Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

EPIDURAL HEMATOM ET CAUSA TRAUMA KAPITIS

OLEH :
KELOMPOK 5
Dolly Milan Wiranegoro XC064191020
Jacqueline Valencia XC064191002
Achmad Billy Hakiem XC064191014
Antonius Susanto XC064191021
Aaron Sebastian Surya XC064191015
Dea Ambarwati Kusuma C014182232

DOSEN PEMBIMBING:
Dr.dr. Audry Devisanty Wuysang, Sp. S(K), M.Si

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020

1
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 28 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjaga toko
BB : 70 kg
TB : 172 cm
Rumah Sakit :-
Tanggal Masuk : 14 Juni 2020

B. ANAMNESIS

1. Riwayat Penyakit Sekarang

Keluhan utama : Penurunan kesadaran pasca kecelakaan lalu lintas


Anamnesis Terpimpin :
Pasien mengalami kecelakaan tunggal dengan menggunakan sepeda motor
kurang lebih 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami penurunan
kesadaraan saat diantar ke IGD. Pasien tidak sadar selama ±15 menit. Setelah
pasien sadar, pasien tidak mengingat kejadian kecelakaan tersebut. Menurut
keterangan pasien, dia jatuh saat menghindari truk dan tidak sadarkan diri, pasien
tidak menggunakan helm saat kejadian.

Pasien mengeluh nyeri kepala. Nyeri seperti ditekan. Pasien muntah sebanyak
empat kali saat di IGD. Muntah bersifat proyektil, muntah berwarna merah
kecoklatan. Pasien merasa lemas. Kelemahan anggota gerak disangkal. Kejand
tidak ada. Pasien mengeluh sakit pada mata kiri dan penglihatan kiri pasien sedikit
tidak jelas.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami kecelakaan sebelumnya. Pasien tidak


memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes, epilepsy dan tidak memiliki
riwayat alergi.

3. Riwayat Pribadi/ Sosial/ Ekonomi


Pasien merupakan karyawan sebuah toko. Pendidikan pasien SMA. Pasien
tidak merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol serta obat-obatan
terlarang.

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
Kesan : Sakit sedang
GCS : E3M5V4
VAS : 8 dari 10
Gizi : Baik
Tekanan Darah : 105/60 mmHg
Nadi : 64 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,6˚C
o Kepala : Mesosephal, memar pada temporal sinistra, nyeri tekan (+)
o Mata : Tampak memar pada palpebral kri. Konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
o Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-)
o Hidung : Tampak deviasi septum (+), sekret (-)
o Leher : Simetris, tidak tampak tanda-tanda trauma
o Thoraks :

- Paru : Vesikular, ronki (-/-), mengi (-/-)

- Jantung : S1/S2 reguler, Gallop (-/-), murmur (-/-)


o Abdomen : Cembung, tidak teraba pembesaran hati dan limpa, bising usus
(+) menurun 3 kali menit, nyeri tekan di seluruh lapang abdomen

2. Status Neurologik
GCS : E3M5V4
Fungsi Kortikal Luhur : Normal
Pemeriksaan Tanda Ransangan Meningeal
- Kaku Kuduk (-)
- Brudzinsky I Sign (-/-)
- Brudzinsky II Sign (-/-)
- Kernig Sign (-/-)

3. Pemeriksaan Nervus Kranialis


N.I (Olfaktorius) : Normal
N.II (Optikus) : OD OS

3
Ketajaman penglihatan : N N
Lapangan penglihatan : N N
Funduskopi : Tidak dilakukan
N.III, IV, VI : OD OS
Celah kelopak mata
● Ptosis : - -
● Exoftalmus : - -
Pupil
● Ukuran/bentuk : Bundar, Ø 3 mm Bundar, Ø 3 mm
● Isokor/anisokor : Isokor Isokor
● Refleks akomodasi : + +
Gerakan bola mata
● Parese kearah : - -
● Nistagmus : - -
Refleks cahaya langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung : + +
N.V (Trigeminus):
Sensibilitas
● Menggigit : Normal
● Membuka Mulut : Normal
● Sensibilitas Muka : Normal
● Refleks Cornea : + +
● Trismus : - -
Motorik
● Inspeksi/palpasi (menggigit) : Dalam batas normal
● Refleks dagu/masseter : Dalam batas normal
● Refleks kornea : Dalam batas normal
N. VII (Facialis):
● Kedipan mata : Normal Normal
● Lipatan nasolabial : Simetris kanan dan kiri
● Sudut mulut : Simetris
● Mengerutkan dahi : Simetris
● Mengerutkan alis : Normal Normal
● Menutup mata : Normal Normal
4
● Meringis : Simetris
● Menggembungkan pipi : Simetris
● Daya kecap lidah 2/3 depan : Dalam batas normal

N.VIII (Vestibulokokhlearis):
Pendengaran : Normal
Tes Rinne/Weber : Tidak dilakukan
Tes Schwabach : Tidak dilakukan
Fungsi vestibularis : Tidak dilakukan
N. IX/X (Glosofaringeus/vagus):
Posisi arcus pharyng (istirahat/AAH) : Dalam batas normal
Reflex telan/muntah : Normal
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : Dalam batas normal
Suara : Normal
Takikardi/bradikardi : Tidak
N. XI (Aksesorius):
Memalingkan kepala : Dalam batas normal
Angkat bahu : Normal
Sikap bahu : Simetris
Trofi otot bahu : Eutrofi
N. XII (Hipoglosus):
● Deviasi lidah : Normal
● Fasikulasi lidah : Negatif
● Atrofi : Negatif
● Tremor : Negatif
● Ataxia : Negatif

4. Fungsi Motorik
5
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pergerakkan Normal Normal Normal Normal
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Normal Normal Normal Normal
Reflex Normal Normal Normal Normal
Fisologik
Reflex Negatif Negatif Negatif Negatif
Patologik

5. Sensorik : normal

6. Otonom : BAK normal, BAB normal

7. Gangguan Koordinasi :
● Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
● Tes disdiadokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Gangguan Keseimbangan
● Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

9. Pemeriksaan Sensibilitas : Baik

10. Pemeriksaan Fungsi Vegetatif


● Vasomotorik: Baik
● Sudomotorik: Baik
● Miksi: inkontinensi urin (-), retensia urin (-), anuria (-)
● Defekasi: inkontinensia alvi (-), retensio alvi (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
▪ Laboratorium :
Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 14,0 g/dL 11,7 – 15,5 g/dL
3
Leukosit 15,3 x 10 3,8 – 11,0 x 103
6
Eritrosit 4,61x 10 3,8 – 5,4 x 106
Hematokrit 43% 35 – 47%
6
Trombosit 270.000 150 – 400 x 103
MCV 90,5 82 – 98 fL
MCH 30,4 27 – 52 pg
MCHC 33,6 32 – 37 g/dL
RDW 12,3 10 -18%
MPV 7,3 7 – 11 µm3
Limfosit 0,5 1,0 – 4,5
Monosit 0,0 0,2 – 1,0
Eosinofil 0,1 0,04 – 0,8
Basofil 0,0 0 – 0,2

Kimia Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
PDW 11,1 mg/dL 10-18%
SGOT 34 U/L 0 – 50 U/L
SGPT 20 U/L 0 – 50 U/L
Ureum 18,8 mg/dL 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 0,95 mg/dL 0,62 – 1,1 mg/dL

▪ Pemeriksaan Radiologi
o X-ray Cervical AP/Lateral/Oblique

Alignment lurus
Tidak tampak kompresi maupun listesis
Tidak tampak penyempitan diskus maupun foramen intervertebralis

o Pemeriksaan Head CT Scan

7
Kesan:
Gambaran epidural hemorrhage pada region fronto-temporalparietal kiri
Tampak tanda-tanda peningkatan intracranial
Fraktur komplit bentuk linier pada os temporal kiri

E. RESUME

Pasien laki-laki usia 28 tahun diantar ke IGD dengan penurunan kesadaran setelah
kecelakaan lalu lintas. ±30 menit sebelum rumah sakit pasien kecelakaan dan tidak
sadarkan diri, saat di IGD pasien sadar dan mengalami post trauma amnesia. Pasien
mengeluh cephalgia, vomitus proyektil sebanyak empat kali berwarna merah
kecoklatan. Nyeri pada okulus sinistra dan pandangan kabur.

F. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinik : Penurunan kesadaran, cephalgia hebat
Diagnosis Topis : Intrakranial
Diagnosis Etiologi : Epidural hematom ec trauma kapitis

G. ANJURAN
- Pasien dirujuk ke RS yang terdapat dokter spesialis bedah saraf untuk dilakukan
rencana pembedahan.

H. PENATALAKSANAAN
 Non medikamentosa
- Tirah baring
- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
 Medikamentosa
- Infus Ringer Laktat 20 tetes per menit
- Piracetam 3gram/12jam/intravena

8
- Metilprednisolon 125mg/6 jam/intravena (tapering)
- Citicolin 500mg/12 jam/intravena
- Ranitidin 50mg/12 jam/intravena
- Ceftriaxone 1 gram/12 jam/intravena
- Ketorolac 30mg/12 jam/intravena
- Mecobalamin 500mcg/24 jam/intravena
- Asam Traneksamat 1 gram/12jam/intravena

I. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad sanationam : dubia ad malam
Qua ad functionam : dubia ad malam

9
BAB II
MATERI KASUS

A. DEFINISI

Hematom epidural atau dikenal dengan istilah epidural hematoma (EDH) adalah
salah satu jenis perdarahan intrakranial, dideskripsikan dengan adanya darah di ruang
epidural. Pada perdarahan epidural didapatkan perdarahan antara tabula interna tulang
tengkorak dan duramater. Perdarahan epidural 90% terjadi karena fraktur kranium di
regio temporal dan parietal. Perdarahan ini disebabkan oleh rupturnya arteri meningea
media, vena atau sinus dural.

Gambar 1. Perdarahan Epidural dan Subdural

B. ANATOMI

Anatomi kepala terdiri dari SCALP, tulang kranium, meningen, parenkim otak,
pembuluh darah otak, cairan serebrospinal (CSF), dan tentorium. SCALP merupakan
singkatan dari susunan skin atau kulit, connective tissue atau jaringan ikat, aponeurosis,
loose areolar tissue atau jaringan ikat longgar dan perikranium.
Meningen adalah selaput yang menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri atas tiga
lapisan yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras
dan tidak melekat pada selaput arakhnoid dibawahnya sehingga terdapat suatu ruang
potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan arakhnoid, dimana sering
terjadi perdarahan subdural. Selain itu juga terdapat ruang potensial di antara duramater
dan tulang kranium yang disebut ruang epidural atau extradural. Di lokasi inilah epidural
hematom terjadi.

10
Gambar 1. Lapisan Meningen

C. PATOFISIOLOGI

Perdarahan epidural umumnya terjadi karena fraktur di regio temporoparietal.


Penyebab utamanya adalah trauma kapitis atau fraktur kranium. Fraktur yang paling
ringan adalah fraktur linear namun gaya destruktifnya lebih kuat, bisa timbul fraktur yang
berupa bintang (stelatum), atau fraktur impresi yang dengan kepingan tulangnya menusuk
ke dalam ataupun fraktur yang merobek dura dan sekaligus melukai jaringan otak
(laserasio). Perdarahan epidural yang terjadi ketika pembuluh darah ruptur biasanya arteri
meningea media kemudian darah mengalir ke dalam ruang potensial antara duramater dan
tulang kranium sedangkan pada perdarahan subdural terjadi akibat trauma kepala hebat,
seperti perdarahan kontusional yang mengakibatkan rupture bridging vein yang terjadi
dalam ruangan subdural.
Fraktur kranium terjadi pada 85-95% kasus dewasa, jarang terjadi pada anak-anak-
anak karena plastisitas pada kranium yang masih imatur. Laserasi arteri maupun vena
menyebabkan perluasan perdarahan yang cepat. Manifestasi kronis atau tertunda dapat
terjadi bila perdarahan berasal dari vena. Perluasan perdarahan atau hematom tidak
melewati suture line karena duramater melekat ketat, hanya pada sebagian kecil kasus
yang sedikit melewati suture line.
Perdarahan epidural intrakranial sebagian besar berasal dari rupturnya arteri meningea
media (66%), meskipun arteri etmoidalis anterior mungkin bisa terlibat dalam cedera
kepala di daerah frontal, sinus transversus atau sinus sigmoid pada cedera oksipital, dan
sinus sagital superior pada trauma verteks. Perdarahan epidural intrakranial bilateral
terjadi 2-10% dari semua kasus perdarahan epidural akut pada orang dewasa tetapi
sangat jarang terjadi pada anak-anak. Perdarahan epidural pada fossa posterior mencapai
5% dari semua kasus perdarahan epidural.

11
Gambar 3. Patofisiologi Trauma Kapitis

D. DISKUSI – ANAMNESE

Dari anamnesa yang telah dilakukan, Tn. SA mengalami cedera kepala.


Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan
atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik .
Penurunan kesadaran pada pasien dapat terjadi akibat akselerasi yang kuat dimana
saat akselerasi terjadii pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang
batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blokade reversibel terhadap lintasan
asendens retikularis difus.  Akibat blokade tersebut, otak tidak mendapat input aferen dan
karena itu, kesadaran hilang selama blokade reversibel berlangsung dan sementara.
Keluhan muntah disertai dengan nyeri kepala pada bagian sebelah kiri dapat
disebabkan karena meningkatnya tekanan intrakranial. Beberapa hal yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan intrakranial adalah tumor otak, cedera otak
(trauma), edema otak seperti darah dan obstruksi aliran CSF. Pada pasien ini peningkatan
tekanan intrakranial dapat terjadi akibat benturan pada kepala pasien pada saat terjadi
kecelakaan.
Dalam keadaan  normal,  tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-
hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari
normal. Beberapa aktivitas tersebut di antaranya adalah pernapasan abdominal yang
dalam, batuk dan mengejan. Kenaikan sementara TIK tidak akan mengakibatkan
rusaknya jaringan otak.

Beberapa mekanisme yang menimbulkan keluhan cephalgia, antara lain:

12
1. Distensi, traksi atau dilatasi pembuluh arteri intrakranial atau ekstrakranial.
2. Traksi  atau  pergeseran  pembuluh  vena  intrakranial  yang  besar atau selubung
duramaternya.
3. Kompresi, tarikan atau inflamasi pada saraf-saraf kranial serta spinal.
4. Spasme, inflamasi dan trauma pada muskulus kranial serta servikal.
5. Iritasi meningen serta kenaikan tekanan intrakranial.

Untuk klasifikasi berdasarkan keadaan klinis didasarkan pada kesadaran pasien yang
dalam hal ini menggunakan Glasgow coma scale (GCS) sebagai patokannya. Terdapat
tiga kategori yaitu cedera kepala ringan (CKR) (GCS: 14-15), sedang (CKS) (GCS: 9-13),
dan berat (CKB) (GCS ≤ 8) Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk pedoman triase di
gawat darurat. Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi adalah sebagai
berikut:

Minimal (Simple head injury) Tidak ada penurunan kesadaran


Tidak ada amnesia post trauma
Tidak ada deficit neurologi
GCS = 15
Ringan (Mild head injury) Kehilangan kesadaran<10 menit
Tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio
atau hematom
Amnesia post trauma <1 jam
GCS = 13-15
Sedang (Moderate head injury) Kehilangan kesadaran antara >10 menit
sampai 6 jam
Terdapat lesi operatif intracranial atau
abnormal CT scan
Dapat disertai fraktur tengkorak
Amnesia post trauma 1-24 jam
GCS = 9-12
Berat (Severe head injury) Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam
Terdapat kontusio, laserasi, hematom,
edema serebral, abnormal CT scan
Amnesia post trauma >7 hari
GCS 3=8

Adapun bila didapat penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai defisit neurologis
dan abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan
klasifikasi cedera kepala berat 
Saat masuk IGD, cedera kepala pasien dapat dikategorikan ke dalam cedera kepala
sedang, karena pasien kehilangan kesadaran selama ±15 menit, dan GCS 12.

E. DISKUSI – MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Gejala klinis yang terdapat pada pasien seperti nyeri kepala akut, muntah, dan serta
ditinjau derajatnya berdasarkan Glasgow Coma Scale  (GCS 12, E3M5V4)
mengindikasikasikan untuk dilakukannya CT scan. Beberapa  indikasi   lain dilakukannya
pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:

13
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang
dan berat
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan
otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi  kemungkinan  perdarahan  intraserebral .

Dari hasil CT scan pasien, ditemukan gambaran epidural hemorrhage pada region
fronto-temporo parietal kiri. Gejala klasik epidural hematoma melibatkan hilangnya
kesadaran singkat diikuti dengan periode kesadaran yang dapat berlangsung beberapa jam
sebelum fungsi otak memburuk, kadang-kadang pasien dapat dalam keadaan koma. Jika
tidak diobati, kondisi dapat menyebabkan tekanan darah meningkat, kesulitan bernapas,
kerusakan fungsi otak dan kematian. Gejala lain diantaranya:

1. Kebingungan

2. Pusing

3. Mengantuk atau perubahan tingkat kewaspadaan

4. Pembesaran pupil pada satu mata

5. Sakit kepala berat

6. Mual atau muntah

7. Kelemahan dari bagian tubuh, biasanya pada sisi kontralateral dari pupil yang
membesar

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons
motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah
yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda
lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan
tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar
hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin
penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam,
penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran
berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar

14
setelah terjadi kecelakaan di sebut fenoma lucid interval, yang terjadi karena cedera
primer yang ringan pada epidural hematom.

F. DISKUSI – PENATALAKSANAAN DAN PROGNOSIS

Piracetam berperan meningkatkan energi (ATP) otak, meningkatkan


aktifitas adenylat kinase (AK) yang merupakan kunci metabolisme energi dimana
mengubah ADP menjadi ATP dan AMP, meningkatkan sintesis dan pertukaran
cytochrome b5 yang merupakan komponen kunci dalam rantai transport elektron dimana
energi  ATP  diproduksi  di  mitokondria. Piracetam  juga digunakan untuk perbaikan
defisit neurologi khususnya kelemahan motorik dan kemampuan bicara pada kasus-kasus
cerebral iskemia, dan juga dapat mengurangi severitas atau kemunculan post traumatik /
concussion sindrom. Piracetam mempengaruhi aktifitas otak melalui berbagai mekanisme
antara lain :
 Merangsang transmisi neuron di otak
 Merangsang metabolimse otak
 Memperbaiki mikrovaskular tanpa efek vasodilatasi

Citicolin berperan untuk perbaikan membran sel saraf melalui peningkatan


sintesis phosphatidylcholine dan perbaikan neuron kolinergik yang rusak melalui
potensiasi dari produksi asetilkolin.Citicoline juga menunjukkan kemampuan untuk
meningkatkan kemampuan kognitif, Citicoline diharapkan mampu membantu rehabilitasi
memori pada pasien dengan luka pada kepala dengan cara membantu dalam pemulihan
darah ke otak. Studi klinis menunjukkan peningkatan kemampuan kognitif dan motorik
yang lebih baik pada pasien yang terluka di kepala dan mendapatkan citicoline.
Citicolinejuga meningkatkan pemulihan ingatan pada pasien yang mengalami gegar otak.

Ceftriakson adalah derivat thiazolyl ditemukan pada tahun 1983 dari generasi ketiga
sepalosporin dengan sifat anti-laktamase dan anti kuman gram negatif kuat. Dinding sel
terdiri dari peptidoglycan. Ceftriakson menghambat sintesis peptidoglycan yang
diperlukan kuman sehingga sel mengalami lisis dan sel bakteri akan mati. Diberikan pada
pasien ini karena leukosit yang meningkat dan risiko infeksi sekunder dari trauma kapitis.

Ketorolac merupakan analgesik poten dengan anti-inflamasi sedang. Ketorolac


memperlihatkan efektivitas sebanding morfin, masa kerjanya lebih panjang dan efek
sampingnya lebih ringan. Karena ketorolac sangat selektif menghambat COX-1, maka
obat ini hanya dianjurkan dipakai tidak lebih dari 5 hari karena kemungkinan tukak
lambung dan iritasi lambung besar sekali.

Ranitidin merupakan antagonis reseptor H2 (AH2) yang bekerja menghambat sekresi


asam lambung. Perangsangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung,
dengan pemberian ranitidine maka reseptor tersebut akan dihambat secara selektif dan
reversibel sehingga sekresi asam lambung dihambat. Ranitidine diberikan sebagai
gastroprotektor  dan  mencegah  efek  samping  dan interaksi dengan obat lain, khususnya
ketorolac.

15
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang memiliki
efek glukokortikoid. Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon  jaringan
terhadap  proses  inflamasi.  Karena  itu  menurunkan  gejala inflamasi  tanpa 
dipengaruhi  penyebabnya. Metilprednisolon  menghambat  fagositosis,  pelepasan  enzim
lisosomal,  sintesis dan  atau  pelepasan  beberapa  mediator  kimia  inflamasi.  Meskipun 
mekanisme yang pastinya belum diketahui, kemungkinan efek tersebut ditimbulkan
melaluui blokade faktor penghambat makrofag, menurunkan dilatasi permeabilitas kapiler
yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler serta
hambatan terhadap sintesis asam arakhidonat-derivat mediator inflamasi (prostaglandin,
tromboksan, dan leukotrien).

Mecobalamin merupakan bentuk vitamin B12 dengan gugus metil aktif yang


berperan dalam reaksi transmetilasi dan merupakan bentuk paling aktif dibandingkan
dengan homolog vitamin B12 lainnya dalam tubuh, dalam hal kaitannya dengan
metabolisme asam nukleat, protein dan lemak. Methylcobalamin meningkatkan
metabolisme asam nukleat, protein dan lemak. Mecobalamin bekerja sebagai koenzim
dalam sintesa metionin. Mecobalamin terlibat dalam sintesis timidin pada deoksiuridin
dan mempercepat sintesis DNA dan RNA. Pada penelitian lain ditemukan mecobalamin
mempercepat sintesis Lesitin, suatu komponen utama dari selubung mielin. Mecobalamin
diperlukan untuk kerja normal sel saraf.

Asam traneksamat merupakan obat golongan anti fibrinolitik. Dalam obat ini


mengandung bahan aktif berupa asam traneksamat yang merupakan turunan sintetik dari
asam amino lisin. Asam traneksamat umum digunakan untuk mencegah, menghentikan,
ataupun mengurangi pendarahan yang masif saat menjalani prosedur pembedahan,
epistaksis atau mimisan, pendarahan menstruasi yang berat, angioedema herediter, dan
beberapa kondisi medis lainnya. Saat seseorang mengalami pendarahan, tubuh akan
membentuk bekuan darah sehingga pendarahan tersebut dapat berhenti. Asam
traneksamat bekerja dengan mencegah degradasi atau pemecahan bekuan darah tersebut
sehingga dapat mencegah, menghentikan, ataupun mengurangi pendarahan yang tidak
diinginkan.

  Pasien dirujuk untuk dilakukan tindakan pembedahan. Indikasi untuk tindakan


operatif pada kasus epidural hematom dikarenakan cedera kepala ditentukan oleh kondisi
klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan
panduan sebagai berikut:

1. Volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau


lebih dari 20cc di daerah infratentorial.
2. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala
dan tanda fokal neurologis semakin berat/
3. Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat.
4. Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm.
5. Terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.
6. Terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan ulang CT scan.
7. Terjadi gejala herniasi otak.
8. Terjadi kompresi atau obliterasi sisterna basalis.

16
Prognosis epidural hematom dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, gerakan
motorik, dan reaksi pupil. Usia pasien merupakan faktor terpenting dalam menentukan
prognosis. Semkain tua usia maka prognosis semakin buruk karena umumnya tidak
mampu mengkompensasi perubah-perubahan yang terjadi. Faktor lain yang menentukan
prognosis adalah berdasarkan waktu Post Traumatic Amnesia (PTA). Pasien dengan PTA
1 jam, 80% dapat sembuh dalam 6 bulan. 60% pasien mengalami gejala sisa selama 2
bulan dan sekitar 40% mengalami gejala sisa dalam 18 bulan. Sebagian besar penderita
cedera otak ringan pulih sempurna, walaupun mungkin ada gejala sisa yang sangat ringan.
Bagaimanapun juga, kurang lebih 3% mengalami perburukan yang tidak terduga,
mengakibatkan disfungsi neurologis yang berat kecuali bila perubahan kesadaran dapat
dideteksi lebih awal.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D EGC,
Jakarta, 2004, 818-819

2. Cherie Mininger. Epidural Hematoma. Dalam: Michael I. Greennberg, MD, MPH.


Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jilid 1. Edisi: 1. Jakarta: Erlangga; 2008. h. 51.

3. Setiyohadi Bambang, Imam Subekti. Pemeriksaan Fisis Umum dalam: Aru W.Sudoyo,
dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: InternaPublishing;
2009. h.30

4. American College of Surgeons Committee On Trauma. Advanced Trauma Life Support


Untuk Dokter. Uniter States of America: Komisi ATLS Pusat; 2004. h.45-47

5. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta, 2005

6. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta, 2004

7. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3 November


2007. Pekanbaru

8. Prawirohardjo P, patofisiologi peningkatan tekanan intrakranial pada cedera otak


traumatik. Dalam buku Neurotrauma. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2015;1-2

9. Tanto, Chris dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Keempat, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: Media Aesculapius, 2014. h. 984-986

18

Anda mungkin juga menyukai