Anda di halaman 1dari 13

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Juli 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

NYERI NEUROPATIK

Oleh:
\

Oleh:
Dolly Milan Wiranegoro XC064191020
Jacqueline Valencia XC064191002
Achmad Billy Hakiem XC064191014
Antonius Susanto XC064191021
Aaron Sebastian Surya XC064191015
Dea Ambarwati Kusuma C014182232

Residen Pembimbing:
dr. Iqramansyah

Supervisor Pembimbing:
Dr. dr. Audry Devisanty Wuysang, Sp.S (K), M.Si

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN


ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2020
NYERI NEUROPATIK

1. DEFINISI
Pengertian nyeri neuropatik menurut International Association for The Study of
Pain (IASP) adalah “nyeri yang dipicu atau disebabkan oleh lesi primer atau disfungsi
dari sistem saraf” dan dapat disebabkan oleh kompresi atau infiltrasi dari nervus oleh
suatu tumor, tergantung di mana lesi atau disfungsi terjadi. Nyeri neuropatik ditandai
dengan hipersensitivitas abnormal terhadap rangsangan (hiperalgesia) dan respons
nosiseptif terhadap rangsangan yang tidak berbahaya (allodynia). Pada dasarnya nyeri
neuropatik dapat dibagi menjadi dua yaitu berdasarkan asalnya yaitu perifer dan sentral,
juga berdasarkan waktunya, yakni nyeri neuropatik akut dan kronik. Ada beberapa
masalah dalam bidang kedokteran paliatif yang menyulitkan dalam mendiagnosis dan
menangani nyeri neuropatik, dan tak ada satupun hasil yang memuaskan yang dapat
menyebabkan hilangnya nyeri. Dalam membuat suatu diagnosa adanya nyeri neuropatik
diperlukan anamnesis yang tepat tentang apa yang sedang dirasakan pasien, baik tipenya
maupun derajat dari nyeri tersebut1,2.

2. EPIDEMIOLOGI

Perkiraan kejadian dan prevalensi nyeri neuropatik telah sulit karena kurangnya
kriteria diagnostik sederhana untuk survei epidemiologi besar pada populasi umum.
Dengan demikian, prevalensi nyeri neuropatik pada populasi nyeri kronis terutama telah
diperkirakan berdasarkan studi yang dilakukan oleh pusat-pusat khusus dengan fokus
pada kondisi spesifik, seperti neuralgia postherpetic, polyneuropathy diabetes yang
menyakitkan, nyeri neuropatik pasca-bedah, multiple sclerosis, sumsum tulang belakang.
cedera, stroke, dan kanker3.

Nyeri neuropatik kronis lebih sering terjadi pada wanita (8% berbanding 5,7%
pada pria) dan pada pasien> 50 tahun (8,9% berbanding 5,6% pada mereka yang <49
tahun), dan paling sering memengaruhi punggung bagian bawah dan anggota tubuh
bagian bawah, leher dan tungkai atas. Radikulopati nyeri lumbar dan serviks mungkin
merupakan penyebab paling sering dari nyeri neuropatik kronis. Konsisten dengan data
ini, survei terhadap> 12.000 pasien dengan nyeri kronis dengan tipe nyeri nociceptive
dan neuropathic, merujuk pada spesialis nyeri di Jerman, mengungkapkan bahwa 40%
dari semua pasien mengalami setidaknya beberapa karakteristik nyeri neuropatik (seperti
sensasi terbakar, mati rasa dan kesemutan); pasien dengan nyeri punggung kronis dan
radiculopathy sangat terpengaruh3.

3. ETIOLOGI

Nyeri neuropatik dapat terjadi akibat lesi di susunan saraf pusat (nyeri sentral)
atau kerusakan saraf perifer (nyeri perifer). Nyeri neuropatik berasal dari saraf perifer di
sepanjang perjalanannya atau dari SSP karena gangguan fungsi, tanpa melibatkan
eksitasi reseptor nyeri spesifik (nosiseptor). Gangguan ini dapat disebabkan oleh
kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemik, dan gangguan metabolik pada badan sel
neuron4.

Nyeri sentral neuropatik adalah suatu konsep yang berkembang akibat


bertambahnya bukti bahwa kerusakan ujung-ujung saraf nosiseptif perifer di jaringan
lunak, pleksus saraf, dan saraf itu sendiri juga dapat menyebabkan nyeri sentral
nosiseptif melalui proses sensitasi. Sindrom nyeri thalamus adalah salah satu nyeri
neuropatik sentral. Nyeri sentral neuropatik juga dapat ditemukan pada pasien post
stroke, multiple sklerosis, spinal cord injury, dan penyakit Parkinson. Nyeri neuropatik
perifer terjadi akibat kerusakan saraf perifer. Kerusakan yang berasal dari perifer
menyebabkan tidak saja pelepasan muatan spontan serat saraf perifer yang terkena
tetapi juga lepasnya muatan spontan sel-sel ganglion akar dorsal saraf yang rusak.
Contoh sindrom yang mungkin dijumpai adalah neuralgia pascaherpes, neuropati
diabetes, neuralgia trigeminus, kausalgi, phantom-limb pain, kompresi akibat tumor,
dan post operasi4,5.

Nyeri neuropatik juga dapat dihubungkan dengan penyakit infeksi, yang


paling sering adalah HIV. Cytomegalovirus, yang sering ada pada penderita HIV,
juga dapat menyebabkan low back pain, radicular pain, dan mielopati. Nyeri neuropatik
adalah hal yang paling sering dan penting dalam morbiditas pasien kanker. Nyeri
pada pasien kanker dapat timbul dari kompresi tumor pada jaringan saraf atau
kerusakan sistem saraf karena radiasi atau kemoterapi6.
Tabel 1. Etiologi Nyeri Neuropatik7
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan
penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri
terdapat empat proses tersendiri: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi8.
 Transduksi merupakan suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus, misalnya tusukan jarum, ke dalam impuls
nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu
serabut Aβ, Aδ, dan C. Serabut yang berespon terhadap stimulasi non
noksius dikategorikan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor.
 Transmisi adalah suatu proses di mana impuls disalurkan menuju kornu
dorsalis medulla spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik melewati
thalamus menuju korteks sensorik primer. Neuron aferen primer merupakan
pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi.
 Modulasi proses inhibisi sinyal neural terkait nyeri. Proses ini terutama
terjadi di kornu dorsalis medulla spinalis. Serangkaian reseptor opioid seperti
μ, κ, dan δ dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga
mempunyai jalur desenden yang berasal dari korteks frontalis, hipotalamus,
dan area otak lainnya ke midbrain dan medulla oblongata, selanjutnya
menuju medulla spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah
penguatan, atau bahkan penghambatan sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
 Persepsi nyeri kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil
dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan
karakteristik individu lainnya. Bagian tubuh yang berperan sebagai reseptor
nyeri adalah ujung saraf yang terdapat pada dermis, otot, jaringan ikat,
kornea, periosteum dan endosteum, pleura parietalis, membran peritoneum,
serta kapsula sinovium.
Gambar 1. Jalur Nosisepsi9

Proses terjadinya nyeri ini melalui traktus spinotalamikus anterolateral, atau traktus
asenden. Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri akut tajam
dan kronik lambat, bersinap di substansia gelatinosa kornu dorsalis, memotong medula spinalis
dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus atau cabang paleospinotalamikus traktus spino
talamikus anterolateralis. Traktus neospinotalamikus yang terutama diaktifkan oleh aferen
perifer A delta, bersinap di nukleus ventropostero lateralis talamus dan melanjutkan diri secara
langsung ke kortek somato sensorik girus pasca sentralis, tempat nyeri dipersepsikan sebagai
sensasi yang tajam dan berbatas tegas. Cabang paleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan
oleh aferen perifer serabt saraf C adalah suatu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral ke
formatio retikularis batang otak dan struktur lain. Serat-serat ini mempengaruhi hipotalamus
dan sistem limbik serta kortek serebri. Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi
mencakup tiga komponen yaitu 1) substansia grisea periaquaductus (PAG) dan substansia
grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas yang mengelilingi aquaductus Sylvius.
2) Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus (NRM) yang terletak
di pons bagian bawah dan medula oblongata bagian atas dan nukleus retikularis
paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis. 3) Impuls ditransmisikan ke bawah menuju
kolumna dorsalis medula spinalis ke suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu
dorsalis medula spinalis8,10,11.

Kerusakan jaringan dapat berupa ran gkaian peristiwa yang terjadi di nosiseptor
disebut nyeri inflamasi akut ataunyeri nosiseptif, atau terjadi di jaringan saraf, baik serabut
saraf pusat maupun perifer disebut nyeri neuropatik. Trauma atau lesi di jaringan akan direspon
oleh nosiseptor dengan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi, seperti bradikinin,
prostaglandin, dan histamin. Mediator inflamasi dapat mengaktivasi nosiseptor yang
menyebabkan munculnya nyeri spontan, a tau membuat nosiseptor lebih sensitif (sensitasi)
secara langsung maupun tidak langsung. Sensitasi nosiseptor menyebabkan munculnya
hiperalgesia. Trauma atau lesi serabut saraf di perifer atau sentral dapat memacu terjadinya
remodelling atau hipereksibilitas membran sel. Di bagian proksimal lesi yang masih
berhubungan dengan badan sel dalam beberapa jam atau hari, tumbuh tunas-tunas baru
(sprouting). Tunas-tunas baru ini, ada yang tumbuh dan mencapai organ target, sedangkan
sebagian lainnya tidak mencapai organ target dan membentuk semacam pentolan yang disebut
neuroma. Pada neuroma terjadi akumulasi berbagai ion-channel, terutama Na+ channel.
Akumulasi Na+ channel menyebabkan munculnya ectopic pacemaker. Di samping ion channel
juga terlihat adanya molekul-molekul transducer dan reseptor baru yang semuanya dapat
menyebabkan terjadinya ectopic discharge, abnormal mechanosensitivity, thermosensitivity,
dan chemosensitivity. Eksitabilitas ektopik dan sensitisasi dari berbagai reseptor dapat
menyebabkan timbulnya nyeri neuropatik10-12.

Gambar 2. Kontribusi perubahan saraf perifer dan pusat kepada nyeri neuropatik 12
5. KLASIFIKASI13

Berdasarkan penyakit yang mendahului & letak anatomi

 Perifer: Neuropati, Herpes Zoster, Radikulopati, Neoplasma


 Spinal: Arakhnoiditis, Multiple Sclerosis
 Central: Stroke, syringomyelia, NeoPlasma, multiple sclerosis

Berdasarkan gejala

 Nyeri Spontan (nyeri tanpa stimulus)


o Continue: paresthesia, disestesia, continuous burning pain
o Paroxysmal: shooting pain (hentakan), Lancinating pain (tikaman)
 Nyeri Stimulus
o Hiperalgesia: mekanik, thermal
o Allodinia: mekanik, thermal

6. DIAGNOSIS

Pasien dengan nyeri neuropatik biasanya akan mengeluh sensasi positif dan
sensasi negative. Keluhan sensasi positif seperti rasa terbakar, rasa tertusuk, rasa
tertikam, rasa teriris, rasa tersetrum, rasa dingin dan kesemutan sering dijumpai. Kadang
disertai hiperpatia (adanya sumasi dan nyeri setelah sensasi).

Nyeri spontan tanpa adanya stimulus tersebut dapat menetap dengan intesitas
nyeri yang berfluktuasi, dapat pula berupa variasi serangan paroksismal dan eksaserbasi.
Nyeri dapat pula dikeluhkan setelah adanya stimulus eksternal seperti saat teraba,
disentuh, suhu panas atau dingin bahkan saat ansietas dan excitement. Nyeri dapat pula
terasa berlebihan saat menerima rangsangan nyeri. Sensasi negatif dikeluhkan berupa
baal atau hipestesi bahkan anestesi.

Pada pemeriksaan sensibilitas, dicari nyeri yang dibangkitkan stimulus yaitu


alodinia (stimulus bukan noksius akan terasa nyeri) atau hiperalgesia (sensitivitas
meningkat terhadap stimulus noksius) dan adanya hipestesi (berkurangnya sensasi) dan
diperlihatkan apakah sesuai dengan area anatomi persarafannya14.
Penilaian pasien yang diduga menderita nyeri neuropatik ditujukan untuk hal-hal
berikut: (1) menentukan apakah benar suatu nyeri neuropatik, (2) memastikan lokasi lesi
saraf, (3) menentukan kausa, (4) menentukan dampak nyeri pada status fungsional, dan
(5) menentukan dampak nyeri pada kondisi depresi, kecemasan, dan gangguan tidur14.

Tabel 2. Penilaian nyeri neuropatik15

Neuropati, hal yang mendasar pada nyeri neuropatik perifer, dapat bersifat fokal,
multifokal atau distribusi yang difuse, yang bersifat fokal dapat berasal dari saraf, akar
saraf atau kadang-kadang dari plexus. Ada kalanya, nyeri neuropatik sentral (medula
spinalis maupun otak) juga dapat menyebabkan nyeri yang bersifat fokal. Di negara
berkembang, kebanyakan kasus yang dijumpai adalah demyelisasi. Neuralgia atau yang
berasal dari radiks saraf cenderung untuk mengikuti distribusi dari dermatom dan
memiliki ciri tertentu dari distribusinya, distribusi nyeri bagaimanapun juga, tidak selalu
merupakan indikator dalam menunjukkan asal dari nyeri tersebut. Distribusi dari
parestesia dapat menjadi indikator yang efektif dalam menunjukkan asal dari suatu lesi
nyeri neuropatik16.

Tes darah juga bermanfaat untuk memeriksa peningkatan kadar gula darah,
mencari tahu adanya diabetes, defisiensi vitamin, unsur beracun, gangguan keturunan,
dan bukti respons imun abnormal. Tes pemindaian, seperti foto Rontgen, CT scan, dan
MRI juga penting untuk mengetahui apakah ada tekanan atau kerusakan pada saraf17.
Sedangkan pemeriksaan untuk melihat fungsi saraf adalah Elektromiografi
(EMG), tes konduksi saraf (NCV), dan biopsi saraf. EMG berfungsi untuk mengukur
fungsi saraf. Sedangkan biopsi saraf merupakan prosedur pengambilan sebagian kecil
saraf, biasanya saraf sensorik, untuk mencari kelainan. Biopsi kulit juga bisa dilakukan
untuk memeriksa kedalaman serat saraf pada kulit. Namun, kedua metode tersebut jarang
dilakukan. Tes konduksi saraf berfungsi untuk mengukur kecepatan penghataran sinyal
pada saraf17.

7. TATALAKSANA

Selain kontrol gejala, manajemen pasien dengan nyeri neuropatik membutuhkan


evaluasi ulang berkala untuk mengesampingkan pengobatan lain kondisi medis yang
mendasarinya. dalam banyak hal kasus, berbagai tantangan dan kompleksitas dari
masing-masing kasus dapat mengindikasikan perlunya perawatan yang lebih intensif
serta multimodal, strategi manajemen nyeri multidisiplin18.

Terapi farmakologi dengan pemberian analgetik seperti asetaminofen atau obat


anti inflamasi nonsteroid berguna untuk nyeri inflamasi pada nyeri campuran. Untuk
pengobatan nyeri neuropatik dapat diberikan antara lain antidepresan, antikonvulsan, anti
aritmik dan anestesi local.

Banyak jenis obat obat yang telah digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik,
termasuk diantaranya antiepilepsi spektrum luas (AEDs), misalnya karbamazepin,
fenitoin, okskarbazepin, gabapentin, pregabalin, lamotrigin, penobarbital, fenitoin,
topiramate, dan valproic bekerja dengan mengurangi loncatan listrik pada neuron melalui
blokade dari voltage dependent sodium dan kalsium channel. Obat lainnya (mis,
penobarbital, tiagabine, topiramate, vigabatrine, valproat) bekerja dengan meningkatkan
inhibisi neurotransmitter atau secara langsung turut campur dalam transmisi eksitatorik18.

Berbagai agen farmasi dievaluasi untuk pengobatan depresi, dan dengan demikian
disebut sebagai obat antidepresan, telah diklasifikasikan menurut struktur kimianya dan /
atau farmakologis mekanisme dan termasuk yang lebih tua antidepresan trisiklik (TCA;
misalnya, amitriptyline, nortriptyline, dan imipramine), serotonin selektif reuptake
inhibitor (mis., fluoxetine), SNRI (misalnya, venlafaxine dan duloxetine), monoamine
inhibitor oksidase (misalnya, moclobemide), dan lain-lain. Antidepresan mengurangi
nyeri kronis pada pasien depresi dan nondepresi, menyarankan mekanisme analgesik
independen. Namun, manfaat tambahan dari obat ini mungkin termasuk pengobatan
depresi komorbiditas dan gangguan tidur yang berhubungan dengan nyeri. mekanisme
analgesik obat antidepresan termasuk peningkatan ketersediaan supraspinal pada
norepinefrin (dan peningkatan descending kontrol bulbospinal penghambatan), aktivasi
reseptor m dan d-opioid endogen, natrium blokade saluran, dan reseptor NMDA
penghambatan. banyak dosis dikendalikan secara acak percobaan (RCT) TCA
menunjukkan kemanjuran dalam neuropati diabetes yang parah postherpetic neuralgia
dan nyeri poststroke sentral18.

Tabel 3. Rekomendasi Obat untuk Nyeri Neuropatik18


Tabel 4. Efek Samping Obat-obatan Nyeri Neuropatik18

DAFTAR PUSTAKA

1. Baron R. Neuropathic pain: a clinical perspective. Handb Exp Pharmacol. 2009;


(194):3-30. doi:10.1007/978-3-540-79090-7_1

2. Cavalli E, Mammana S, Nicoletti F, Bramanti P, Mazzon E. The neuropathic pain: An


overview of the current treatment and future therapeutic approaches. Int J
Immunopathol Pharmacol. 2019;33:2058738419838383.
doi:10.1177/2058738419838383

3. Colloca L, Ludman T, Bouhassira D, et al. Neuropathic pain. Nat Rev Dis Primers.
2017;3:17002. Published 2017 Feb 16. doi:10.1038/nrdp.2017.2

4. Web MD (2018). Understanding Peripheral Neuropathy – the Basics.

5. NHS UK (2019). Health A to Z. Peripheral Neuropathy.

6. Stoppler, M.C. Emedicine health (2018). Neuropathy.


7. Nicholson B. Differential Diagnosis: Nociceptive and Neuropathic Pain. The
American Journal of Managed Care June 2006; 12: S256-S262

8. Bahrudin M. 2017. Patofisiologi nyeri. Saintika Medika: Jurnal Ilmu Kesehatan dan
Kedokteran Keluarga. 13(1):7-13

9. Mattox KL, Moore EE, Feliciano DV. 2017. Trauma, 8th Edition.

10. Yan, Li, Zhou, Ao, Fang, Li. 2017. Research progress of mechanisms and drug
therapy for neuropathic pain. Life Sciences 190:68-77

11. McCance KL, Huether SE. 2014. Pathophysiology: The Biologic Basis for Disease in
Adults and Children, 7th Edition.

12. Meacham, Shepherd, Mohapatra, Haroutounian. 2017. Neuropathic Pain: Central vs.
Peripheral Mechanisms. Curr Pain Headache Rep 21:28

13. Luca Meliala. 2001. Nyeri Neuropatik: Mekanisme Simptom sebagai dasar
farmakoterapi.

14. Watson JC, Sandroni P. Central Neuropathic Pain Syndromes. Mayo Clin Proc.
2016;91(3):372-385. doi:10.1016/j.mayocp.2016.01.017

15. Bennett MI, Attal N, Backonja MM, Baron R, Bouhassira D, Freynhagen R, Scholz J,
Tölle TR, Wittchen HU, Jensen TS. Using screening tools to identify neuropathic
pain. Pain. 2007 Feb 1;127(3):199-203.

16. Baad-Hansen L, Benoliel R. Neuropathic orofacial pain: facts and fiction.


Cephalalgia. 2017 Jun;37(7):670-9.

17. Pisciotta C, Shy ME. Neuropathy. InHandbook of clinical neurology 2018 Jan 1 (Vol.
148, pp. 653-665). Elsevier.

18. Gilron I, Baron R, Jensen T. Neuropathic pain: principles of diagnosis and treatment.
Mayo Clin Proc. 2015;90(4):532-545. doi:10.1016/j.mayocp.2015.01.018

Anda mungkin juga menyukai