Anda di halaman 1dari 22

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)

*Kepaniteraan Klinik Senior/G1A223040/ Januari 2024

**Pembimbing/ dr. Fitri Asymida, M.Med.Ed., Sp.A

PNEUMONIA ANAK

Saffa Azharaani, S.Ked*

dr. Fitri Asymida, M.Med.Ed., Sp.A **

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Clinical Science Session (CSS)

PNEUMONIA ANAK

Disusun Oleh

Saffa Azharaani, S.Ked

G1A223040

Telah diterima dan dipresentasikan sebagai salah satu tugas

Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Raden Mattaher Jambi Program Studi

Pendidikan Kedokteran Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, Januari 2024

PEMBIMBING

dr. Fitri Asymida, M.Med.Ed., Sp.A


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Clinical science
Session ini dengan judul “ Pneumonia Anak”. CSS ini merupakan bagian dari tugas
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Raden Mattaher
Jambi.

Terwujudnya referat ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr.
Fitri Asymida, M.Med.Ed., Sp.A selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
sehingga CSS ini dapat terselesaikan dengan baik dan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan ini.

Penulis menyadari laporan ini masih banyak kekurangannya, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis. Sebagai penutup
semoga kiranya laporan CSS ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia
kesehatan pada umumnya.

Jambi, Januari 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis.


Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di Negara berkembang. Penyakit ini bertanggungjawab terhadap sekitar 18%
penyebab kematian anak-anak di seluruh dunia, utamanya di negara-negara yang
akses kesehatannya masih sangat minim dan terbatas. Pneumonia merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5 tahun (balita).
Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta
anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika
dan Asia Tenggara. Setiap tahunnya, pneumonia selalu berada pada daftar 10 penyakit
terbesar di fasilitas kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2013, prevalensi pneumonia
pada pada bayi adalah 18,5%. Sebesar 15,5% kematian bayi disebabkan oleh
pneumonia. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system
respiratori, terutama pneumonia.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bronkopneumonia

2.1.1 Definisi

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan


oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Bronkopneumonia didefinisikan
sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis
dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli.2

2.1.2 Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta anak balita,
meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia
Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian
bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system
respiratori, terutama pneumonia.3

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤ 5 tahun di negara maju adalah
2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100
anak/tahun. Setiap tahunnya, pneumonia selalu berada pada daftar 10 penyakit
terbesar di fasilitas kesehatan di Indonesia. Pada tahun 2013, prevalensi pneumonia
pada pada bayi adalah 18,5%. Sebesar 15,5% kematian bayi disebabkan oleh
pneumonia. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak
balita di negara berkembang.3

2.1.3 Etiologi

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia
anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.
Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus grup B dan
bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada bayi
yang lebih besar dan balita pneumoni sering disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus, sedangkan pada anak yang
lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae.3

Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang


mencakup 15-40% kasus diikuti virus influenza A dan B, parainfluenza, human
metapneumovirus dan adenovirus. Nair, et al 2010 melaporkan estimasi insidens
global pneumonia RSV anak-balita adalah 33.8 juta episode baru di seluruh dunia
dengan 3.4 juta episode pneumonia berat yang perlu rawat-inap. Diperkirakan tahun
2005 terjadi kematian 66.000 -199.000 anak balita karena pneumonia RSV, 99% di
antaranya terjadi di negara berkembang. Data di atas mempertegas kembali peran
RSV sebagai etiologi potensial dan signifikan pada pneumonia anak-balita baik
sebagai penyebab tunggal maupun bersama dengan infeksi lain.3

Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber dari data di
Negara maju dapat dilihat di tabel.

Tabel 1. Etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.

Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri

E.colli Bakteri anaerob


Streptococcus grup B Streptococcus grup D

Listeria monocytogenes Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonie

Virus

CMV

HMV

3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe


B

Virus Moraxella catharalis

Adenovirus Staphylococcus aureus

Influenza Virus

Parainfluenza 1,2,3 CMV

4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri

Clamydia pneumonia Haemophillus influenza tipe


B

Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus Neisseria meningitides

Adenovirus Virus

Rinovirus Varisela Zoster


Influenza

Parainfluenza

tahun – remaja Bakteri Bakteri

Clamydia pneumonia Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumoniae Legionella sp

Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein-Barr

Rinovirus

Varisela zoster

Influenza / Parainfluenza

2.1.4 Klasifikasi

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi napas dan retraksi


subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun
demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi
dan sering overlapping dengan gejala malaria.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan WHO dijelaskan pada tabel berikut: 3

Tabel 2. Klasifikasi beratnya pneumonia berdasarkan WHO.3

Klasifikasi Anak usia < 2 bulan Anak usia 2 bulan – 5 tahun

Pneumonia  Kesadaran turun,  Kesadaran turun,


Sangat Berat letargis letargis

 Tidak mau menetek /  Tidak mau minum


minum  Kejang

 Kejang  Sianosis

 Demam atau  Malnutrisi


hipotermia

 Bradipnea atau
pernapasan ireguler

Pneumonia  Napas cepat  Retraksi (+)


Berat
 Retraksi yang berat  Masih dapat minum

 Sianosis (-)

Pneumonia  Takipnea
Ringan
 Retraksi (-)

Sedangkan dalam MTBS/IMCI, derajat keparahan dalam diagnosa pneumonia dapat


dibagi menjadi pneumonia berat yang harus dirawat inap dan pneumonia ringan yang
bisa rawat jalan.

Tabel 3. Hubungan antara diagnosisi klinis dan Klasifikasi-Pneumonia (MTBS).4

Diagnosis Klinis Klasifikasi (MTBS)

Pneumonia berat (rawat inap):

- tanpa gejala
hipoksemia Penyakit sangat berat

- dengan gejala (Pneumonia berat)


hipoksemia

- dengan komplikasi

Pneumonia ringan (rawat jalan) Pneumonia


Infeksi respiratorik akut atas Batuk: bukan pneumonia
2.1.5 Patofisiologi

Gambar 2. Algoritma Patofisiologi bronkhopneomonia.5


2.1.6 Manifestasi Klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan
hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat,
mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan
perawatan dirumah sakit. Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis
pneumonia pada anak adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme
penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi,
dan faktor patogenesis. Disamping itu, kelompok usia pada anak merupakan faktor
penting yang menyebabkan karakteristik penyakit berbeda-beda, sehingga perlu
dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat
ringannya infeksi, tetapi secara umum adalah sebagai berikut:
- Gejala infeksi umum, yaitu: demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal seperti: mual, muntah atau diare; kadang-
kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner.
- Gejala gangguan respiratori, yaitu: batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea,
napas cuping hidung, merintih, dan sianosis.
 Pneumonia Ringan
Disamping batuk atau kesulitan bernapas, hanya terdapat napas cepat saja. Dan
dipastikan anak tidak memiliki tanda tanda pneumonia berat.
Kriteria napas cepat:
- pada anak umur 2 bulan – 11 bulan: > 50 kali/menit
- pada anak umur 1 tahun – 5 tahun: > 40 kali/menit
 Pneumonia Berat
Terdapat batuk dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal salah satu hal
berikut:
- Kepala terangguk – angguk
- Pernapasan cuping hidung
- Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
- Foto rontgen dada menunjukan gambaran pneumonia (infilrat luas,
konsolidasi, dll)
Selain itu dapat ditemukan pula hal berikut ini:
- Napas cepat:
o Anak umur < 2 bulan: > 60 kali /menit
o Anak umur 2 – 11 bulan: > 50 kali/menit
o Anak umur 1 – 5 tahun: > 40 kali/menit
o Anak umur > 5 tahun: > 30 kali/menit
- Suara merintih (grunting) pada bayi muda
- Pada auskultasi terdengar:
o Crackles (ronki)
o Suara pernapasan menurun
o Suara pernapasan bronkial
Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai:
- Tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya
- Kejang, letargis atau tidak sadar
- Sianosis
- Distres pernapasan berat.6

2.1.7 Diagnosis

Anamnesis

Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi
saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus-
menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi),
dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi
muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunan
kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri
abdomen disertai muntah.
Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia ditemukan hal-hal sebagai


berikut:

- Pada nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan


pernapasan cuping hidung.
- Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
- Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi
paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
Pada perkusi tidak terdapat kelainan dan pada auskultasi ditemukan crackles
sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),
keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak
(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara
yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm 2
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000
/mm2 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat
invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
Pemeriksaan radiologi
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen
toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia
hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan
posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas penegakkan diagnosis.

Gambar 3. Rontgen infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae6

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:


- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris
atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk
sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru
disebut sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru
berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru
disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.
Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan
kecenderungan etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan
hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa
konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram sangat
mungkin disebabkan oleh bakteri.
C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan
antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi
bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada
infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda.
CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat yang dirawat di rumah sakit. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru.8,9
2.1.8 Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan,
tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.

Tabel 6. Kriteria rawat inap pneumonia

Bayi Anak

Saturasi oksigen < 92%, sianosis Saturasi oksigen <92%, sianosis

Frekuensi napas > 60 kali/menit Frekuensi napas > 50 kali/menit


Distres pernapasan, apnea intermiten, Distres pernapasan
atau grunting

Tidak mau minum/menetek Grunting

Keluarga tidak bisa merawat di rumah Terdapat tanda dehidrasi

Keluarga tidak bisa merawat di


rumah

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan
intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam basa,
elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat.

Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.


Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri.

Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapt dilakukan karena tidak


tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, dipilih berdasarkan pengalaman
empiris yakni didasrkan pada kemungkinan etiologi penyebab dengan
mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta epidemiologis.

 Pneumonia rawat jalan

Pada pneumonia rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara
oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat
jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai
90%. Dosis yang digunakan adalah Kotrimoksazol (4mg TMP/kgBB/kali) 2
kali sehari selama 3 hari atau Amoksisilin (25mg/kgBB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
Anjurkan Ibu untuk memberi makan anak. Nasihati Ibu untuk kontrol ulang
anaknya setelah 2 hari ke RS, atau lebih cepat jika keadaan anak memburuk,
tidak bisa minum atau menyusu.

Ketika anak kembali:

- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu makan


membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari

- Jika frekuensi pernapasan, demam, dan nafsu makan tidak ada perubahan,
ganti ke antibiotik ke lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali lagi.

- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani
sesuai pedoman di bawah ini.

 Pneumonia rawat inap

Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),


harus dipantau 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberikan respons
yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di
rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15mg/kgBB/kali diberikan
3 kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.

Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam atau terdapat keadaan yang
berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, ata memuntahkan semuanya,
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress pernapasan berat) maka
ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).

Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampisilin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).

Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan gentamisin


(7,5 mg/kgBB IM sekali sehari) dan kloksasiklin (50 mg/kgBB IM atau IV
setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kgBB/hari-3 kali pemberian). Bila
keadaan anak membaik, lanjutkan klosasiklin (atau diklosasiklin) secara oral 4
kali sehari sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin
secara oral selama 2 minggu.

 Tatalaksana Umum

Pasien dengan saturasi oksigen < 92% pada saat bernapas dengan udara
kamar, harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%

- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat

- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk


anak dengan pneumonia

- Anitipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyaman


pasien (Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali)

- Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk


memperbaiki mucocilliary clearance

- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya


setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen

 Nutrisi

- Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral,
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT)
atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat
menekan pernapasan, khusunya pada bayi/anak dengan ukuran lubang
hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya menggunakan yang
terkecil.
- Perlu dilakukan pemantauan balans cairan agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi
hormon antidiuretik

 Kriteria pulang:

- Gejala dan tanda pneumonia menghilang

- Asupan peroral adekuat

- Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (peroral)

- Keluarga mengert dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
dan kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.4,6,8,9

2.1.9 Prognosis

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan
pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan. Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.
Infeksi berat dapat memperburuk keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan
hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan
pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja
sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila
berdiri sendiri.10,11
BAB V
KESIMPULAN

Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan


oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Pneumonia merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah lima tahun (balita). Etiologi
pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju. Berdasarkan
WHO pneumonia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu sangat berat, berat dan ringan.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pemeriksaan
laboratorium, Radiologi, C-Reactive Protein (CRP), Mikrobiologis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Semarang: Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2011. p 144-147 .

2. Garna, Herry, dkk. 2005. Pedoman diagnosis dan terapi. Bandung: UNPAD

3. Hegar, Badriul. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI.

4. Latief, Abdul, dkk. 2009. Pelayanan Kesehatan anak di rumah sakit standar WHO.
Jakarta: Depkes

5. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease


Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC

6. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2009. Panduan pelayanan medis dept. IKA. Jakarta:
RSCM

7. Rahajoe, Nastini.N., dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi, Edisi 1. Jakarta: IDAI

8. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair. 2006. Pedoman Diagnosis dan


Terapi. Surabaya.

9. Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta:EGC.

10. Opstapchuk M, Roberts DM, haddy R. community-acquired pneumonia in infants and


children. Am fam physician 2004;20:899-908

Anda mungkin juga menyukai