampai 30,8%,8,9 di Kanada sekitar 36%,10 di Jerman sebanyak 38,3%, di
Brazil hanya 13%.12 Insiden di Denmark sebesar 14,2 per 1000 orang per tahun. Suatu
survei populasi di USA menemukan prevalensi tahunan TTH episodik sebesar 38,3%
dan TTH kronis sebesar 2,2%.13 TTH dapat menyerang segala usia. Usia terbanyak
adalah 25-30 tahun, namun puncak prevalensi meningkat di usia 30-39 tahun. Sekitar
40% penderita TTH memiliki riwayat keluarga dengan TTH, 25% penderita TTH juga
menderita migren. Prevalensi seumur hidup pada perempuan mencapai 88%,
sedangkan pada laki-laki hanya 69%. Rasio perempuan:laki-laki adalah 5:4. Onset usia
penderita TTH adalah dekade ke dua atau ke tiga kehidupan, antara 25 hingga 30 tahun.
Meskipun jarang, TTH dapat dialami setelah berusia 50-65 tahun.
D. Etiopatofisiologi
Secara umum diklasifi kasikan sebagai berikut:
a. organik, seperti: tumor serebral, meningitis, hidrosefalus, dan sifi lis
b. gangguan fungsional, misalnya: lelah, bekerja tak kenal waktu, anemia, gout,
ketidaknormalan endokrin, obesitas, intoksikasi, dan nyeri yang direfl eksikan.
Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poorself-related health), tidak mampu relaks
setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam, dan usia muda adalah
faktor risiko TTH. Pencetus TTH antara lain: kelaparan, dehidrasi, pekerjaan/beban
yang terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur, caffeine withdrawal,dan
fluktuasi hormonal wanita. Stres dan konflik emosional adalah pemicu tersering TTH.
Gangguan emosional berimplikasi sebagai faktor risiko TTH, sedangkan ketegangan
mental dan stres adalah faktorfaktor tersering penyebab TTH. Asosiasi positif antara
nyeri kepala dan stres terbukti nyata pada penderita TTH.
Iskemi dan meningkatnya kontraksi otot-otot di kepala dan leher diduga penyebab
TTH, tetapi kadar laktat otot penderita TTH kronis normal selama berolahraga (static
muscle exercise). Aktivitas EMG (electromyography) menunjukkan peningkatan titik-
titik pemicudi otot wajah (myofascial trigger points). Riset terbaru membuktikan
peningkatan substansi endogen di otot trapezius penderita tipe frequent episodic TTH.
Juga ditemukan nitric oxide sebagai perantara (local mediator) TTH. Menghambat
produksi nitric oxide dengan agen investigatif (L-NMMA) mengurangi ketegangan
otot dan nyeri yang berkaitan dengan TTH. Mekanisme myofascial perifer berperan
penting pada TTH episodik, sedangkan pada TTH kronis terjadi sensitisasi central
nociceptive pathways dan inadequate endogenous antinociceptive circuitry. Jadi
mekanisme sentral berperan utama pada TTH kronis. Sensitisasi jalur nyeri (pain
pathways) di sistem saraf pusat karena perpanjangan rangsang nosiseptif (prolonged
nociceptive stimuli) dari jaringan-jaringan miofasial perikranial tampaknya
bertanggung-jawab untuk konversi TTH episodik menjadi TTH kronis. TTH episodik
dapat berevolusi menjadi TTH kronis:
A. Pada individu yang rentan secara genetis, stres kronis menyebabkan elevasi
glutamat yang persisten. Stimulasi reseptor NMDA mengaktivasi NFκB, yang memicu
transkripsi iNOS dan COX-2, di antara enzim-enzim lainnya. Tingginya kadar nitric
oxide menyebabkan vasodilatasi struktur intrakranial, seperti sinus sagitalis superior,
dan kerusakan nitrosative memicu terjadinya nyeri dari beragam struktur lainnya
seperti dura.
B. Nyeri kemudian ditransmisikan melalui serabut-serabut C dan neuron-neuron
nociceptive Aδ menuju dorsal horn dan nukleus trigeminal di TCC (trigeminocervical
complex.), tempat mereka bersinap dengan second-order neurons.
C. Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-neuron
mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi homosinaptik dan heterosinaptik
sebagai bagian dari plastisitas sinaptik yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.
D1. Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan beragam
neuropeptida dan neurotransmiter (misalnya: substansi P dan glutamat) yang
mengaktivas reseptor-reseptor di membran postsynaptic, membangkitkan potensial-
potensial aksi dan berkulminasi pada plastisitas sinaptik serta menurunkan ambang
nyeri (pain thresholds).
D2. Sirkuit spinobulbospinal muncul dari RVM (rostroventral medulla) secara normal
melalui sinyal-sinyal fi ne-tunes pain yang bermula dari perifer, namun pada individu
yang rentan, disfungsi dapat memfasilitasi sinyal-sinyal nyeri, serta membiarkan
terjadinya sensitisasi sentral.
E. Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment serabut-serabut
C dan mekanoreseptor Aβ di sinap-sinap TCC, membiarkan perkembangan allodynia
dan hiperalgesia.
F. Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang seiring waktu,
berbagai perubahan molekuler di pusatpusat lebih tinggi seperti thalamus memicu
terjadinya sensitisasi sentral dari neuron-neuron tersier dan perubahan-perubahan
selanjutnya pada persepsi nyeri.
E. Kriteria Diagnosis
Penegakan diagnosis pada TTH didapatkan terutama dari deskripsi penyakit oleh
pasien (kriteria diagnosis). Tidak ada uji spesifik untuk menegakan diagnosis TTH.
Pemeriksaan lain yang dilakukan hanya berguna untuk menyingkirkan nyeri kepala
akibat sebab lainnya. Saat dilakukan pemeriksaan neurologis tidak ditemukan adanya
kelainan apapun. Kriteria diagnosis dari TTH menurut The International Classification
of Headche Disorder :
F. Tatalaksana
Secara umum terapi dari tension-type headache dibagi menjadi dua, yaitu terapi akut
dan terapi profilaksis. Terapi akut dimana memiliki tujuan untuk menghentikan atau
mengurangi intersitas serangan pada TTH. Pada terapi akut analgesik dan NSAIDs
tetap menjadi pilihan pertama. Sedangkan terapi profilaksis memiliki tujuan untuk
mecegah timbulnya TTH yang berulang. Terapi profilaksis dibagi menjadi dua, yaitu
terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.
c. Psycho-behavioural treatments
Terapi ini banyak digunakan dalam menangani TTH kronik. Psycho-behavioural
treatment yang paling umum digunakan adalah EMG biofeedback, cognitive
behavioural therapy, dan terapi relaksasi. Selain itu, hipnoterapi juga dilaporkan efektif
dalam menangani TTH kronik, namun belum terbukti kebenarannya.
A. EMG biofeedback
Biofeedback adalah suatu teknik yang bertujuan melatih pasien untuk meningkatkan
kesehatannya dengan mengendalikan keadaan tubuh tertentu yang involunter seperti
detak jantung, tekanan darah, ketegangan otot, dan suhu kulit. Terdapat berbagai
macam terapi dari biofeedback antara lain dengan menggunakan EMG biofeedback
yang berguna untuk mengukur ketegangan otot, thermal biofeedback untuk mengukur
suhu kulit, dan neurofeedback atau EEG biofeedback untuk mengukur aktivitas
gelombang otak. Tujuan dari EMG biofeedback adalah untuk membantu pasien
mengenali dan mengendalikan ketegangan otot dengan cara memberikan feedback
secara terus menerus terhadap aktivitas otot. Pada umumnya EMG biofeedback ini
digunakan untuk mengatasi stress yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit, salah
satunya pasien dengan TTH.
B. Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif adalah terapi psikologis yang berfokus pada kognitif dan
perilaku. Terapi perilaku kognitif bertujuan mengajarkan pasien untuk
mengidentifikasi pemikiran dan keyakinan yang dapat menimbulkan stres dan
kemudian mencetuskan nyeri kepala. CBT berfokus pada hubungan antara kognitif,
perilaku, dan perasaan terhadap gejala klinis, fungsi, dan kualitas hidup dari seseorang.
Diharapkan dengan CBT seseorang dapat mengubah cara untuk berpikir, bertindak,
dan merasakan dari kesulitan yang mereka hadapi.
C. Terapi relaksasi
Tujuan dari terapi relaksasi adalah untuk membantu pasien mengenali dan
mengendalikan tekanan yang cenderung meningkat dari aktivitas sehari-hari. Untuk
melaksanakan terapi ini dibutuhkan waktu selama 10 menit setiap pagi dan malam.
Terapi relaksasi membutuhkan tempat yang tenang dan kondisi pikiran pasien yang
tenang pula. Pertama pasien diminta untuk berbaring ditempat yang nyaman, sangat
penting diperhatikan agar pasien telah masuk kedalam kondisi yang sangat tenang.
Terapis memeriksa otot-otot tungkai, lengan, leher, kepala, mata, dan rahang untuk
memastikan tidak ada otot yang tegang. Ketika telah mencapai relaksasi tubuh secara
keseluruhan, pasien diminta untuk memikirkan sesuatu yang dapat membawa
ketenangan kepada dirinya selama 5 menit.
Diharapkan dengan latihan ini, pasien dapat membawa suasana yang tenang dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga diharapkan tingkat stress dalam menghadapi
kehidupan sehari-hari dapat berkurang.
D. Non-invasive physical therapy
Terapi fisik seperti perbaikan postur, pemijatan, manipulasi spinal, terapi
oromandibular, program olahraga, ultrasound, dan stimulasi elektrik digunakan dalam
terapi TTH.
E. Accupunture and nerve block
Efek profilaksis dari akupuntur telah diteliti dari beberapa percobaan pada pasien
dengan frequent episodic atau chronic TTH. Dari beberapa penelitian dan analisis,
belum ditemukan bukti yang mendukung tentang efektifitas dari terapi ini.
G. Prognosis
TTH memiliki intensitas nyeri kepala dari ringan sampai sedang oleh karena itu
jarang membuat seseorang menderita dan membutuhkan terapi darurat. Namun
walaupun tidak berbahaya, kronik TTH seringkali memberikan efek negatif terhadap
kualitas hidup, keluarga, dan produktivitas dari pekerjaan. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa ditemukan penurunan kualitas hidup dari seseorang yang menderita
kronik TTH dibandingkan orang yang tidak memiliki penyakit tersebut. Banyak orang
yang menderita kronik TTH juga mengalami depresi dan cemas.