Anda di halaman 1dari 47

BORANG PORTOFOLIO INTERNSHIP

BRONKOPNEUMONIA

Disusun oleh:
dr. Meylan Fitriyani

Pembimbing
dr. Dian Arissanthy

PROGRAM DOKTER INTERSHIP RSUD KOTA CILEGON


PERIODE MEI 2021 - MEI 2022
CILEGON

i
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Meylan Fitriyani


Jabatan : Dokter Internship
Periode Internship : Periode Mei 2021 –Mei 2022
Topik : Bronkopneumonia
Wahana : RSUD Cilegon

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL :

...................................................

Dokter Pembimbing

dr. Dian Arissanthy

ii
ii
i
DAFTAR ISI

HALAMAN
Halaman Judul..................................................................................................................i
Lembar pengesahan .........................................................................................................ii
Kata pengantar.................................................................................................................iii
Daftar Isi..........................................................................................................................iv
Bab I Pendahuluan...........................................................................................................1
Bab II Tinjauan Pustaka ..................................................................................................2
2.1. Definisi.....................................................................................................................2
2.2. Epidemiologi............................................................................................................2
2.3. Etiologi.....................................................................................................................2
2.4. Faktor risiko.............................................................................................................4
2.5. Klasifikasi................................................................................................................6
2.6. Patofisiologi.............................................................................................................7
2.7. Manifestasi klinis.....................................................................................................8
2.8. Diagnosis.................................................................................................................12
2.9. Tatalaksana..............................................................................................................16
2.10 Komplikasi.............................................................................................................19
2.11 Pencegahan.............................................................................................................20
Bab III Presentasi Kasus................................................................................................21
Bab IV Pembahasan.......................................................................................................38
Bab V Kesimpulan.........................................................................................................42
Daftar Pustaka ................................................................................................................43

i
v
BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Sedangkan bronkopenumonia


merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru.
Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara
10-20% pertahun. Bronkopneumonia dan infeksi saluran napas bawah lainnya adalah penyebab
utama kematian di seluruh dunia. Karena bronkopneumonia menunjukkan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan, diagnosis yang tepat, identifikasi komplikasi yang ada dan tatalaksana
yang tepat merupakan hal penting.1
Bronkopneumonia dapat terjadi di semua usia, tetapi lebih sering ditemukan pada anak-anak.
Bronkopneumonia merupakan penyebab mortalitas anak di bawah usia 5 tahun. Pada tahun 2013,
bronkopneumonia menyebabkan kematian pada 935.000 anak di bawah 5 tahun. 2 Kasus
bronkopneumonia di negara maju berkisar 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara
berkembang berkisar 10-20 kasus/100 anak/tahun.3
Komplikasi yang dapat ditimbulkan bronkopneumonia bukanlah hal yang sepele. Biaanya
timbul karena kegagalan terapi, kondisi imunodefisiensi, dan lain-lain. Komplikasi yang dapat
timbul misalnya empiema, abses paru, efusi perikardial, pneumonia nekrotikan, hingga atelektasis.
Kondisi tersebut tentu semakin meningkatkan mortalitas pada anak-anak.4
Oleh karena itu diperlukan identifikasi kasus secara tepat melalui anamnesis yang lengkap,
pemeriksaan fisik yang benar, dan bila perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis untuk
menegakkan secara cepat dan tepat diagnosis dari bronkopneumonia sehingga tidak terjadi
keterlambatan dalam penanganan bronkopneumonia.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstisial.3 Sedangkan bronkopneumonia adalah gambaran radiologis yang disebabkan oleh
inflamasi peribronkhial supuratif dan konsolidasi satu atau lebih lobules akibat adanya infeksi,
terutama bakteri.5

2.2. Epidemiologi

Pneumonia merupakan penyebab kematian anak berusia di bawah 5 tahun di seluruh dunia.
Diperkirakan sekitar 1,2 juta kematian tiap tahun. Insiden pneumonia lebih dari 10 kali lipat lebih
tinggi di negara berkembang dibandingkan negara maju.6
Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit pada anak di bawah umur 2 tahun. Perbedaan
tersebut dikarenakan adanya antibiotik, vaksin, dan meluasnya pembiayaan asuransi kesehatan
untuk anak.6 Di Indonesia, berdasarkan survey kesehatan nasional (SKN) 2015, 27,6% kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama
pneumonia.7

2.3. Etiologi

Walaupun pneumonia terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme, pneumonia juga


dapat disebabkan oleh faktor noninfeksi misalnya aspirasi (makanan atau asam lambung, benda
asing, hidrokarbon, dan substansi lipoid), reaksi hipersensitivitas, dan obat-obatan atau radiasi yang
dapat memicu pneumonitis.6
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan. 7
Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil berbeda dengan anak yang lebih
besar. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan
bakteri Gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp,atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih
besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza tipe B, dan Staphylococcus aureus. Pada anak yang lebih besar dan remaja,

2
selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumonia.7
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, di samping bakteri,
atau campuran bakteri dan virus. Virus yang terbanyak ditemukan adalah Respiratory Syncytial
Virus (RSV), Rhinovirus, dan Parainfluenza. Bakteri yang terbanyak adalah Streptococcus
pneumonia, Haemophilus influenza tipe B, dan Mycoplasma pneumoniae. Kelompok anak berusia
2 tahun ke atas mempunyai etiologi infeksi bakteri yang lebih banyak dibandingkan anak berusia di
bawah 2 tahun.7
Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus
(RSV) dan Rhinovirus merupakan virus penyebab tersering, khususnya usia kuang dari 2 tahun.
Infeksi lebih dari 1 jenis virus terjadi pada 20% kasus. Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa
Streptococcus pneumonia dan Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang paling sering
ditemukan pada apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59 bulan.3,6
Berikut adalah daftar penyebab pneumonia berdasarkan kelompok usia7:
Tabel 1. Daftar penyebab pneumonia berdasarkan kelompok usia.7
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria monocytogenes Haemophilus influenza
Lahir – 20 hari Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus sitomegalo
Virus herpes simpleks
Bakteri Bakteri
Chlamidia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
3 minggu – 3 bulan
Virus adeno Staphylococcus aureus
Virus influenza Ureaplasma urealyticum
Virus parainfluenza Virus
Respiratory syncytial virus Virus sitomegalo

3
Bakteri Bakteri
Chlamidia pneumoniae Haemophilus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumonia Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
4 bulan – 5 tahun
Virus adeno Virus
Virus influenza Virus varicella-zoster
Virus parainfluenza
Virus rino
Respiratory Syncytial Virus
Bakteri Bakteri
Chlamidia pneumonia Haemophilus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumonia Staphylococcus aureus
Virus
Virus adeno
5 tahun - remaja
Virus Epstein-barr
Virus influenza
Virus parainfluenza
Virus rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus varicella-zoster

2.4. Faktor risiko

Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko kejadian dan derajat pneumonia. Faktor-
faktor tersebut secara garis besar mempengaruhi status imunitas anak tersebut melalui berbagai
mekanisme, antara lain3,8,9:
1. Polusi/ pajanan asap rokok

Perokok pasif merupakan faktor risiko terjadinya infeksi saluran napas pada anak.
Perokok pasif pada anak menyebabkan supresi fungsi fagosit dan aktivitas sel silia,

4
meningkatkan kemungkinan adesi bakteri pada epitel saluran pernapasan dan menyebabkan
koloni bakteri.
2. Gizi buruk/malnutrisi

Adanya malnutrisi, terutama protein dan energi, sangat erat kaitannya dengan rendahnya
imunitas sehingga menjadi rentan terkena infeksi, khususnya infeksi saluran napas bawah
seperti pneumonia.
Defisiensi vitamin A meningkatkan risiko infeksi dan abnormalitas pada sel epitel dan sel
imun. Peran vitamin A dalam tumbuh kembang sel dan jaringan, khususnya pada sel epitel
respirasi dan jaringan paru, sangat penting. Pada jaringan paru, sel alveolar tipe II
bertanggung jawab terhadap sintesis dan sekresi surfaktan.
Defisiensi vitamin D juga memberikan dampak yang buruk karena vitamin D terlibat
dalam beberapa proses biologis seperti metabolisme tulang (penyerapan kalsium dalam usus),
modulasi respon imun, dan regulasi proliferasi dan diferensiasi sel imun.
3. Status sosioekonomi yang rendah

Status sosioekonomi yang rendah juga dikaitkan dengan edukasi maternal yang tidak
adekuat. Peran ibu dalam promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, membantu identifikasi
awal penyakit, dan perawatan sangat penting.
Lingkungan tempat tinggal yang padat penghuninya dan adanya saudara serumah yang
menderita batuk, kamar tidur yang terlalu padat penghuninya juga meningkatkan risiko
infeksi.
4. Berat badan lahir rendah (BBLR)

Beberapa studi dilakukan untuk menemukan hubungan antara BBLR dan rentannya
terserang infeksi saluran napas bawah. Setelah disimpulkan terdapat 2 mekanisme utama
yang menyebabkan hal tersebut yaitu rendahnya imunitas dan defek pada fungsi paru. Selain
itu terdapat defisiensi besi, zinc, dan tembaga.
5. Tidak mendapat air susu ibu (ASI)

ASI dapat melindungi anak dari risiko infeksi saluran napas bawah berupa proteksi pasif.
ASI mengandung elemen spesifik seperti limfosit dan antibodi, yaitu IgA, dan komponen
nonspesifik lainnya seperti fagosit, makrofag, laktoferin, lisosim, laktoperoksidase,
oligosakarida, faktor bifidus, komplemen C3 dan C4 yang dapat melindungi anak melawan
penyakit infeksi, khususnya 2 faktor penyebab kematian, yaitu diare dan infeksi saluran napas

5
akut yang tidak dapat dicegah dengan vaksinasi publik.
Studi menunjukkan efek proteksi melawan infeksi saluran napas bawah tidak berubah
seiring dengan bertambahnya usia anak. Diperkirakan pemberian ASI secara penuh/ekslusif
atau sebagian menghasilkan 50% penurunan mortalitas akibat infeksi saluran napas akut pada
anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
Selain dari faktor di atas, terdapat faktor risiko lainnya yang berkaitan dengan terjadinya
pneumonia di antaranya GER (Gastroesophageal reflux) dan aspirasi.

2.5. Klasifikasi10,11

1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:


a) Pneumonia komuniti (community – acquired pneumonia)
Pneumonia yang didapat di masyarakat dan sering disebabkan oleh kokus Gram positif
(Pneumococcus, Staphylococcus), basil Gram negatif (Haemophillus influenzae), dan
bakteri atipik.
b) Pneumonia nosokomial (hospital – acquired pneumonia)
Pneumonia yang timbul setelah 72 jam dirawat di rumah sakit, yang lebih sering
disebabkan oleh bakteri Gram negatif (Staphylococcus aureus) dan jarang oleh
pneumokokus atau Mycoplasma pneumoniae.
c) Pneumonia aspirasi
pneumonia yang terjadi akibat aspirasi antara lain makanan dan asam lambung

d) Pneumonia pada penderita immunocompramised.

2. Berdasarkan mikoorganisme penyebab


a) Pneumonia bakterial/ tipikal.
b) Pneumonia atipikal: disebabkan Mycoplasma, Legionella, dan Clamydia
c) Pneumonia virus
d) Pneumonia jamur: sering merupakan infeksi sekunder dengan predileksi pada penderita
dengan daya tahan tubuh lemah (immunocompromised)

6
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a) Pneumonia lobaris
b) Bronkopneumonia/pneumonia lobularis.
c) Pneumonia interstisial
2.6. Patofisiologi

Sistem respiratori bagian bawah secara normal terjaga dalam kondisi steril melalui
mekanisme pertahanan fisiologis, seperti klirens mukosilier, sekresi Imunoglobulin A (IgA), dan
mekanisme batuk. Mekanisme pertahanan imunologis yang membatasi invasi organism pathogen
terdiri dari makrofag, sekresi IgA, dan immunoglobulin lainnya. Trauma, anestesia, dan aspirasi
meningkatkan risiko infeksi pulmoner.6
Pneumonia ditandai dengan inflamasi pada alveoli dan rongga udara terminal akibat invasi
agen infeksius yang masuk ke paru melalui penyebaran hematogen maupun inhalasi. Kaskade
inflamasi memicu ekstravasas/leakage plasma dan hilangnya surfaktan sehingga udara menghilang
dan terjadi konsolidasi.1
Respon inflamasi yang teraktivasi kemudian sering menyebabkan migrasi leukosit diikuti
pelepasan substansi toksik dari granul-granul dan mikrobisidal serta aktivasi kaskade komplemen.
Kaskade ini dapat menyebabkan cedera secara langsung pada jaringan host dan mengubah
integritas endotel dan epitel, tonus vasomotor, hemostasis intravaskular, dan aktivasi serta migrasi
leukosit pada fokus inflamasi. Peran apoptosis dalam pneumonia masih belum diketahui jelas.1
Pada pneumonia terjadi gangguan pada komponen volume dari ventilasi akibat kelainan
langsung di parenkim paru. Akibat adanya gangguan ventilasi karena gangguan volume ini tubuh
akan berusaha mengkompensasinya dengan cara meningkatkan volume tidal dan frekuensi nafas
sehingga secara klinis terlihat takipnea dan dispnea dengan tanda-tanda inspiratory effort. Akibat
penurunan ventilasi maka rasio optimal antara ventilasi perfusi tidak tercapai (V/Q < 4/5) yang
disebut ventilation perfusion mismatch. Tubuh berusaha meningkatkannya sehingga terjadi usaha
nafas ekstra dan pasien terlihat sesak. Selain itu volume paru secara fungsional berkurang karena
proses inflamasi dan akan mengganggu proses difusi. Kondisi tersebut menyebabkan gangguan
pertukaran gas yang berakibat terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat bisa terjadi gagal
nafas.
Infeksi yang disebabkan oleh virus ditandai dengan akumulasi sel mononuklear pada ruang
submukosa dan perivaskular sehingga menyebabkan obstruksi parsial saluran napas. Pasien dengan
infeksi ini akan menunjukkan adanya wheezing dan ronki. Penyakit bertambah parah ketika sel

7
alveolar tipe II kehilangan integritas strukturalnya dan produksi surfaktan berkurang, terbentuk
membrane hialin, dan edema pulmoner terjadi.1,6
Pada infeksi bakteri, terdapat beberapa perubahan patologis berkaitan dengan perjalanan
penyakit pneumonia ini. Stadium pertama dikenal dengan stadium kongesti. Stadium ini terjadi
dalam waktu 24 jam infeksi, yang ditandai dengan adanya kongesti vaskular dan edema alveolar.
Terdapat beberapa bakteri dan neutrofil. Edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.1,6
Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, di mana alveoli terisi cairan proteinaseus
yang memicu influks eritrosit dan sel polimorfonuklear (PMN) yang diikuti dengan deposisi fibrin.
Selain itu dapat ditemukan pula cairan edema dan kuman di alveoli. Stadium ini dikenal dengan
hepatisasi merah. Stadium ini berlangsung selama 2-3 hari. Disebut hepatisasi merah karena
memiliki kesamaan dengan konsistensi liver, yang ditandai dengan banyaknya eritrosit, neutrofil,
sel epitel yang mengalami deskuamasi, dan fibrin.1,7
Selanjutnya deposit fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli
dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Selain itu terjadi disintegrasi dari eritrosit. Stadium ini
disebut dengan stadium hepatisasi kelabu. Stadium ini berlangsung sekitar 2-3 hari.1,7
Selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin
menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium akhir ini disebut stadium resolusi. Sistem
bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.7

2.7. Manifestasi klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga sedang,
sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan
mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di RS.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah imaturitas
anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadan
tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan diagnostik invasif, etiologi noninfeksi yang
relatif lebih sering, dan faktor patogenesis. Di samping itu, kelompok usia pada anak merupakan
faktor penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung berat ringannya infeksi, tetapi
secara umum adalah sebagai berikut7:

8
1. Gambaran infeksi umum :
a) demam: suhu bisa mencapai 39 – 40 oC
b) sakit kepala
c) gelisah
d) malaise
e) penurunan nafsu makan
f) keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare
g) kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner

2. Gambaran gangguan respiratori:


a) batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif
b) sesak nafas
c) retraksi dada
d) takipnea
e) napas cuping hidung
f) penggunaan otat pernafasan tambahan
g) air hunger
h) merintih
i) sianosis

3. Takipneu berdasarkan WHO12:


a) Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit
b) Usia 2-12 bulan≥ 50 x/menit
c) Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit
d) Usia 6-12 tahun≥ 28 x/menit
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari, misalnya rinitis dan batuk. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak – anak. Bila
terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus,
biasanya terdapat demam tetapi suhunya lebih rendah bila dibandingkan dengan demam pada
pneumonia bakterial. Pada pneumonia bakterial umumnya ditandai dengan demam tinggi, batuk,
dan nyeri dada. Pada beberapa anak, mereka cenderung berbaring pada sisi yang terkena untuk
meminimalisir nyeri pleuritik dan meningkatkan ventilasi. Takipnea adalah manifestasi klinis yang

9
paling konsisten dari pneumonia.
Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan juga tergantung dari stadium pneumonia. Pada awal
penyakit, menurunnya suara napas dan ronki umumnya terdengar pada daerah paru yang terkena.
Ketika sudah terbentuk konsolidasi atau komplikasi dari pneumonia seperti efusi pleura atau
empiema, redup pada perkusi dapat ditemukan dan suara napas juga melemah. Distensi abdomen
dapat menonjol karena dilatasi lambung dari udara yang tertelan. Nyeri abdomen juga umum pada
pneumonia lobus bawah. Hepar dapat terasa membesar disebabkan karena penurunan diafragma
akibat hiperinflasi paru.
Pada inspeksi didapatkan adanya peningkatan usaha napas ditandai dengan retraksi
interkostal, subkostal, dan suprasternal, napas cuping hidung, dan penggunaan otot tambahan
lainnya. Infeksi yang berat dapat disertai dengan sianosis dan letargi, khususnya pada bayi. Pada
palpasi dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal fremitus yang meningkat pada daerah terkena.
Pada perkusi didapatkan suara pekak atau redup pada daerah yang terkena, Pada auskultasi
mungkin didapatkan suara napas melemah, ronki, dan wheezing.
Pada bayi juga ditemukan adanya infeksi saluran napas atas terlebih dahulu dan
menurunnya nafsu makan, disusul dengan demam yang tiba-tiba, gelisah, dan distres pernapasan.
Bayi akan tampak sakit, distres pernapasan bermanifestasi sebagai dengkur, napas cuping hidung,
retraksi interkostal, subkostal, dan suprasternal, napas cuping hidung, dan penggunaan otot
tambahan lainnya, takipnea, takikardi, dan sianosis. Pemeriksaan fisik yang ditemukan biasanya
tidak khas, terutama pada bayi yang masih kecil. Beberapa bayi dengan pneumonia bakterial juga
terdapat gangguan gastrointestinal misalnya muntah, anoreksia, diare, dan distensi abdomen akibat
ileus paralitik.6,7
2.8. Diagnosis

WHO mengembangkan pedoman diagnosis sederhana yang ditujukan untuk Pelayanan


Kesehatan Primer dan sebagai pendidikan kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang.
Gejala klinis sederhana tersebut meliputi: napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar
anak segera dirujuk ke rumah sakit. Napas cepat dinilai dengan menghitung napas anak dalam 1
menit penuh dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas ( retraksi epigastrium ). Tanda bahaya pada
anak berusia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan
gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak berusia dibawah 2 bulan adalah malas minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin. Berikut adalah

10
klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut:

Tabel 2. Diagnosis Pneumonia Untuk Bayi dan Anak Usia 2 Bulan – 5 Tahun.1
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia berat
 bila ada sesak napas
 harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia
 bila tidak ada sesak napas
 ada napas cepat dengan laju napas
o > 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun
o > 40 x/menit untuk anak > 1 – 5 tahun
 tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral
Bukan pneumonia
 bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
 tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya
diberikan pengobatan simptomatis seperti penurun panas

Namun, menurut Pelayanan Kesehatan Medik Rumah Sakit ( WHO ), pneumonia dapat dibagi
menjadi pneumonia ringan dan berat:
1. Pneumonia ringan: Disamping batuk atau kesulitan napas, hanya terdapat napas cepat saja,
dimana napas cepat adalah:
a. pada usia 2 bulan – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
b. pada usia 1 tahun – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
2. Pneumonia berat: Batuk dan atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut ini:
a. kepala terangguk – angguk
b. pernapasan cuping hidung
c. tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. foto dada menunjukkan gambaran pneumonia ( infiltrat luas, konsolidasi, dll. )
Selain itu bisa didapatkan pula tanda berikut ini:

11
 Napas cepat
o anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali / menit
o anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali / menit
o anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali / menit
o anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali / menit
 Suara merintih ( grunting ) pada bayi muda
 Pada auskultasi terdengar
o crackles ( ronki )
o suara pernapasan menurun
o suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
 tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
 kejang, letargi, atau tidak sadar
 sianosis
 distress pernapasan berat 12

Adapun diperlukan pemeriksaan anamnesis , pemeriksaan fisik serta penunjang dalam


mendiagnosis agar lebih tersistematis,

1. Anamnesis6,13

Bergantung pada berat ringannya infeksi. Secara umum dapat ditemukan:


a) Gejala infeksi umum: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal (mual, muntah, diare).
b) Gangguan respiratorik: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, sianosis.

2. Pemeriksaan fisik
a) Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan pada saat
awal pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang dapat menyebabkan anak gelisah
atau rewel.
b) Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan
makan/minum.

12
c) Gejala distres pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk, krepitasi, dan
penurunan suara napas.
d) Takipnea adalah tanda klinis yang paling signifikan. Untuk diukur secara akurat,
frekuensi pernapasan harus dihitung 1 menit penuh ketika anak sedang diam. Pada
anak yang demam, tidak adanya takipnea dapat menyingkirkan pneumonia. (97,4%).
Tetapi adanya takipnea pada anak demam memiliki nilai prediktif positif yang rendah
(20,1%) karena demam sendiri dapat meningkatkan frekuensi napas 10x/menit/oC.
Pada anak dengan takipnea yang disertai dengan retraksi, dengkur, napas cuping
hidung, dan krepitasi mensugestikan pneumonia.
e) Dapat ditemukan pekak perkusi, ronki.
f) Demam dan sianosis.
g) Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang klasik.
Pada anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke
abdomen. Pada bayi muda terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hipopnea.

3. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
a. Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan
infeksi saluran napas bawah akut ringan tanpa komplikasi.
b. Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang di rawat
inap atau bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
c. Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps
lobus, kecurigaan terjadi komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau
memburuk, atau tidak respon antibiotik.
d. Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.
e. Secara umum, gambaran foto thoraks pada pneumonia dapat berupa:
• Infiltrat interstisial: peningkatan corakan bronkovaskular, hiperaerasi.
• Infiltrat alveolar: konsolidasi paru dengan air bronchogram, disebut sebagai
pneumonia lobaris bila mengenai 1 lobus paru.
• Bronkopneumonia: bercak infiltrate difus merata pada kedua paru (dapat
meluas hingga daerah perifer paru) disertai dengan peningkatan corakan
peribronkhial.

13
• Penebalan peribronkhial, infiltrat interstisial merata, hiperinflasi cenderung
terlihat pada infeksi virus.
• Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen/lobar, bronkopneumonia, dan air
bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.

Gambar 1. Gambaran radiologis pneumonia pneumokokal pada anak laki-laki usia 14 tahun dengan
batuk dan demam. .(A) foto PA (B) foto lateral, menunjukkan konsolidasi pada lobus kanan bawah,
secara kuat menunjukkan pneumonia bakterial.6

b) Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan untuk
membantu menentukan pemberian antibiotik. Pada pneumonia viral nilai leukosit
dapat normal/ sedikit meningkat tetapi tidak lebih dari 20.000/mm 3 dengan
dominasi limfosit, sedangkan pada pneumonia bakterial, nilai leukosit meningkat
(leukositosis), berkisar antara 15.000 – 40.000/mm 3, didominasi oleh PMN. Pada
infeksi Chlamydia kadang ditemukan eusinofilia.
b. Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tatalaksana anak dengan pneumonia berat.
c. Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan, tetapi
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap
anak yang dicurigai menderita pneumonia bakterial.
d. Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi antigen
virus dengan atau tanpa kultur virus juka fasilitas tersedia.

14
e. Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk
penegakan diagnosis dan menetukan mulainya pemberian antibiotik.
f. Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut lainnya
tidak dapat membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak direkomendasikan
sebagai pemeriksaan rutin.
g. Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat
kontak dengan penderita TB dewasa.

c) Pemeriksaan lain

Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oxymetry.

Pada pneumonia atipikal yang disebabkan oleh C.pneumoniae atau M.pneumoniae sulit
dibedakan dari pneumonia pneumokokal dari hasil laboratorium dan radiologis.
Pada daerah dengan fasilitas yang tidak memadai, WHO merekomendasikan penggunaan
peningkata frekuensi napas dan retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara
berkembang. Namun demikian, kriteria ini memiliki sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi
dan sering overlapping dengan gejala malaria.
Berikut adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO3:
1. Bayi kurang dari 2 bulan
a. Pneumonia berat: napas cepat atau retraksi berat
b. Pneumonia sangat berat: tidak mau menetek/minum, kejang, letargi, demam atau
hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler.
2. Anak umur 2 bulan- 5 tahun
a. Pneumonia ringan: napas cepat
b. Pneumonia berat: retraksi
c. Pneumonia sangat berat: tidak dapat minum/ makan, kejang, letargi, malnutrisi.

15
2.9. Tatalaksana7,12

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan terutama
berdasarkan berat – ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau
makan/minum, atau bila ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia
harus dirawat inap. Dasar tatalaksana pada pnuemonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan
intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam – basa dan elektrolit, dan
gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Penggunaan antibiotik
yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan. Terapi antibiotik harus segera
diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga disebabkan oleh bakteri. Karena identifikasi
dini mikroorganisme tidak umum dilakukan, maka pemilihan antibiotik dipilih berdasarkan
pengalaman empiris yang didasarkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor epidemiologis.

2.9.1. Rawat Jalan


Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin 25 mg/kgBB atau kotrimoksazol 4 mg/kgBB TMP dan 20 mg/kgBB
sulfametoksazol dua kali sehari selama 3 hari. Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru,
dapat digunakan sebagai terapi alternatif beta – laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumoniae dan bakteri atipik.
Setalah itu, anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa kembali
anaknya setelah 2 hari atau lebih kalau keadaan anak memburuk atau tidak dapat minum atau
menyusui. Bila pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik,
lanjutkan pengobatan sampai selesai 3 hari. Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan
tidak ada perubahan, ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi. Jika
ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani sesuai pedoman pneumonia
berat.

16
2.9.2. Rawat Inap
Pasien yang memenuhi kriteria dibawah ini harus dirawat inap3,13:
1. Bayi:
 Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
 Frekuensi napas > 60x/menit
 Distres pernapasan, apnea intermiten atau grunting
 Tidak mau minum/menetek
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah.

2. Anak:
 Saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
 Frekuensi napas > 50x/menit
 Distres pernapasan
 grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah.

a) Terapi Antibiotik
Pemilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan golongan beta – laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta – laktam dan
kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin,
sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik diteruskan selama 7 – 10 hari
pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus dimulai sesegera
mungkin. Oleh karena pada neonatus dan bayi kecil sering terjadi sepsis dan meningitis,
antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti kombinasi
betalaktam / klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila sudah
stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
WHO menganjurkan pemberian ampisilin/amoksisilin 25 – 50 mg/kgBB/kali IV atau
IM setiap 6 jam yang dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah
atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral 15 mg/kgBB/kali tiga kali sehari untuk 5 hari

17
berikutnya.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta – laktam dengan/tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat diberikan beta
– laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau sefalosporin
generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil, antibiotik diganti
dengan antibiotik oral dan berobat jalan selama 10 hari.
Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang berat
maka ditambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 8 jam. Bila pasien
datang dengan keadaan klinis yang berat segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi
ampisilin – kloramfenikol atau ampisilin – gentamisin. Sebagai alternatif, beri seftriakson
80 – 100 mg/kgBB IV atau IM sekali sehari. Bila tidak membaik dalan 48 jam, maka bila
mungkin foto toraks.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin 7,5
mg/kgBB IM sekali sehari dan klokasilin 50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam atau
klindamisin 15 mg/kgBB/hari hingga 3 kali pemberian. Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin atau diklokasilin secara oral 4 kali sehari sampai secara keseluruhan
mencapai 3 minggu atau klindamisin oral selama 2 minggu.

Tabel 3. Pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia.3

b) Terapi Oksigen
Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat. Bila tersedia pulse

18
oksimeter, gunakan sebagai panduan untuk terapi oksigen ( berikan pada anak dengan
saturaso < 90%, anak yang tidak stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap
stabil > 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.

c) Terapi Penunjang
Bila anak disetai demam yang tampaknya menyebabkan distres, beri antipiretik
seperti parasetamol. Bila ditemukaan adanya wheezing, beri bronkodilator kerja cepat. Bila
terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan oleh anak, hilangkan
dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak mendapatkan kebutuhan cairan
runatan yang sesuai, tetapi hati – hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi. Anjurkan
pemberian ASI dan cairan oral. Jika anak tidak dapat minum, pasang pipa nasogastrik dan
berikan cairan rumatan dalam jumlah sedikit tapi sering. Jika asupan cairan oral mencukupi,
jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan asupan, karena akan
meningkatkan risiko pneumonia aspirasi. Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan
nasogastrik, pasang keduanya pada lubang hidung yang sama.

Pasien dapat dipulankan bila memenuhi kriteria pulang berikut ini3,13:


• Gejala dan tanda pneumonia menghilang.
• Asupan oral adekuat.
• Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral).
• Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol.
• Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah.

2.10. Komplikasi

Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditis purulenta,


pnemothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema torasis
merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri. Kecurigaan ke arah empiema
apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda klinis dan gambaran foto dada yang mendukung
(bila masif terdapat tanda pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi, gambaran foto dada
menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada). Efusi pleura, abses paru dapat juga
terjadi.3,4

19
2.11. Pencegahan

Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
berbagai penyakit saluran nafas seperti cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur,
menjaga kebersihan, beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga
diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: vaksinasi Pneumokokus,
vaksinasi H. influenza, vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah, dimana vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit. Efektivitas vaksin
pneumokok adalah sebesar 70% dan untuk H. influenzae sebesar 95%. Infeksi H. influenzae dapat
dicegah dengan rifampicin bagi kontak di rumah tangga atau tempat penitipan anak.12

2.12. Prognosis

Secara umum, pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi menunjukkan respon terapi yang
baik dengan menunjukkan perbaikan klinis dalam waktu 48-96 jam sejak dimulainya terapi
antibiotik. Kemungkinan yang perlu dipertimbangkan bila pasien tidak menunjukkan perbaikan
klinis dengan terapi antibiotik di antaranya komplikasi misalnya empiema, resistensi bakteri,
penyebab nonbacterial seperti virus atau jamur dan aspirasi benda asing atau makanan, obstruksi
bronchial dari lesi endobronkhial, benda asing, atau plak mukus, atau komorbiditas seperti
imunodefisiensi, diskinesia silier, fibrosis kistik, atau malformasi kongenital.
Mortalitas oleh pneumonia pada negara maju cukup jarang dan biasanya tidak diikuti dengan sekuel
jangka panjang. Angka mortalitas akan meningkat pada pasien dengan defisit imunologis.1,6-7

20
BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : M Abyan Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 6 Tahun Suku Bangsa :Sunda
Tempat/Tanggal Lahir : cilegon , 24/05/2014 Agama : Islam
Pendidikan : Sekolah Dasar Anak ke- : 1 dari 1
Alamat :Cilegon

Orang Tua / Wali


Profil Ayah Ibu
Nama W SK
Umur 28 tahun 20 tahun
Alamat cilegon cilegon
Pekerjaan Buruh Ibu rumah tangga (IRT)
Pendidikan SD SD
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung

I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien
Lokasi : IGD RSUD Cilegon
Tanggal/Waktu : 1 September 2022, pukul 11.40 WIB
Tanggal masuk : 1 September 2022, pukul 11.40 WIB
Keluhan utama : sesak napas sejak 2 hari SMRS

21
Keluhan tambahan :
- Demam dan batuk sejak 1 minggu yang lalu
- Pilek sejak 4 hari yang lalu

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Keluhan sesak napas sejak 5 hari SMRS. Sesak pertama kali dirasakan
sejak 5 hari SMRS, yang kemudian dibawa ke IGD RSUD Cilegon dikarenakan
sesak dirasa semakin memburuk. Orangtua pasien mengatakan sesak timbul
mendadak saat pasien batuk. Sesak bersifat hilang timbul, sesak tidak disertai
bunyi ngik atau mengorok, sesak tidak dipengaruhi posisi, tidak memberat saat
pasien menangis, Sesak tidak berhubungan dengan aktivitas dan cuaca. Keluhan
sesak baru pertama kali dialami pasien. Pasien tampak gelisah dan tidak mau
menyusu. Sesak tidak disertai kebiruan pada bibir, jari tangan dan kaki, riwayat
tersedak juga disangkal.
Keluhan sesak muncul didahului demam, batuk, dan pilek. Demam
dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Demam bersifat naik turun, namun tidak
pernah mencapai suhu normal, diukur dengan perabaan tangan. Demam turun
jika diberi obat antidemam, namun beberapa jam kemudian suhu akan naik
kembali. Penurunan berat badan drastic selama 1 bulan terakhir disangkal dan
keluar keringat dingin pada malam hari disangkal. Kejang disangkal. Keluhan
demam juga disertai dengan batuk. Batuk bersifat produktif, dengan dahak yang
sulit dikeluarkan. Awalnya batuk bersifat kering/ non produktif, namun pada 3
hari terakhir berubah menjadi produktif. Pilek dirasakan sejak 4 hari yang lalu
dengan sekret berwarna bening dan encer. Nafsu makan pasien berkurang.
Muntah disangkal, diare disangkal. BAB dalam batas normal, konsistensi feces
normal dan berwarna cokelat, tidak ada lendir ataupun darah. BAK terakhir
berwarna kuning dan jernih.

22
B. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
Kehamilan Morbiditas ISPA (+) pada usia kandungan 5 bulan,
kehamilan hipertensi (+) pada usia kandungan 7 bulan
dan telah diterapi oleh bidan. Proteinuria (-),
eclampsia (-), DM (-), penyakit jantung (-),
ISK (-)

Perawatan antenatal ANC teratur setiap bulan ke bidan setempat.


Vaksin TT (+)

Kelahiran Tempat persalinan RS Wijaya Kusuma Lumajang

Penolong persalinan Dokter

Cara persalinan Spontan pervaginam

Masa gestasi Cukup bulan (37 minggu)

Keadaan bayi Berat lahir: 2800 gram

Panjang lahir: orangtua pasien lupa

Lingkar kepala: orangtua pasien lupa

Langsung menangis: (+)

Kemerahan : (+)

Nilai APGAR : orangtua pasien tidak


mengetahui

Kelainan bawaan: (-)

Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran: Tidak terdapat kelainan selama


masa kehamilan dan kelahiran, aterm, sesuai masa kehamilan.

23
C. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan:
1. Motorik:
- Mengangkat kepala: usia 1,5 bulan (N: 1-3 bulan)
- Menggenggam: usia 1 bulan (N: 1-3 bulan)
- Berguling: usia 5 bulan (N: 4-7 bulan)
2. Bahasa:
- Mengoceh spontan tapi tidak jelas: usia 2 bulan (N: 1-3 bulan)
- Tertawa: usia 4 bulan (N: 4-7 bulan)
- Mengucapkan 2 suku kata yang diulang “mama”, “papa”: usia 4 bulan (N:
4-7 bulan)
3. Sosial dan emosional
- Tersenyum: usia 2 bulan (N: 1-3 bulan)
- Mengenal orang sekitar: 4 bulan (N: 4-7 bulan)
Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: tidak terdapat
keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan pasien.

24
D. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur)
Hepatitis B Lahir
BCG 2 bulan
Polio 2,3,4 bulan
DPT/PT 2,3,4 bulan
Hib 2,3,4 bulan
Campak 9 bulan
Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap sesuai usia

E. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
No Tanggal Jenis Hidup Lahir Abortus Mati Keterangan
lahir (umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 23-11-2017 Laki-laki Ya - - - Pasien

b. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama W L
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 23 tahun 15 tahun
Pendidikan terakhir SD SD
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kosanguinitas (-) (-)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), alergi (-)

25
d. Riwayat Kebiasaan Keluarga
Ayah dari pasien memiliki kebiasaan merokok, tidak konsumsi alcohol.
Olahraga tidak teratur. Keluarga rutin makan sayur dan buah setiap hari.
Keluarga memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum makan.
Kesimpulan riwayat keluarga: kesehatan keluarga pasien kurang baik.

F. Riwayat Penyakit yang Pernah Diderita


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)
Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain (-)
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: pasien belum pernah
menderita suatu penyakit sebelumnya

G. Riwayat Lingkungan Perumahan


Pasien dan keluarganya tinggal di rumah mertua. Rumah berukuran 6x12
m yang dihuni oleh 8 orang, pencahayaan dan ventilasi cukup. Terdapat toilet
di rumah dan air bersumber dari air PAM. Sampah dibuang setiap hari.
Lingkungan perumahan padat penduduk dan bebas banjir. Lokasi rumah
berdekatan dengan jalan besar, sehingga orangtua pasien mengeluh banyak
debu dan polusi kendaraan. Di belakang rumah terdapat banyak hewan ternak/
peliharaan, yaitu kambing, ayam, dan burung. Kotoran hewan dibiarkan
mengering.
Kesimpulan keadaan lingkungan : rumah termasuk padat hunian, terdapat
banyak polusi udara di sekitar pasien yang berasal dari debu pabrik dan
kotoran hewan.

26
H. Riwayat Sosial Ekonomi
Penghasilan per bulan ayah pasien kurang cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Orangtua pasien menolak menyebutkan nominal penghasilan per
hari atau per bulannya.
Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan orang tua pasien kurang cukup
untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

I. Riwayat Pengobatan
Belum pernah berobat sebelumnya dan tidak pernah mendapat obat rutin.
Kesimpulan pengobatan: (-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Kesan gizi : tampak gizi baik
Keadaan lain : dyspnoe (-), sianosis (-), ikterik (-), pucat (-)
Data antropometri

Berat badan : 23 kg
Panjang badan : 119 cm
Status gizi (CDC)
BB baku : 21 kg
TB baku : 115 cm
BB baku utk TB actual : 22 kg
BB/U: (24/21) x 100%= 109 %
TB/U: (119/115) x 100%= 103%
BB/TB: (21/22) x 100%= 95,4%

27
28
Kesan gizi :
BB/U = berat badan baik
TB/U = Perawakan normal
BB/TB = Gizi Baik

Recommended daily allowance (RDA)


RDA= 22 x 90= 1980 kalori/ hari
Karbohidrat = 50%x 1890 = 990 kalori → 247,5 gram

Protein = 35%x1890 = 661 kalori → 165 gram

Lemak = 15%x1890 = 283,5 kalori → 31,5 gram

Tanda vital
Tekanan darah : tidak diperiksa
Nadi : 120x/menit
Nafas : 40x/menit

Suhu : 38,8°C
SpO2 : 92% (tanpa oksigen)

Kepala : normocephal
Rambut : hitam, tebal, tidak mudah dicabut
Wajah : wajah simetris, tidak tampak oedem, luka, ataupun sikatriks
Mata : tampak konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Telinga : normotia, liang telinga lapang, tidak tampak hiperemis atau
oedem pada liang telinga
Hidung : tampak simetris, tampak napas cuping hidung
Bibir : mukosa berwarna merah muda, tidak tampak sianosis dan
pucat
Mulut : Tidak ada trismus, mukosa mulut berwarna merah muda, tidak
tampak sianosis
Lidah : normoglosia, berwarna merah muda, tidak tampak sianosis
Tenggorokan : tidak diperiksa
Leher : tidak terdapat kelainan pada bentuk, KGB dan tiroid tidak
membesar, tidak teraba massa
29
Thoraks : gerak dinding dada tampak simteris, tidak tampak retraksi
 Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat di ICS IV line midclavicularis sinistra
Palpasi : iktus kordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinistra
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I & BJ II regular, tidak terdengar murmur dan gallop
 Paru-paru
Inspeksi : gerak dinding dada simetris, tidak tampak retraksi
Palpasi : gerak napas simetris, vocal fremitus sedikit meningkat pada
dada sebelah kiri
Perkusi : pekak pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, terdengar ronki
basah di kedua lapang paru, tidak terdengar wheezing

Abdomen
Inspeksi : tidak tampak distensi, tidak tampak kulit keriput
Auskultasi : terdengar bising usus sebanyak 3x/menit
Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi : teraba supel, turgor kulit kembali cepat, tidak teraba
pembesaran organ

Genitalia : jenis kelamin perempuan

Kelenjar getah bening


Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Superior cervical : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar

30
Ekstremitas
Inspeksi : simetris, tidak terdapat deformitas, tidak tampak sianosis, tidak
tampak edema
Palpasi : akral hangat pada keempat ekstremitas, capillary refill time< 2
detik
Kulit : warna kulit kuning langsat, tidak tampak jejas, tidak tampak
ikterik maupun sianosis

31
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Tanggal: 1 september 2022 (pukul 12.00)
No Parameter Hasil Nilai rujukan
Hematologi
1. Hemoglobin 11,6 g/dL 10,5-14,0
2. Eritrosit 5,3 x 10^6/ uL 3,2-5,2
3. Leukosit 11,9 x 10^3/ uL 6,3-14,0
4. Trombosit 243 x 10^3/ uL 150-400
5. Hematokrit 35% 32-44
6. Basofil 0% 0-1
7. Eosinophil 0% 1-3
8. Neutrophil (segmen) 78% 54-62
9. Neutrophil (batang) 0 3-5
10. Limfosit 16% 25-48
11. Monosit 6% 2-10
IMUNO-SEROLOGI
12. Rapid IgM Thyphoid Negative Negative
14. Rapid IgG Thyphoid Negative Negative

32
RADIOLOGI
Tanggal : 1 September 2022 (pukul 12.00)
Jenis Foto : Foto Thorax PA
Deskripsi :
- Tampak infiltrate di perihiller dan
paracardial bilateral
- Sinus costophrenicus lancip
- Kedua diafragma licin, tak mendatar
- Cor, CTR < 0,5
- Sistema tulang yang tervisualisasiintak

Kesan :
Pulmo tampak gambaran bronchopneumonia
Cor tak tampak adanya kelainan

33
IV. RESUME
Pasien masuk IGD RSUD Cilegon pada tanggal 1 September 2022 dengan
keluhan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak pertama kali dirasakan sejak 5
hari SMRS, sesak dirasa semakin memburuk. Orangtua pasien mengatakan
sesak bersifat hilang timbul. Sesak timbul pada saat pasien batuk. Keluhan
sesak baru pertama kali dialami pasien. Pasien tampak gelisah dan tidak
mau menyusu. Keluhan sesak muncul didahului demam, batuk, dan pilek.
Demam dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Demam bersifat naik turun, namun
tidak pernah mencapai suhu normal, diukur dengan perabaan tangan. Demam
turun jika diberi obat antidemam, namun beberapa jam kemudian suhu akan
naik kembali. Keluhan demam juga disertai dengan batuk. Batuk bersifat
produktif, dengan dahak yang sulit dikeluarkan. Awalnya batuk bersifat kering/
non produktif, namun pada 3 hari terakhir berubah menjadi produktif. Pilek
dirasakan sejak 4 hari yang lalu dengan sekret berwarna bening dan encer.
Nafsu makan pasien berkurang. Penurunan berat badan drastic selama 1 bulan
terakhir disangkal dan keluar keringat dingin pada malam hari disangkal.
Pasien tinggal didalam rumah dimana ayah pasien sering merokok didalam
rumah tersebut. Pasien tinggal di rumah padat hunian, serta sering terpapar
polusi udara yang berasal dari debu pabrik batako dan kotoran hewan di
belakang rumah. Penghasilan keluarga pasien tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan per bulannya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit
ringan, status gizi baik menurut kurva CDC. Tanda vital: frekuensi nadi
120x/menit, frekuensi napas 40x/menit, suhu 37,8°C, dan saturasi oksigen 95%
(tanpa oksigenasi). Pada pemeriksaan kepala didapatkan nafas cuping
hidung ,thoraks tampak retraksi subcostal ,ditemukan vocal fremitus yang sedikit
meningkat pada dada sebelah kiri, dan pada perkusi didapatkan pekak ada kedua
lapang pada kedua lapang paru, serta tedengar ronki basah halus nyaring pada
kedua paru.
Pada pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan darah rutin yang
dilakukan pada tanggal 1 April 2021 didapatkan nilai leukosit sebesar 11,9 x 10^3
/uL, dan neutrophil segmen sebesar 78%. Dari hasil radiologi menunjakan kesan
bronkopneumonia.

34
V. DIAGNOSIS KERJA
- Bronkopneumonia
- Imunisasi Dasar Lengkap
- Gizi Baik

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Bronkiolitis

VII. PEMERIKSAAN ANJURAN(


- Kultur sputum

VIII. PENATALAKSANAAN
- O2 Nasal 1-2 lpm
- Inf D51/2NS 1550 cc/24 jam
- Inj Ceftriaxone 500 mg/12 jam
- Inf Paracetamol 250 mg/8 jam

35
IX. FOLLOW UP
Tgl 1 September 2 September 3 September
2022 2022 2022
Hari 1 2 3

S Sesak(+), batuk(+), Sesak ↓, batuk(↓), demam Sesak(-), batuk(-),


demam (+), pilek (+), (↓), pilek ↓, muntah (-) demam (-), pilek (-),
muntah (-) BAB dan BAB dan BAK baik muntah (-) BAB dan
BAK baik
BAK baik

O KU= compos mentis, KU= compos mentis, KU= compos mentis,


tampak sakit sedang, tampak sakit sedang, gizi tampak sakit sedang, gizi
gizi normal. Dyspnoe normal. Dyspnoe ↓, normal. Dyspnoe (-),
(+), anemis (-), ikterik (- anemis (-), ikterik (-), anemis (-), ikterik (-),
), sianosis (-) sianosis (-) sianosis (-)

TTV= HR: 134 x/menit; TTV= HR: 135 x/menit; TTV= HR: 120 x/menit;
RR: 40 x/menit; RR: 30 x/menit; RR: 26 x/menit;
T: 38,4ºC; SpO : 92%
2
T: 37,9ºC; SpO : 95%
2
T: 37,8ºC; SpO : 95%
2

Kepala: normosefali Kepala: normosefali Kepala: normosefali

Mata:CA -/-, SI -/- Mata: CA -/-, SI -/- Mata: CA -/-, SI -/-


Hidung: napas cuping Hidung: napas cuping Hidung: napas cuping
hidung(+), sekret (+) hidung (-), sekret (-) hidung (-), sekret (-)

Leher: pembesaran Leher: pembesaran KGB Leher: pembesaran KGB


KGB (-), pembesaran (-), pembesaran tiroid (-) (-), pembesaran tiroid (-)
tiroid (-)
Thorax: Thorax:
Thorax:
Paru: SNV ↓/↓, Paru: SNV ↓/↓,
Paru: SNV ↓/↓, rhonki rhonki+/+, wheezing -/-, rhonki+/+, wheezing -/-,
+/+, wheezing -/-, retraksi subcostal(-) retraksi subcostal(-)
retraksi subcostal(+)
Jantung: S1S2 regular, Jantung: S1S2 regular,
Jantung: S1S2 regular, murmur (-), gallop (-) murmur (-), gallop (-)
murmur (-),gallop (-)
Abdomen: BU (+) supel Abdomen: BU (+) supel
Abdomen:BU (+) supel
Ekstremitas: akral hangat Ekstremitas: akral hangat
Ekstremitas: akral pada keempat ekstremitas, pada keempat ekstremitas,
hangat pada keempat CRT<2” CRT<2”

36
ekstremitas, CRT<2”

A Bronkopneumonia Bronkopneumonia Bronkopneumonia

P 
O2 2 liter per menit 
O2 2 liter per menit  IVFD aff
dengan nasal kanul dengan nasal kanul  Pro rawat jalan
 
IVFD D51/2NS IVFD D51/2NS  Obat PO
1550 cc/24 jam 1550 cc/24 jam Curcuma syr 1x1/2 cth
 
Inj. Ceftriaxone Inj. Ceftriaxone Paracetamol Syr
2x1g gr 2x1g gr 3x1/2cth
 
Inf. Paracetamol Inf. Paracetamol 300 Lapicef drip 2x2
300 mg/8 jam mg/8 jam
 
Nebul Lasal 2x1 Nebul Lasal 2x1
 
Inj. Indexon 3x1/2 Inj. Indexon 3x1/2
amp amp

Diet TKTP

X. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

XI. EDUKASI
- Kurangi aktivitas bermain terutama diluar rumah

- Dilarang membeli makanan minuman diluar ,diusahakan untuk memakan masakan


rumah serta hindari minuman bersifat dingin

- Berikan makanan tinggi protein atau bergizi seperti daging dagingan ,ikan laut ,
sayuran, serta hindari makanan gorengan

- Jauhkan jangkauan asap rokok dari anak, atau dilarang merokok didalam rumah atau
ruangan tertutup di rumah

37
BAB IV
PEMBAHASAN

Penderita datang dengan keluhan utama sesak nafas. Dari keluhan ini dapat dipikirkan
adanya kelainan pada paru-paru, jantung, kelainan metabolik seperti asidosis maupun uremia, atau
adanya kelainan pada otak. Sesak nafas karena paru-paru disebabkan karena berbagai macam hal,
diantaranya karena adanya obstruksi pada jalan nafas dan adanya faktor-faktor tertentu yang
enyebabkan paru-paru/alveoli gagal mengembang dengan sempurna (kekurangan surfaktan atau
adanya desakan dari rongga abdomen/jantung). Sesak nafas pada paru-paru tidak tergantung pada
berat ringannya aktivitas seseorang dan terkadang sesak nafas yang berat akibat paru-paru bisa
menimbulkan seseorang menjadi sianotik. Sesak nafas yang ditimbulkan karena paru dapat diikuti
dengan adanya bunyi nafas tambahan, seperti ronkhi (basah/kering) ataupun wheezing. Berbeda
dengan sesak nafas yang timbul akibat hati ataupun ginjal, sesak nafas yang timbul akibat kedua
organ ini merupakan komplikasi yang timbul akibat adanya gangguan metabolisme (asidosis
metabolik) yang berakibat ke paru sehingga timbul sesak nafas.

Pada pasien ini tidak didapatkan sesak bertambah karena aktivitas atau membaik dengan
istirahat, serta tidak ada Riwayat bibir atau jari membiru diakibatkan sesak sebelumnya. dari hasil
pemeriksaan jantung didapatkan dalam batas normal sehingga kelainan pada jantung dapat
disingkirkan. tidak ditemukan adanya bunyi jantung tambahan (murmur/gallop), tidak pula
ditemukan adanya asidosis metabolik (asites pada abdomen) ataupun gangguan pada ginjal (edema
pada tungkai/palpebra). Pada pasien ini ditemukan adanya bunyi nafas tambahan, ronkhi halus
nyaring yang ditemukan pada seluruh lapang paru-paru penderita. Dari alloanamnesis tidak
didapatkan keluhan buang air kecil dan keluhan BAB cair juga disangkal, sehingga kemungkinan
kelainan metabolik dapat disingkirkan ,Dari pemeriksaa fisik tidak didapatkan penurunan kesadaran
ataupun kejang sehingga kelainan di sentral dapat disingkirkan. selain itu Oleh karena itu, dapat
dipastikan kelainan sesak yang terjadi diakibatkan oleh kelainan pada paru-paru.

Dari alloanamnesis, didapatkan pasien mengalami batuk serta demam, sehingga dipikirkan
adanya suatu infeksi. Selain itu, dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas tambahan
berupa rokhi basah halus nyaring yang khas untuk bronkhopneumonia. Diagnosis
bronkhopneumonia ditegakkan berdasarkan pedoman diagnosis klinis bronchopneumonia WHO,
dimana gejala yang muncul pada pasien ini adalah sesak nafas dengan nafas cuping hidung, riwayat
demam batuk pilek, sianosis, dan dari auskultasi didapatkan suara nafas tambahan berupa ronkhi
basah halus nyaring.
38
Manifestasi klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya infeksi,
namun secara umum adalah gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah atau diare. Gejala gangguan
respiratori yaitu batuk, sesak napas, nafas cuping hidung, merintih dan sianosis. 9

Pada kasus ini gejala infeksi yang muncul pada pasien adalah demam, gelisah dan
penurunan nafsu makan. Sedangkan gejala gangguan respiratorik yaitu batuk, sesak napas, nafas
cuping hidung dan sianosis. Sesak nafas dapat disebabkan oleh aliran udara dalam saluran
pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan menguncup,
oedema, atau karena sekret yang menghalangi arus pertukaran O2 dengan CO2.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas 40 x/menit, nafas cuping hidung (+),
retraksi subcostal (+), ronkhi basah halus nyaring di kedua lapang paru +/+.Adanya suara ronkhi
basah halus nyaring di seluruh lapang paru dan wheezing menandakan bahwa sesak nafas os
merupakan adanya gangguan dari paru-paru bukan berasal dari jantung. Ronkhi terdengar karena
adanya udara yang melewati saluran napas yang mengalami penyempitan atau obstruksi. 9
Berdasarkan pemeriksan fisik, pasien ini digolongkan sebagai pneumonia berat sesuai dengan
klasifikasi sesuai tandanya yaitu takipneu (+), sianosis (+), retraksi subcostal dan substrenal (+),
Ronki basah halus nyaring (+).

Keluhan pada bronkopneumonia dapat ditemukan pula pada bronkiolitis namun biasanya
pada bronkiolitis akut didahului dengan batuk kering disertai demam yang tidak terlalu tinggi,
pasien juga mengalami takipneu dan sianosis. Bronkiolitis akut juga sering timbul gejala pilek
(nasal discharge) sebelum adanya gejala lain. Pada ronkiolitis auskultasi paru ditemukan bunyi
wheezing yang sangat jelas, sedangkan pada bronkopneumonia suara rhonki basah halus nyaring
yang ditemukan dominan dan pada beberapa kasus ringan jarang ditemukan wheezing.9

Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan kimia darah. Pada pemeriksaan
darah lengkap ditemukan nilai yang bermakna pada jumlah leukosit (leukositosis) yaitu sebesar
11.900/ul (nilai normal 4800-10.800/ul). Hal ini menujukkan adanya infeksi akut pada pasien. Pada
pemeriksaan rontgen thorak didapatkan gambaran infiltrat di parakardial kanan. Gambaran infiltrat
merupakan gambaran terperangkapnya udara pada bronkus karena tidak adanya pertukaran pada
bronkus. Gambaran infiltrat ini merupakan gambaran khas pada bronkopneumonia. Sedangkan
pada bronkiolitis gambaran khas ditemukan adanya penebalan peribronkial dan sering terdapat
atelektasis subsegmental.9 Berdasarkan anamnenis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
maka bronkiolitis dapat disingkirkan.

39
Pada kasus ini terdapat faktor resiko yang dapat memperkuat penegakkan diagnosis,
tingginya pajanan terhadap polusi udara yaitu asap rokok dan asap kendaraan. Hal ini disimpulkan
dari anamnesis ibu os yang mengaku bahwa suami memiliki kebiasaan merokok di dalam rumah
ditambah lagi dengan asap yang berasal dari kendaraan-kendaraan yang melewati rumah os, dan hal
ini dapat memperkuat diagnosis bronkopneumoni dari os.

Terapi yang diberikan pada pasien O2, terapi cairan, antispiretik, dan antibiotik. O2
diberikan sebesar 1-2 lt/menit. Berdasarkan pedoman pelayanan medis World Health Organization
(WHO), pasien dengan saturasiTerapi yang diberikan pada pasien O2, terapi cairan, antispiretik,
dan antibiotik. O2 diberikan sebesar 1 lt/menit. berdasarkan pedoman pelayanan medis World
Health Organization (WHO), pasien dengan saturasi oksigen <92% pada saat bernapas dengan
udara ruangan harus diberikan oksigen dengan kanul nasal atau sungkup untuk mempertahankan
saturasi oksigen >92%. Pada kasus ini saturasi oksigen pasien hanya 90% ditambah dengan adanya
tanda-tanda distress pernapasan yaitu nafas cuping hidung, retraksi dinding dada bagian bawah,
Terapi cairan yang diberikan pada pasien ini yaitu infus D5 ¼ NS sebanyak 1550 cc/24 jam. Hal ini
sesuai dengan kebutuhan Cairan ini diberikan sebagai pengganti kebutuhan kalori yang tidak bisa
didapatkan oleh pasien bronkopneumonia secara oral.

Agen antipiretik yang diberikan kepada pasien ini adalah paracetamol. Paracetamol dapat
diberikan dengan cara intra vena dengan dosis 250 mg/8 jam. Indikasi pemberian paracetamol pada
pasien ini adalah adanya peningkatan suhu mencapai 38 oC serta untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk. Pada kasus ini pemberian ambroksol sirup, sebagai mukolitik,
dihentikan pemberiannya pada anak. Ambroksol merupakan mukolitik, bekerja untuk
mengencerkan dahak/sekret pada saluran pernafasan dan dengan reflek batuk, diharapkan
mukus/sekret dapat dikeluarkan.11 Pada usai bayi dan anak organ pada sistem pernapasan belum
bekerja secara optimal, sehingga refleks batuk untuk mengeluarkan mukus tidak bekerja secara
adekuat. Sehingga apabila ambroksol terus diberikan, maka mukus/sekret akan terus mengalami
lisis dan akan menumpuk pada saluran pernafasan bagian bawah. Hal ini akan menghambat
pertukaran O2 dengan CO2 di alveolus yang dapat menambah sesak dan memperburuk keadaan
klinis pasien.9

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis. Pada


kasus ini, dipilih antibiotik ceftriaxone yang merupakan antibiotik sefalopsorin generasi ketiga
dengan aktivitas yang lebih luas terhadap bakteri gram negatif. Dosis ceftriaxone yaitu 50-100
mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian. Antibiotik ceftriaxone diberikan sebanyak 350 mg dua
kali sehari secara intra vena.10
40
Terapi nebulisasi bertujuan untuk mengurangi sesak akibat penyempitan jalan nafas atau
bronkospasme akibat hipersekresi mukus. Salbutamol merupakan suatu obat agonis beta-2
adrenegik yang selektif terutama pada otot bronkus. Salbutamol menghambat pelepasan mediator
dari pulmonary mast cell.9,11 Namun terapi nebulisasi bukan menjadi gold standar pengobatan dari
bronkopneumoni. Gold standar pengobatan bronkopneumoni adalah penggunaan 2 antibiotik.

41
BAB V

KESIMPULAN

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis adalah peradangan pada parenkim paru
yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution). Konsolidasi bercak berpusat disekitar bronkus yang mengalami peradangan
multifokal dan biasanya bilateral. Konsolidasi pneumonia yang tersebar (patchy) ini biasanya
mengikuti suatu bronkitis atau bronkiolitis.Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat
batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif. Pada pasien rawat inap, pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik
golongan beta-laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap
kloramfenikol atau beta-laktam dapat digunakan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.

42
DAFTAR PUSTAKA
1. Bennett NJ. Pediatric Pneumonia. Accessed on [2021 April 20]. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#a5
2. Zec LS, Selmanovic K, Andrijic NL, Kadic A, Zecevic L, Zunic L. Evaluation of Drug
Treatment of Bronchopneumonia at the Pediatric Clinic in Sarajevo. Med Arch. 2016
Jun;70(3):177-181.
3. Pudjiadi A, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman
Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2019.p.250-4
4. Pabary R, Balfour-Lynn IM. Complicated pneumonia in children. Breathe. March
2015;9(3):211-22
5. Paks M. Bronchopneumonia. Accessed on [2021 April 20]. Available at
https://radiopaedia.org/articles/bronchopneumonia
6. Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook of
Pediatrics. 20th ed. Philadelphia; 2016.p.2088-94
7. Rahajoe NN, Supriyatno B, Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak. 2st ed. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016.p.350-64
8. Stuckey-Shrock K, Hayes BL, George CM. Community-aqcuired Pneumonia in Children.
Am Fam Physician. 2012 Oct 1;86(7):661-7
9. Ramezani M, Aemmi SZ, Moghadam ZE. Factor Affecting the Rate of Pediatric
Pneumonia in Developing Countries: a Review and Literature Study. Int J Pediatr. 2015
Dec;3(24):1173-81
10. Priyanti ZS, Lulu M, Bernida I, Subroto H, Sembiring H, Rai IBN, et al. Pneumonia
Komuniti: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia; 2018.
11. UNICEF. The challenge: pneumonia is the leading killer of children [internet]. New
York: UNICEF; 2020 [disitasi 2021 April 10]. Tersedia dari:
http://www.childinfo.org/pneumonia.html
12. World Health Organization. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit:
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di Kabupaten/Kota. Jakarta:
World Health Organization;2016.p.83 – 113

43

Anda mungkin juga menyukai