BRONCHOPNEUMONIA
Disusun Oleh :
Muh. Alfatrah Butuuni
(N111 21 032)
PEMBIMBING :
dr. Haryanty Kartini Huntoyungo, M. Biomed., Sp.A
i
HALAMAN PENGESAHAN
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Tadulako
Judul : Bronchopneumonia
DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL I
HALAMAN PENGESAHAN Ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
A. Identitas Pasien 11
B. Anamnesis 12
C. Pemeriksaan Fisik 15
D. Pemeriksaan Penunjang 17
E. Resume 18
F. Diagnosis 18
G. Diagnosis Banding 18
H. Terapi 18
I. Follow up 10
BAB V. KESIMPULAN 30
DAFTAR PUSTAKA 31
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Bayi dengan pneumonia bakteri sering mengalami demam. Tetapi mereka
yang menderita pneumonia virus atau pneumonia yang disebabkan oleh
organisme atipikal mungkin mengalami demam ringan atau mungkin tidak
demam. Pengasuh anak mungkin mengeluh bahwa anak mengi atau sesak napas.
Balita dan anak-anak prasekolah paling sering datang dengan demam, batuk
(produktif atau nonproduktif), takipnea. Anak-anak dan remaja yang lebih besar
juga dapat mengalami demam, batuk (produktif atau nonproduktif), kongesti,
nyeri dada, dehidrasi, dan lesu. Selain gejala yang dilaporkan pada anak yang
lebih kecil, remaja mungkin memiliki gejala konstitusional lainnya, seperti sakit
kepala, nyeri dada pleuritik, dan nyeri perut yang tidak jelas. Muntah, diare,
faringitis, dan otalgia/otitis adalah gejala umum lainnya. 3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Pneumonia adalah proses inflamasi paru yang mungkin berasal
dari paru atau merupakan komplikasi fokal dari proses inflamasi yang
berdekatan atau sistemik. Kelainan patensi jalan napas serta ventilasi dan
perfusi alveolar sering terjadi karena berbagai mekanisme. Bakteri
penyebab pneumonia yang tersering adalah penumokokus (Streptococcus
pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b), dan stafilokokus
(Staphylococcus aureus). Virus penyebab pneumonia sangat banyak,
misalnya rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV) atau virus
influenza. Virus campak (morbili) juga dapat menyebabkan komplikasi
berupa pneumonia.4
Bronkhopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit
Pneumonia. Bronchopneumonia (penumonia lobaris) adalah suatu infeksi
saluran pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan
bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak
(patchy distribution) yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing. 6
B. Etiologi
Etiologi pneumonia pada populasi pediatrik dapat diklasifikasikan
berdasarkan organisme spesifik usia versus organisme patogen spesifik.
Neonatus berisiko terkena bakteri patogen yang ada di jalan lahir, dan ini
termasuk organisme seperti streptokokus grup B, Klebsiella, Escherichia
coli, dan Listeria monocytogenes. Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus pyogenes, dan Staphylococcus aureus dapat diidentifikasi
pada pneumonia neonatal onset lambat. Virus adalah penyebab utama
pneumonia pada bayi yang lebih tua dan balita antara 30 hari dan 2 tahun.
Pada anak-anak berusia 2 sampai 5 tahun, virus pernapasan juga yang
3
paling umum. Meningkatnya kasus yang berhubungan dengan S.
pneumoniae dan H. influenzae tipe B diamati pada kelompok usia ini. 13,14
C. Epidemiologi
Diperkirakan ada 120 juta kasus pneumonia setiap tahun di seluruh
dunia, yang mengakibatkan sebanyak 1,3 juta kematian. Anak-anak yang
lebih muda di bawah usia 2 tahun di negara berkembang, menyumbang
hampir 80% kematian anak akibat pneumonia. 14
D. Klasifikasi
a. Berdasarkan wilayah anatomi parenkim paru yang terlibat, pneumonia
pada umumnya diklasifikasikan menjadi 3 jenis utama:
1) Pneumonia lobaris
2) Brokhopneumonia
3) Pneumonia interstisial
b. Berdasarkan klinis tempat terinfeksi pneumonia
1) Community acquired pneumonia
2) Healthcare acquired pneumonia (including hospital acquired
pneumonia)
3) Ventilatorr – associated pneumonia
E. Patofisiologi
Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya bakteri atau virus melalui
inhalasi, aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung
sehingga terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami
peradangan dan menimbulkan kebocoran sehingga cairan dan bahkan sel
darah merah masuk ke alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi
secara progresif menjadi terisi dengan cairan sel-sel dan infeksi menyebar
dari alveolus ke alveolus lainnya. Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium
yaitu : 6,7
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
4
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan
jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka
perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh
karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna
paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara
alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak,
stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
Gambar 1: Tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel
inflamasi (netrofil)
3. Stadium III (3 – 8 hari)
5
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa
sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap
padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
6
delirium. Pada awal perjalanan penyakit, suara napas berkurang, ronki
tersebar sering terdengar di lapangan paru yang terkena.
Berdasarkan gambaran klinis pneumonia dapat diklasifikasikan
sebagai penyakit ringan sampai sangat berat:
Tidak ada pneumonia – Tidak ada pernapasan cepat dan tidak ada
indikator pneumonia berat atau sangat parah
Pneumonia – Napas cepat (Usia di bawah 2 bulan > 60 RR/Min, 2 – 12
bulan >50 RR/Min, 12 – 60 bulan >40 RR/Min)
Pneumonia berat – Tarikan dada bagian bawah atau hidung melebar dan
tidak ada tanda-tanda radang paru-paru sangat parah
Pneumonia sangat parah – Sianosis sentral atau tidak dapat minum asi
atau minum atau kejang-kejang atau lesu atau tidak sadar.
G. Diagnosis
Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini:8
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan
dinding dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
Pemeriksaan penunjang lain :
Pulse oximetry
Test ini bukan merupakan test untuk mengetahui terjadinya
pneumonia, akan tetapi utuk mengtahui jumlah oksigen yang ada
dalam darah.
CT scan
7
Untuk melihat secara detail pada jaringan paru-paru.
Bronkhoscopy
Instrumen yang menyala dapat melihat lebih dekat pada tabung
pernapasan dan mengambil sampel jaringan paru-paru, sambil
memeriksa infeksi dan kondisi paru-paru lainnya.16
H. Tata Laksana
Farmakologi
Pemberian antibiotic sesuai kondisi klinis :
Anak sakit sedang (tidak di rawat di RS) diberikan Amoxicillin 50
mg/kg TID (3 hari)
Emergency, Resisten penicillin diberikan dosis tinggi Amoxicillin
80-90mg/Kg/24h
Obat alternatif Cefuroxime auxetil and Amoxicillin/Clavulanate 50
mg/kg/dose BD (3 hari)
Anak usia sekolah (M. Pneumoni/C.Pneumoni) Antibiotik
makrolid (Azithromycin) 10-12mg/kg/day
Remaja Fluoroquinolones (Levofloxacin, Moxifloxacin) 8-10
mg/kg/day PO Max. 750mg)
Anak dengan imunisasi lengkap dan sakit ringan-sedang diberikan
ampicillin or penicillin G 50 mg/kg/dosis BD (3 hari)
Anak dengan imunisasi tidak lengkap diberikan cefotaxime or
ceftriaxone 50 mg/kg/dosis BD (3 hari)
Infeksi staphylococcal Pneumonia diberikan vancomycin or
clindamycin 10 mg /Kg/dosis Q 6 jam or 20mg/kg/day Q 6-8 jam
Terapi Non-Farmakologi
a. Hidung tersumbat untuk diobati dengan tetes hidung salin jika
diperlukan, terutama sebelum makan
8
b. Jahe, madu dengan minuman air hangat dapat digunakan sebagai
pengobatan rumah untuk batuk.
c. Bayi kecil harus disusui dalam posisi yang nyaman, sebaiknya di
pangkuan ibu.
d. Pasien dengan distres pernapasan harus dirawat dalam posisi setengah
berbaring dengan sudut sekitar 30°
e. Menyusui dan menyusu sedikit tapi sering dilanjutkan pada anak yang
tidak pneumonia berat atau sangat parah
I. Komplikasi
Bronkopneumonia pada anak yang tidak diobati atau parah dapat
menyebabkan komplikasi, terutama pada orang yang berisiko, seperti anak
kecil, orang dewasa tua, dan orang dengan sistem kekebalan lemah.
Karena memengaruhi pernapasan seseorang, bronkopneumonia dapat
menjadi sangat serius dan terkadang menyebabkan kematian. Komplikasi
bronkopneumonia dapat meliputi kegagalan pernapasan, gangguan
pernapasan akut, sepsis, abses Paru-paru.
J. Prognosis
Pada kasus ini adalah dubia ad bonam, Bagi kebanyakan anak,
prognosisnya baik. Pneumonia virus cenderung sembuh tanpa pengobatan.
Gejala sisa jangka panjang jarang terjadi. Namun, baik pneumonia
stafilokokus dan varisela memiliki hasil yang dijaga pada anak-anak.2
Pertumbuhan dan perkembangan paru dan jaringan lain yang
berkelanjutan menawarkan prospek yang baik untuk kelangsungan hidup
jangka panjang dan perbaikan progresif pada sebagian besar bayi yang
selamat dari pneumonia kongenital. Namun demikian, meskipun
kuantisasi risiko sulit dan sangat dipengaruhi oleh usia kehamilan, anomali
kongenital, dan penyakit kardiovaskular yang menyertai, ada konsensus
bahwa pneumonia kongenital meningkatkan hal-hal berikut: 12
Penyakit paru-paru kronis
Kebutuhan jangka panjang untuk bantuan pernapasan
9
Penyakit saluran napas reaktif
Tingkat keparahan infeksi pernapasan anak usia dini berikutnya
K. Pencegahan
Pencegahan yang dapat diberikan edukasi kepada orang tua yang
bayinya menderita pneumonia pada prinsipnya diarahkan pada perawatan
selanjutnya. Nasihat orang tua mengenai perlunya mencegah bayi terpapar
asap tembakau. Mendidik orang tua mengenai manfaat yang dapat
diterima bayi dari imunisasi pneumokokus dan imunisasi influenza
tahunan. Diskusikan potensi manfaat dan biaya globulin imun virus
syncytial pernapasan.12
Sebagai bagian dari perawatan primer antisipatif, mendidik orang tua
mengenai paparan infeksi kemudian di pusat penitipan anak, sekolah, dan
pengaturan serupa dan pentingnya mencuci tangan. Tekankan pengawasan
longitudinal yang cermat untuk masalah jangka panjang dengan
pertumbuhan, perkembangan, otitis, penyakit saluran napas reaktif, dan
komplikasi lainnya. 12
10
BAB III
REFLEKSI KASUS
A. Identitas Pasien
4. Kebangsaan: Indonesia
11
17. Jumlah hari perawatan: 3 hari
Keterangan :
Ayah
Ibu
Pasien
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Sesak
Undata dengan keluhan sesak napas yang dirasakan sejak ± 7 hari yang
lalu dan mulai memberat 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan disertai batuk yang memberat pada malam hari. Batuk tidak
12
dipengaruhi oleh perubahan posisi. Batuk diawali dengan demam sejak 7
hari yang lalu, demam naik-turun, dan sempat menurun ketika diberikan
obat penurun panas. Keluhan lain muntah (-), mual (-), kejang (-). Pasien
Saat baru lahir pasien sempat dirawat 1 minggu di Rumah Sakit karena
asfiksia berat.
Riwayat kehamilan ibu G1P0A0, pasien lahir secara SC, cukup bulan,
BBL 2000 gram, PBL 46 cm. Pasien saat baru lahir merintih (+), sianosis
(+).
Batuk/Pilek : Pernah
13
7. Riwayat Kemampuan dan Kepandaian
9. Riwayat Imunisasi
Dasar Ulang
Imunisasi
I II III I II III
BCG
Polio +
DPT
Campak
Hepatitis +
Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 tahun Rekomendasi IDAI Tahun 2020
14
Bayi belum mendapatkan imunisasi lengkap sesuai dengan jadwal pemberian
imunisasi oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2020 dengan usia 1
Bulan 14 hari telah mendapatkan vaksin BCG, Polio dan Hepatitis B. Pada
kasus, pasien tidak mendapatkan vaksin BCG.
Sianosis : (-)
Pucat : (+)
Ikterus : (-)
2. Tanda vital
Tekanan darah :-
15
Denyut nadi : 156 x/menit
Respirasi : 46 x/menit
Suhu Axilla : 37,1 oC
SpO2 : 94 %
3. Kulit
Warna : Kuning langsat
Pucat : (+)
Effloresensi : (-)
Pigmentasi : (-)
Edema : (-)
Lain-lain : (-)
4. Kepala
Bentuk : Normocephal
5. Mata
Mata cekung : (-/-)
6. Telinga
Bentuk : Normal
Otorrhea : (-/-)
Sekret : (-/-)
7. Hidung
Bentuk : Normal
Rinorrhea : (-/-)
16
Pernapasan cuping hidung: (-)
8. Mulut
Gigi : Lengkap (-), Carries (-)
Mucosa/selaput mulut : Stomatitis (-), Vesikel (-), Eritema (-), Ulkus (-)
9. Tenggorokan
Tonsil : T1/T1, Hiperemis (-)
Pharynx : Hiperemis (-)
10. Leher
Kelenjar : Pembesaran kel. Limfe (-)
11. Thorax
Bentuk : Normothorax, Xiphosternum : (-)
Rachitic Rosary : (-) Harrison’s groove : (-)
Ruang Intercostal : Normal Napas Paradoxal : (-)
17
Pericordial Bulging : (-) Retraksi : (+/+)
12. Paru
Inspeksi : Simetris Bilateral
Palpasi :Vocal fremitus (+/+), massa (-/-), Deformitas (-/-), Nyeri
tekan (-/-)
Perkusi : Sonor kedua lapangan paru
Auskultasi : Bronchovesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (+/+)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ I & II murni reguler, Gallop (-), Murmur(-)
13. Abdomen
Inspeksi : Tampak cembung
Auskultasi : Normoperistaltik 4 kuadran
Palpasi : Pembesaran hepar (-)
Perkusi : Timpani 9 kuadran, tanda Ascites (-)
14. Anggota gerak : Akral dingin 4 extremitas, Sianosis (-), Pucat (+), Tremor
(-) ,Edema (-) 4 extremitas, Otot eutrofi, Tulang-tulang DBN, Refleks TDP
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap
Tanggal :
Hasil Nilai Rujukan
10
Foto Thorax :
Hasil : Infiltrat pada lapang paru, bentuk dan ukuran cor dalam batas
normal, kedua sinus dan diafragma baik, tulang yang intak
Kesan : Bronchopneumonia
E. Resume
H. Terapi
O2 nacal Kanul 0,5-1 Lpm
IVFD Dextrose 5% 8 tpm
11
Gentamisin 7 mg/8 jam/IV
Injeksi dexametason 3x0,5 mg
Inj. Paracetamol 4x0,4 mg
Puyer batuk 3x1
CTM 0,3 mg
Salbutamol 0,3 mg
I. Prognosis
1. Qua Ad Vitam : Bonam
12
FOLLOW UP
SISTEM KARDIOVASKULER
SISTEM HEMATOLOGI
SISTEM GASTROINTESTINAL
SISTEM SARAF
SISTEM GENITALIA
Dalam batas normal
13
- Bercak infiltrat lapang paru
- Cor : ukuran dalam batas normal
- Kedua sinus lancip dan diafragma kesan baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : Bronchopneumonia
A
- Bronchopneumonia
SISTEM KARDIOVASKULER
14
Bunyi jantung I/II(+) murni reguler, murmur (-),gallop (-)
SISTEM HEMATOLOGI
Anemis (-), ikterus (-)
SISTEM GASTROINTESTINAL
Kelainan dinding abdomen (-), muntah (-) organomegali (-)
SISTEM SARAF
Aktivitas gerak aktif, kesadaran compos mentis, kejang (-)
SISTEM GENITALIA
Dalam batas normal
A
- Bronchopneumonia
P - O2 nacal Kanul 0,5-1 Lpm
- IVFD Dextrose 5% 8 tpm
- Injeksi cefotaxim 3x175 mg/IV
- Gentamisin 7 mg/8 jam/IV
- Injeksi dexametason 3x0,5 mg
- Inj. Paracetamol 4x0,4 mg
- Puyer batuk 3x1
CTM 0,3 mg
Salbutamol 0,3 mg
BAB IV
DISKUSI KASUS
15
Pada kasus ini ditegakkan diagnosis Bronchopneumonia berdasarkan
anamnesis dan temuan dari pemeriksaan fisik, foto thorax dan hasil laboratorium
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan seorang anak 1 bulan
14 hari masuk rumah sakit dengan keluhan sesak yang dialami sejak 7 hari
yang lalu dan memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
disertai batuk yang memberat pada malam hari dan demam naik turun
sejak 7 hari yang lalu.
Bronkopneumonia ditandai dengan peradangan supuratif yang terlokalisasi
pada bercak di sekitar bronkus yang mungkin atau mungkin tidak terlokalisasi
pada satu lobus paru. 5
Bronkopneumonia adalah manifestasi klinis pneumonia yang paling umum
pada populasi anak. Ini adalah penyebab infeksi utama kematian pada anak di
bawah usia 5 tahun. Pada tahun 2013, bronkopneumonia menyebabkan kematian
pada 935.000 anak di bawah 5 tahun. Agen penyebab bronkopneumonia adalah
bakteri, virus, parasit dan jamur. Karena populasi anak rentan dan spesifik,
gambaran klinis seringkali tidak spesifik dan dikondisikan oleh banyak faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain kelompok umur tertentu, adanya penyakit
penyerta, paparan faktor risiko, imunisasi yang dilakukan dll. 6
Dasar diagnosis pada bronkhopneumonia, 3 dari 5 gejala berikut, sesak nafas
disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada, panas badan,
ronkhi basah sedang nyaring (crackles), foto thorax menunjukkan gambaran
infiltrat difus, dan leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3
dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm 3 neutrofil yang
predominan). 8
Batuk adalah gejala pneumonia yang paling umum pada bayi, bersama dengan
takipnea, retraksi, dan hipoksemia. Ini mungkin disertai dengan demam, mudah
marah, dan penurunan nafsu makan. Virus adalah penyebab paling umum dari
pneumonia pediatrik. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri patogen
tersering pada bayi usia 1-3 bulan. 3
16
Remaja mengalami gejala yang mirip dengan gejala pada anak yang lebih
muda. Mereka mungkin memiliki gejala konstitusional lainnya, seperti sakit
kepala, nyeri dada pleuritik, dan nyeri perut nonspesifik. Mycoplasma
pneumoniae adalah penyebab pneumonia yang paling sering di antara anak-anak
dan remaja yang lebih tua. 3
Pada pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan adanya kulit pucat,
perubahan suara nafas yaitu ronchi basah sedang nyaring (crackles) dan
juga terdapat retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat
bernafas.
Tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan fisik, perubahan suara napas, dan
adanya ronki, dan perekrutan otot pernapasan (misalnya, pelebaran hidung dan
retraksi subkostal, interkostal, atau suprasternal). Tanda akhir pneumonia pada
neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi
abdomen, jaundice, muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi. 7
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada anak ini adalah Darah
lengkap, dengan hasil pemeriksaan, sbb:
Hasil Nilai Rujukan
17
jika penyebabnya virus akan tetapi muncul juga pada kasus pneumonia bakteri
yang berat. 16
Pada pneumonia virus dan juga pada pneumonia mikoplasma umumnya
ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada
pneumonia didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000-40.000/mm 3
dengan predominan PMN. Leukopenia (<5000/mm3) menunjukkan prognosis
yang buruk. Leukositosis (>30.000/mm3) hampir selalu menunjukkan adanya
infeksi bakteri, sering ditemukan pada keadaan bakterimi dan risiko
terjadinya komplikasi lebih tinggi. 16
Pada pemeriksaan radiologi foto thorax pada pasien ini di dapatkan
adanya gambaran bercak infiltrate kedua lapang paru yang merupakan
kesan dari bronchopneumonia.
Tidak ada pedoman yang jelas untuk penggunaan rutin rontgen dada pada
populasi pediatric. Meskipun rontgen dada dapat membantu dalam diagnosis dan
konfirmasi pneumonia,tetapi pemeriksaan ini dapat membawa risiko, termasuk
paparan radiasi, biaya terkait perawatan kesehatan, dan hasil negatif palsu,
meningkatkan penggunaan antibiotik yang tidak beralasan. Pencitraan harus
dibatasi pada anak-anak yang mereka dengan perjalanan penyakit yang berulang
atau berkepanjangan meskipun telah diobati, bayi usia 0 hingga 3 bulan dengan
demam, atau malformasi paru kongenital. Pencitraan juga dapat dipertimbangkan
pada anak-anak di bawah 5 tahun, yang datang dengan demam, leukositosis, dan
tidak ada sumber infeksi yang dapat diidentifikasi. Pencitraan mungkin juga
berguna pada mereka yang mengalami perburukan akut dari infeksi saluran
pernapasan atas atau untuk menyingkirkan massa yang mendasari pada anak-anak.
2
18
dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi pneumonia. Penebalan
peribronkial, infiltrate interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat
pada pneumonia virus. Infiltrate alveolar berupa konsolidasi segmen atau
lobar, bronkopneumonia, dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan
oleh bakteri. Pada pneumonia Stafilococcus sering ditemukan abses-abses
kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.5
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan bahwa diagnosis pasien pada kasus ini adalah Bronchopneumonia.
Pada kasus ini diberikan terapi medikamentosa berupa IVFD
dextrose 5% 8 gtt. Hal ini untuk mencukupi kebutuan cairan. Bayi juga
diberikan O2 karena beberapa gangguan pernapasan (sesak, retraksi dan
SpO2 yang sempat rendah). Pasien dirawat di rujuk IGD ke ruang PICU
karena skor PEWS (Pediatric Early Warning System) berwarna kuning.
Pada kasus ini diberikan 2 macam antibiotik yaitu cefotaxime dan
gentamisin karena mengikuti pola bakteri (bakteri gram positif dan gram
negative). Cefotaxim yang diberikan yaitu 3x160 mg secara intravena dan
dinaikkan pada hari ke-3 menjadi 175 dengan dosis pemberian 50
mg/kg/dosis, sedangkan dosis gentamicyn yang diberikan yaitu dosis
gentamicin yang diberikan 2 mg/kgBB dalam 8 jam secara intravena yaitu 7
mg/8jam secara intravena sesuai dengan berat badan bayi yaitu 3,5 kg.
Pemberian obat gentamicin diberikan dalam dosis 2 mg/kgbb dibagi setiap 8
jam pada anak berusia 2 minggu-12 tahun sedangkan pada usia anak <2 minggu
diberikan 3 mg/kgbb tiap 12 jam. Gentamicin bersifat bakterisid terutama pada
bakteri gram negatif. 10
Cefotaxime termasuk golongan Cephalosporin generasi ketiga yang
merupakan antibiotik spektrum luas. Salah satu indikasi pemberian cefotaxime
yaitu infeksi traktus respiratori bawah. Cefotaxime pada anak memiliki dosis 1
bulan-12 tahun dengan berat badan <50 kg yaitu 100-200 mg/kgbb/hari terbagi
dalam 3-4 dosis atau setiap 6-8 jam. Untuk BB ≥50 kg infeksi sedang-berat
diberikan 1-2 gram setiap 6-8 jam dengan dosis maksimum 12 g/hari. Anak usia >
19
12 tahun diberikan cefotaxime dengan dosis 1-2 gram setiap 6-8 jam. Untuk
sediaan cefotazime sendiri yaitu 500 mg sdan 1000 mg dalam 1 vial.9,10
Berdasarkan panduan Ikatan Dokter Anak Indonesia, terapi dexamethason
diberikan 0,08-0,3 mg/kgbb dalam dosis terbagi 6-12 jam, dapat melalui injeksi
baik secara intravena, intramuskular atau oral tiap 6 jam. Sediaan dexamethasone
tersedia dalam ampul 4 mg/mL dan 5 mg/dL, tablet 0,5 mg. 9
Pada kasus diberikan pula puyer batuk yang terdiri dari
chlorpheramine (CTM) 0,3 mg + Salbutamol 0,3 mg diberikan 3 kali sehari.
CTM sebagai obat antihistamin generasi ke-I yang berguna untuk mengatasi
jika terdapat alergi.
Salbutamol digunakan untuk mengatasi bronkospasme (sebagai
bronkodilator) yang merupakan golongan beta 2 adrenergik agonist. 0,1-0,15
mg/kgbb tiap 6 jam untuk sediaan oral, untuk pemberian dalam sediaan inhalasi
dapat diberikan 0,5ml dilarutkan menjadi 4 ml atau nebulisasi 2,5 mg/2,5 ml tiap
3-6 jam.
Klorfeniramin maleat (CTM) salah satu obat yang termasuk dalam golongan
antihistamin yang bekerja meminimalisir reaksi inflamasi dan merupakan
antihistamin yang paling banyak digunakan. CTM adalah obat yang paling banyak
dikombinasi dengan obat batuk dalam penatalaksanaan batuk dan kelainan saluran
pernapasan atas lain terutama yang berkaitan dengan inflamasi. Kombinasi ini
diharapkan dapat meningkatkan efektifitas obat dalam mengurangi batuk dengan
cara penghambatan batuk di pusat batuk serta penurunan reaksi inflamasi pada
saluran pernapasan. 15
Untuk menanggulangi pneumonia, ada tiga langkah utama yang dicanangkan
oleh WHO, yaitu proteksi balita, pencegahan pneumonia, dan tata laksana
penumonia yang tepat. Proteksi ditujukan untuk menyediakan lingkungan hidup
yang sehat bagi balita, yaitu nutrisi yang cukup, ASI eksklusif sampai bayi usia 6
bulan, dan udara pernafasan yang terbebas dari polusi (asap rokok, asap
kendaraan, asap pabrik). Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kejadian
pneumonia pada balita sebesar 20 persen. 1
20
Mengacu laporan Mengacu laporan John Hopkins Bloomerg School of Public
Heatlh 2015 : Pneumonia & Diarrhea Progress Report 2015, Indonesia adalah
salah satu dari negara dengan kasus pneumonia tertinggi yang belum memasukan
vaksin pneumokokus sebagai vaksin program imunisasi rutin nasional. Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah merekomendasikan pemberian imunisasi
PCV untuk anak berumur 2 bulan hingga 5 tahun. 11
Pengobatan harus ditujukan pada patogen spesifik yang dicurigai berdasarkan
informasi yang diperoleh dari riwayat dan pemeriksaan fisik. Manajemen suportif
dan simtomatik adalah kunci dan termasuk oksigen tambahan untuk hipoksia,
antipiretik untuk demam, dan cairan untuk dehidrasi. Hal ini sangat penting untuk
pneumonitis non-infeksi dan pneumonia virus yang diindikasikan untuk
penggunaan antibiotik.2
BAB V
KESIMPULAN
21
meliputi durasi gejala, pajanan, perjalanan, kontak sakit, kesehatan dasar anak,
penyakit kronis, gejala berulang, tersedak, riwayat imunisasi, kesehatan ibu, atau
komplikasi kelahiran pada neonatus.
Pencegahan bayi dari sakit karena pneumonia terutama dilakukan dengan
memberikan imunisasi lengkap. Ini mencakup beberapa jenis imunisasi yang
terkait pneumonia, dapat menurunkan kejadiannya sebesar 50 persen. Mengacu
laporan Mengacu laporan John Hopkins Bloomerg School of Public Heatlh 2015 :
Pneumonia & Diarrhea Progress Report 2015, Indonesia adalah salah satu dari
negara dengan kasus pneumonia tertinggi yang belum memasukan vaksin
pneumokokus sebagai vaksin program imunisasi rutin nasional.
Tata laksana yang tepat dimulai dari deteksi dini gejala pneumonia dan dengan
memberikan pengobatan yang cepat dan tepat pada balita yang mengalami
pneumonia. Akses terhadap layanan kesehatan dan ketersediaan obat serta oksigen
merupakan hal yang sangat penting. Ini merupakan sesuatu tantangan yang
memerlukan perhatian poihak pemerintah sebagai upaya menurunkan angka
kematian balita.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/pneumonia
22
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526116/
6. Zec SL, Selmanovic K, Andrijic NL, Kadic A, Zecevic L, et all. Evaluation
of Drug Treatment of Bronchopneumonia at the Pediatric Clinic in Sarajevo.
2017. Med Arch. 2016 Jun; 70(3): 177-181. Available
from :https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5010066/pdf/MA-70-
177.pdf
7. Aslam M. Congenital Pneumonia. 2016. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/978865-overview
8. Permana, Adhy, dkk.2016.The Disease: Diagnosis & Terapi. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
9. Buku Saku Dosis Obat Pediatri. 2016. IKATAN DOKTER ANAK
INDONESIA
10. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak Indonesia. 2012. IKATAN
DOKTER ANAK INDONESIA
11. Menekan Pneumonia. 2017. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
https://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/menekan-pneumonia
12. Aslam M. Congenital Pneumonia. 2016. Available from :
https://emedicine.medscape.com/article/978865-overview
13. Marcdante KJ., Kliegman RM. Ilmu Kesehatan Anak Esensial. 2019.
Nelson,Elseiver. Bab 111. Hal 429-38
14. Ebeledike C, Ahmad T. Pediatric Pneumonia. [Updated 2021 Aug 12]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/
15. SAPUTRA, Maulidar; ZULFARIANSYAH, Ardi; RISMAWAN, Budiana.
Perbandingan Angka Kejadian Batuk Pascabronkoskopi pada Kelompok
Premedikasi Kombinasi Kodein 10 mg dan Klorfeniramin Maleat 4 mg
dengan Premedikasi Tunggal Kodein 10 mg. Majalah Kedokteran Bandung,
2018, 50.4: 228-234.
16. Ganesan, V., Rajamohamed, H., Porkodi, M., & Raja, M. B. (2021). A
Prospective Study On Evaluation Of Drug Treatment In Bronchopneumonia
23
In Paediatrics In Government Medical College Hospital, Tiruppur. World
Journal of Pharmaceutical Research, 11(1), 1797-1810.
24