Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS DENGAN NEONATAL PNEUMONIA


DI RUANG PERINATAL/NICU RSUP. DR SARDJITO YOGYAKARTA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Stase Praktik Keperawatan Anak

Disusun Oleh:
Anggi Putri Jelita 18/436094/KU/20950
Jumayanti 18/436122/KU/20978
Rizki Muthia Putri 18/436149/KU/21005
Arif Annurrahman 18/436101/KU/20957

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
NEONATAL PNEUMONIA

A. PENGERTIAN
Pneumonia adalah infeksi parenkim paru-paru yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme, termasuk bakteri, mikobakteri, jamur, dan virus. Pneumonitis adalah
istilah yang lebih umum yang menggambarkan proses inflamasi di jaringan paru-paru yang
dapat mempengaruhi atau menempatkan pasien pada risiko invasi mikroba.
Pneumonia neonatal adalah infeksi paru-paru pada neonatus dengan menyajikan
gambaran klinis dari gangguan pernapasan, terkait dengan temuan radiologi dada
menunjukkan pneumonia dan bertahan selama minimal 48 jam onset bisa terjadi
pada saat lahir dan bagian dari sindrom sepsis atau setelah 7 hari dan terbatas
pada paru – paru. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau
berlanjut ke arah syok dan kematian infeksi dapat ditularkan melalui plasenta,
aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009)
Pneumonia pada neonatus sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu ke anak
yang berhubungan dengan proses persalinan. Infeksi terjadi akibat kontaminasi
dengan sumber infeksi dari ibu, misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan
amnion, atau dari serviks ibu. Infeksi dapat berasal dari kontaminasi dengan sumber
infeksi dari rumah sakit (hospital acquired pneumonia), misalnya dari peralatan,
dokter, atau pasien lain atau dari alat kedokteran, misalnya penggunaan ventilator.
Disamping itu, infeksi dapat terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari
masyarakat (community acquired pneumonia). Pada neonatus gejala dan tanda
pneumonia lebih beragam, gejala dan tanda pneumonia tidak selalu jelas terlihat
gambaran klinis pneumonia neonatus tidak khas, mencakup serangan apnea,
sianosis, merintih, napas cuping hidung, takipnea, letargi, muntah, tidak mau
minum, takikardi atau bradikardi, retraksi subkosta, dan demam.
Pneumonia neonatal merupakan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
yang disebabkan terutama oleh bakteri, yang paling sering menyebabkan kematian
pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebeb pneueumonia paling sering
adalah streptococcus pneumonia (pneumokokus), hemophilus influenza tipe B (Hib)
dan staphylococcus aureus. Pneumonia merupakan penyebab utama kematian di
antara semua kelompok umur. Pneumonia neonatal merupakan penyebab signifikan
kematian pada bayi yang baru lahir, yang terjadi dalam 30 hari pertama kehidupan
bayi. Bayi dengan pneumonia yang terkomplikasi oleh infeksi melalui darah
memiliki resiko kematian (Walukuow, 2011).
B. Penyebab/Faktor Predisposisi
Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia
pada umumnya, yaitu:
1. Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E. Coli,
Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella
2. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV.
3. Jamur: Candida.
Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur.
1. Neonatus (sejak lahir sampai usia 6 minggu)
Kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan ialah B streptokokus dan
bakteri gram negatif. Infeksi bakteri ini merupakan penularan yang bersumber
dari ibu. Streptococcus pneumoniae paling sering didapatkan pada bayi berumur
6 minggu sampai 6 bulan.
2. Umur 6 bulan sampai umur prasekolah
Virus dan streptococcus pneumoniae yang paling dominan menyebabkan
pneumonia, sedangkan bakteri lain yang berpotensi termasuk Mycoplasma
pneumoniae, Haemophilus influenzae tipe B dan non-typeable strain,
Staphylococcus aureus, dan Moraxella catarrhalis.
C. KLASIFIKASI
Menurut pengelompokannya, patofisiologi dari pneumonia neonatal adalah:
1. Transplasenta (Kongenital Pneumonia): Kuman/agent masuk melalui
plasenta mengikuti sistem peredaran darah janin (hematogen) sampai ke paru-
paru janin menimbulkan gejala pneumonia yang disebut juga Early Onset
Pneumoni (pada umur 3 hari pertama).
2. Ascending Pneumonia (Post Amnionistis Pneumonia): Kuman/agent dari flora
vagina menular secara ascending menyebar ke chorionic plate
menimbulkan gejala amnionitis menyebabkan bayi aspirasi dan masuk ke paru-
paru. Fakto predisposisi Ascending Pneumonia adalah persalinan premature,
ketuban pecah sebelum persalinan, persalinan memanjang dengan dilatasi
serviks, atau pemeriksaan obstetri yang sering.
3. Transnatal Pneumonia: Onsetnya berlangsung lambat, proses infeksi selalu
terjadi pada paru-paru dan penyebab terbanyak adalah grup B Streptokokus.
4. Nosokomial Pneumonia: Pneumonia yang didapat selama perawatan di rumah
sakit dengan faktor predisposisi antara lain BBL<1500 gram, dirawat lama,
penyakit dasar berat, prosedur invasive banyak, perawatan ventilator
terkontaminasi.
Menurut waktu terpapar penyebabnya, pneumonia neonatal dikelompokan
menjadi 2 yaitu:
1. Intra partum pneumonia
a. Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir.
b. Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous,
atau aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari
peralatan mekanik, atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang
telah baru saja dijajah dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan
virulensinya.
c. Bayi yang teraspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat
menunjukkan tanda-tanda gangguan pernafasan segera setelah atau sangat
segera setelah lahir.
d. Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang
memadai, replikasi, dan respon inflamasi hingga menyebabkan tanda-tanda
klinis.
2. Pneumonia pasca lahir
a. Pneumonia pasca kelahiran, terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan setelah
bayi lahir.
b. Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses
yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses
kelahiran.
c. Penggunaan menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam
banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU)
sering mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh
organisme resisten pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang
diperlukan oleh bayi sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam tubuh
yang biasanya tidak mudah diakses.
d. Menyusui melalui selang enteral potensial mengakibatkan peristiwa
peradangan akibat aspirasi signifikan. Selang makanan mungkin lebih lanjut
dapat mempengaruhi gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi.
D. PATOFISIOLOGI
Pneumonia dapat diperoleh melalui intrauterin (mis. Hematogen transplasenta, naik
dari jalan lahir), intrapartum (mis. Aspirasi) atau rute pascanatal (mis. Hematogen,
lingkungan). Patogen tersebut terutama terdiri dari bakteri, diikuti oleh virus dan jamur
yang menyebabkan kondisi peradangan paru. Ini dapat menyebabkan cedera epitel pada
saluran udara, kebocoran cairan protein ke dalam alveoli dan interstitium, yang
menyebabkan defisiensi atau disfungsi surfaktan. Data dari penelitian menunjukkan bahwa
insufisiensi pernafasan pada pneumonia kemungkinan besar disebabkan oleh
penghambatan sifat penurun tegangan permukaan surfaktan daripada oleh defisiensi
surfaktan. Faktor predisposisi penting dalam evolusi pneumonia adalah ketidakdewasaan,
berat lahir rendah, ketuban pecah dini, korioamnionitis dan faktor-faktor yang terkait
dengan perawatan intensif neonatal yang berkepanjangan.
E. TANDA DAN GEJALA
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit.
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
a. Tachypnea (laju pernafasan >60 kali/menit).
b. Dengkur ekspirasi mungkin terjadi.
c. Penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti cuping hidung dan retraksi di
subcostal, interkostal, atau situs suprasternal, dapat terjadi.
d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan
kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari
serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, putih, kuning, hijau,
atau perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak jarang terjadi. Jika
aspirasi mekonium, darah, atau cairan properadangan lainnya dicurigai, warna
dan tekstur lain bisa dilihat.
e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan
radang paru-paru daripada individu yang lebih tua. Jika ada, mereka mungkin
disebabkan oleh proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung
kongestif, kondensasi dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik,
atau tabung endotracheal perpindahan. Meskipun alternatif penjelasan yang
mungkin, temuan ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam
diagnosis diferensial.
f. Sianosis pusat jaringan, menyiratkan deoxyhemoglobin konsentrasi sekitar 5
g/dL atau lebih dan konsisten dengan kerusakan pertukaran gas dari disfungsi
paru berat seperti radang paru-paru, meskipun penyakit jantung bawaan
struktural, hemoglobinopathy, polisitemia, dan hipertensi pulmonal (dengan atau
tanpa parenkim terkait lainnya penyakit paru-paru) harus dipertimbangkan.
g. Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen konsentrasi,
ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus menerus
umumnya diperlukan sebelum pemulihan dimulai.
h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada
yang menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder
obstruksi jalan napas parsial.
i. Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score
rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi,
tidak mau minum tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil,
asisdosis metabolic.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiology (Chest X-Ray)
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal lobus dan bronchial), menunjukkan multiple
abses/infiltrat, empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bacterial),
penyebaran/extensive nodul infiltrat (viral).
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah Lengkap, Serologi, LED: leukositosis menunjukkan adanya infeksi bakteri,
menentukan diagnosis secara spesifik, LED biasanya meningkat
b. Elektrolit : Sodium dan Klorida menurun, bilirubin biasanya meningkat
c. Analisis gas darah dan Pulse oximetry menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan O2
d. Pewarnaan Gram/Cultur sputum dan darah: untuk mengetahui oganisme penyebab
e. Analisa cairan lambung, bila leukosit (+) menunjukkan adanya inflamasi amnion
(risiko pneumonia tinggi).
3. Pemeriksaan fungsi paru-paru :volume mungkin menurun, tekanan saluran udara
meningkat, kapasitas pemenuhan udara menurun dan hipoksemia.
G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi antibiotika, merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan
manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman
penyebabnya.
2. Terapi suportif umum:
a. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96 %
berdasarkan pemeriksaan AGD.
b. Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak yang kental
c. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya dengan clapping dan
vibrasi.
d. Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi lebih sensitif
terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral.
e. Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis.
f. Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan ventilator dilakukan
bila
terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan
respiratoy
distress dan respiratory arrest.
H. PATHWAY

I. KOMPLIKASI
Bila tidak ditangani secara tepat, akan mengakibatkan komplikasi. Komplikasi
dari pneumonia / bronchopneumonia adalah :
1. Otitis media akut (OMA) terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang berlebihan
akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi masuknya udara
ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian gendang telinga
akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
2. Efusi pleura
3. Abses otak
4. Endokarditis
5. Osteomielitis
6. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
7. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
8. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
9. Infeksi sitemik.
10. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
11. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa:
a. Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama penanggung
jawab, hubungan dengan pasien, alamat.
b. Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid terakhir
(HPHT), tapsiran partus (TP).
c. Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam, keputihan,
riwayat terapi.
d. Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan lainnya.
e. Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan indikasinya
f. KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi, pernafasan,
kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, APGAR
score.
2. Pemeriksaan fisik
a. Respirasi
Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada
daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal
space. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama
melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di
lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum.
b. Kardiovaskular
Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak
mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang
(>3 det).
c. Sistem Saraf
Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran,
didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji
tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya
d. Sistem perkemihan
Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu
memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine.
e. Gastrointestinal
Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi
alvi, adakah kelainan pada anus.
f. Ekstramitas dan Muskuloskeletal
Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan pada
tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital, bagaimana
ATR (activity tonus respon).
B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada alveoli
akibat infeksi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-capiler
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologikal
5. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolik.
6. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen melewati membran kapiler dan atau alveolar
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya eksudat pada
alveoli akibat infeksi
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien
kembali efektif dengan kriteria hasil:
Respiratory status: airway patency (status pernapasan: kepatenan jalan napas)
 Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation
from normal range)
 Irama pernapasn normal (skala 5 = no deviation from normal range)
 Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
 Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif (skala 5 = no deviation from
normal range)
 Tidak ada akumulasi sputum (skala 5 = none)
Intervensi:
Respiratory monitoring
a. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
Rasional: mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam
menetukan intervensi yang akan diberikan.
b. Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot
supraclavicular dan interkostal
Rasional: menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan
menetukan intervensi yang akan diberikan.
c. Monitor suara napas tambahan
Rasional: suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan
napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
d. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas
cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic
Rasional: mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola
napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Airway suctioning
a. Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
Rasional: waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas
pasien
b. Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction
Rasional : Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas
untuk memenuhi O2 pasien
c. Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
Rasional : memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa
dilakukan tindakan suction
d. Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan
Rasional : untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi
dan memberikan pasien safety
e. Gunakan alat disposible steril setiap melakukan tindakan suction trakea
Rasional: jalan nafas merupakn area steril sehingga alat digunkan juga steril untuk
mencegah penularan infeksi.
f. Pilihlah selang suction dengan ukuran setengah dari diameter endotrakeal,
trakheostomy, atau saluran nafas pasien
Rasional: penggunaan dimater yang lebih kecil agar tidak menyumbat jalan nafas
dan memberikan ruang agar pasien mampu melakukan respirasi
g. Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
Rasional : aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas
h. Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP
dan irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction
Rasional : Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika
terjadi perburukan suction bisa dihentikan.
i. Lakukan suction pada oropharing setelah selesai suction pada trakea
Rasional : melancarkan jalan nafas sehingga SaO2 menjadi optimal
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.
Tujuan:
Setelah diberikan askep selama ... x ... jam diharapkan pola napas klien efektif dengan
kriteria hasil:
Status pernapasan: ventilasi
 Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
 Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation from
normal range)
 Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal range)
Tanda-tanda vital
 Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no deviation
from normal range)
Intervensi :
Monitoring respirasi
a. Pantau RR, irama dan kedalaman pernapasan klien.
Rasional : Ketidakefektifan pola napas dapat dilihat dari peningkatan atau
penurunan RR, serta perubahan dalam irama dan kedalaman pernapasan
b. Pantau adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada pada
klien
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan dan retraksi dinding dada
menunjukkan terjadi gangguan ekspansi paru
Memfasilitasi ventilasi
a. Berikan posisi semifowler pada klien.
Rasional : Posisi semifowler dapat membantu meningkatkan toleransi tubuh untuk
inspirasi dan ekspirasi.
b. Pantau status pernapasan dan oksigen klien.
Rasional : Kelainan status pernapasan dan perubahan saturasi O2 dapat menentukan
indikasi terapi untuk klien
c. Berikan dan pertahankan masukan oksigen pada klien sesuai indikasi
Rasional : Pemberian oksigen sesuai indikasi diperlukan untuk mempertahankan
masukan O2 saat klien mengalami perubahan status respirasi.
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
capiler
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan gangguan
pertukaran gas dapat diatasi dengan kriteria hasil:
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
 Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
 RR normal
 AGD klien dalam batas normal
Intervensi :
Airway Management
a. Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.
Rasional :Untuk memperlancar jalan napas klien.
b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Rasional : Memaksimalkan posisi untuk meningkatkan ventilasi klien.
c. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.
Rasional : Menghilangkan obstruksi jalan napas klien.
d. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
Rasional : Memantau kondisi jalan napas klien.
Respiratory Monitoring
a. Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi.
Rasional : Mengetahui karakteristik napas klien.
b. Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi
otot supraclavicular dan intercostal
Rasional : Penggunaan otot bantu pernapasan menandakan perburukan kondisi
klien.
c. Lakukan pemeriksaan AGD pada klien.
Rasional : Pemantauan AGD dapat menunjukkan status respirasi dan adanya
kerusakan ventilasi klien.
4. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
transportasi oksigen melewati membran kapiler dan atau alveolar
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ... jam diharapkan perfusi jaringan
perifer klien adekuat dengan kriteria hasil :
Tissue Perfusion : Peripheral
 Suhu pada ekstremitas (5= no deviation from normal range)
 Kekuatan nadi kaki (5= no deviation from normal range)
 CRT (5= no deviation from normal range, <2 detik)
 Tekanan darah sitolik (5= no deviation from normal range)
 Tekanan darah diastolik (5= no deviation from normal range)
Tissue Integrity : Skin
 Sensasi (not compromised : 5)
 Elastisitas (not compromised : 5)
Intervensi :
Ciculation Precaution
a. Melakukan pemeriksaan sirkulasi periferal secara komprehensif, seperti: mengecek
nadi perifer, edema, CRT, warna, dan temperatur pada ekstremitas
Rasional: Untuk mengetahui perkembangan status pefusi di jaringan perifer
b. Auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat terjadinya bunyi jantung ekstra.
Rasional : Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan kompensasi upaya
peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan
dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan / peningkatan regangan
jantung kanan. Bunyi jantung ekstra, misalnya S3 dan S4 terlihat sebagai
peningkatan kerja jantung / terjadinya dekompensasi.
c. Observasi perubahan status mental
Rasional : Gelisah, bingung, disorientasi, dan/ atau perubahan sensori/ motor dapat
menunjukkan gangguan aliran darah, hipoksia, atau cedera vaskuler cerebral (CSV)
sebagai akibat emboli sistemik.
d. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa
Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane bibir atau lidah; atau dingin,
burik menunjukkan fase kontriksi perifer (shock) dan / atau gangguan darah
sistemik.
e. Tinggikan kaki/ telapak bila di tempat tidur/ kursi. Dorong pasien untuk latian kaki
dengan fleksi/ ekstesi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangkan kaki dan
duduk atau berdiri terlalu lama. Pakai/ tunjukkan bagaimana menggunakan atau
melepas stocking bila digunakan.
Rasional : Tindakan ini dilakukan untuk menurunkan stasis vena dikaki dan
pengumpulan darah pada vena pelvis untuk menurunkan resiko pembentukan
thrombus.
Periphereal Sensation Management
a. Monitor penggunaan thrombophlebitis dan penggunaan thrombosis
Rasional: pengguaan tanpa pemantauan menyebabkan terjadinya penurunan cairan
berlebih.
b. Diskusikan dengan klien mengenai sensasi dan perubahan sensasi
Rasional: memantau kondisi atau keluhan yang dialami klien.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .... x ... jam diharapkan kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
a. Status nutrisi:
 Masukan nutrisi adekuat (skala 5 = no deviation from normal range)
 Masukan makanan dalam batas normal (skala 5 = no deviation from normal
range)
b. Status nutrisi : masukan nutrisi:
 Masukan kalori dalam batas normal (skala 5 = totally adekuat)
 Nutrisi dalam makanan cukup mengandung protein, lemak, karbohidrat, serat,
vitamin, mineral, ion, kalsium, sodium (skala 5 = totally adekuat)
c. Status nutrisi : hitung biokimia
 Serum albumin dalam batas normal (3,4-4,8 gr/dl) (skala 5 = no deviation from
normal range)
 Berat badan dapat dipertahankan / Tidak terjadi penurunan berat badan (skala
5 = no deviation from normal range)
Intervensi :
Nutrition therapy
a. Mengindikasikan pemberian terapi nutrisi parenteral (NGT).
Rasional : Membantu pemenuhan asupan nutrisi yang adekuat.
b. Monitor makanan/cairan yang dimakan dan hitung asupan kalori tiap hari dengan
tepat.
Rasional : Mengetahui perkembangan makan/minum klien sesuai kebutuhan.
c. Monitor ketepatan diet order yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi klien.
Rasional : Mencegah klien mendapat asupan yang tidak sesuai dengan prosedur.
d. Jaga kebersihan mulut.
Rasional : Menjaga kebersihan mulut dapat meningkatkan nafsu makan
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Rasional :Untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang sesuai dengan
kebutuhan klien
Fluid/ electrolyte management
a. Monitor abnormal serum elektrolit klien.
Rasional : Membantu memberikan terapi yang tepat sesuai kebutuhan.
b. Berikan intravenous infusion sesuai indikasi.
Rasional : Membantu menambah cairan/elektrolit tubuh bila asupan oral tidak
memenuhi kebutuhan.
Penanganan berat badan:
a. Timbang berat badan klien secara teratur.
Rasional : Dengan memantau berat badan klien dengan teratur dapat mengetahui
kenaikan ataupun penurunan status gizi.
b. Pantau konsumsi kalori harian.
Rasional : membantu mengetahui masukan kalori harian klien disesuaikan dengan
kebutuhan kalori sesuai usia.
c. Pantau hasil laboratorium, seperti kadar serum albumin, dan elektrolit.
Rasional : kadar albumin dan elektrolit yang normal menunjukkan status nutrisi
baik. Sajikan makanan dengan menarik.
6. Perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan gangguan aliran
darah ke otak dan penurunan suplai O2 ke serebral ditandai dengan penurunan
kesadaran, adanya riwayat kejang.
Tujuan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x ...jam diharapkan tercapai
keefektifan perfusi jaringan serebral, dengan kriteria hasil:
a. Tissue perfusion : Cerebral (Perfusi jaringan serebral)
 Tekanan darah sistolik normal (120 mmHg) (skala 5 = no deviation from
normal range)
 Tekanan darah diastolik normal (80 mmHg) (skala 5 = no deviation from
normal range)
 Tidak ada sakit kepala (skala 5 = none)
 Tidak ada agitasi (skala 5 = none)
 Tidak ada syncope (skala 5 = none)
 Tidak ada muntah (skala 5 = none)
b. Seizure Control
 Pasien tidak mengalami kejang (skala 5 = Consistenly Demonstrated)
 Lingkungan sekitar pasien dalam keadaan aman (skala 5 = Consistenly
Demonstrated)
Intervensi :
Cerebral Perfusion Promotion
a. Pantau tingkat kerusakan perfusi jaringan serebral, seperti status neurologi dan
adanya penurunan kesadaran.
Rasional: kegagalan perfusi jaringan serebral dapat mempengaruhi status neurologi
dan tingkat kesadaran klien.
b. Konsultasikan dengan dokter untuk menentukan posisi kepala yang tepat (0, 15,
atau 30 derajat) dan monitor respon klien terhadap posisi tersebut.
Rasional : posisi yang tepat dapat membantu memperlancar aliran darah ke otidak
sehingga nutrisi dan O2 ke otidak adekuat.
c. Monitor status respirasi (pola, ritme, dan kedalaman respirasi; PO2, PCO2, PH, dan
level bikarbonat)
Rasional : status respirasi dapat menjadi indikator keadekuatan perfusi oksigen ke
otidak.
d. Monitor nilai lab untuk perubahan dalam oksigenasi
Rasional: oksigenasi yang tidak adekuat dapat menurunkan perfusi oksigen ke
otidak.
Oxygen Therapy
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas.
Rasional: mempertahankan kepatenan jalan napas bertujuan untuk mencegah
terputusnya aliran oksigen ke otidak sehingga mencegah terjadinya hipoksia
jaringan otidak.
b. Monitor aliran oksigen.
Rasional: untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai dengan
kebutuhan.
Vital Signs Monitoring
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum
dan status keefektifan perfusi jaringan.
b. Ukur tekanan darah setelah klien mendapatkan medikasi/terapi.
Rasional: pengukuran tekanan darah setelah mendapatkan terapi/medikasi penting
untuk mengetahui keefektifan terapi.
Seizure management
a. Monitor secara langsung mata dan kepala selama kejang
Rasional: pada stroke hemoragik pemantaun mata dan kepala penting apa adanya
perburukan kondisi pasien
b. Monitor status neurologik
Rasional: satus neurologik pasien membrikan gamabran seizure dan dapat
memberikan intervensi yang tepat
c. Monitor TTV
Rasional: perubahan TTV menunjukan adanya perbaikan atau perburukan kondisi
pasien
d. Dokumentasikan informasi tentang kejadian kejang
Rasional: pendokumentasian penting untuk memantau status perkembangan
neurologi pasien
e. Berikan antikonvulsan Phenytoin 3x100 mg/IV dan neuroprotektor Citicolin 3x250
mg/IV
Rasional: Phenytoin cenderung menstabilkan ambang kejang terhadap kepekaan
yang berlebihan yang disebabkan oleh rangsangan berlebihan atau perubahan-
perubahan lingkungan yang dapat mengurangi derajat membran terhadap Natrium
termasuk pengurangan potensiasi pasca tetanik pada sinap. Citicolin juga
memperbaiki fungsi kognitif dengan cara meningkatkan kadar kolin.
Seizure Precaution
a. Hindarkan barang-barang yang berbahaya dari sekitar pasien
Rasional: arang-barang yang berbahaya bisa digunakan untuk mencederai diri
pasien
b. Jaga ikatan di samping tempat tidur
Rasional: memberikan keamanan bagi pasien dan tidak menimbulkan risio jatuh
c. Pasang tiang pengaman
Rasional: memberikan pengaman sehingga pasien tidak cedera
d. Gunkan paddle pada sisi tempat tidur
Rasional: menghidari timbulnya cedera pada pasien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, L. S., Smeltzer, S. C. O. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2014).
Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-surgical Nursing. Philadelphia: Wolters
Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.
Caserta, M.T. (2009). Neonatal Pneumonia, Onlline, Availble,
http://www.merck.com/mmpe/sec19/ch279/ch2791.html , diakses 19 Februari 2019
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2014). Nursing care plans : guidelines for
individualizing client care across the life span, 9th Edition. Philadelphia, PA: F. A. Davis
Company.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA International, Inc. Nursing Diagnoses :
Definitions and Classification. New York: Thieme.
Kosim Sholeh M, dkk. (2008). Buku Ajaran Neonatologi, edisi pertama. Jakarta : IDAI
Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis, MO: ELSEVIER Mosby.

Anda mungkin juga menyukai