Anda di halaman 1dari 29

REFERAT APRIL 2022

SAMPU
URETRITIS NON GONORE

DISUSUN OLEH :

Muh. Alfatrah Butuuni


N11121032

Pembimbing Klink
dr.

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muh. Alfatrah Butuuni


No. Stambuk : N11121032
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Referat : Uretritis Non Gonore
Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD Undata Palu
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, Agustus 2022

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Muh. Alfatrah Butuuni

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI ...........................................................................................6


2.2 EPIDEMIOLOGI ...............................................................................7
2.3 ETIOPATOGENESIS .........................................................................7
2.4 GAMBARAN KLINIS ................................................................... 11
2.5 DIAGNOSIS..................................................................................... 12
2.6 DIAGNOSIS BANDING .................................................................16
2.7 PENATALAKSANAAN.................................................................. 19
2.8 KOMPLIKASI..................................................................................24
2.9 PROGNOSIS ................................................................................... 25
2.10EDUKASI.........................................................................................25

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................27

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

Urethritis merupakan peradangan pada saluran kencing atau urethra, yang


terjadi pada lapisan kulit urethra, disebabkan oleh bakteri-bakteri yang
menyerang saluran kemih seperti Chlamydia trachomatis, neisseria gonorrhoae,
tricomonal vaginalis dan lain-lain. peradangan ini biasanya terjadi pada ujung
urethra atau urethra bagian posterior, urethritis juga merupakan salah satu dari
infeksi dari saluran kemih yaitu urethra, prostate, vas deferens, testis atau
ovarium, buli-buli, ureter sampai ginjaldan dapat dikatakan sebagai bagian dari
infeksisaluran kemih superficial atau mukosa yang tidak menandakan invasi
pada jaringan. (1)
Uretritis adalah peradangan pada uretra dan terbagi menjadi Uretritis
Gonokokus (UG) dan Uretritis non Gonokokus (UNG). Gonore merupakan
penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi di antara IMS. UNG yaitu
peradangan uretra yang disebabkan oleh kuman lain selain gonokok. Gonore
dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria
gonorheae. Penyebab Gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada
tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. (2)
Menurut WHO, UG dan UNG merupakan masalah kesehatan lingkungan
yang sangat penting. Penyakit ini ditransmisikan terutama melalui hubungan
seksual dengan partner yang terinfeksi. WHO memperkirakan bahwa tidak
kurang dari 25 juta kasus baru ditemukan setiap tahun di seluruh dunia.2,3 Di
dunia, Gonore merupakan IMS yang paling sering terjadi sepanjang abad ke 20,
dengan perkiraan 200 juta kasus baru yang terjadi tiap tahunnya.(2)
Etiologi UNG tersering adalah Chlamydia trachomatis (50%) sedangkan
sisanya adalah Uresplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis, Trichomonas
vaginalis, Herpes simpleks virus, Gardnerella vaginalis, Alergi dan bakteri. (1)
Manifestasi klinis UNG biasanya antara 1-3 minggu setelah berhubungan
intim dengan penderita. Gejala pada pria berupa disuria ringan, perasaan tidak
enak di uretra, sering kencing, dan keluarnya duh tubuh seropurulen. Meskipun

4
kebanyakan penderita wanita tidak menunjukkan gejala, beberapa diantaranya
mengalami urgensi (desakan) berkemih yang lebih sering, disuria ringan, nyeri di
daerah pelvis, disparenia dan keluarnya duh tubuh dari vagina.(2,5,7)

B. Tujuan Masalah
Penulisan refarat ini bertujuan untuk mengetahui prinsip diagnosis dan
penatalaksanaan dari penyakit uretritis non gonore.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
lnfeksi Genital Nongonokok (1.G.N.G.) atau Nongonococcal Genital
Infection (N.G.G.I.) peradangan di uretra, rektum, dan serviks yang disebabkan
bukan oleh kuman gonokok. Uretritis Nongonokok (U.N.G.) atau Nongonococca/
Urethritis (N.G.U.) peradangan di uretra yang disebabkan oleh kuman lain selain
gonokok.
Infeksi Genital Nonspesifik (IGNS) atau Nonspecific Genital Infection
(NSGI) adalah IMS berupa peradangan di uretra, rektum, atau serviks yang
disebabkan oleh kuman nonspsifik. Uretritis Non Spesifik atau Non spesific
uretrhritis pengertiannya lebih sempit dari NSGI karena peradangannya hanya
terjadi pada uretra yang disebabkan oleh kuman non gonore. Infeksi Genital
Nongonokokus (IGNG) atau Nongonococcal Genital Infection (NGGI)
peradangan di urethra, rectum dan serviks yang disebabkan bukan oleh kuman
gonokokus. Urethritis non gonokokus (UNG) atau Nongonococcal Urethritis
(NGU) peradangan di urethra yang disebabkan oleh kuman selain gonokokus.
Yang dimaksud dengan kuman spesifik adalah kuman yang dengan fasilitas
laboratorium biasa/sederhana dapat ditemukan seketika, misalnya gonokokus,
Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Gardnerella vaginalis. (1)

Secara historis, istilah uretritis dicadangkan untuk pasien dengan keputihan


uretra. Namun, literatur terbaru menunjukkan bahwa IMS sering terjadi pada pria
tanpa keluar dari rumah, tetapi dengan gejala seperti gatal, kesemutan, atau
disuria. IMS juga tidak menunjukkan gejala. Klasifikasi uretritis sebagai
gonococcal atau nongonococcal didasarkan pada pewarnaan Gram tradisional
dari pengeluaran uretra untuk diplokokus gram negatif. terminologi ini tetap ada,
meskipun tes berbasis DNA ganda untuk infeksi Neisseria gonorrhoeae dan
Chlamydia trachomatis sekarang direkomendasikan dan telah banyak
menggantikan pewarnaan Gram dalam praktik perawatan primer. Selain itu,
infeksi gonococcal dan nongonococcal sering hidup berdampingan, semakin
mengacaukan istilah ini.(11)

6
Diagnosis harus dikonfirmasikan dengan mikroskop dari apusan bernoda dari
uretra, menunjukkan kelebihan leukosit polimorfonuklear (PMNL) atau monosit
dalam uretra anterior. Uretritis mungkin gonococcal, ketika Neisseria
gonorrhoeae terdeteksi atau non-gonococcal (NGU). Cervicitis dan uretritis non-
gonokokal mukopurulen adalah setara dengan wanita [2-4]. Namun, definisi
servisitis dan uretritis wanita masih kontroversial (5)

2.2 EPIDEMIOLOGI
Di beberapa negara temyata insidens l.G.N.S cukup tinggi, angka
perbandingan dengan uretritis gonore kira-kira 2 : 1. Uretritis nonspesifik banyak
ditemukan pada orang dengan keadaan sosial ekonomi lebih tinggi, usia lebih
muda, dengan pola aktivitas seksual aktif. Angka kesakitan pada laki-laki lebih
banyak daripada perempuan dan golongan heteroseksual lebih sering daripada
golongan homoseksual. (4)
Data terbaru menunjukkan insiden tahunan di seluruh dunia adalah lebih dari
170 juta kasus. Faktanya, WHO memperkirakan jumlah kasus infeksi ini
mencapai hampir separuh dari seluruh kasus infeksi menular seksual yang dapat
disembuhkan. Uretritis non gonore banyak ditemukan pada orang dengan
keadaan sosial ekonomi rendah, usia lebih tua, dan aktivitas seksual yang lebih
tinggi. Pria juga ternyata lebih banyak daripada wanita dan golongan
heteroseksual lebih banyak daripada golongan homoseksual. (4)
Khusus untuk kasus UNG yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis
ditemukan di setiap benua dan iklim serta tidak memiliki variasi berdasarkan
musim. Memiliki distribusi kosmpolitan dan telah diidentifikasi pada semua ras
dan strata sosioekonomi. Insiden trikomoniasis adalah setinggi 56% di antara
pasien yang datang ke klinik IMS. (4)

2.3 ETIOPATOGENESIS
Uretritis non gonore adalah salah satu jenis penyakit infeksi menular seksual
yang paling banyak mengenai pria, tapi dalam proporsi kasus yang signifikan
(20%-50%), patogennya tidak teridentifikasi.(1,16)

7
Ada banyak penyebab terjadinya UNG. Berikut ini akan dijabarkan mengenai
etiologi dan patogenesis dari UNG.
1. Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan UNG adalah Chlamydia
trachomatis, tapi juga dapat disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum,
Mycoplasma hominis, dan Mycoplasma genitalium. Ureaplasma urealyticum
telah terdeteksi lebih sering dan jumlah yang banyak pada laki-laki dengan
uretritis non gonokokus nonchlamydia, khususnya laki-laki dengan UNG
nonchlamydia episode pertama.(16)
2. Chlamydia trachomatis
Chlamydia trachomatis merupakan bakteri gram negatif, nonmotil, dan
bersifat obligat intraselular. Chlamydia trachomatis penyebab UNG ini
termasuk subgrup A dan mempunyai tipe serologic D-K.(3)
Spesies C. trachomatis mempunyai 15 serotipe, dimana serovar A, B,
dan C menyebabkan konjungtivitis kronik, serovar D sampai K
menyebabkan infeksi genital, serovar L1 sampai L3 menyebabkan
limfogranuloma venereum (LGV). Bakteri ini memasuki sel dengan
mekanisme endositosis dan bereplikasi melalui binary fission di dalam sel.
(4)

Traktus urogenital merupakan daerah yang paling sering terinfeksi oleh


C. trachomatis. Transmisi terjadi melalui rute oral, anal, atau melalui
hubungan seksual. Gejala terjadi dalam 1-3 minggu setelah infeksi. Namun
demikian, sering terjadi infeksi asimtomatik sebesar 80% pada wanita dan
50% pada pria. Koinfeksi dengan penyakit menular seksual lainnya sering
kali terjadi terutama gonore.(16)
Penyakit infeksi ini sering tidak disertai gejala klinis sehingga sulit
untuk menilai penyebarannya. Dalam perkembangannya Chlamydia
trachomatis mengalami 2 fase, yaitu:(4)
a. Fase 1: disebut fase noninfeksiosa, dimana fase noninfeksiosa terjadi
keadaan laten yang dapat ditemukan pada genitalia maupun
konjungtiva.

8
b. Fase 2: fase penularan, bila vakuol pecah kuman keluar dalam bentuk
badan elementer yang dapat menimbulkan infeksi pada sel
hospes yang baru.
3. Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis
Ureaplasma urealyticum merupakan 25% sebagai penyebab UNG dan
sering bersamaan dengan infeksi Chlamydia trachomatis. Dahulu dikenal
dengan nama T-strain mycoplasma. Mycoplasma hominis juga sering
bersama-sama dengan infeksi Ureaplasma urealyticum. Mycoplasma
hominis sebagai penyebab UNG masih diragukan, karena kuman ini
bersifat komensal yang dapat menjadi patogen dalam kondisi tertentu.
Ureaplasma urealyticum merupakan mikroorganisme paling kecil, gram
negatif, dan sangat pleomorfik karena tidak memiliki dinding sel yang
kaku.(4)
4. Mycoplasma genitalium
Mycoplasma sp. merupakan salah satu mikroorganisme terkecil yang
dapat berkoloni di traktur respirasi dan urogenital. Mycoplasma memiliki
13 spesies, 4 diantaranya menginfeksi traktus genital, yaitu Mycoplasma
hominis, M. genitalium, Ureaplasma parvum, dan U. urealyticum. Sekitar
40-80% wanita yang aktif secara seksual mengalami kolonisasi genital dari
ureaplasma. Organisme ini juga berperan dalam 20-30% kasus UNG.(3)
Pasien dengan infeksi mycoplasma genitalium sering tidak
terdiagnosis, karena gejala yang timbul biasanya dikaitkan dengan patogen
lain yang lebih umum seperti Chlamydia. Seperti halnya Chlamydia, infeksi
mycoplasma genital mengakibatkan uretritis, servisitis, PID, endometritis,
salpingitis, dan korioamnionitis. Spesies lainnya dapat menyebabkan
infeksi pernapasan, artritis septik, pneumonia neonatal, dan meningitis.(3)
5. Virus
Virus yang dapat menyebabkan UNG antara lain Herpes simplex virus dan
Adenovirus. Virus Herpes Simplex dan adenovirus hanya berperan kecil dalam
kejadian kasus UNG.(5)

6. Parasit

9
Golongan parasit yang bisa menjadi penyebab adalah Trichomonas
vaginalis. Parasit ini merupakan protozoa yang menyebabkan kondisi yang
dinamakan trikomoniasis. Infeksi pada wanita menyebabkan timbulnya
keputihan yang berbau, berwarna kuning kehijauan, disertai pruritus, eritema,
dan dispareunia. Pada pria seringkali asimtomatis, keluhan yang muncul
berupa sekret uretra, nyeri berkemih yang terasa panas, dan frekuensi
berkemih yang lebih sering.(4)
Manusia adalah satu-satunya natural host untuk T. vaginalis. Trofozoitnya
bertransmisi dari orang ke orang melalui hubungan seksual. Transmisi
nonseksual penyakit ini jarang. Kejadian infeksi asimtomatis setinggi 50%
pada perempuan. Laki-laki yang terinfeksi biasanya asimtomatis dan juga self-
limiting; karenanya diagnosis sering susah ditegakkan.(11)
Trichomonas vaginalis akan menginfeksi vagina dan epitel uretra dan
menyebabkan mikroulserasi. Pada wanita, organisme ini dapat diisolasi dari
vagina, uretra, serviks, kelenjar Bartholin, dan kelenjar Skene serta buli-buli.
Pada pria, organisme ini dapat ditemukan di area genital eksterna, uretra
anterior, epididimis, prostat, dan semen. Masa inkubasi biasanya berlangsung
4-28 hari. Pada wanita, manifestasi infeksi bervariasi mulai dari carrier
asimtomatik sampai vaginitis inflamatorik. Karena peningkatan keasaman dari
vagina, gejala cenderung muncul selama atau setelah menstruasi. Kebanyakan
pria merupakan carrier asimtomatik.(16)
7. Alergi
Ada juga dugaan bahwa UNG disebabkan oleh reaksi alergi terhadap
komponen sekret alat urogenital pasangan seksualnya. Alasan ini dikemukakan
karena pada pemeriksaan sekret UNG tersebut ternyata steril dan pemberian
obat antihistamin dan kortikosteroid mengurangi gejala penyakit.(4)

2.4 GAMBARAN KLINIS


Gambaran klinis pada laki-laki

10
Pada laki-laki, gejala dapat timbul biasanya setelah 1-3 minggu hari setelah
kontak seksual. Keluarnya sekret uretra merupakan keluhan yang sering
dijumpai, berupa lendir yang jernih sampai keruh. Keluhan yang paling umum
ialah waktu pagi hari atau morning drops, tetapi bisa juga berupa bercak di
celana dalam. Disuria merupakan salah satu keluhan yang banyak dijumpai dan
sangat bervariasi dari rasa terbakar sampai tidak enak pada saluran kencing
waktu mengeluarkan urin. Tetapi keluhan disuria tidak sehebat pada infeksi
gonore. Keluhan gatal pada saluran uretra mulai dari gatal yang sangat ringan
dan terasa hanya pada ujung kemaluan. Sebagai akibat terjadinya uretritis,
timbul perasaan ingin buang air kecil. Bila infeksi sampai pars membaranasea
uretra, maka pada waktu muskulus sfinkter uretra berkontraksi timbul
pendarahan kecil. Selain itu timbul perasaan ingin buang air kecil pada malam
hari atau nokturia. Keluhan lain yang jarang ialah adanya perasaan demam dan
pembesaran kelenjar getah bening inguinal yang terasa nyeri.(7,13,14)
Pada pemeriksaan klinis muara uretra tampak tanda peradangan berupa
edema dan eritem, dapat ringan sampai berat. Sekret uretra bisa banyak atau
sedikit sekali atau kadang-kadang hanya terlihat pada celana dalam penderita.
Sekret umumnya serosa, seromukous, mukous, dan kadang bercampur dengan
pus. Kalau tidak ditemukan sekret bisa dilakukan pengurutan saluran uretra yang
dimulai dari daerah proksimal sampai distal sehingga mulai nampak keluar
sekret. Kelainan yang nampak pada UNG umumnya tidak sehebat pada uretritis
gonore.(14)

11
Uretritis non gonore.(18)
Gambaran klinis pada wanita
lnfeksi lebih sering terjadi di serviks dibandingkan dengan vagina, kelenjar
Bartholin, atau uretra sendiri. Sama seperti pada infeksi gonore, umumnya
perempuan tidak menunjukkan gejala (asimtomatis). Sebagian kecil dengan
keluhan keluamya duh tubuh vagina, disuria ringan, sering kencing, nyeri di
daerah pelvis dan disparenia.
Pada pemeriksaan serviks dapat dilihat tanda tanda servisitis berupa
mukosa yang hiperemis dan edema, disertai adanya folikel-folikel kecil yang
mudah berdarah, dan duh tubuh serviks yang mukopurulen. Komplikasi dapat
berupa Bartholinitis, proktitis, salpingitis, dan sistitis. Peritonitis dan peri-
hepatitis juga pemah dilaporkan. Pada perempuan atau laki-laki yang melakukan
kontak seksual secara anogenital dan orogenital, infeksi dapat juga terjadi secara
langsung pada mukosa rektum dan faring.
Anamnesis harus sangat teliti, mengingat tidak ada patokan nilai
pemeriksaan laboratorium sederhana yang dapat dipakai sebagai penapisan cepat
infeksi ini. Pemeriksaan klinis harus tetap menjadi standar, agar pasien cepat
mendapatkan tatalaksana.
2.5 DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena
gonore atau non gonore. Uretritis non gonore pada pria dikenal dengan
tanda-tanda adanya keluhan pengeluaran cairan yang mucopurulen dari
uretra dan dengan kemungkinan banyak atau sedikit, tetapi pada umumnya
cairan tersebut encer. Kadang-kadang disertai disuria, perasaan gatal pada
bagian ujung uretra ataupun dengan keluhan mikturasi yang lebih sering.

12
Sering keluhan penderita tidak begitu menonjol sehingga dapat
menyebabkan kesukaran dalam penentuan waktu inkubasinya, tetapi pada
umumnya waktu inkubasi antara 1 — 3 minggu. Ada kalanya penderita
dengan pengeluaran cairan (duh tubuh) yang purulen sehingga sukar
dibedakan secara klinis dengan Uretritis gonore. (7,13,14)
Uretritis non gonore pada wanita pada umumnya tanpa keluhan. Hasil
penyelidikan melaporkan bahwa sekitar 20% para wanita sebagai "teman
berhubungan" dari pria yang menderita Uretritis non gonore maka bila
dilakukan pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda infeksi dari alat genital
yang bersangkutan. Bila terjadi pengeluaran cairan dari Vagina (vaginal
disharge) maka hal tersebut pada umumnya disertai dengan trichomoniasis
dan terutama disebabkan oleh Cervitis. (14)
B. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular
seksual, termasuk uretritis, sangat penting dalam mengarahkan diagnosis
dan terapi yang tepat. Kuantitas discar pada uretritis dapat dikategorikan
“banyak” (mengalir secara spontan dari uretra), “sedikit” (keluar hanya jika
uretra di ekspos), “sedang” (keluar secara spontan, namun hanya sedikit). 
Warna dan karakter discharge uretra harus diperhatikan. Lendir berwarna
kekuningan atau hijau disebut sebagai lender purulen. Lendir berwarna
putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender “mukoid”. Jika hanya
lendir bening, dinamakan “jernih”. Adanya inflamasi pada meatus uretra,
edema penis, dan pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan. (14)
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium secara langsung
Pemeriksaan laboratorium untuk Chlamydia trachomatis telah cepat
berkembang beberapa tahun terakhir ini. Namun penggunaan pemeriksaan
laboratorium sebaiknya disesuaikan dengaan kemampuan sarana kesehatan.
Untuk program skrining lebih disukai teknik yang menggunakan spesimen
noninvasif. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosis
UNG adalah sebagai berikut:(13,15)

13
1. Pewarnaan Gram adalah salah satu pemeriksaan yang lebih cepat
untuk mengevaluasi uretritis dan mengetahui ada tidaknya infeksi
gonokokusus. Dianggap positif UNG bila terdapat lebih dari 4
leukosit dengan pembesaran 1000 kali.
2. Sedimen urin: kriteria diagnosis uretritis bila terdapat sekret uretra
dan terdapat 20 leukosit PMN atau lebih dua lapangan pandang
dengan pembesaran 400x dari pemeriksaan sedimen 10-15 ml
urine tampung pertama yang dikeluarkan sebelum 4 jam atau
lebih.
3. Pada pemeriksaan mikroskopik sekret serviks dengan pewarnaan
gram didapatkan >30 lekosit per lapangan pandang dengan
pembesaran 1000 kali.
4. Pemeriksaan spesimen dari endouretral dengan dijumpainya sel
lebih dari 4/LP (400x) dilakukan dengan pewarnaan gram.
5. Pemeriksaan sediaan basah untuk menentukan Trichomonas
vaginalis.
2. Kultur
Sebagai patogen intraseluler, Chlamydia trachomatis membutuhkan
sistem kultur sel untuk diperbanyak di laboratorium, sehingga kultur
sel merupakan tes standar untuk mendeteksi Chlamydia trachomatis
selama bertahun-tahun, dengan sensitivitas 40–85% pada spesimen
genital. Untuk kultur, spesimen dapat diambil dengan swab berujung
kapas. Spesimen harus diletakan dalam media transport spesifik dan
didinginkan selama 24 jam hingga berinokulasi pada lempeng kultur
sel.(11)

14
Kultur Trichomonas vaginalis dalam bentuk tropozoit. Tampak 4 buah
flagella dan satu nucleus.

Badan inklusi Chlamydia trachomatis (coklat) pada media kultur McCoy.


3. Metode serologi
Pemeriksaan serologi tidak banyak digunakan untuk diagnosis infeksi
Chlamydia pada saluran reproduksi selain limfogranuloma venereum.
Dengan alasan berikut:(11)
1. Prevalensi basal antibodi yang tinggi dalam populasi individu aktif
secara seksual yang berisiko terinfeksi C. Trachomatis, berkisar
45–65% dari individu yang diperiksa. Tingginya prevalensi
seropotif pada pasien-pasien yang asimptomatis dengan kultur-
negatif diduga menggambarkan infeksi sebelumnya sukar
dideteksi dengan teknik kultur.
2. Tidak terdapat gejala permulaan pada banyak pasien dengan
infeksi Chlamydia yang menunjukan bahwa pasien lebih sering
berada pada periode ketika tak terdapat antibodi IgM atau tidak
menunjukan peningkatan maupun penurunan titer antibodi IgG
sehingga parameter ini sering tak terdapat pada awal infeksi, hal
ini terutama pada wanita. Awal gejala lebih jelas pada pria UNG,
dan serokonversi atau antibodi IgM didapatkan pada sebagian
besar pria.
3. Infeksi traktus genitalia superfisial (uretritis) umumnya
menghasilkan titer antibodi mikro-IF berkisar antara 1:8 hingga
1:256, tetapi jarang lebih tinggi. Pada pria UNG yang awalnya
seronegatif, tetapi kemudian terdapat antibodi IgG terhadap

15
Chlamydia, 60% memiliki titer 1:8 dan 1:32, sedangkan 40%
antara 1:64 dan 1:2.
Saat ini terdapat metode otomatis untuk mendeteksi DNA
atau RNA C. Trachomatis yang diamplifikasi. Dua metode yang
paling banyak digunakan adalah ligase chain reaction (LCR) dan
polymerase chain reaction (PCR). Metode yang lainnya adalah
transcription-mediated amplification (TMA).(12)

2.6 DIAGNOSIS BANDING


1. Gonore
Gonore merupakan penyakit menular seksual yang umum terjadi dan
disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, menyebabkan perubahan pada
mukosa dan epitel transisional. Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam
waktu 2-8 hari setelah terinfeksi. Manifestasi umum dari infeksi gonokokus
pada pria adalah uretritis. Karakteristiknya berupa sekret yang purulen atau
berawan keluar dari uretra yang membedakannya dari uretritisnon gonore.
Inflamasi membran mukosa pada uretra anterior menyebabkan rasa nyeri saat
berkemih dan terjadi kemerahan serta pembengkakan. Nyeri dan bengkak
pada testis mengindikasikan terjadinya epididimitis atau orkitis dan mungkin
akan menjadi satu-satunya gejala yang muncul. Pada wanita, 50% infeksi N.
gonorrhoeae bersifat asimtomatis. Skrining yang sesuai, diagnosis dini, dan
perawatan adalah krusial karena dapat menyebabkan komplikasi serius berupa
sterilitas. Endoserviks adalah lokasi umum terjadinya infeksi dan invasi
organisme ini. Gejala uretritis mencakup sekret mukopurulen, pruritus vagina,
dan disuria. Vaginitis tidak terjadi kecuali pada wanita prapuber atau post
menopause karena epitel vagina wanita yang sudah dewasa secara seksual
tidak mendukung pertumbuhan N. gonorrhoeae. Lokasi infeksi lainnya adalah
kelenjar Bartolin dan Skene. Organisme juga dapat menginvasi traktus
genitalia atas seperti uterus, tuba fallopi, dan ovarium menyebabkan
terjadinya Pelvic Inflammatory Disease (PID).(1,7,12)

16
Gonore akut pada pria bermanifestasi dengan adanya secret purulen seperti krim keluar dari uretra.
2. . Trichomoniasis
Pada wanita akan terlihat sekret vagina seropulen kekuning –
kuningan, kuning – hijau, malodorus dan berbusa, dapat disertai urertis.
Untuk mendiagnosa trikomiasis dpat dipakai sediaan basah dicampur
dengan gram faal dn dapat di lihat pergerakan aktif. Penyakit infeksi yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis. Sering menyerang traktus urogeni-
talis bagian bawah pada wanita maupun pria, namun pada pria peranannya
sebagai penyebab penyakit masih diragukan. T. vaginalis cepat mati bila
mengering, terkena sinar matahari, dan terpapar air selama 35-40 menit.
Penularan melalui handuk atau pakaian yang terkontaminasi (pada kondisi
higiene yang kurang baik). Spektrum tanpa gejala – uretritis hebat dengan
komplikasi prostatitis Masa inkubasi 10 hari. (8,18)
Gambaran klinis dapat dibagi menjadi : (8,18)
- Asimtomatik: Kontak seksual dengan wanita dengan trikomonia-
sis ® 10-50 % penderita simptomatik, meskipun T. vaginalis da-
pat ditemukan pada uretra, urin dan cairan prostat pria
- Simtomatik
 Gejala akut Þ Jarang terjadi

Gejala ringan Sulit dibedakan dengan UNG oleh sebab yang
lain. Hanya 50-60% kasus simtomatik didapatkan duh tubuh
uretra: 1/3 purulen, 1/3 mukopurulen, 1/3 mukoid ® duh
tubuh biasanya keluar secara intermiten. Disuria dan perasaan
gatal pada uretra (< 1/4kasus). Umumnya self limited. Dapat

17
terjadi Balanopostitis ® sering pada pasien yang tidak disunat
dan kurang memperhatikan higienitas. (8,18)

Trichomoniasis Urethra
3. Kandidosis (Balanitis-Balanopostitis)
Sering menimbulkan gejala klinis gaal dengan eksudat berupa
gumpalan – gumpalan seperi kepala susu berwarna putih kekuning.
Diagnosis tegantung dari identifikasi organism dengan smear dan kultur.
Infeksi pada vagina yang disebabkan oleh Candida albicans. Gejala gatal
didaerah vulva, rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispareunia.
Pemeriksaan hiperemia di labia minora, introitus vagina dan vagina
terutama 1/3 bagian bawah Kelainan khas bercak-bercak putih kekuningan,
sekret berwarna putih dan menggumpal. Gejala balanitis yang paling
umumadalah penis menjadi kemerahan, iritasi dan rasa sakit pada ujung
penis (glans). Hal ini dapat berkisar dari patch kecil kemerahan terbatas
pada bagian permukaan kulit glans, keseluruh kelenjar menjadi merah,
bengkak dan sakit. Kadang-kadangada debit clumpy tebal yang berasal dari
bawah kulup.Selain itu, mungkin memiliki rasa sakit atau ketidaknyamanan
ketika buang air kecil.

Kemerahan pada kepala penis berupa bercak merah hingga memerah
seluruhnya, lepuh (ulcer) pada penis, Iritasi.

Terasa keras, kering, ataukaku.

Kepala penis membengkak, Nyeri, gatal


Terkadang keluar cairan kental dari bawah preputium yang
menimbulkan bau tak sedap akibat infeksi bakteri anaerob
atau Streptococcus sp.


Rasa tidak nyaman saat buang air kecil.

18

Sulit untuk menarik preputium (fimosis).


Pada beberapa kasus menyebabkan impotensi.


Gejala sistemik seperti demam atau mual, namun jarang terjadi (8,18)

Balanitis-Balanopostitis
2.7 PENATALAKSANAAN
a. Non Farmakologi(3)
1. Bila memungkinkan periksa dan lakukan pengobatan pada
pasangan tetapnya (notifikasi pasangan)
2. Anjurkan abstinensia sampai infeksi dinyatakan sembuh secara
laboratoris, bila tidak memungkinkan dapat dianjurkan penggunaan
kondom
3. kunjungan ulang untuk follow up di hari ke 7
4. lakukan konseling mengenai infeksi, komplikasi yang dapat terjadi
dan pentingnya keteraturan obat
5. lakukan Provider Initiated Testing and Counseling (PITC) terhadap
infeksi HIV dan kemungkinan mendapatkan infeksi menular
seksual lain.
6. indikasikan pemeriksaan penapisan untuk IMS lainnya.
b. Farmakologi
Pengobatan harus diberikan segera setelah diagnosis UNG ditegakkan
tanpa menunggu hasil tes Chlamydia dan kultur N. gonorrhoea. Azitromisin
dan doksisiklin memiliki efektivitas tinggi terhadap uretritis karena infeksi
Chlamydia, demikian pula dengan M. genitalium yang berespon sangat baik
terhadap azitromisin.(1,13)
- Regimen yang direkomendasikan:

19
Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal atau doksisiklin 100 mg per
oral 2 kali sehari selama 7 hari.(1,13)
Azitromisin merupakan golongan makrolid dengan aktivitas lebih
rendah terhadap kuman gram positif tetapi lebih aktif terhadap kuman gram
negatif. Azitromisin diindikasikan untuk infeksi klamidia daerah genital
tanpa komplikasi.(14)
Azitromisin termasuk dalam kelompok antibiotik yang bekerja dengan
menghambat sintesis protein (macrolide). Antibiotik ini termasuk dalam kelas
azelide yang diturunkan dari eritromisin dengan menambahkan atom nitrogen ke
cincin lakton. Cara kerja macrolide adalah dengan membuat ikatan pada ribosom
subunit 50s, yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini bersifat
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakter) tetapi terkadang dapat bersifat
bakterisida (membunuh bakteri) untuk bakteri yang sangat peka. Macrolide
biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya
infeksi. (13,14,15)
Azitromisin digunakan untuk mengobati infeksi tertentu yang disebabkan
oleh bakteri seperti bronkitis, pneumonia, penyakit akibat hubungan seksual dan
infeksi dari telinga, paru-paru, kulit dan tenggorokan. Azitromisin tidak efektif
untuk pilek, flu, atau infeksi yang disebabkan oleh virus. (8)
Pemberian antibiotik kelompok makrolide biasanya dimulai dengan dosis
muatan atau dosis awal yang lebih tinggi dari dosis-dosis selanjutnya. Misalnya
pemberian 10mg/kg pada hari pertama dan 5mh/kg pada hari kedua. Bentuknya pun
dapat berupa tablet suspensi intravena, dan larutan tetes mata. Namun sebaiknya
tidak diberikan bersama dengan antasida yang mengandung aluminium atau
magnesium karena akan mengikat antibiotik dan mencegah penyerapan sehingga
jumlahnya semakin berkurang di dalam tubuh. (13,14,15)
Mekanisme kerja obat azitromisin menghambat sintesis protein
mikroorganisme dengan mengikat ribosom subunit 50S. Azitromisin tidak
mengusik pembentukan asam nukleat. Azitromisin aktif terhadap mikroorganisme.
Azitromisin memperlihatkan resistensi silang dengan galur gram positif resisten
eritromisin. Sebagian besar galur Enterococcus faecalis dan methicilin-resistant
staphylococci resisten terhadap azitromisin. (8)

20
Efek samping : mual, rasa tidak nyaman di perut, muntah, kembung, diare,
gangguan pendengaran, nefritis intersitial, gangguan ginjal akut, fungsi hati
abnormal, pusing/vertigo, kejang, sakit kepala, dan somnolen. (8,13)
Doksisiklin adalah golongan tetrasiklin yang berspektrum luas dan
merupakan pilihan untuk infeksi yang disebabkan Chlamydia (trakoma,
psitakosis, salpingitis, uretritis, dan limfogranuloma venereum).(14)
Doksisiklin merupakan antibiotik sintetik / buatan spektrum luas yang
merupakan turunan dari oksitetrasiklin. Fungsi utamanya adalah sebagai
bakteriostatik / penghambat pertumbuhan bakteri dengan cara menghambat
sintesis protein bakteri. Doksisiklin hanya menghambat bakteri yang
membelah secara cepat. Secara umum, obat ini diserap hampir sempurna
setelah konsumsi, dan kelebihannya adalah obat ini tidak dipengaruhi
penyerapannya oleh susu atau makanan. (13,14,15)
Doksisiklin diindikasikan untuk mengatasi infeksi tanpa komplikasi
pada dada, urethra, endoserviks, atau rektum orang dewasa yang disebabkan
oleh organisme seperti Rickettsiae, Mycoplasma pneumoniae, Borrelia
reccurentis, Chlamydia trachomatis, Haemophilus ducreyi, Pasteurella
pestis, Bartonella bacilliformis, dsb. Doksisiklin juga dapat efektif terhadap
Neisseia gonorrhoeae, Escherichia coli, Shigella sp, Klebsiella sp,
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus walaupun
penggunaannya memerlukan tes sensitivitas terlebih dahulu karena pada
beberapa kasus telah terjadi resistensi. (13,14,15)
Efek samping yang terjadi biasanya berhubungan dengan dosis
doksisiklin yang tinggi. Saluran pencernaan merupakan organ yang paling
sering terkena efek ini. Mual, muntah, diare, radang pada lidah, sulit
menelan, radang pada usus dengan pertumbuhan jamur pada usus
merupakan beberapa efek samping yang dapat ditemui. Kelainan pada kulit
seperti kemerahan, gatal juga ditemui pada pasien yang ternyata memiliki
alergi terhadap komponen doksisiklin. Pada kasus jarang, kelainan darah
seperti trombositopenia, anemia hemolitik, eosinofilia juga dapat ditemui
sebagai efek dari konsumsi doksisiklin. (814)

21
Dosis awal pada orang dewasa biasanya 200mg pada hari pertama
pemberian yang dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 100mg/hari. dosis
ini dapat diberikan dalam sekali pemberian sehari/dosis tunggal atau dosis
terbagi (setiap 12 jam). Pengobatan juga harus diteruskan sampai minimal 1-
2 hari setelah gejala dan demam menghilang. Pada infeksi yang disebabkan
oleh Streptococcus, pengobatan harus dilanjutkan minimal 10 hari. dosis
doksisiklin untuk anah dibawah 50 kg (dengan usia di atas 12 tahun) adalah
4 mg/kg pada hari pertama dan 2 mg/kg untuk hari selanjutnya. (13,14,15)

Jenis Infeksi Dosis dan frekuensi konsumsi

200 mg sebanyak 1 kali. Dilanjutkan dengan 100 mg


Infeksi biasa
per hari.

Infeksi yang parah 200 mg per hari.

Gonore tanpa komplikasi 100 mg selama 1 minggu.

Sifilis 100-200 mg selama 2 minggu.

Demam kambuhan
100 atau 200 mg untuk 1 kali minum.
Tifus

Jerawat 50 mg selama 6-12 minggu.

Paparan antraks 100 mg selama 60 hari.

Beberapa di antaranya yang dapat terjadi setelah mengonsumsi


antibiotik ini adalah: Sakit perut, mual dan muntah, ruam atau gatal pada
kulit, gatal pada vagina atau keluarnya cairan dari vagina, sakit kepala,
mulut kering, iritasi pada tenggorokan. (13,14,15)
- Regimen alternatif:
Eritromisin 500 mg diberikan dua kali sehari selama 14 hari atau
ofloksasin 200 mg diberikan dua kali sehari atau 400 mg diberi sekali sehari
selama 7 hari.(1,13)

22
Eritromisin memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama dengan
penisilin, sehingga obat ini digunakan sebagai alternatif penisilin.
Eritromisin bekerja aktif terhadap Chlamydia dan Micoplasma.(24)
Farmakologi kategori : antibiotik makrolida, bahteristatik. merupakan
antibiotik spektrum luas yang aktif melawan bahteri gram positif dan gram
negatif, mycoplasma, clamidiae, triponemas dan rickettsiae. Eritromisin
sangat aktif terhadap grup A streptokokus ( Bahteri gram (+) aerob),
streptokokus pneumonia, MRSA dan merupakan drug of choice untuk
Corinebacterium diphtheriae. Untuk gram negatif aerob first choice drug
untuk Compilobacter jejuni, Bordetela pertusis (batuk) dan merupakan
alternatif untuk Haemophilus ducreyi, Maraxella cattarhalis. Eritromisin
mempunyai aktivitas yang lemah terhadap H. Influenzae. Enterobacteriae
( seperti Escherichia coli, Klesiella spp, etc ) adalah resisten. (8, 13)
Indikasi eritromisin merupakan drug of choice pada infeksi berikut :
Mycoplasma pneumoniae, Lagienella infeksi, Chlamydia trachomatitis
pneumonia, batuk pertusis, Haemophilus ducreyi, Ureaplasma urealyticum
infeksi ( seperti uretritis). Eritromisin juga digunakan sebagai alternatif pada
pasien alergi penisilin pada kondisi sbb : 1. Infeksi saluran nafas atas Grup
A Stapilokokus. 2. Streptococcus pneumoniae 3. Superfisial minor
staphylococal infeksi kulit.4. Rheumatic fever profilaksis. (8)
Dosis umum Bentuk basa : 30 – 50 mg/ kg/hari dibagi dalam 2 -4
dosis maximum 2 gram/hari. Dalam bentuk ethylsuccinat : 30 – 50
mg/kg/hari dibagi dalam 2 – 4 kali maximum 2 gram/hari. Stearat : 30 – 50
mg/kg/hari dibagi dalam 2 – 4 dosis maximum 2 gram/hari. Untuk indikasi
spesifik streptococal 20 mg ( base) /kg/hari atau 40 mg (
ethynilsucinat)/kg/hari dibagi dalam 2 dosis selama 10 hari. Mekanisme
kerja menghambat RNA dependent pada sintesa protein pada tahap
perpanjangan rantai protein dengan berikatan pada 50 S ribosom sub unit
sehingga memblok transpeptidase. (8,13,14,15)
Efek samping pada GI sering menyebabkan diare, walau dapat
diminimalisir dengan pemberian bersama makanan. Mual, muntah akibat

23
motilitas GI juga disebabkan oleh penggunaan eritromisin. Reaksi alergi
juga pernah dilaporkan (0,5 – 2 % ). Cholestatic Hepatic walaupun jarang,
meskipun berhubungan dengan bentuk garam dari eritromisin (estolat)
pernah dilaporkan , biasanya terlihat setelah pemakaian 10 hari terapi.
Bentuk garam yang lain juga dapat terjadi. (8,14)
Ofloksasin merupakan golongan kuinolon yang bekerja dengan
menghambat DNA gyrase sehingga sintesis DNA kuman terganggu.
Ofloksasin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bawah,
gonore, uretritis, dan servisitis non gonokokus.(14)
Untuk pasien dengan UNG persisten/rekuren terapi yang diberikan
berupa:
Metronidazol 2 gr per oral dosis tunggal atau Tinidazol 2 gr per oral
dosis tunggal atau Azitromisin 1 gr per oral dosis tunggal.(1,13)
Penyebab UNG persisten/rekuren adalah multifaktorial. M. genitalium
terlibat dalam 20-40% kasus dan terapi UNG tidak selalu mengeradikasi
kuman ini. Karena kemungkinan risiko resistensi pada dosis tunggal
azitromisin, para ahli merekomendasikan pemberian azitromisin selama 5
hari untuk terapi M. genitalium.(1,13)
Metronidazol merupakan antimikroba dengan aktivitas sangat baik
terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum antiprotozoanya mencakup
Trichomonas vaginalis, vaginosis bakterial (terutama Gardnerella
vaginalis).(14)
Pasien dengan infeksi Chlamydia harus dimonitor selama 2 minggu.
Pemberian informasi kepada pasangan, pencegahan hubungan seksual
sementara serta penyelesaian terapi dengan benar harus diperiksa. Dalam hal
ini pasangan maupun semua orang yang memiliki kontak seksual langsung
dengan penderita harus diidentifikasi dan diberikan saran untuk mendapat
terapi serupa.(1,12)

2.8 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus UNG antara lain:(2,9,15)

24
1. Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai
vas deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epidimitis adalah
trauma pada uretra posterior yang disebabkan oleh salah pengelolaan
pengobatan atau kelalaian pasien sendiri. Epididimitis dan tali spermatika
membengkak dan terasa panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel
sekunder. Pada penekanan teraba nyeri sekali. Bila mengenai kedua
epididimis dapat mengakibatkan sterilitas.
2. Striktur uretra atau penyempitan pada lumen uretra, insidennya rendah pada
penderita yang mendapat pengobatan antibiotik untuk gonore.
3. Proktitis, terutama pada pria homoseks. Keluhan penderita sedikit tetapi dapat
ditemukan cairan mukus dari rektum dan tanda-tanda iritasi.
4. Servisitis. Dapat asimptomatik, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada
punggung bawah. Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan
sekret mukopurulen. Duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi
servisitis akut atau disertai vaginitis yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis.
5. Endometriosis. Chlamydia dapat ditemukan pada aspirat endometrial pada
kasus endometriosis dengan atau tanpa tanda-tanda salfingitis.
6. Salfingitis. Peradangan pada salping yang banyak disebabkan oleh C.
trachomatis.
7. Perihepatitis. Chlamydia dapat meluas dari serviks melalui endometrium ke
tuba dan kemudian ke diafragma kanan. Beberapa penyebaran menghasilkan
perihepatitis. Parenkim hati tidak diserang sehingga tes fungsi hati biasanya
normal.
8. Reiter syndrome, dikenal juga sebagai artritis reaktif, adalah kumpulan dari
tiga gejala yaitu konjungtivitis, uretritis, dan arthritis. Terjadi setelah sebuah
infeksi khususnya infeksi pada saluran urogenital atau gastrointestinal.
Patofisiologinya belum diketahui, tetapi faktor infeksi dan imun
kemungkinan terlibat.
2.9 PROGNOSIS

25
Kadang-kadang tanpa pengobatan, penyakit lambat laun berkurang dan
akhirnya sembuh sendiri (50-70% dalam waktu kurang lebih 3 bulan). Setelah
pengobatan ±10% penderita akan mengalami eksaserbasi/rekurens.(3)
2.10 EDUKASI
Pasien dianjurkan untuk menjauhkan diri dari hubungan seksual atau
melakukan hubungan seksual monogami dengan mitra yang tidak terinfeksi.
Penggunaan kondom lateks pada pria, jika digunakan secara konsisten dan
benar, sangat efetif dalam mengurangi penularan infeksi menular seksual.(1,11,12)

26
BAB III
KESIMPULAN

Uretritis diklasifikasikan menjadi uretritis gonokokus dan uretritis non-


gonokokus (atau uretritis non gonore, disingkat UNG). Infeksi Genital
Nongonokokus (IGNG) atau Nongonococcal Genital Infection (NGGI)
peradangan di urethra, rectum dan serviks yang disebabkan bukan oleh kuman
gonokokus. Urethritis non gonokokus (UNG) atau Nongonococcal Urethritis
(NGU) peradangan di urethra yang disebabkan oleh kuman selain gonokokus.
Etiologi UNG tersering adalah Chlamydia trachomatis (50%) sedangkan
sisanya adalah Uresplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis, Trichomonas
vaginalis, Herpes simpleks virus, Gardnerella vaginalis, Alergi dan bakteri
Pemeriksaan menyeluruh pada pasien dengan penyakit menular seksual,
termasuk uretritis, sangat penting dalam mengarahkan diagnosis dan terapi yang
tepatLendir berwarna kekuningan atau hijau disebut sebagai lender purulen.
Lendir berwarna putih yang bercampur cairan jernih dinamakan lender “mukoid”.
Jika hanya lendir bening, dinamakan “jernih”. Adanya inflamasi pada meatus
uretra, edema penis, dan pembesaran kelenjar limfe juga harus diperhatikan.
Pengobatan harus diberikan segera setelah diagnosis UNG ditegakkan tanpa
menunggu hasil tes Chlamydia dan kultur N. gonorrhoea. Azitromisin dan
doksisiklin memiliki efektivitas tinggi terhadap uretritis karena infeksi
Chlamydia, demikian pula dengan M. genitalium yang berespon sangat baik
terhadap azitromisin.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Daili, SF. Infeksi Genital Nonspesifik. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,


eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI; 2016 p. 439

2. Silalahi, Y. D. P., Suling, P. L., & Kapantow, M. G. (2016). Profil Uretritis


Gonokokus Dan Non-Gonokokus Pada Pria Di Rsup. Prof. Dr. Rd Kandou
Manado Periode 2009–2011. e-CliniC, 1(1).

3. Daili SF. Tinjauan Penyakit Menular Seksual. Dalam: Djuanda A, Hamzah M,


Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI; 2016 p.436

4. Tjut, N.A.A., Et all. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. FK UI : Jakarta. 2016

5. Harald Moi1*, Karla Blee2 and Patrick J Horner3. Management of non-


gonococcal urethritis. Moi et al. BMC Infectious Diseases (2015) 15:294 DOI
10.1186/s12879-015-1043-4

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016. Pedoman Nasional


Penanganan INFEKSI MENULAR SEKSUAL buku pedoman nasional
tatalaksna ims 2016

7. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI).2015. Guideline Penatalaksanaan Infeksi


Saluran Kemih dan Genitalia Pria 2015 Edisi Ke-2 Penerbit: Ikatan Ahli
Urologi Indonesia. ISBN 978-602-18283-8-0

8. Prof.Dr. James N’Dow Chairman EAU Guidelines Office. European


Association of Urology 2017 edition

9. Patrick J Horner1,2, Karla Blee2, Lars Falk3,4, Willem van der Meijden5 and
Harald Moi6. Guidelines 2016 European guideline on the management of non-
gonococcal urethritis. International Journal of STD & AIDS 2016, Vol. 27(11)
928–937 ! The Author(s) 2016 Reprints and permissions:
sagepub.co.uk/journalsPermissions.nav DOI: 10.1177/0956462416648585
std.sagepub.com

10. NGU CEG SEPT. 2018. Management of NGU (Non-gonococcal urethritis).


Sandyford Protocols

11. JOHN R. BRILL, MD, MPH, University of Wisconsin School


of Medicine and Public Health, Milwaukee, Wisconsin Diagnosis and Treatment
of Urethritis in Men. April 1, 2010 ◆ Volume 81, Number 7. www.aafp.org/afp
American Family Physician

28
12. Evelina Tacconelli, Proposed treatment strategies for non-gonococcal urethritis.
www.thelancet.com/infection Vol 17 November 2017. Beryl Primrose
Gladstone evelina.tacconelli@med.uni-tuebingen.de Division of Infectious
Disease, Department of Internal Medicine I, Tübingen University Hospital,
72076 Tübingen, German

13. Jason J. Ong, PhD, MMed, MBBS, Angela Sarumpaet, MBBS, Eric P.F. Chow,
PhD, Should Female Partners of Men With Non-Gonococcal Urethritis,
Negative for Chlamydia trachomatis and Mycoplasma genitalium, Be Informed
and Treated? ClinicalOutcomesFromaPartnerStudyofHeterosexual Men With
NGU. THE REALWORLD OF STD PREVENTION. Sexually Transmitted
Diseases • Volume 44, Number 2, February 2017. Copyright © 2017 by the
American Sexually Transmitted Diseases Association. Unauthorized
reproduction of this article is prohibited

14. Centers for Disease Control. Sexually Transmitted Diseases Treatment


Guidelines, 2015. U.S. Department of Health and Human Services Centers for
Disease Control and Prevention Morbidity and Mortality Weekly Report
Recommendations and Reports / Vol. 64 / No. 3 June 5, 2015

15. The Ministry of Health supports the use of these clinical guidelines, developed
by clinical experts and professional associations to guide clinical care. Urethritis
in Males Management Guidelines. Further guideline information –
www.nzshs.org/guidelines or phone a sexual health specialist. This STI
Management Guideline Summary has been produced by NZSHS. Every effort
has been taken to ensure that the information in this guideline is correct at the
time of publishing (September 2017).

16. Oliver w. Hakenberg, 2017. Urethritis in Men and Women Europian Association
of Urology. journal homepage www.europianurology.com.2017.01.002

17. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Uretritis Non
Gonore. Dalam: Makatutu A, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Jilid II.
Ujung Pandang: Perdoski p. 147-61

18. Lowell A. Goldsmith. 2012. Firtzpatrick’s Dermatology in General Medicine.


New York. Mc Graw Hill Medical.

29

Anda mungkin juga menyukai