Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS TADULAKO

TUTORIAL NEUROLOGI
“Tension type- headche”

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF

Andi Moch.Ictiar
N11121038

Pembimbing : dr. Magdalena Sp.S

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
Learning objektif

1. Penyebab tersering terjadinya tth ?


Jawab :
Buruknya upaya kesehatan diri sendiri (poor self-related health), tidak mampu
relaks setelah bekerja, gangguan tidur, tidur beberapa jam setiap malam, dan usia
muda adalah faktor risiko TTH. Pencetus TTH antara lain: kelaparan, dehidrasi,
pekerjaan/ beban yang terlalu berat (overexertion), perubahan pola tidur, caffeine
withdrawal, dan fluktuasi hormonal wanita. Stres dan konflik emosional adalah
pemicu tersering TTH. Gangguan emosional berimplikasi sebagai faktor risiko TTH,
sedangkan ketegangan mental dan stres adalah faktor- faktor tersering penyebab TTH.
Asosiasi positif antara nyeri kepala dan stres terbukti nyata pada penderita TTH.

Refrensi :
Anurugo,d. Tensio type headache CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014

2. Tth termasuk dalam nyeri apa ?


Jawab :

Pada tension-type headache kepala seperti ditekan dan diikat. Hal ini
disebabkan ketegangan berlebih pada otot frontal, otot oksipital, dan otot temporal.
Ketegangan dari otot tersebut menyebabkan galea aponeuretica menekan puncak
kepala, bahkan terasa di seluruh bagian kepala, dengan menarik kulit kepala kearah
profundal, apabila tekanan ini terlalu kuat dan terjadi dalam jangka waktu lama, maka
rasa nyeri dapat muncul secara lokal dan terasa sebagai denyut ringan di kepala akibat
tertekan atau tertariknya saraf tepi dan pembuluh darah di dalam jaringan subkutan
kulit kepala Otot yang tegang akan menekan dan menghambat sirkulasi darah
sehingga menimbulkan keadaan iskemik. Kondisi iskemik menimbulkan rasa nyeri
yang impulsnya dibawa kembali ke sumsum tulang belakang dan memicu kembali
spasme otot sehingga berakibat otot menjadi lebih tegang lagi berkepanjangan akan
menimbulkan proses peradangan yang berakibat juga timbulnya rasa nyeri yang
disebut nyeri nosiseptif.

Refrensi :
Anurugo,d. Tensio type headache CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014

3. Mekanisme nyeri dari tth ?


Jawab :

Kapasitas jaringan untuk menimbulkan sensasi nyeri apabila jaringan tersebut


mendapat rangsangan yang mengganggu, bergantung pada keberadaan nosiseptor
(reseptor nyeri). Nosiseptor adalah saraf aferen primer untuk menerima dan
menyalurkan rangsangan nyeri. Ujung-ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai
reseptor yang peka terhadap rangsangan mekanis, suhu, listrik, atau kimiawi yang
menimbulkan nyeri. Terdapat tiga kategori nosiseptor yaitu nosiseptor mekanis,
nosiseptor suhu dan nosiseptor polimodal. Nosiseptor mekanis berespon terhadap
kerusakan mekanis misalnya tersayat, terpukul, atau cubitan. Nosiseptor suhu
berespon terhadap suhu ekstrim, terutama panas. Nosiseptor polimodal berespon sama
kuat terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk bahan kimia iritan
yang dikeluarkan oleh jaringan yang cedera. Sensasi nyeri melibatkan serangkaian
proses kompleks yang disebut dengan nosisepsi. Antara stimulus cedera jaringan dan
pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri, yaitu transduksi,
transmisi, modulasi, dan persepsi.

Ancaman timbulnya jaringan yang rusak seperti proses operasi ataupun cidera
pada otot dapat mensekresi zat-zat analgesik yang dapat memicu terjadinya keluhan
nyeri. Menuju proses pengeluaran zat-zat kimia tersebut, terdapat serangkaian proses
dihantarkannya stimulus nyeri tersebut dari sumber kerusakan jaringan menuju tempat
pengolahan rangsangan yang disebut juga proses elektrofisis. Antara stimulus cedera
jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri, yaitu
transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.

 Tranduksi
Tranduksi adalah proses awal dimana dibentuknya aktifitas listrik pada ujung-
ujung saraf sensorik yang bersumber dari sebuah rangsangan nyeri. Pada proses ini
juga mengaktifkan mediator nyeri untuk mensensitisasi reseptor-reseptor nyeri.
Untuk menghantarkan nyeri menuju pusat pengendalian respon (susunan saraf
pusat), dibutuhkan reseptor nyeri yang merupakan anyaman ujung-ujung bebas
serat-serat afferent A delta dan C serabut. Keberadaan reseptor nyeri dapat
ditemukan pada jaringan kulit, periosteum, dan jaringan tubuh lainnya. Reseptor
nyeri selanjurnya akan berinteraksi dengan mediator nyeri sehingga menghasilkan
impuls nyeri.
 Transmisi
Transmisi adalah proses penyaluran impuls melalui saraf sensori sebagai
lanjutan proses transduksi melalui serabut A-delta dan serabut C dari perifer ke
medulla spinalis, dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan
ke thalamus oleh traktus spinothalamikus dan sebagian ke traktus spinoretikularis.
Traktus spinoretikularis terutama membawa rangsangan dari organ-organ yang
lebih dalam dan viseral serta berhubungan dengan nyeri yang lebih difus dan
melibatkan emosi.
 Modulasi
Modulasi merupakan proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri. Proses ini
terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis. Proses terjadinya interaksi
antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh kita dengan input nyeri
yang masuk ke kornu posterior medulla spinalis merupakan proses asendens yang
 Persepsi
Proses terakhir adalah proses dan mempersepsikan stimulus yang
menghasilkan sensible nyeri. Dalam menghasilkan persepsi nyeri, proses ini tidak
terlepas dari adanya serabut A-delta dan C serabut. Reseptor serabut A-delta hanya
peka terhadap stimulus mekanik dan termal, sedangkan C serabut peka terhadap
berbagai stimulus baik termal, mekanik, maupun kimiawi sehingga C serabut juga
disebut sebagai polymodal nociceptors. Selain itu serabut A mensekresi
neurotransmitter asam glutamate sedangkan C serabut mensekresikan asam
glutamate dan juga neurokinik (substansi P). Persepsi nyeri adalah kesadaran akan
pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil dari interaksi proses transduksi,
transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor
nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ
tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit,
yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.

Pada beragam sinap ini, terjadi konvergensi nosiseptif primer dan neuron-neuron
mekanoreseptor yang dapat direkrut melalui fasilitasi homosinaptik dan heterosinaptik
sebagai bagian dari plastisitas sinaptik yang memicu terjadinya sensitisasi sentral.

- Pada tingkat molekuler, sinyal nyeri dari perifer menyebabkan pelepasan


beragam neuropeptida dan neurotransmiter (misalnya substansi P dan
glutamat) yang mengaktivasi reseptor-reseptor di membran postsynaptic,
membangkitkan potensial-potensial aksi dan berkulminasi pada plastisitas
sinaptik serta menurunkan ambang nyeri (pain thresholds).
- Sirkuit spinobulbospinal muncul dari RVM (rostroventral medulla) secara
normal melalui sinyal-sinyal fine-tunes pain yang bermula dari perifer, namun
pada individu yang rentan, disfungsi dapat memfasilitasi sinyal-sinyal nyeri,
serta membiarkan terjadinya sensitisasi sentral.
- Pericranial tenderness berkembang seiring waktu oleh recruitment serabut-
serabut C dan mekanoreseptor Aβ di sinap-sinap TCC, membiarkan
perkembangan allodynia dan hiperalgesia.
- Intensitas, frekuensi, dan pericranial tenderness berkembang seiring waktu,
berbagai perubahan molekuler di pusat- pusat lebih tinggi seperti thalamus
memicu terjadinya sensitisasi sentral dari neuron- neuron tersier dan
perubahan-perubahan selanjutnya pada persepsi nyeri

Mekanisme myofascial perifer berperan penting pada TTH episodik,


sedangkan pada TTH kronis terjadi sensitisasi central nociceptive pathways dan
inadequate endogenous antinociceptive circuitry, konsentrasi platelet factor 4,
beta- thromboglobulin, thromboxane B2, dan 11- dehydrothromboxane B2 plasma
meningkat signifikan di kelompok TTH episodik dibandingkan dengan di TTH
kronis. Pada penderita TTH episodik, peningkatan konsentrasi substansi P jelas
terlihat di platelet dan penurunan konsentrasi beta-endorphin dijumpai di sel- sel
mononuklear darah perifer. Peningkatan konsentrasi metenkephalin dijumpai pada
CSF (cairan serebrospinal) penderita TTH kronis terjadi ketidakseimbangan
mekanisme pronociceptive dan antinociceptive.

Refrensi :

1. Anurugo,d. Tensio type headache CDK-214/ vol. 41 no. 3, th. 2014

2. Petho G, Reeh PW. Sensory and signaling mechanisms of bradykinin,


eicosanoids, platelet- activating factor, and nitric oxide in peripheral
nociceptors. Physiol Rev 2012;92:1699-1775
4. Jelaskan nyeri neuropatik dan bagaimana mekanismenya ?
Jawab:

Patofisiologi Nyeri Neuropatik

Mekanisme nyeri neuropatik secara garis besar dibagi menjadi mekanisme


sentral dan perifer, yang tentunya melibatkan berbagai proses fungsional dan
struktural yang kompleks.

 Mekanisme Perifer

1. Sensitisasi nosiseptor

Sensitisasi perifer terjadi jika terdapat kerusakan pada saraf perifer. Kejadian ini
memiliki ciri yaitu munculnya aktivitas spontan oleh neuron, penurunan ambang
rangsang aktivasi dan peningkatan respon untuk menghasilkan stimulus. Setelah
terjadi kerusakan saraf, nosiseptor C-fiberakan membentuk reseptor adrenergik yang
baru sehingga hal ini dapat menjelaskan mekanisme simpatetik dalam kejadian nyeri.
Selain terjadi sensitisasi pada saraf perifer yang mengalami kerusakan, di berbagai
tempat sepanjang perjalanan saraf akan terbentuk pacemaker neuronal ektopik
sehingga dapat menyebabkan peningkatan densitas abnormalitas dan disfungsi sodium
channel.

2. Ectopic discharge dan ephaptic conduction

Pada neuron aferen primer yang normal, ectopic discharge jarang terjadi jika
input stimulus tidak mencapai ambang rangsang. Namun hal ini akan terjadi jika ada
kerusakan saraf baik dalam bentuk demielinisasi atau axonopathy. Pada kasus
kerusakan axon misalnya amputasi ekstremitas atau neuropathy diabetes melitus,
didapatkan suatu keadaan axotomy (terputusnya axon bagian distal) sehingga ujung-
ujung axon akan membentuk tonjolan terminal axon ( end bulb / neuroma ) yang
dapat merusak selubung mielin. Ektopik pacemaker pada neuroma disebabkan karena
sprouting axon yang abnormal dan memiliki persarafan simpatetik. Pada neuroma
terjadi penumpukan sodium channel di sepanjang akson sehingga dapat memodulasi
sensitisasi adrenergik, katekolamin, prostanoid, dan sitokin.

3. Sprouting kolateral neuron aferen primer

Nyeri neuropatik spontan maupun terprovokasi pada CCI terjadi karena edema
intraneural yang disebabkan oleh konstriksi parsial pembuluh darah epineurium
sehingga akan mengakibatkan gangguan transpor axoplasmik dari badan sel dan
degenerasi endoneurial. Nyeri neuropatik yang terjadi pada CCI biasanya adalah
hiperalgesia atau alodinia termal dan bukan hiperalgesia atau alodinia mekanikal. Hal
ini terjadi akibat demielinisasi masif sehingga menyebabkan hilangnya sebagian besar
serabut saraf berdiameter-besar (A alfa dan A beta) yang bersifat mekanosensitif,
namun tidak pada serabut saraf berdiameter-kecil (A delta dan C) yang bersifat termo-
sensitif karena serabut saraf berdiameter kecil dapat mengalami regenerasi dan
beberapa juga memiliki sifat mekanoreseptor dengan ambang rangsang rendah

4. Sprouting simpatetik ke ganglion radiks dorsalis


TSeperti pada kasus complex regional pain syndrome type 1 (CRPS 1), terjadi
hubungan abnormal antara sistem saraf simpatetik dan sistem saraf sensorik setelah
terjadi kerusakan saraf perifer sehingga terjadi peningkatan sensitisasi katekolamin.
Aktivitas simpatetik diyakini menginisiasi terjadinya perjalanan impuls yang
abnormal pada neuron sensorik sehingga mencetuskan persepsi nyeri

 Mekanisme Sentral

1. Sensitisasi sentral

Sensitisasi sentral meningkat pada eksitabilitas medula spinalis. Hal ini dapat
menggambarkan mekanisme pada keadaan nyeri patologis setelah kerusakan saraf
dan mekanisme ini mirip dengan mekanisme memori melalui long term potentiation

2. Hipereksitabilitas medula spinalis


Suatu proses yang tidak bisa lepas dari sensitisasi sentral adalah hipereksitabilitas
neuron kornu dorsalis. Asam amino glutamate merupakan neurotransmiter utama
yang dilepaskan di terminal sentral neuron aferen nosiseptif primer setelah terjadi
stimulasi noksius.
Model patogenesis nyeri hipereksitabilitas medula spinalis;

 Kerusakan serabut saraf perifer karena inflamasi multifokal dan makrofag


yang dihasilkan akan mengaktivasi sensitisasi perifer serabut yang tidak
mengalami kerusakan.
 Perubahan ekspresi sodium dan calcium channel serta pembentukan impuls
ektopik.
 Remodeling sentral di kornu dorsalis akibat sprouting serabut saraf tipe A dan
pembentukan sinaptik dengan serabut nyeri pada lamina II, sehingga
menimbulkan sensitisai sentral.

3. Reduksi mekanisme inhibisi pada medula spinalis


Hipereksitabilitas dan disinhibisi merupakan serangkaian proses yang tidak
bisa dipisahkan. Transmisi informasi sensorik dari sistem saraf perifer ke sistem
saraf pusat secara normal dikontrol baik oleh mekanisme inhibisi pre- maupun
postsinaptik yang dipengaruhi oleh aktivitas aferen sensorik, interneuron kornu
dorsalis, dan jalur desenden

Refrensi :

1. Manji H, Connolly S, Kitchen N, Lambert C, Mehta A. Oxford Handbook


of Neurology. Oxford University Press. United Kingdom. 2014. 

5. Bagaimana penilaian nyeri ?


Jawab:
Skala assessment nyeri Uni-dimensional dan multidimensional.

a. Uni-dimensional :
1. Hanya mengukur intensitas nyeri
2. Cocok (appropriate) untuk nyeri akut
3. Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi outcome pemberian analgetik

Skala assessment nyeri uni-dimensional ini meliputi :


 Visual Analog Scale (VAS)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai
nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang
mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10
cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap sentimeter . Tanda pada kedua ujung garis ini
dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada
nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi.
Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala
hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat
utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk
periode pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan
koordinasi visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi.

 Numeric Rating Scale (NRS)


Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan
perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun,
kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri,
tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti dan
dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan efek analgesik.

 Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka.
b. Multi-dimensional

1. Mengukur intensitas dan afektif (un- pleasantness) nyeri


2. Diaplikasikan untuk nyeri kronis
3. Dapat dipakai untuk outcome assessment klinis

Skala multi-dimensional ini meliputi:

 McGill Pain Questionnaire (MPQ)

Terdiri dari empat bagian: (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri (PRI), (3) pertanyaan-
pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan lokasinya; dan (4) indeks intensitas nyeri
yang dialami saat ini. PRI terdiri dari 78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam 20
kelompok. Setiap set mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas nyeri
yang makin meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan kualitas sensorik
nyeri (misalnya, waktu/temporal, lokasi/spatial, suhu/thermal). Kelompok 11 sampai
15 menggambarkan kualitas efektif nyeri (misalnya stres, takut, sifat-sifat otonom).
Kelompok 16 menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17 sampai 20 untuk
keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata spesifik untuk kondisi tertentu. Penilaian
menggunakan angka diberikan untuk setiap kata sifat dan kemudian dengan
menjumlahkan semua angka berdasarkan pilihan kata pasien maka akan diperoleh
angka total (PRI(T)).

c. Skrining Nyeri

Secara umum, nyeri dibedakan antara nyeri nosiseptik dan nyeri neuropatik Untuk
membedakan antara nyeri nosiseptif dan nyeri neuropatik dapat digunakan Pain
Quality Assessment Tools, yaitu:

 ID pain

Digunakan untuk membedakan antara nyeri neuropatik dan nosiseptik. Terdiri atas 5
komponen nyeri neuropatik, yaitu rasa kesemutan, panas terbakar, kebas/baal,
kesetrum, nyeri bertambah bila tersentuh, dan 1 komponen nyeri nosiseptik yaitu
nyeri yang terbatas pada persendian/otot/ gigi/lainnya. Bila skor >2 mungkin terdapat
nyeri neuropatik.

 LANNS (The Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Signs Pain Scale)

Untuk membedakan nyeri neuropatik atau nosiseptik juga dapat digunakan instrumen
LANSS tersebut, yang tingkat sensitivitasnya 82-91 % dan spesifisitas 80-94 %.
Terdiri atas kuesioner nyeri yang harus dijawab oleh pasien dan tes sensoris. Bila skor
≥12 mungkin pasien menderita nyeri neuropatik.
Referensi :

1. Yudianta.,khoirunisa,k.,novitasari,w,r., Assasment nyeri. 2015. CDK-226/ vol. 42


no. 3, th. 2015 .search
https://perdatinaceh.files.wordpress.com/2018/01/assessment-nyeri.pdf

6. Kriteria diagnosis dari tth ?


 Nyeri Kepala tipe Tegang episode Jarang Deskripsi:
Episode nyeri kepala yang jarang, bilateral, menekan atau mengikat dan
intensitas ringan sampai sedang, berlangsung menit sampai hari. Rasa sakitnya
tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin dan tidak berkaitan dengan mual,
tetapi fotobia atau fonofobia mungkin ada.

Kriteria diagnostik:

A. Sekurang – kurangnya terjadi 10 episode nyeri kepala dengan rata –


rata <1hari per bulan (<12 hari per tahun) dan memenuhi kriteria B-
D
B. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
C. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat
karakteristik berikut:

 Lokasi bilateral
 Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
 Intensitas ringan sampai sedang
 Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau
naik tangga

D. Ada 2 ciri berikut:


 Tidak ada mual atau muntah
 Tidak >1 fotofobia atau fonofobia

E. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

 Nyeri Kepala tipe Tegang episode Sering


Episode nyeri kepala yang sering, bilateral, menekan atau mengikat dan intensitas
ringan sampai sedang, berlangsung menit sampai hari. Rasa sakitnya tidak
memburuk dengan aktivitas fisik rutin dan tidak berkaitan dengan mual, tetapi
fotofobia atau fonofobia mungkin ada.

Kriteria Diagnostik:

a. Sekurang – kurangnya terjadi 10 episode nyeri kepala dengan rata – rata 1


– 14 hari per bulan selama >3 bulan (≥12 hari dan <180 hari per tahun)
dan memenuhi kriteria B-D
b. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat karakteristik
berikut:
- Lokasi bilateral
- Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitas ringan sampai sedang
- Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau naik
- tangga
d. Ada 2 ciri berikut:
 Tidak ada mual atau muntah
 Tidak >1 fotofobia atau fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain

 Nyeri Kepala tipe Tegang yang Kronik


Sebuah gangguan berkembang dari nyeri kepala tipe tegang episode sering,
dengan episode nyeri kepala harian atau sangat sering, bilateral, kualitas menekan
atau mengikat dan intensitas ringan sampai sedang, berlangsung jam sampai hari,
atau tidak ada hentinya. Rasa sakit tidak memburuk dengan aktivitas fisik rutin,
tetapi mungkin terkait dengan mual ringan, fotofobia atau fonofobia.

Kriteria diagnostik:
a. Sekurang – kurangnya terjadi ≥15 hari per bulan dengan rata – rata selama
>3 bulan (≥180 hari per tahun) dan memenuhi kriteria B-D
b. Berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
c. Nyeri kepala mempunyai sedikitnya dua diantara empat karakteristik
berikut:

- Lokasi bilateral
- Kualitasnya menekan atau mengikat (tidak berdenyut)
- Intensitas ringan sampai sedang
- Tidak bertambah berat oleh aktivitas fisik seperti berjalan atau naik
tangga
d. Ada 2 ciri berikut:
- Tidak ada mual atau muntah
- Tidak >1 fotofobia atau fonofobia
e. Tidak berkaitan dengan diagnostik lain
Referensi :
1.  International Headache Society. The International Classification of Headache
Disorders 3rd Edition (ICHD-3).
https://www.ihs-headache.org/binary_data/3330_ichd-3-pocket-version.pdf.

7. Pemberian analgesic sesuai tingkatan. Nyeri ?


Jawab :

Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi mengikuti
”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu :1
1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik nonopiat seperti NSAID atau
COX2 spesific inhibitors.
2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka diberikan obat-
obat seperti pada tahap 1 ditambah opiat secara intermiten.
3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opiat yang lebih
kuat.
Penanganan nyeri berdasarkan patofisiologi nyeri pada proses transduksi dapat
diberikan anestesik lokal dan atau obat anti radang non steroid, pada transmisi
inpuls saraf dapat diberikan obat-obatan anestetik lokal, pada proses modulasi
diberikan kombinasi anestetik lokal, narkotik, dan atau klonidin, dan pada
persepsi diberikan anestetik umum, narkotik, atau parasetamol.
Referensi :

1. Arifin, Hasanul., Pengelolaan Nyeri Akut, Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi


Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2022.
2. Hamill, R.J., The Assesment of Pain, In: Handbook of Critical Care Pain
Management, New York, McGrow-Hill Inc, 2012, 13-25

8. Jenis jenis analgesic dan nsaid


Jawab:
 NSAID ( Non steroid anti inflamasi)
Analgetik golongan non-opioid merupakan golongan obat yang bekerja di sistem saraf
perifer untuk menghasilkan efek analgesia. Golongan non-opioid sangat efektif dalam
mengatasi nyeri akut derajat ringan, dan penyakit radang kronik seperti artritis.
Contoh jenis analgetik non-opioid seperti Asetaminofen, obat-obat golongan OAINS
(obat anti-inflamasi nonsteroid) seperti Ibuprofen, Aspirin, Naproxen, Diklofenak,
Asam mefenamat dan Piroksikam.Analgetik golongan non-opioid menghasilkan
analgesia dengan bekerja di tempat cedera melalui inhibisi sintesis prostaglandin dari
prekusor asam arakidonat. Prostaglandin mensensitasi dan bekerja secara sinergis
dengan produk inflamatori lain di tempat cedera, misalnya bradikinin dan histamin
untuk menimbulkan hiperalgesia. Dengan dihambatnya proses ini, prostaglandin tidak
terbentuk untuk memberi stimulus terhadap nosiseptor.

 Analgetik adjuvan Analgetik Adjuvant Nyeri


a. Pregabalin
Pregabalin, (S-enantiomer of racemic 3-isobutyl GABA ) merupakan obat
antikonvulsan yang bekerja dengan berikatan secara selektif pada reseptor voltage-
gated Ca channel subunit α2δ (CaVα2- δ) presinaptik sehingga influks kalsium akan
dihambat dan sebagai konsekuensinya pelepasan neurotransmiter norepinefrine,
serotonin, glutamat, CGRP, asetilkolin, dan substansi P juga dihambat. Pregabalin dan
gabapentin mempunyai efek analgesik, anxiolitik, dan antikonvulsan. Pregabalin
sudah disetujui di Amerika dan Eropa sebagai terapi untuk nyeri neuropatik akibat
neuropati perifer diabetes melitus dan neuralgia post- herpetik, serta epilepsi sebagai
terapi opsional. Pregabalin juga sudah disetujui oleh FDA pada tahun 2007 sebagai
lini pertama untuk terapi fibromyalgia. Pregabalin (450 mg / hari) secara signi kan
mengurangi intensitas nyeri pada skala 0 hingga 10 dibandingkan dengan plasebo (p
≤0.001). Pregabalin (dosis 300 mg/hari dan 450 mg/hari) dilaporkan secara signifikan
memperbaiki tidur dan fatigue.
b. Gabapentin
Gabapentin merupakan obat antikonvulsan untuk kejang parsial yang mekanismenya
mirip dengan pregabalin. Efektivitas gabapentin untuk neuralgia post herpetik dan
neuropati diabetes sudah terbukti secara klinis dan statistik. Dosis yang digunakan
adalah antara 900-3600 mg/hari. Meskipun studi gabapentin lebih sedikit
dibandingkan pregabalin, gabapentin efektif untuk neuropati HIV, nyeri pada
sindroma Guillain Barre, nyeri phantom limb, nyeri trauma spinal, dan nyeri kanker.
Gabapentin digunakan sebagai lini pertama untuk nyeri neuropatik sentral misalnya
nyeri post-stroke atau nyeri neuropatik perifer misalnya radikulopati.
b. TricyclicAntidepressant(TCA)
Asam valproat merupakan anti-konvulsan yang efektif digunakan sebagai terapi
profilaksis migraine dan nyeri neuropatik d. Selective Serotonin and Norepinephrine
Reuptake Inhibitors (SNRI) Duloxetine dan venlafaxine merupakan antidepresan
baru yang efektif untuk terapi nyeri neuropatik. Venlafaxine efektif untuk terapi
neuropati diabetes dengan dosis 150-225 mg/hari. Duloxetine dosis 20-120 mg/ hari
juga terbukti efektif untuk terapi nyeri neuropati diabetes.
c. Selective Serotonin and Norepinephrine Reuptake Inhibitors (SNRI)
Duloxetine dan venlafaxine merupakan antidepresan baru yang efektif untuk terapi
nyeri neuropatik. Venlafaxine efektif untuk terapi neuropati diabetes dengan dosis
150-225 mg/hari. Duloxetine dosis 20-120 mg/ hari juga terbukti efektif untuk terapi
nyeri neuropati diabetes.
d. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Penelitian pemakaian SSRI untuk nyeri neuropatik hasilnya tidak terlalu konsisten
efektif mengurangi nyeri neuropatik. Penelitian yang dilakukan oleh Max et al, 1992
menyatakan bahwa fluoxetine 40 mg/hari tidak lebih efektif dibandingkan
amitriptyline dan desipramine untuk mengurangi nyeri neuropatik diabetes.
Citalopram (20-40 mg/hari), sertraline (50-200 mg/ hari), dan paroxetine (20-60
mg/hari) terbukti efektif untuk mengurangi nyeri neuropatik diabetes dengan efek
samping yang lebih dapat ditoleransi dibandingkan dengan TCA. Pengangkatan
kelenjar timus telah direkomendasikan untuk membantu mengurangi proses autoimun
dan mengurangi tingkat keparahan penyakit. Kolinesterase inhibitor (ChE-I) seperti
pyridostigmine (Mestinon) dan neostigmine (prostigmin) adalah pengobatan awal
untuk MG dan mungkin juga memiliki sifat antiinflamasi.
 Analgetik golongan opioid

Analgetik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat seperti opium. Opium
yang berasal dari getah papaver somniferum mengandung sekitar 20 jenis alkaloid
diantaranya morfin, kodein, tebain, dan papaverin. Saat ini analgetik opioid adalah
analgetik paling kuat yang tersedia dan digunakan dalam penatalaksanaan nyeri sedang-
berat sampai berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam pengobatan nyeri
pascaoperasi, dan nyeri terkait kanker. Contoh jenis analgetik golongan opioid seperti
kodein, morfin, methadone, oksikodon, dan hidrokodon.

Efek analgetik yang ditimbulkan oleh opioid tertutama terjadi akibat kerja opioid pada
reseptor μ . Reseptor δ dan κ dapat juga ikut berperan dalam menimbulkan analgesia
terutama pada tingkat spinal dengan cara berikatan dengan reseptor opioid yang terutama
didapatkan di SSP dan medulla spinalis yang berperan oada transmisi dan modulasi nyeri.
Ketiga jenis reseptor utama yaitu reseptor μ, δ dan κ banyak didapatkan pada kornu
drosalis medula spinalis. Reseptor didapatkan baik pada saraf yang mentransimisi nyeri di
medulla spinalis maupun pada aferen primer. Agonis opioid melalui reseptor μ, δ dan κ
pada ujung sinaps aferen primer nosiseptif mengurangi pelepasan transmiter, dan
selanjutnya menghambat impuls saraf yang mentransmisi nyeri di kornu dorsalis medula
spinalis. Dengan demikian opioid memiliki efek analgetik yang kuat melalui pengaruh
pada medula spinalis.

Referensi :

Deimartyono,F. 2019. Nyeri Neuropatik Pada Penderita Myastenia Gravis. Green


medical journal vol 1(1). Diakses dari http:/ greenmedicaljournal.umi.ac.id. Diakses pada
27 juli 2022

9. Patomekanisme dan tatalaksana pada migren, cluster, dan neuralgia trigeminal.


Jawab :
Diagnosis Migren Klaster headche Neuralgia
Banding Trigeminal
Patomekanisme Migrain disebabkan oleh Dilatasi vaskular, stimulasi  Neuralgia trigeminal
gangguan jaringan otak yang nervus trigeminus, dan efek klasik
kompleks dengan riwayat sirkadian merupakan beberapa
genetik yang kuat melibatkan hal yang dihubungkan Neuralgia trigeminal
bagian korteks, subkorteks, dengan cluster type headache. klasik dianggap
dan brainstem yang Periodisitas serangan memiliki etiologi
mempengaruhi terjadinya menunjukkan  keterlibatan idiopatik karena tidak
nyeri dan gejala lainnya. hipotalamus dan pengaturan ada penyebab gejala
Organ otak umumnya tidak irama sirkadian dalam yang dapat diidentifikasi
dapat merasakan sensasi, patomekanisme cluster type (hampir 80% kasus) atau
namun terdapat beberapa headache. Positron emission hanya terdapat gambaran
struktur otak yang sangat tomography (PET) menunjukkan kompresi syaraf oleh
sensitive terhadap nyeri, aktivasi gray jaringan vaskular yang
seperti duramater, bagian matter hipotalamus posterior umumnya terjadi di
intracranial trigeminal, saraf pada serangan klaster yang sekitar area masuk
vagus dan glossofaringeal, dan diinduksi nitrogliserin (nitroglyc syaraf trigeminus ke
bagian proksimal dari erin-induced cluster attack). pons. Kompresi nervus
pembuluh intracranial yaitu Selain itu, stimulasi ganglion trigeminus paling sering
cabang basilar, vertebral, dan disebabkan oleh arteri
trigeminal menyebabkan
carotid . Pada Sebagian besar (64% kasus), dengan
pelepasan calcitonin gene-
kasus, migrain terjadi diawali
pada bagian sentral otak pada related peptide (CGRP) dan
area otak yang dapat substansi P pada sirkulasi arteri superior cerebellar
menyebabkan timbulnya kranial. Aktivasi sistem yang paling sering
gejala prodromal neurologis trigeminovaskular ini mengompresi syaraf
klasik dan aura, kemudian menyebabkan peningkatan kadar trigeminus (81%),
nyeri kepala akan terjadi CRPG plasma vena jugular sementara 36% sisanya
setelah aktivasi dari nosiseptor eksterna pada saat serangan. merupakan kompresi
meningeal pada sistem Peningkatan vasoactive dari vena.
trigeminofaskular. intestinal polypeptide vena
kranial juga ditemukan pada saat  Neuralgia trigeminal
Hipotesis vaskular oleh serangan, mengindikasikan simtomatik
Harold Wolff. mengasumsikan adanya aktivasi sistem saraf
bahwa aura pada migrain parasimpatis kranial. Aktivasi Neuralgia trigeminal
terjadi akibat hipoksemia yang saraf parasimpatis dipercaya simtomatik memiliki
diinduksi vasokonstriksi yang berhubungan dengan injeksi kriteria klinis yang sama
bersifat transien, dan nyeri konjungtiva ipsilateral, dengan neuralgia
kepala disebabkan oleh lakrimasi, kongesti nasal, trigeminal klasik, tapi
rebound vasodilasi yang rhinorrhea, dan edema palpebra. ada penyebab lain yang
memicu terjadinya Dilatasi vaskular diduga juga menyebabkan terjadinya
depolarisasi mekanik neuron berhubungan dengan gejala, misalnya tumor,
nosiseptif primer pada dinding patogenesis cluster type vaskular, dan inflamasi.
vascular intra dan headache, walaupun peranan Tumor dapat
ekstraserebral. pastinya masih belum jelas. menyebabkan kompresi
Peningkatan aliran darah pada nervus trigeminus,
Teori lain mengenai ekstrakranial hanya terjadi terutama tumor yang
patofisiologi migrain adalah setelah onset nyeri, sehingga berda di daerah
teori neurogenic, di mana perubahan vaskular ini sering cerebello-pontin, seperti
migrain adalah gangguan otak dianggap sebagai efek sekunder. vestibular schwannoma
yang melibatkan perubahan (acoustic neurinoma),
vascular akibat aktivitas glioma pontin,
neuronal abnormal. Cortical glioblastoma,
spreading depression (CSD) epidermoid,
merupakan gelombang meningioma, dan tumor
depolarisasi intense pada lainnya. Penyebab
membrane neuronal dan glial vaskular yang dapat
dari gray matter cerebral yang menyebabkan neuralgia
menyebar sepanjang otak pada trigeminal simtomatik
velositas lambat (2-5 adalah infark pons atau
mm/menit). CSD diinduksi adanya malformasi
oleh peningkatan konsentrasi arteriovena, atau
K+ ekstraselular melebihi batas aneurisma di pembuluh
yang ditentukan,. Stimulasi darah sekitar nervus
dari reseptor glutamate trigeminus.
subtype N- methyl-d-aspartate
dapat memicu CSD dan
Inflamasi juga dapat
menimbulkan ekspansi dari
mencetuskan neuralgia
gelombang depolarisasi.
trigeminal, seperti
Mekanisme pasti CSD
multiple sclerosis,
menyebabkan migrain belum
sarcoidosis, meningitis
diketahui. Akan tetapi, pada
kronik, atau neuropati
penderita migrain didapatkan
akibat penyakit Lyme
nilai ambang terjadinya CSD
atau diabetes mellitus.
yang lebih
Diabetes mellitus dapat
rendah,menyebabkaan
menjadi faktor risiko
hipereksitabilitas cerebral.
untuk serangan neuralgia
Dishabituasi kortikal diduga
trigeminal melalui
merupakan contributor utama
terjadinya deficit habituasi, proses inflamasi syaraf.
sebuah respon fisiologis di Banyak kasus neuralgia
mana stimulasi berulang trigeminal dikaitkan
menyebabkan penurunan dengan proses
amplitude respon sensori.
CSD dapat memicu terjadinya pencabutan gigi, namun
nyeri kepala, seperti migrain beberapa literatur
tanpa aura, dengan memicu kedokteran gigi
depolarisasi pada area otak. menyebutkan bahwa
CSD mampu menstimulasi proses pencabutan gigi
sistem trigeminovaskular tidak menyebabkan
meningeal dan memicu jalur neuralgia trigeminal,
nyeri, menyebabkan inflamasi melainkan neuropati
meningeal dan ekstravasasi trigeminal akibat
plasma dengan melepaskan rusaknya nervus inferior
mediator seperti glutamat, alveolar saat proses
potasium, ion hidrogen, dan pencabutan gigi,
ATP, yang menyebar ke terutama gigi molar
leptomeninges dan bawah yang mengalami
menstimulasi nosiseptor pial. impaksi.Untuk
Pelepasan mediator ini perbedaan antara
memfasilitasi pelepasan neuralgia trigeminal dan
neuropeptida proinflamatori neuropati trigeminal
vasoaktif, di antaranya akan dijelaskan di
calcitonin-gene-related kriteria di bagian
peptide (CGRP), neurokinin klasifikasi.
A, dan substansi P dari saraf
perifer dan cabang aksonal
dura melalui refleks aksonal,
menginduksi terjadinya
inflamasi steril sebagai
respons terhadap sekresi
neuropeptida pada
mikrovaskulatur meningeal.
CSD diketahui menyebabkan
terjadinya gejala migrain
dengan aura dengan
menganggu fungsi kortikal,
menyebabkan disfungsi
serebrovaskular yang
berkepanjangan.

Tatalaksana ABORTIF NON SPESIFIK :


 PARASETAMOL 500- 1000 MG/6-8 JAM
Terapi pada serangan akut Terapi :
(TERAPI ABORTIF):  Analgetic NSAID untuk
 ASPIRIN 500-1000 MG /4-6 JAM, DOSIS refared pain
MAKSIMAL 4 GR/HARI  INHALASI OKSIGEN
 IBUPROFEN 400-800 MG/6 JAM, DOSIS (MASKER MUKA): OKSIGEN  Drug of choice :
MAKSIMAL 2.4 GR/HARI 100% 7 L/MNT SELAMA 15 carbamazepine 200-1200
 NAPROXEN SODIUM 275-550 MG/2-6
MENIT mg/hari setelah remisi,
JAM/HARI, DOSIS MAKSIMAL 1.5 dosis turun bertahap;
GR/HARI  Dihydroergotamin (DHE) 0,5-1,5
Gabapentin 300-360
 DIKLOFENAK POTASIUM 50MG - mg i.v. (nyeri hilang dalam 10
100MG/HR DOSIS TUNGGAL mg/hari; Fenitoin 100-
menit); ( i.m & nasal lebih lama)
200 mg/hari
 Sumatriptan injeksi subkutan 6
Metoclopramide 10 mg IV atau  Pada kasus intraktabel:
mg (nyeri hilang dalam 5-15
oral 20-30 min sebelum atau operasi
menit; dapat diulang setelah 24
bersamaan dengan pemberian jam. (Kl: penyakit jantung
iskemik, hipertensi tidak
analgetik ATAU domperidon 10 terkonlrol) INGAT : Neuralgia
mg po trigeminal bersifat remisi
PROFILAKSIS dan eksaserbasi
ABORTIF SPESIFIK :  Verapamil: 120-160 mg (3-4
x/hari)
Golongan Triptan (migren Akut):
sumatriptan 50 mg po  Steroid : prednisone 60-80
mg/hari (7-14 hari)
Golongan Ergot (migren yang
tidak terlampau sering, bukan
migren akut): Ergotamine 1-2 mg Bedah : bila gagat konservatif, nyeri
p.o; Dihydroergotamine nasal kepala kronis tanpa remisi dalam 1
spray 2mg tahun, nyeri unilateral

TERAPI ABORTIF
BERHASIL BILA :
 Bebas nyeri setelah 2 jam
pengobatan, perbaikan skala
nyeri sedang berat -> ringan
 Efikasi pengobaian konsisten
untuk 2-3 kali serangan
 Tidak ada nyeri kepala rekuren
atau tidak ada pemakaian obat
kembali dalam wcktu 24 jam
sesudah pengobatan terakhir

PROFILAKSIS MIGREN :
 Nyeri kepala berulang > 8
kali/hari, berlangsung > 48 jam
 Serangan berulang >
2x/minggu, mengganggu
aktivitas,
 Starf low go slow . Dosis titrasi
2 - 3 bulan
Setelah 6-12 bulan profilaksis
efektif. henfikan obat bertahap

Referensi :

1. Abyuda KPP , Kurniawak SK. Complicated migraine. Journal of Pain, Vertigo and
Headache; 2021.2:28-33
2. Medscape. Cluster type headache. https://emedicine.medscape.com/article/1142459-
overview. 
3. Gunawan,y,p., Anisa,d., Trigeminal Neuralgia Etiologi, Patofisiologi, dan Tatalaksana
MEDICINUS Vol. 7 No. 2 Februari 2018 – Mei 2018

Anda mungkin juga menyukai