Anda di halaman 1dari 7

11. Bagaimana tatalaksana dan edukasi penyakit pasien?

Jawab :
Penatalaksanaan gagal tumbuh (atau failure to thrive/ faltering growth) dilakukan
dengan pendekatan multidisiplin. Pada kondisi tertentu, pasien perlu dirawat di rumah sakit
untuk tata laksana awal sembari mencari etiologi dan untuk mengamati pemberian makan.[1]
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencapai laju pertumbuhan yang optimal. Malnutrisi
yang berkepanjangan dapat berdampak negatif pada potensi pertumbuhan dan perkembangan
kognitif. Intervensi dini yang mampu mengoreksi parameter pertumbuhan diyakini akan
menghasilkan luaran perkembangan yang lebih baik.[2]

Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk menangani gagal tumbuh yaitu
dengan memberikan makanan yang tinggi kalori. Diet bergizi yang mengandung kalori yang
cukup untuk mengejar pertumbuhan (sekitar 150% dari kebutuhan kalori normal) dan
dukungan medis serta dukungan sosial individual umumnya diperlukan.
Selalu prioritaskan dan pastikan pemberian makan enteral. Apabila terdapat
penolakan atau ketidakmampuan secara mekanik, pasang selang nasogastrik jangka pendek
atau gastrotomi untuk jangka panjang sesuai klinis pasien. Nutrisi parenteral adalah pilihan
terakhir. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk peresepan diet tinggi kalori, jenis makanan
selingan, dan waktu pemberian makan. Lakukan pendekatan psikososial untuk orang tua.
Berikan edukasi dan dukungan terhadap orang tua. Pantau secara berkala status nutrisi anak.
Lakukan kunjungan rutin untuk memastikan pola makan anak, pola asuh orang tua,
pemantauan perkembangan, dan penilaian status nutrisi.[1,2]
Kebutuhan energi tersebut kemudian diberikan dalam bentuk makanan sesuai toleransi
pasien, kebiasaan makan, faktor aktivitas, dan faktor stres dengan memperhatikan prinsip gizi
seimbang.

Tabel 2. Angka Kecukupan Gizi Anak

Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Air


Umur BB (kg) Tb (cm)
(kkal) (g) (g) (g) (g) (mL)
0-6
6 61 550 12 34 58 0 -
bulan

7-11
9 71 725 18 36 82 10 800
bulan

1-3
13 112 1125 26 44 155 16 1200
tahun

4-6
19 130 1600 35 62 220 22 1500
tahun

7-9
27 142 1850 49 72 254 26 1900
tahun

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Angka Kecukupan Gizi
yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia[3]

Peraturan Menteri Kesehatan No. 41 tentang pedoman gizi seimbang juga menjelaskan
adanya “tumpeng gizi seimbang” atau panduan konsumsi sehari-hari yang tersusun atas 4:

1. Konsumsi 3-4 porsi karbohidrat


2. Konsumsi 3-4 porsi sayur-sayuran dan 2-3 porsi buah-buahan
3. Konsumsi 2-4 porsi lauk-pauk
4. Konsumsi gula sebatas 4 sendok makan, garam sebatas 1 sendok teh, dan minyak sebatas
5 sendok makan
5. Disertai konsumsi air putih sebanyak 8 gelas
Porsi dalam 1 piring makan juga dapat diatur sebagai berikut4:

1. Makanan pokok atau karbohidrat sebanyak 30% dari piring


2. Sayur-sayuran sebanyak 30% dari piring
3. Lauk-pauk sebanyak 20% dari piring
4. Buah-buahan sebanyak 20% dari piring
Pemberian Makanan Sumber Protein Hewani
Protein adalah makronutrien yang terdiri dari asam amino. Asam amino memiliki
banyak peran pengaturan dalam pertumbuhan manusia dan metabolisme, seperti sintesis
hormon (hormon pertumbuhan, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan hormon tiroid),
pengangkut protein membran sel atau reseptor, dan pembentukan tulang panjang dan sendi.
Efek susu pada pertumbuhan linear lebih tinggi dari sumber protein hewani lain
seperti daging atau telur, dan jauh lebih tinggi dari protein nabati seperti kedelai, kacang-
kacangan, dan oat.
Studi di Indonesia menyatakan bahwa konsumsi 300 ml susu formula pertumbuhan
dapat mencegah stunting pada anak usia 1-3 tahun. Sumber protein hewani lain yang baik
diberikan seperti telur, ikan, daging, dan jeroan. Meskipun sangat penting, pemberian protein
juga harus dalam jumlah yang tepat karena asupan protein berlebih berhubungan dengan
obesitas di kemudian hari.[4,5]

Pemberian Makanan Pendamping Kaya Lemak


Kualitas lemak pada makanan pendamping ASI sangat penting. Asupan long‐chain‐
polyunsaturated fatty acids, terutama omega 3 dan 6 sangat penting pada tahun-tahun
pertama kehidupan. Asupan lemak yang rendah memiliki efek negatif pada perkembangan
kognitif dan fungsi imun.
Sumber omega 3 yang sering ditemukan antara lain ikan dan minyak nabati. Minyak
kedelai dan rapeseed oil mengandung omega 3 yang tinggi; sedangkan minyak sawit, minyak
bunga matahari, dan minyak kacang (peanut oil) memiliki kandungan omega 3 yang rendah.
[5]

Suplementasi Zinc
Zinc terbukti dapat menurunkan insidensi diare dan pneumonia, mendukung
pertumbuhan linear, dan memiliki efek positif dalam menurunkan angka kematian terkait
penyakit infeksi. Studi meta analisis di Asia, Afrika, dan Amerika menyimpulkan bahwa
penggunaan zinc dengan dosis 5-40 mg/hari selama 2-12 bulan dapat memperbaiki
pertumbuhan linear. Pada bayi usia 6-23 bulan, suplementasi zinc diberikan rutin selama
minimal 2 bulan setiap 6 bulan sekali. Suplementasi 10 mg zinc setiap hari selama 24 minggu
dapat menambah tinggi badan. Angka kecukupan zinc adalah 3-16 mg/hari.[6,7]
Suplementasi Vitamin A
Suplementasi vitamin A terbukti bermanfaat menurunkan angka kematian anak. Studi
meta analisis di Asia, Afrika, dan Amerika menyimpulkan bahwa konsumsi vitamin A 5000-
200.000 IU dengan selama 3-17 bulan dapat memperbaiki pertumbuhan linear anak. WHO
merekomendasikan pemberian suplementasi vitamin A sebesar 100.000 U pada bayi usia 6-
11 bulan, dan vitamin A 200.000 U tiap 6 bulan pada anak usia 12-59 bulan. Program ini
sudah diimplementasikan ke dalam program Kementerian Kesehatan Indonesia setiap bulan
Februari dan Agustus (bulan vitamin A).[6,8]

Stimulasi Psikososial
Stimulasi psikososial dan stimulasi perkembangan sesuai usia diperlukan untuk
mengatasi stunting dan mencegah komplikasi lebih lanjut (gangguan perkembangan).
Memberi kesempatan anak untuk bermain dan belajar dengan gembira sangat penting untuk
menunjang tumbuh kembang anak agar optimal.[9,10]

Rujukan
Perawakan pendek yang mengarah ke kelainan endokrin atau penyebab nonmalnutrisi
lainnya dirujuk ke spesialis terkait sesuai etiologi (spesialis anak atau spesialis anak
konsultan endokrinologi). Stunting dengan penyulit dan atau infeksi berat dapat dirujuk ke
sarana kesehatan yang lebih lengkap dengan layanan spesialistik (spesialis anak atau spesialis
anak konsultan nutrisi dan penyakit metabolik).
Bila ada gangguan oromotor dapat dirujuk ke spesialis kedokteran fisik dan
rehabilitasi medik. Stunting yang tidak membaik dengan pemberian nutrisi yang adekuat
dapat dirujuk ke dokter spesialis anak untuk evaluasi dan manajemen lebih lanjut.[12]

Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi untuk menangani gagal tumbuh diberikan sesuai dengan indikasi
dan etiologi. Sebagai contoh, bila terdapat gangguan enzim, terapi pengganti enzim dapat
diberikan. Terapi sulih hormon diberikan jika gagal tumbuh disebabkan oleh defisiensi
hormon tertentu.[1,12]
Farmakoterapi, seperti siproheptadin atau megestrol, diduga bermanfaat untuk
populasi tertentu dengan penyakit dasar yang signifikan, misalnya cystic
fibrosis atau penyakit ginjal kronis; atau pada pasien yang menjalani pengobatan kanker.
Penggunaan stimulan nafsu makan tidak direkomendasikan untuk gagal tumbuh.[2]

Indikasi Rawat Inap


Rawat inap perlu dipertimbangkan pada kondisi:
 Gangguan atau kecemasan orang tua yang ekstrem
 Interaksi orang tua-anak yang buruk
 Perlu evaluasi asupan nutrisi menyeluruh
 Kegagalan pengobatan rawat jalan
 Faktor psikososial yang membahayakan keselamatan anak
 Penyakit mendasar yang serius
 Malnutrisi atau dehidrasi berat[2]

Edukasi

Perbaikan Sanitasi dan Lingkungan


Perbaikan sanitasi, akses air bersih, dan kebersihan lingkungan juga dapat mendukung
tumbuh kembang anak. Jamban yang layak dan akses air bersih penting untuk mewujudkan
lingkungan yang sehat dan ramah anak.
Lingkungan yang penuh kasih saying, pola asuh yang baik, dan dukungan masyarakat
kepada ibu memberi dampak yang positif pada pertumbuhan dan perkembangan anak dan
berkontribusi pada manajemen stunting. Perbaikan sosioekonomi masyarakat juga
berkontribusi pada pencegahan dan penanganan stunting sehingga diperlukan keterlibatan
pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera untuk
mengatasi stunting.[10]

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) mencakup semua perilaku yang dilakukan
atas kesadaran untuk meningkatkan kesehatan, individu, keluarga, dan masyarakat. PHBS di
tingkat rumah tangga meliputi mencuci tangan dengan sabun dan air bersih, menggunakan air
bersih, menggunakan jamban sehat, memberantas jentik nyamuk, mengonsumsi buah dan
sayur, melakukan aktivitas fisik setiap hari, dan menghindari rokok. Selain itu, PHBS juga
meliputi persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, pemberian ASI eksklusif, dan
pengukuran berat badan bayi dan balita secara berkala.[1]
Strategi Peningkatan Asupan
Bayi yang lebih besar dan anak-anak harus sering makan (setiap 2-3 jam, tetapi tidak
terus-menerus). Mereka harus makan 3 kali, dengan 3 kali camilan, dengan jadwal yang
konsisten. Konsumsi makanan ringan bergizi rendah sepanjang hari dan terus-menerus,
minum cairan rendah kalori, jus buah, atau minuman berkarbonasi harus dihindari. Pada
waktu makan dan kudapan, makanan padat harus diberikan sebelum makanan cair. Konsumsi
cairan yang berlebihan akan mengurangi asupan makanan padat. Konsumsi jus harus dibatasi
hingga 120 mL per hari dari 100 persen jus buah.[11]

DAFTAR PUSTAKA

1. Smith AE, Badireddy M. Failure To Thrive. [Updated 2020 Sep 10]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459287/
2. Homan GJ. Failure to thrive: a practical guide. American family physician. 2016 Aug
15;94(4):295-9.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Angka Kecukupan Gizi
yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Available from:
https://peraturan.bkpm.go.id/jdih/userfiles/batang/PMK%20No.%2075%20ttg
%20Angka%20Kecukupan%20Gizi%20Bangsa%20Indonesia.pdf
4. Sjarif DR, Yuliarti K, Iskandar WJ. Daily consumption of growing-up milk is
associated with less stunting among Indonesian toddlers. Med J Indones. 2019;28:70–
6.
5. Michaelsen KF, Grummer-Strawn L, Bégin F. Emerging issues in complementary
feeding: Global aspects. Matern Child Nutr. 2017;13(S2):e12444.
6. Prendergast AJ, Humphrey JH. The stunting syndrome in developing countries.
Paediatr Int Child H, 2014;34 (4):250-265.
7. Roberts JL, Stein AD. The impact of nutritional interventions beyond the first 2 years
of life on linear growth: a systematic review and meta-analysis. Adv Nutr.
2017;8:323–36; doi:10.3945/an.116.013938.
8. Wirahmadi A. 2017. Perlukah suplementasi vitamin dan mineral pada bayi dan anak.
Available from: http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/perlukah-
suplementasi-vitamin-dan-mineral-pada-bayi-dan-anak
9. World Health Organization. 2017. Nutrition. Stunting in a nutshell. Available from:
https://www.who.int/nutrition/healthygrowthproj_stunted_videos/en/
10. Childhood Stunting: Context, Causes and Consequences. WHO Conceptual
framework. September 2013. Ref: Stewart CP, Iannotti L, Dewey KG, Michaelsen KF
11. Motil D. Poor weight gain in children younger than two years in resource-abundant
countries: Management. Uptodate. 2019
12. Sirotnak AP. Failure to Thrive. Medscape, 2020. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/915575-overview

Anda mungkin juga menyukai