OLEH :
KELOMPOK 5
Dolly Milan Wiranegoro XC064191020
Jacqueline Valencia XC064191002
Achmad Billy Hakiem XC064191014
Antonius Susanto XC064191021
Aaron Sebastian Surya XC064191015
Dea Ambarwati Kusuma C014182232
DOSEN PEMBIMBING:
Dr.dr. Audry Devisanty Wuysang, Sp. S(K), M.Si
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 28 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Penjaga toko
BB : 70 kg
TB : 172 cm
Rumah Sakit :-
Tanggal Masuk : 14 Juni 2020
B. ANAMNESIS
Pasien mengeluh nyeri kepala. Nyeri seperti ditekan. Pasien muntah sebanyak
empat kali saat di IGD. Muntah bersifat proyektil, muntah berwarna merah
kecoklatan. Pasien merasa lemas. Kelemahan anggota gerak disangkal. Kejand
tidak ada. Pasien mengeluh sakit pada mata kiri dan penglihatan kiri pasien sedikit
tidak jelas.
2
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
Kesan : Sakit sedang
GCS : E3M5V4
VAS : 8 dari 10
Gizi : Baik
Tekanan Darah : 105/60 mmHg
Nadi : 64 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,6˚C
o Kepala : Mesosephal, memar pada temporal sinistra, nyeri tekan (+)
o Mata : Tampak memar pada palpebral kri. Konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
o Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-)
o Hidung : Tampak deviasi septum (+), sekret (-)
o Leher : Simetris, tidak tampak tanda-tanda trauma
o Thoraks :
2. Status Neurologik
GCS : E3M5V4
Fungsi Kortikal Luhur : Normal
Pemeriksaan Tanda Ransangan Meningeal
- Kaku Kuduk (-)
- Brudzinsky I Sign (-/-)
- Brudzinsky II Sign (-/-)
- Kernig Sign (-/-)
3
Ketajaman penglihatan : N N
Lapangan penglihatan : N N
Funduskopi : Tidak dilakukan
N.III, IV, VI : OD OS
Celah kelopak mata
● Ptosis : - -
● Exoftalmus : - -
Pupil
● Ukuran/bentuk : Bundar, Ø 3 mm Bundar, Ø 3 mm
● Isokor/anisokor : Isokor Isokor
● Refleks akomodasi : + +
Gerakan bola mata
● Parese kearah : - -
● Nistagmus : - -
Refleks cahaya langsung : + +
Refleks cahaya tidak langsung : + +
N.V (Trigeminus):
Sensibilitas
● Menggigit : Normal
● Membuka Mulut : Normal
● Sensibilitas Muka : Normal
● Refleks Cornea : + +
● Trismus : - -
Motorik
● Inspeksi/palpasi (menggigit) : Dalam batas normal
● Refleks dagu/masseter : Dalam batas normal
● Refleks kornea : Dalam batas normal
N. VII (Facialis):
● Kedipan mata : Normal Normal
● Lipatan nasolabial : Simetris kanan dan kiri
● Sudut mulut : Simetris
● Mengerutkan dahi : Simetris
● Mengerutkan alis : Normal Normal
● Menutup mata : Normal Normal
4
● Meringis : Simetris
● Menggembungkan pipi : Simetris
● Daya kecap lidah 2/3 depan : Dalam batas normal
N.VIII (Vestibulokokhlearis):
Pendengaran : Normal
Tes Rinne/Weber : Tidak dilakukan
Tes Schwabach : Tidak dilakukan
Fungsi vestibularis : Tidak dilakukan
N. IX/X (Glosofaringeus/vagus):
Posisi arcus pharyng (istirahat/AAH) : Dalam batas normal
Reflex telan/muntah : Normal
Pengecap 1/3 lidah bagian belakang : Dalam batas normal
Suara : Normal
Takikardi/bradikardi : Tidak
N. XI (Aksesorius):
Memalingkan kepala : Dalam batas normal
Angkat bahu : Normal
Sikap bahu : Simetris
Trofi otot bahu : Eutrofi
N. XII (Hipoglosus):
● Deviasi lidah : Normal
● Fasikulasi lidah : Negatif
● Atrofi : Negatif
● Tremor : Negatif
● Ataxia : Negatif
4. Fungsi Motorik
5
Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pergerakkan Normal Normal Normal Normal
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Normal Normal Normal Normal
Reflex Normal Normal Normal Normal
Fisologik
Reflex Negatif Negatif Negatif Negatif
Patologik
5. Sensorik : normal
7. Gangguan Koordinasi :
● Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
● Tes disdiadokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Gangguan Keseimbangan
● Tes Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
▪ Laboratorium :
Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 14,0 g/dL 11,7 – 15,5 g/dL
3
Leukosit 15,3 x 10 3,8 – 11,0 x 103
6
Eritrosit 4,61x 10 3,8 – 5,4 x 106
Hematokrit 43% 35 – 47%
6
Trombosit 270.000 150 – 400 x 103
MCV 90,5 82 – 98 fL
MCH 30,4 27 – 52 pg
MCHC 33,6 32 – 37 g/dL
RDW 12,3 10 -18%
MPV 7,3 7 – 11 µm3
Limfosit 0,5 1,0 – 4,5
Monosit 0,0 0,2 – 1,0
Eosinofil 0,1 0,04 – 0,8
Basofil 0,0 0 – 0,2
Kimia Darah
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
PDW 11,1 mg/dL 10-18%
SGOT 34 U/L 0 – 50 U/L
SGPT 20 U/L 0 – 50 U/L
Ureum 18,8 mg/dL 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 0,95 mg/dL 0,62 – 1,1 mg/dL
▪ Pemeriksaan Radiologi
o X-ray Cervical AP/Lateral/Oblique
Alignment lurus
Tidak tampak kompresi maupun listesis
Tidak tampak penyempitan diskus maupun foramen intervertebralis
7
Kesan:
Gambaran epidural hemorrhage pada region fronto-temporalparietal kiri
Tampak tanda-tanda peningkatan intracranial
Fraktur komplit bentuk linier pada os temporal kiri
E. RESUME
Pasien laki-laki usia 28 tahun diantar ke IGD dengan penurunan kesadaran setelah
kecelakaan lalu lintas. ±30 menit sebelum rumah sakit pasien kecelakaan dan tidak
sadarkan diri, saat di IGD pasien sadar dan mengalami post trauma amnesia. Pasien
mengeluh cephalgia, vomitus proyektil sebanyak empat kali berwarna merah
kecoklatan. Nyeri pada okulus sinistra dan pandangan kabur.
F. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Klinik : Penurunan kesadaran, cephalgia hebat
Diagnosis Topis : Intrakranial
Diagnosis Etiologi : Epidural hematom ec trauma kapitis
G. ANJURAN
- Pasien dirujuk ke RS yang terdapat dokter spesialis bedah saraf untuk dilakukan
rencana pembedahan.
H. PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
- Tirah baring
- Posisi kepala ditinggikan 30 derajat
Medikamentosa
- Infus Ringer Laktat 20 tetes per menit
- Piracetam 3gram/12jam/intravena
8
- Metilprednisolon 125mg/6 jam/intravena (tapering)
- Citicolin 500mg/12 jam/intravena
- Ranitidin 50mg/12 jam/intravena
- Ceftriaxone 1 gram/12 jam/intravena
- Ketorolac 30mg/12 jam/intravena
- Mecobalamin 500mcg/24 jam/intravena
- Asam Traneksamat 1 gram/12jam/intravena
I. PROGNOSIS
Qua ad vitam : dubia ad malam
Qua ad sanationam : dubia ad malam
Qua ad functionam : dubia ad malam
9
BAB II
MATERI KASUS
A. DEFINISI
Hematom epidural atau dikenal dengan istilah epidural hematoma (EDH) adalah
salah satu jenis perdarahan intrakranial, dideskripsikan dengan adanya darah di ruang
epidural. Pada perdarahan epidural didapatkan perdarahan antara tabula interna tulang
tengkorak dan duramater. Perdarahan epidural 90% terjadi karena fraktur kranium di
regio temporal dan parietal. Perdarahan ini disebabkan oleh rupturnya arteri meningea
media, vena atau sinus dural.
B. ANATOMI
Anatomi kepala terdiri dari SCALP, tulang kranium, meningen, parenkim otak,
pembuluh darah otak, cairan serebrospinal (CSF), dan tentorium. SCALP merupakan
singkatan dari susunan skin atau kulit, connective tissue atau jaringan ikat, aponeurosis,
loose areolar tissue atau jaringan ikat longgar dan perikranium.
Meningen adalah selaput yang menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri atas tiga
lapisan yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras
dan tidak melekat pada selaput arakhnoid dibawahnya sehingga terdapat suatu ruang
potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan arakhnoid, dimana sering
terjadi perdarahan subdural. Selain itu juga terdapat ruang potensial di antara duramater
dan tulang kranium yang disebut ruang epidural atau extradural. Di lokasi inilah epidural
hematom terjadi.
10
Gambar 1. Lapisan Meningen
C. PATOFISIOLOGI
11
Gambar 3. Patofisiologi Trauma Kapitis
D. DISKUSI – ANAMNESE
12
1. Distensi, traksi atau dilatasi pembuluh arteri intrakranial atau ekstrakranial.
2. Traksi atau pergeseran pembuluh vena intrakranial yang besar atau selubung
duramaternya.
3. Kompresi, tarikan atau inflamasi pada saraf-saraf kranial serta spinal.
4. Spasme, inflamasi dan trauma pada muskulus kranial serta servikal.
5. Iritasi meningen serta kenaikan tekanan intrakranial.
Untuk klasifikasi berdasarkan keadaan klinis didasarkan pada kesadaran pasien yang
dalam hal ini menggunakan Glasgow coma scale (GCS) sebagai patokannya. Terdapat
tiga kategori yaitu cedera kepala ringan (CKR) (GCS: 14-15), sedang (CKS) (GCS: 9-13),
dan berat (CKB) (GCS ≤ 8) Tujuan klasifikasi tersebut adalah untuk pedoman triase di
gawat darurat. Adapun pembagian cedera kepala menurut Perdossi adalah sebagai
berikut:
Adapun bila didapat penurunan kesadaran lebih dari 24 jam disertai defisit neurologis
dan abnormalitas CT Scan berupa perdarahan intrakranial, penderita dimasukkan
klasifikasi cedera kepala berat
Saat masuk IGD, cedera kepala pasien dapat dikategorikan ke dalam cedera kepala
sedang, karena pasien kehilangan kesadaran selama ±15 menit, dan GCS 12.
Gejala klinis yang terdapat pada pasien seperti nyeri kepala akut, muntah, dan serta
ditinjau derajatnya berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS 12, E3M5V4)
mengindikasikasikan untuk dilakukannya CT scan. Beberapa indikasi lain dilakukannya
pemeriksaan CT-scan pada kasus trauma kepala adalah seperti berikut:
13
1. Bila secara klinis (penilaian GCS) didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang
dan berat
2. Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak.
3. Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii.
4. Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan kesadaran.
5. Sakit kepala yang hebat.
6. Adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial atau herniasi jaringan
otak.
7. Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral .
Dari hasil CT scan pasien, ditemukan gambaran epidural hemorrhage pada region
fronto-temporo parietal kiri. Gejala klasik epidural hematoma melibatkan hilangnya
kesadaran singkat diikuti dengan periode kesadaran yang dapat berlangsung beberapa jam
sebelum fungsi otak memburuk, kadang-kadang pasien dapat dalam keadaan koma. Jika
tidak diobati, kondisi dapat menyebabkan tekanan darah meningkat, kesulitan bernapas,
kerusakan fungsi otak dan kematian. Gejala lain diantaranya:
1. Kebingungan
2. Pusing
7. Kelemahan dari bagian tubuh, biasanya pada sisi kontralateral dari pupil yang
membesar
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation
retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini
terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini
mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons
motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah
yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda
lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan
tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar
hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin
penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam,
penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran
berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar
14
setelah terjadi kecelakaan di sebut fenoma lucid interval, yang terjadi karena cedera
primer yang ringan pada epidural hematom.
Ceftriakson adalah derivat thiazolyl ditemukan pada tahun 1983 dari generasi ketiga
sepalosporin dengan sifat anti-laktamase dan anti kuman gram negatif kuat. Dinding sel
terdiri dari peptidoglycan. Ceftriakson menghambat sintesis peptidoglycan yang
diperlukan kuman sehingga sel mengalami lisis dan sel bakteri akan mati. Diberikan pada
pasien ini karena leukosit yang meningkat dan risiko infeksi sekunder dari trauma kapitis.
15
Metilprednisolon merupakan kortikosteroid dengan kerja intermediate yang memiliki
efek glukokortikoid. Glukokortikoid menurunkan atau mencegah respon jaringan
terhadap proses inflamasi. Karena itu menurunkan gejala inflamasi tanpa
dipengaruhi penyebabnya. Metilprednisolon menghambat fagositosis, pelepasan enzim
lisosomal, sintesis dan atau pelepasan beberapa mediator kimia inflamasi. Meskipun
mekanisme yang pastinya belum diketahui, kemungkinan efek tersebut ditimbulkan
melaluui blokade faktor penghambat makrofag, menurunkan dilatasi permeabilitas kapiler
yang terinflamasi dan mengurangi lekatan leukosit pada endotelium kapiler serta
hambatan terhadap sintesis asam arakhidonat-derivat mediator inflamasi (prostaglandin,
tromboksan, dan leukotrien).
16
Prognosis epidural hematom dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu usia, gerakan
motorik, dan reaksi pupil. Usia pasien merupakan faktor terpenting dalam menentukan
prognosis. Semkain tua usia maka prognosis semakin buruk karena umumnya tidak
mampu mengkompensasi perubah-perubahan yang terjadi. Faktor lain yang menentukan
prognosis adalah berdasarkan waktu Post Traumatic Amnesia (PTA). Pasien dengan PTA
1 jam, 80% dapat sembuh dalam 6 bulan. 60% pasien mengalami gejala sisa selama 2
bulan dan sekitar 40% mengalami gejala sisa dalam 18 bulan. Sebagian besar penderita
cedera otak ringan pulih sempurna, walaupun mungkin ada gejala sisa yang sangat ringan.
Bagaimanapun juga, kurang lebih 3% mengalami perburukan yang tidak terduga,
mengakibatkan disfungsi neurologis yang berat kecuali bila perubahan kesadaran dapat
dideteksi lebih awal.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D EGC,
Jakarta, 2004, 818-819
3. Setiyohadi Bambang, Imam Subekti. Pemeriksaan Fisis Umum dalam: Aru W.Sudoyo,
dkk, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: InternaPublishing;
2009. h.30
5. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta, 2005
6. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat, Jakarta, 2004
9. Tanto, Chris dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Keempat, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: Media Aesculapius, 2014. h. 984-986
18