TUTORIAL NEUROLOGI
“Tension type- headche”
Andi Moch.Ictiar
N11121038
Refrensi :
Anurugo,d. Tensio type headache CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014
Pada tension-type headache kepala seperti ditekan dan diikat. Hal ini
disebabkan ketegangan berlebih pada otot frontal, otot oksipital, dan otot temporal.
Ketegangan dari otot tersebut menyebabkan galea aponeuretica menekan puncak
kepala, bahkan terasa di seluruh bagian kepala, dengan menarik kulit kepala kearah
profundal, apabila tekanan ini terlalu kuat dan terjadi dalam jangka waktu lama, maka
rasa nyeri dapat muncul secara lokal dan terasa sebagai denyut ringan di kepala akibat
tertekan atau tertariknya saraf tepi dan pembuluh darah di dalam jaringan subkutan
kulit kepala Otot yang tegang akan menekan dan menghambat sirkulasi darah
sehingga menimbulkan keadaan iskemik. Kondisi iskemik menimbulkan rasa nyeri
yang impulsnya dibawa kembali ke sumsum tulang belakang dan memicu kembali
spasme otot sehingga berakibat otot menjadi lebih tegang lagi berkepanjangan akan
menimbulkan proses peradangan yang berakibat juga timbulnya rasa nyeri yang
disebut nyeri nosiseptif.
Refrensi :
Anurugo,d. Tensio type headache CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014
Ancaman timbulnya jaringan yang rusak seperti proses operasi ataupun cidera
pada otot dapat mensekresi zat-zat analgesik yang dapat memicu terjadinya keluhan
nyeri. Menuju proses pengeluaran zat-zat kimia tersebut, terdapat serangkaian proses
dihantarkannya stimulus nyeri tersebut dari sumber kerusakan jaringan menuju tempat
pengolahan rangsangan yang disebut juga proses elektrofisis. Antara stimulus cedera
jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri, yaitu
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Tranduksi
Tranduksi adalah proses awal dimana dibentuknya aktifitas listrik pada ujung-
ujung saraf sensorik yang bersumber dari sebuah rangsangan nyeri. Pada proses ini
juga mengaktifkan mediator nyeri untuk mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri.
Untuk menghantarkan nyeri menuju pusat pengendalian respon (susunan saraf
pusat), dibutuhkan reseptor nyeri yang merupakan anyaman ujung-ujung bebas
serat-serat afferent A delta dan C serabut. Keberadaan reseptor nyeri dapat
ditemukan pada jaringan kulit, periosteum, dan jaringan tubuh lainnya. Reseptor
nyeri selanjurnya akan berinteraksi dengan mediator nyeri sehingga menghasilkan
impuls nyeri.
Transmisi
Transmisi adalah proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai
lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke
medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan
ke thalamus oleh traktus spinothalamikus dan sebagian ke traktus spinoretikularis.
Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang
lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan
melibatkan emosi.
Modulasi
Modulasi merupakan proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri. Proses ini
terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis. Proses terjadinya interaksi
antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri
yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses asendens yang
Persepsi
Proses terakhir adalah proses dan mempersepsikan stimulus yang
menghasilkan sensible nyeri. Dalam menghasilkan persepsi nyeri, proses ini tidak
terlepas dari adanya serabut A-delta dan C serabut. Reseptor serabut A-delta hanya
peka terhadap stimulus mekanik dan termal, sedangkan C serabut peka terhadap
berbagai stimulus baik termal, mekanik, maupun kimiawi sehingga C serabut juga
disebut sebagai polymodal nociceptors. Selain itu serabut A mensekresi
neurotransmitter asam glutamate sedangkan C serabut mensekresikan asam
glutamate dan juga neurokinik (substansi P). Persepsi nyeri adalah kesadaran akan
pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi,
transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor
nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ
tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit,
yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-neuron
mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi homosinaptik dan heterosinaptik
sebagai bagian dari plastisitas sinaptik yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.
Refrensi :
Mekanisme Perifer
1. Sensitisasi nosiseptor
Sensitisasi perifer terjadi jika terdapat kerusakan pada saraf perifer. Kejadian ini
memiliki ciri yaitu munculnya aktivitas spontan oleh neuron, penurunan ambang
rangsang aktivasi dan peningkatan respon untuk menghasilkan stimulus. Setelah
terjadi kerusakan saraf, nosiseptor C-fiberakan membentuk reseptor adrenergik yang
baru sehingga hal ini dapat menjelaskan mekanisme simpatetik dalam kejadian nyeri.
Selain terjadi sensitisasi pada saraf perifer yang mengalami kerusakan, di berbagai
tempat sepanjang perjalanan saraf akan terbentuk pacemaker neuronal ektopik
sehingga dapat menyebabkan peningkatan densitas abnormalitas dan disfungsi sodium
channel.
Pada neuron aferen primer yang normal, ectopic discharge jarang terjadi jika
input stimulus tidak mencapai ambang rangsang. Namun hal ini akan terjadi jika ada
kerusakan saraf baik dalam bentuk demielinisasi atau axonopathy. Pada kasus
kerusakan axon misalnya amputasi ekstremitas atau neuropathy diabetes melitus,
didapatkan suatu keadaan axotomy (terputusnya axon bagian distal) sehingga ujung-
ujung axon akan membentuk tonjolan terminal axon ( end bulb / neuroma ) yang
dapat merusak selubung mielin. Ektopik pacemaker pada neuroma disebabkan karena
sprouting axon yang abnormal dan memiliki persarafan simpatetik. Pada neuroma
terjadi penumpukan sodium channel di sepanjang akson sehingga dapat memodulasi
sensitisasi adrenergik, katekolamin, prostanoid, dan sitokin.
Nyeri neuropatik spontan maupun terprovokasi pada CCI terjadi karena edema
intraneural yang disebabkan oleh konstriksi parsial pembuluh darah epineurium
sehingga akan mengakibatkan gangguan transpor axoplasmik dari badan sel dan
degenerasi endoneurial. Nyeri neuropatik yang terjadi pada CCI biasanya adalah
hiperalgesia atau alodinia termal dan bukan hiperalgesia atau alodinia mekanikal. Hal
ini terjadi akibat demielinisasi masif sehingga menyebabkan hilangnya sebagian besar
serabut saraf berdiameter-besar (A alfa dan A beta) yang bersifat mekanosensitif,
namun tidak pada serabut saraf berdiameter-kecil (A delta dan C) yang bersifat termo-
sensitif karena serabut saraf berdiameter kecil dapat mengalami regenerasi dan
beberapa juga memiliki sifat mekanoreseptor dengan ambang rangsang rendah
Mekanisme Sentral
1. Sensitisasi sentral
Sensitisasi sentral meningkat pada eksitabilitas medula spinalis. Hal ini dapat
menggambarkan mekanisme pada keadaan nyeri patologis setelah kerusakan saraf
dan mekanisme ini mirip dengan mekanisme memori melalui long term potentiation
Refrensi :
a. Uni-dimensional :
1. Hanya mengukur intensitas nyeri
2. Cocok (appropriate) untuk nyeri akut
3. Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi outcome pemberian analgetik
Terdiri dari empat bagian: (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri (PRI), (3) pertanyaan-
pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya; dan (4) indeks intensitas nyeri
yang dialami saat ini. PRI terdiri dari 78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam 20
kelompok. Setiap set mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas nyeri
yang makin meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan kualitas sensorik
nyeri (misalnya, waktu/temporal, lokasi/spatial, suhu/thermal). Kelompok 11 sampai
15 menggambarkan kualitas efektif nyeri (misalnya stres, takut, sifat-sifat otonom).
Kelompok 16 menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17 sampai 20 untuk
keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata spesifik untuk kondisi tertentu. Penilaian
menggunakan angka diberikan untuk setiap kata sifat dan kemudian dengan
menjumlahkan semua angka berdasarkan pilihan kata pasien maka akan diperoleh
angka total (PRI(T)).
c. Skrining Nyeri
Secara umum, nyeri dibedakan antara nyeri nosiseptik dan nyeri neuropatik Untuk
membedakan antara nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik dapat digunakan Pain
Quality Assessment Tools, yaitu:
ID pain
Digunakan untuk membedakan antara nyeri neuropatik dan nosiseptik. Terdiri atas 5
komponen nyeri neuropatik, yaitu rasa kesemutan, panas terbakar, kebas/baal,
kesetrum, nyeri bertambah bila tersentuh, dan 1 komponen nyeri nosiseptik yaitu
nyeri yang terbatas pada persendian/otot/ gigi/lainnya. Bila skor >2 mungkin terdapat
nyeri neuropatik.
LANNS (The Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs Pain Scale)
Untuk membedakan nyeri neuropatik atau nosiseptik juga dapat digunakan instrumen
LANSS tersebut, yang tingkat sensitivitasnya 82-91 % dan spesifisitas 80-94 %.
Terdiri atas kuesioner nyeri yang harus dijawab oleh pasien dan tes sensoris. Bila skor
≥12 mungkin pasien menderita nyeri neuropatik.
Referensi :
Kriteria diagnostik:
Lokasi bilateral
Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
Intensitas ringan sampai sedang
Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau
naik tangga
Kriteria Diagnostik:
Kriteria diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi ≥15 hari per bulan dengan rata – rata selama
>3 bulan (≥180 hari per tahun) dan memenuhi kriteria B-D
b. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat karakteristik
berikut:
- Lokasi bilateral
- Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitas ringan sampai sedang
- Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau naik
tangga
d. Ada 2 ciri berikut:
- Tidak ada mual atau muntah
- Tidak >1 fotofobia atau fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain
Referensi :
1. International Headache Society. The International Classification of Headache
Disorders 3rd Edition (ICHD-3).
https://www.ihs-headache.org/binary_data/3330_ichd-3-pocket-version.pdf.
Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi mengikuti
”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu :1
1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID atau
COX2 spesific inhibitors.
2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-
obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.
3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang lebih
kuat.
Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri pada proses transduksi dapat
diberikan anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada transmisi
inpuls saraf dapat diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses modulasi
diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan pada
persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol.
Referensi :
Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium
yang berasal dari getah papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid
diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin. Saat ini analgetik opioid adalah
analgetik paling kuat yang tersedia dan digunakan dalam penatalaksanaan nyeri sedang-
berat sampai berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri
pascaoperasi, dan nyeri terkait kanker. Contoh jenis analgetik golongan opioid seperti
kodein, morfin, methadone, oksikodon, dan hidrokodon.
Efek analgetik yang ditimbulkan oleh opioid tertutama terjadi akibat kerja opioid pada
reseptor μ . Reseptor δ dan κ dapat juga ikut berperan dalam menimbulkan analgesia
terutama pada tingkat spinal dengan cara berikatan dengan reseptor opioid yang terutama
didapatkan di SSP dan medulla spinalis yang berperan oada transmisi dan modulasi nyeri.
Ketiga jenis reseptor utama yaitu reseptor μ, δ dan κ banyak didapatkan pada kornu
drosalis medula spinalis. Reseptor didapatkan baik pada saraf yang mentransimisi nyeri di
medulla spinalis maupun pada aferen primer. Agonis opioid melalui reseptor μ, δ dan κ
pada ujung sinaps aferen primer nosiseptif mengurangi pelepasan transmiter, dan
selanjutnya menghambat impuls saraf yang mentransmisi nyeri di kornu dorsalis medula
spinalis. Dengan demikian opioid memiliki efek analgetik yang kuat melalui pengaruh
pada medula spinalis.
Referensi :
TERAPI ABORTIF
BERHASIL BILA :
Bebas nyeri setelah 2 jam
pengobatan, perbaikan skala
nyeri sedang berat -> ringan
Efikasi pengobaian konsisten
untuk 2-3 kali serangan
Tidak ada nyeri kepala rekuren
atau tidak ada pemakaian obat
kembali dalam wcktu 24 jam
sesudah pengobatan terakhir
PROFILAKSIS MIGREN :
Nyeri kepala berulang > 8
kali/hari, berlangsung > 48 jam
Serangan berulang >
2x/minggu, mengganggu
aktivitas,
Starf low go slow . Dosis titrasi
2 - 3 bulan
Setelah 6-12 bulan profilaksis
efektif. henfikan obat bertahap
Referensi :
1. Abyuda KPP , Kurniawak SK. Complicated migraine. Journal of Pain, Vertigo and
Headache; 2021.2:28-33
2. Medscape. Cluster type headache. https://emedicine.medscape.com/article/1142459-
overview.
3. Gunawan,y,p., Anisa,d., Trigeminal Neuralgia Etiologi, Patofisiologi, dan Tatalaksana
MEDICINUS Vol. 7 No. 2 Februari 2018 – Mei 2018