Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KEGIATAN USAHA

KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)


3.1.4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
PENILAIAN KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI)
DI DESA KAWEDUSAN

Disusun oleh :
dr. Annisa Rizkia Fitri

Pembimbing
dr. Rahmi Asfiatul Jannah

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


UPTD UNIT PUSKESMAS KEBUMEN I
KABUPATEN KEBUMEN
2016
BAB I
LATAR BELAKANG

A. Tentang Kadarzi
Setiap individu sangat mendambakan kesehatan karena hal itu
merupakan modal utama dalam kehidupan, setiap orang pasti membutuhkan
badan yang sehat, baik jasmani maupun rohani guna menopang aktivitas
kehidupan. Begitu pentingnya kesehatan sehingga seseorang melakukan
berbagai macam cara untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan seperti
melakukan pola hidup sehat yang baik dan benar. Asupan gizi merupakan
salah satu faktor yang menopang adanya kesehatan. Namun pada
kenyataannya saat ini sering kali seseorang melupakan asupan gizi yang
mereka makan sehari-hari. Saat ini diperkirakan setengah rakyat Indonesia
atau sekitar 100 juta mengalami kekurangan gizi, sehingga berdampak
melahirkan generasi yang bodoh. Padahal disadari bahwa faktor gizi akan dan
bisa menentukan kualitas bangsa.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
bidang kesehatan 2005-2009 menetapkan empat sasaran pembangunan
kesehatan, satu diantaranya adalah menurunkan prevalensi gizi kurang
menjadi setinggi-tingginya 20%. Guna mempercepat sasaran tersebut, di
dalam Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009 telah ditetapkan
empat strategi utama, yaitu menggerakkan dan memberdayakan masyarakat
untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan
informasi kesehatan, meningkatkan pembiayaan kesehatan. Selanjutnya dari
empat strategi utama tersebut ditetapkan 17 sasaran prioritas, satu diantaranya
adalah seluruh keluarga menjadi keluarga sadar gizi (Kadarzi).
Kadarzi adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu
mengenali dan mengatasi masalah gizi anggota keluarganya. Yang dimaksud
perilaku gizi seimbang adalah pengetahuan, sikap dan praktek keluarga
mengkonsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat. Kadarzi
merupakan suatu gerakan yang terkait dengan program Kesehatan Keluarga
dan Gizi (KKG), yang merupakan bagian dari Usaha Perbaikan Gizi Keluarga
(UPGK). Disebut Kadarzi, jika sikap dan perilaku keluarga dapat secara
mandiri mewujudkan keadaan gizi yang sebaik-baiknya yang tercermin dari

1
pada konsumsi pangan yang beraneka ragam dan bermutu gizi seimbang.
Dalam keluarga sadar gizi sedikitnya ada seorang anggota keluarga yang
dengan sadar bersedia melakukan perubahan ke arah keluarga yang
berperilaku gizi baik dan benar. Bisa seorang ayah, ibu, anak, atau siapapun
yang terhimpun dalam keluarga itu.

Tingkat sadar gizi keluarga merupakan ukuran keberhasilan program


Kadarzi. Diharapkan dengan adanya program Kadarzi dapat meningkatkan
kesadaran gizi keluarga. Tingkat sadar gizi keluarga dapat diukur dengan
menggunakan 5 indikator Kadarzi yaitu:
1. Memantau status gizi dengan cara menimbang berat badan
Anggota keluarga perlu menimbang berat badan secara teratur
karena berat badan merupakan petunjuk yang baik akan keadaan gizi dan
kesehatan. Perubahan berat badan menunjukkan perubahan konsumsi
makanan dan/atau gangguan kesehatan. Menimbang berat badan tidaklah
sulit, dan bisa dilakukan di mana saja, di pusat pelayanan kesehatan atau di
rumah sendiri.
2. Memberikan ASI Eksklusif kepada bayi
Air Susu Ibu (ASI) mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk
tumbuh kembang dan menjadi sehat sampai ia berumur 6 bulan.
Kolostrum, yakni ASI yang keluar pada hari-hari pertama, agar diberikan
kepada bayi. Setelah bayi berumur 6 bulan, ASI saja tidak mampu lagi
memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karenanya, setelah lewat umur 6
bulan, bayi perlu mendapat Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
MP-ASI diberikan kepada bayi secara bertahap sesuai dengan
pertambahan umur, pertumbuhan badan dan perkembangan
kecerdasannya. Walaupun demikian, pemberian ASI tetap dilanjutkan
sampai anak berumur 24 bulan. Manfaatnya adalah untuk membantu
tumbuh kembang anak, mempertahankan dan meningkatkan daya tahan
tubuh anak terhadap penyakit infeksi, serta mengakrabkan jalinan kasih
sayang ibu dan anaknya secara timbal balik.

3. Makan aneka ragam makanan

2
Keluarga mengkonsumsi yang makanan beraneka ragam setiap hari
yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah merupakan
salah satu perilaku keluarga yang sadar gizi. Makanan yang beraneka
ragam yaitu makanan yang mengandung unsur-unsur zat gizi yang
diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantitasnya terutama zat tenaga,
zat pembangun, dan zat pengatur. Keanekaragaman makanan dalam
hidangan sehari-hari yang dikonsumsi, minimal harus berasal dari satu
jenis makanan sumber zat tenaga, satu jenis makanan sumber zat
pembangun dan satu jenis makanan sumber zat pengatur. Ini adalah
penerapan prinsip penganekaragman yang minimal. Mengkonsumsi
pangan secara beraneka ragam adalah merupakan cerminan adanya
kesadaran keluarga tentang pentingnya pemenuhan gizi untuk
pemeliharaan kesehatan dan peningkatan status gizi.

Pembagian makanan berdasarkan fungsinya bagi tubuh dapat


diuraikan sebagai berikut:
a. Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi
kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan
yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan
sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
b. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan
nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal
dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan,
seperti keju. Zat pembangun berperan sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan seseorang .
c. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-
buahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.

Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi


kesehatan karena pada dasarnya tidak ada satu pun jenis makanan yang
mengandung semua zat gizi. Dengan makanan yang beraneka ragam
berarti kekurangan zat gizi dari sesuatu makanan dapat diisi oleh zat gizi

3
dari makanan lain. Akibat tidak makan beraneka ragam, tubuh kekurangan
zat gizi terutama lebih mudah terserang penyakit dan khusus balita
pertumbuhan dan kecerdasannya terganggu.

4. Menggunakan garam beryodium


Keluarga menggunakan garam beryodium untuk memasak setiap
hari adalah salah satu perilaku keluarga sadar gizi. Untuk menentukan
garam yang digunakan keluarga adalah beryodium atau tidak dilakukan
dengan test yodina / tes amilum. Apabila hasil tesnya berwarna ungu maka
garam tersebut merupakan garam beryodium. Garam beryodium adalah
garam natrium clorida (NaCl) yang diproduksi melalui proses yodisasi
yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) antara lain mengandung
yodium sebesar 30-80 ppm.
Zat yodium adalah salah satu zat gizi mikro yang sangat penting
bagi berbagai fungsi tubuh terutama pertumbuhan fisik dan perkembangan
otak. Kekurangan yodium mengakibatkan gangguan yang disebut dengan
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY).
5. Minum suplemen gizi (tablet tambah darah, kapsul vitamin A dosis tinggi,
kapsul yodium) sesuai anjuran
Memberikan suplemen gizi sesuai anjuran merupakan salah satu
perilaku keluarga sadar gizi. Suplemen gizi yang berkaitan dengan
keluarga balita adalah memberikan kapsul vitamin A biru pada bayi usia 6-
11bulan pada bulan Februari atau Agustus dan memberikan kapsul vitamin
A merah pada balita usia 12-59 bulan pada bulan Februari dan Agustus.
Suplementasi gizi adalah salah satu program intervensi gizi di
negara berkembang. Suplementasi merupakan upaya pencegahan dan
penanggulangan kurang gizi dengan basis bukan makanan atau non food-
based intervention. Suplementasi zat gizi diperlukan karena kebutuhan zat
gizi pada kelompok bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui meningkat
dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari makanan sehari-hari terutama
vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan yodium untuk di daerah
endemik gondok.

4
Suplementasi yang telah dilaksanakan di Indonesia adalah
suplementasi vitamin A balita dan ibu nifas dalam bentuk pil atau kapsul
vitamin A, suplementasi zat besi pada ibu hamil dan menyusui dan
suplementasi zat yodium di daerah gondok endemik.
Suplementasi vitamin A adalah salah satu bentuk suplementasi gizi
untuk menanggulangi Kurang Vitamin A (KVA) yang bisa mengakibatkan
kebutaan pada anak balita. Suplementasi dilaksanakan melalui kegiatan
posyandu pada bulan Februari dan Agustus. Ibu cukup membawa balita ke
posyandu tanpa perlu mengeluarkan biaya. Suplementasi A dosis tinggi
secara berkala kepada anak akan memberikan pengaruh pencegahan 3-6
bulan. Kapsul vitamin A dengan sasaran bayi 6-11 bulan berwarna biru
dengan dosis 100.000 SI dan untuk balita 12-59 bulan berwarna merah
dengan dosis 200.000 SI. Selain itu kapsul vitamin A juga diberi pada
balita yang sakit campak, diare, gizi buruk atau xeroptalmia dengan dosis
sesuai umumnya. Selain kepada bayi, suplementasi vitamin A juga
diberikan kepada ibu nifas dimaksudkan supaya kandungan vitamin A
dalam ASI bisa mencukupi kebutuhan vitamin A bayi. Dengan
suplementasi vitamin A dosis tinggi segera setelah melahirkan terbukti
memperbaiki status vitamin A ibu juga bayi.

Suplementasi zat besi (Fe) merupakan salah satu upaya


penanggulangan kekurangan zat besi dalam bentuk pemberian pil, kapsul
atau sirup terutama bagi mereka yang rawan atau beresiko tinggi menderita
Anemia Gizi Besi (AGB) yaitu ibu hamil, ibu menyusui, wanita usia subur
yang jelas mempunyai hemoglobin rendah, bayi dan anak balita dan anak
sekolah. Hal ini disebabkan kebutuhan zat besi selama kehamilan
mengalami peningkatan untuk memasok kebutuhan janin untuk tumbuh,
pertumbuhan plasenta dan peningkatan volume darah.
Berikut adalah penilaian indikator Kadarzi serta variabel dan definisi
operasional dalam penilaian Kadarzi.

Tabel 1.1 Penilaian Indikator Kadarzi Berdasarkan Karakter Keluarga

5
Tabel 1.2 Variabel dan Definisi Operasional

Cara
No. Variabel Sasaran Definisi Operasional pengumpulan
data
1 Menimbang berat Balita 0-59 Balita yang datang ke Melihat catatan
penimbangan
badan balita secara bulan Posyandu ditimbang berat
balita pada KMS,
teratur badannya setiap bulan, dicatat

6
dalam KMS balita buku KIA, buku
atau buku register atau buku register selama 6
KIA minimal 4 x selama 6 bulan terakhir
bulan terakhir

Bila bayi berusia > 6 bulan


Baik: bila 4 kali berturut-
turut
Belum baik: bila < 4 kali
berturut-turut

Bila bayi berusia 4-5 bulan


Baik: bila 3 kali berturut-
turut
Belum baik: bila < 3 kali
berturut-turut

Bila bayi berusia 2-3 bulan


Baik: bila 2 kali berturut-
turut
Belum baik: bila <2 kali
berturut-turut.

Bila bayi berusia 0-1 bulan


Baik: bila 1 kali ditimbang
Belum baik: bila belum
pernah ditimbang.

Jika dalam RT terdapat lebih


dari 1 (satu) balita maka yang
dijadikan sampel adalah anak
yang termuda (pada saat
analisa)
2 Memberikan ASI Ibu Bayi berumur 0-6 bulan diberi Melihat cacatan
saja kepada bayi
menyusui ASI saja tidak diberi makanan status ASI
sejak lahir sampai
Eksklusif pada
umur 6 bulan (ASI dan minuman lain.
KMS dan
Eksklusif)
Baik : Bila hanya diberi ASI Kohort (catatan

7
saja, tidak diberi makanan pemberian
ASI pada bayi).
dan minuman lain (ASI
Lalu tanyakan
eksklusif 0-6 bulan)
pada ibunya
Belum baik : bila sudah diberi apakah bayi
makanan dan minuman lain berusia 0 bulan,
1 bulan, 2 bulan,
selain ASI
3 bulan, 4 bulan,
5 bulan dan 6
bulan selama 24
jam terakhir
sudah diberikan
makanan atau
minuman lain
selain ASI.
3 Makan beraneka Balita 6 Balita 6 -59 bulan Menanyakan
ragam
59 bulan mengkonsumsi makanan kepada ibu
tentang konsumsi
pokok, lauk pauk, sayur
dan buah setiap hari. lauk
hewani dan buah
Baik:
dalam menu anak
Bila setiap hari makan lauk
balita selama 2
hewani dan buah.
(dua) hari
Belum Baik:
terakhir.
Bila tidak setiap hari makan
lauk hewani dan buah.
Atau (bila
Baik :
tidak ada bila sekurang-kurangnya Menanyakan
anak balita)
dalam 1 hari keluarga makan kepada ibu
Keluarga
tentang konsumsi
lauk hewani dan buah
lauk hewani dan
Belum baik :
buah dalam menu
bila tidak makan lauk
hewani dan buah keluarga selama 3
(tiga) hari

8
terakhir.
4 Menggunakan Rumah Keluarga menggunakan Menguji contoh
garam beryodium
tangga garam beryodium untuk garam yang
memasak setiap hari. digunakan
keluarga dengan
Baik:
Beryodium (warna ungu) tes yodina/tes
amilum atau
Belum baik:
melihat label
Tidak beryodium (warna tidak
garam.
berubah/muda)
5 Suplemen gizi
a. Distribusi kapsul a. Bayi 6- Bayi 6-11 bulan mendapat Wawancara
vitamin A pada
11 bulan kapsul vitamin A biru pada kepada ibu
balita
b. Anak dengan
bulan Februari atau Agustus.
balita 12-59 Anak balita 12-59 bulan menunjukkan
contoh kapsul dan
bulan mendapat kapsul vitamin A
verifikasi dengan
merah setiap bulan Februari
KMS,
dan Agustus.
buku KIA atau
Baik: catatan
Bila anak 6 11 bulan pemberian kapsul
mendapat kapsul vitamin A vitamin
A pada posyandu
biru pada bulan Februari atau
Agustus dalam 1 tahun
terakhir.
Bila anak 12 -59 bulan
mendapat kapsul vitamin A
merah pada bulan Februari
dan Agustus dalam 1 tahun
terakhir.

Belum baik:
Bila tidak mendapat kapsul
biru/merah.
b. Supplementasi Ibu hamil Ibu hamil mendapat Lihat catatan ibu
TTD pada ibu
supplementasi TTD minimal hamil di bidan
Hamil

9
90 selama masa kehamilan. Poskesdes, bila
tidak ada
Baik:
Bila jumlah TTD yang tanyakan pada ibu
diminum sesuai anjuran. sambil melihat
bungkus
Belum baik:
TTD
Bila jumlah TTD yang
diminum tidak sesuai anjuran
c. Ibu nifas yang Ibu nifas Ibu nifas mendapatkan 2 Menanyakan pada
mendapat kapsul
kapsul vitamin A merah : satu ibu nifas dan
vitamin A
kapsul diminum setelah diverifikasi
dengan buku
melahirkan dan satu kapsul
KIA.
lagi diminum pada hari
berikutnya paling lambat pada
hari ke 28.

Baik:
Bila mendapatkan 2 kapsul
vitamin A merah sampai hari
ke 28.

Belum baik:
Bila tidak mendapat 2 kapsul
vitamin A merah sampai hari
ke 28.

Keluarga dikatakan berperilaku Kadarzi apabila seluruh indikator


dilaksanakan dan tidak berperilaku Kadarzi apabila salah satu atau
lebih dari empat indikator perilaku kadarzi tidak dilaksanakan. Untuk
menilai apakah suatu keluarga merupakan keluarga sadar gizi, dapat
kita lihat dengan kriteria dibawah ini :

a. Seluruh anggota keluarga berstatus gizi baik.


b. Tidak ada lagi bayi berat lahir rendah ( < 2500 gram).
c. Keluarga telah menggunakan garam beryodium.
d. Semua bayi 0-6 bulan hanya diberi ASI saja.
e. Semua balita naik berat badannya.

10
f. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gizi lebih
Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan
penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi
yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga
bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan
selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang. Di tingkat keluarga dan masyarakat,
masalah gizi dipengaruhi oleh :
a. Kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik
jumlah maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya.
b. Pengetahuan, sikap dan keterampilan keluarga dalam hal :
Memilih, mengolah dan membagi makanan antar anggota keluarga sesuai
dengan kebutuhan gizinya.
Memberikan perhatian dan kasih sayang dalam mengasuh anak.
Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan dan gizi yang tersedia,
terjangkau dan memadai (Posyandu, Pos Kesehatan Desa, Puskesmas, dll).
c. Tersedianya pelayanan kesehatan dan gizi yang terjangkau dan berkualitas.
d. Kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan pribadi dan
lingkungan.
Selama ini telah dilakukan upaya perbaikan gizi mencakup promosi gizi
seimbang termasuk penyuluhan gizi di Posyandu, fortifikasi pangan, pemberian
makanan tambahan termasuk MP-ASI, pemberian suplemen gizi (kapsul Vitamin
A dan Tablet Tambah Darah/TTD), pemantauan dan penanggulangan gizi buruk.
Kenyataannya masih banyak keluarga yang belum berperilaku gizi yang baik dan
kurangnya pengetahuan atau belum mengerti apa itu Kadarzi sehingga penurunan
masalah gizi berjalan lamban. Masih banyaknya kasus gizi kurang menunjukkan
bahwa asuhan gizi di tingkat keluarga belum memadai. Masalah lain yang
menghambat penerapan perilaku Kadarzi adalah adanya kepercayaan, adat
kebiasaan dan mitos negatif pada keluarga. Sebagai contoh masih banyak keluarga
yang mempunyai anggapan negatif dan pantangan terhadap beberapa jenis
makanan yang justru sangat bermanfaat bagi asupan gizi.

B. Keadaan Gizi di Indonesia Berdasarkan Indikator Kadarzi


1. Memantau berat badan

11
Masalah gizi sendiri di Indonesia masih merupakan masalah yang
cukup berat dan masih memerlukan perhatian. Berdasarkan Riskesdas
2013, sembilan belas provinsi mempunyai prevalensi gizi buruk dan gizi
kurang di atas prevalensi nasional. Tidak berubahnya prevalensi status
gizi, terlihat dari kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah
ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5% (2007)
menjadi 34,3% (2013) dan frekuensi penimbangan >4 kali sedikit menurun
pada tahun 2013 (44,6%) dibanding tahun 2007 (45,4%). Berdasarkan data
dari Profil Kesehatan Kebumen tahun 2015, cakupan penimbangan balita
di posyandu (D/S) selama lima tahun terakhir cenderung mengalami
kenaikan yaitu 2011 (80,40%), 2012 (80,27%), 2013 (82,45%), 2014
(84,2%), dan 2015 (86,5%). Untuk data cakupan penimbangan balita di
posyandu (D/S) tahun 2015 di Puskesmas Kebumen 1 sebesar 87,12% dan
di desa Kawedusan sebesar 85,61%.

2. Pemberian ASI Eksklusif

Untuk ASI eksklusif, berdasarkan data Laporan Rutin Direktorat


Jenderal Bina Gizi-KIA Kementrian Kesehatan, sebaran cakupannya
sebesar 54,3%. Pemberian ASI eksklusif untuk bayi berusia < 6 bulan
secara global dilaporkan kurang dari 40%. Dengan demikian secara
nasional angka di Indonesia masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan
global. Namun demikian masih ada provinsi yang masih di bawah angka
nasional sehingga perlu dilakukan usaha sehingga cakupannya meningkat.
Untuk daerah Jawa Tengah cakupan pemberian ASI eksklusif tahun 2015
sebesar 58,4 %, masih di bawah target 75 %.
Persentase cakupan pemberian ASI eksklusif di Kabupaten
Kebumen selama lima tahun terakhir cenderung mengalami peningkatan.
Pada tahun 2011 persentase ASI eksklusif 49,46%, tahun 2012 54,58%,
tahun 2013 61,17%, tahun 2014 59,3% , dan tahun 2015 68,3%. Di
wilayah kerja Puskesmas Kebumen I tahun 2015 dari 286 bayi 0-6 bulan
yang diberi ASI Eksklusif sebanyak 72,01%, masih di bawah target SPM

12
80%. Dan di desa Kawedusan persentase cakupannya tahun 2015 sebesar
72,73%.

3. Makanan beraneka ragam

Hasil penelitian Zahrani (2009) yang menganalisis data Riskesdas


(2007) menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara mengkonsumsi
makanan beraneka ragam dengan status gizi balita. Hal tersebut juga
diperkuat oleh penelitian Fajar (2007) yang menunjukkan ada hubungan
yang signifikan antara mengkonsumsi beraneka ragam makanan dengan
status gizi batita.
Dalam penilaian, keluarga yang berperilaku gizi baik adalah
keluarga yang memberikan balita makanan lauk hewani dan buah setiap
hari. Namun pada beberapa penelitian menunjukkan penerapan makanan
beraneka ragam masih belum baik. Masih rendahnya penerapan makanan
yang beragam kepada balita mungkin disebabkan antara lain karena
memiliki pendapatan yang kurang. Pendapatan mempengaruhi daya beli
masyarakat terhadap makanan. Selain itu, pola kebiasaan makan yang
selalu mengutamakan beras sedangkan yang lain hanya seadanya membuat
konsumsi masyarakat menjadi tidak beragam.

4. Penggunaan garam beryodium

Dari data nasional didapatkan 77,1% RT yang mengonsumsi garam


dengan kandungan cukup iodium, 14,8% RT mengonsumsi garam dengan
kandungan kurang iodium dan 8,1% RT mengonsumsi garam yang tidak
mengandung iodium. Secara nasional angka ini masih belum mencapai
target Universal Salt Iodization (USI) atau garam beriodium untuk
semua, yaitu minimal 90% RT yang mengonsumsi garam dengan
kandungan cukup iodium. Untuk Jawa Tengah didapatkan 80,1% RT yang
mengonsumsi garam dengan kandungan cukup iodium, 13,2% RT

13
mengonsumsi garam dengan kandungan kurang iodium dan 6,7% RT
mengonsumsi garam yang tidak mengandung iodium. Di Kabupaten
Kebumen dari 171 desa/kelurahan yang diperiksa terdapat 154
desa/kelurahan (90,06%) garam yang dikonsumsi sudah memenuhi kadar
yodium yang dianjurkan (mengandung KI03 30-80 ppm). Di Puskesmas
Kebumen 1 terdapat 5 wilayah kerja yang diperiksa yaitu Bandung,
Kawedusan, Muktisari, Muktirejo, dan Sumberadi. Cakupannya sebesar
100%.

5. Meminum suplemen gizi sesuai anjuran


a. Vitamin A
Angka cakupan pemberian kapsul vitamin A secara nasional untuk
anak balita dari 71,5% tahun 2007 menjadi 75,5% tahun 2013 namun
masih belum memenuhi target (83% tahun 2013 dan 85% tahun 2014).
Berdasarkan Riskesdas, di Jawa Tengah cakupan pemberian kapsul
vitamin A tahun 2015 sebesar 84%. Untuk angka cakupan di Puskesmas
Kebumen 1 dan Desa Kawedusan masing-masing sebesar 100%.
Selain balita, ibu nifas pun juga mendapat vitamin A sebagai salah
satu bagian dari cakupan pelayanan nifas. Cakupan pelayanan nifas di
Jawa Tengah sebesar 85%. Untuk cakupan ibu nifas mendapat kapsul
vitamin A di Kabupaten Kebumen tahun 2015 sebesar 99%, mengalami
kenaikan jika dibanding tahun 2014 (97%). Di desa Kawedusan angka
cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2015 sebesar 100%.

b. Tablet Fe
Anemia defisiensi besi juga masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat dengan prevalensi berkisar 27,92 % dari berbagai kelompok
umur, dimana bumil yang paling banyak mengalaminya. Zat besi sangat
dibutuhkan terutama oleh ibu hamil untuk mencegah terjadinya anemia
dan menjaga pertumbuhan janin secara optimal. Kementerian Kesehatan
menganjurkan agar ibu hamil mengonsumsi paling sedikit 90 pil zat besi
selama kehamilannya.

14
BAB II
PERMASALAHAN

A. Data
Desa Kawedusan terletak 2 km sebelah timur alun-alun Kebumen
merupakan salah satu desa di Kecamatan Kebumen yang mempunyai potensi
luar biasa. Desa dengan luas 68,3 Ha wilayahnya sudah termasuk wilayahnya
perkotaan. Desa Kawedusan memiliki 1 bidan desa dengan 2 posyandu yaitu
posyandu flamboyan yang diadakan di balai desa dan posyandu kantil di RW
1.

1. Cakupan Penimbangan Berat Badan Balita


Sejak lahir sampai dengan usia lima tahun, anak seharusnya
ditimbang secara teratur untuk mengetahui pertumbuhannya. Cara ini
dapat membantu untuk mengetahui lebih awal tentang gangguan
pertumbuhan, sehingga segera dapat diambil tindakan tepat secepat
mungkin.
Hasil penimbangan, dapat mengetahui apakah seorang anak terlalu
cepat bertambah berat badannya dibandingkan usianya atau tidak
bertambah berat badannya. Untuk itu memerlukan pemeriksaan berat
badan anak lebih lanjut terkait dengan tinggi badannya, yang dapat
menentukan apakah seorang anak mempunyai berat badan
berlebih/kurang.
Cakupan penimbangan balita di posyandu (D/S) adalah jumlah
balita yang ditimbang di seluruh posyandu yang melapor di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan penimbangan balita (D/S) di
posyandu merupakan indikator tinggi/rendahnya partisipasi masyarakat di
posyandu. Semakin balita yang ditimbang di posyandu, maka akan

15
semakin mudah mendeteksi adanya balita gizi kurang atau gizi buruk dan
semakin cepat dilakukan upaya penanggulangan. Angka cakupan
penimbangan balita yang ditimbang di desa Kawedusan sampai bulan
Agustus 2016 adalah 119 balita ditimbang dari 139 jumlah seluruh balita
(85,61%) dimana sudah memenuhi target yaitu >85%.

2. Pemberian ASI eksklusif


Pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat karena ASI merupakan
makanan yang paling sempurna untuk bayi, bahkan sangat mudah dan
murah memberikannya kepada bayi. Selain itu, ASI juga dapat mencukupi
gizi bayi sehingga bayi dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
karena ASI adalah jenis makanan yang mengandung semua zat gizi.
Berikut adalah data pemberian ASI eksklusif di desa Kawedusan.
Berdasarkan data, cakupan pemberian ASI Eksklusif di Desa
Kawedusan sampai dengan bulan Maret 2016 adalah sebesar 18,18% dari
total 11 bayi berusia 0-6 bulan yang ada dan menurun menjadi 9,09% pada
bulan April dan Mei 2016. Cakupan tersebut masih sangat jauh dari target
SPM yaitu 80%. Rata-rata bayi diberi ASI saja hanya sampai usia 5 bulan.

3. Penggunaan garam yodium


Zat yodium adalah salah satu zat gizi mikro yang sangat penting
bagi berbagai fungsi tubuh terutama pertumbuhan fisik dan perkembangan
otak. Kekurangan yodium mengakibatkan gangguan yang disebut dengan
Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY). Tahun 2014 dan 2015 hanya
dilakukan pemeriksaan garam beryodium baik di beberapa desa, termasuk
di desa Kawedusan dan di desa Kawedusan didapatkan angka 100%.

4. Meminum suplemen gizi sesuai anjuran

Suplementasi zat gizi diperlukan karena kebutuhan zat gizi


terutama pada kelompok bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui

16
meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari makanan sehari-hari
terutama vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan yodium untuk di
daerah endemik gondok. Berikut adalah data pemberian suplemen gizi
(tablet Fe dan vitamin A) di desa Kawedusan.
a. Tablet Fe
Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah
memberikan tablet tambah darah yaitu tablet Fe yang bertujuan untuk
menurunkan angka anemia pada balita, ibu hamil, ibu nifas, remaja
putri, dan WUS (Wanita Usia Subur). Penanggulangan anemia pada ibu
hamil dilaksanakan dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil
selama periode kehamilannya.

Tabel 2.4.1 Data Cakupan Ibu Hamil yang Mendapat Tablet Fe di Desa
Kawedusan Periode Januari Agustus 2016
Jumlah Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe
Jumlah
Periode Fe-1 (30 tablet) Fe-3 (90 tablet)
sasaran Jumlah Jumlah
Waktu
Ibu Hamil % %
Kumulatif Kumulatif
Januari 7 7 100 2 28,57
Februari 14 10 71,43 2 14,29
Maret 15 3 20 4 26,67
April 11 2 18,18 4 36,37
Mei 11 3 27,27 0 0
Juni 11 1 9,09 2 18,18
Juli 11 1 9,09 4 36,37
Agustus 11 2 18,18 6 54,55

Dari data di atas dapat dilihat bahwa cakupan pemberian tablet Fe


untuk ibu hamil sampai bulan Agustus 2016 cenderung tidak stabil dan
mengalami naik turun dari bulan ke bulan. Oleh karena itu, target untuk
cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil sebesar 95% hanya dapat
tercapai pada bulan Januari tahun 2016 pada pemberian Fe-1.

b. Vitamin A

17
Tabel 2.4.2 Cakupan Bayi dan Balita yang Mendapat Vitamin A di Desa
Kawedusan Periode Februari Agustus 2016
Jumlah Bayi (6-11 bulan) Jumlah Balita (1-5 tahun)
Cakupan Cakupan
Yang ada Yang dapat Yang ada Yang dapat
(%) (%)
L P L+P L P L+P L P L+P L P L+P
FEB 12 8 20 12 8 20 100 78 61 139 78 61 139 100
AGS 12 8 20 12 8 20 100 78 61 139 78 61 139 100

Tabel 2.4.3 Cakupan Bufas yang Mendapat Vitamin A di Desa Kawedusan


Periode Januari - Agustus 2016
Jumlah Bufas
Cakupan (%)
Yang ada Yang dapat
Januari 1 1 100
Februari 2 2 100
Maret 2 2 100
April 5 5 100
Mei 3 3 100
Juni 1 1 100
Juli 4 4 100
Agustus 3 3 100

Untuk program pemberian vitamin A di desa Kawedusan sejauh ini


berjalan dengan baik, dimana semua balita dan ibu dalam masa nifas
(bufas) mendapatkan vitamin A.

c. Kapsul yodium
Karena desa Kawedusan tidak ditemukan kasus GAKY, belum
pernah dilakukan pemberian kapsul yodium.
B. Analisis Masalah
Dari data-data di atas berdasarkan indikator Kadarzi masih ada
beberapa hal yang perlu menjadi perhatian, yaitu
1. ASI Eksklusif
Rata-rata cakupan ASI eksklusif sampai bulan Agustus 2016 (18,18%)
masih di bawah target SPM yaitu 80%.
2. Makanan beraneka ragam

18
Di desa Kawedusan belum pernah dilakukan penilaian terhadap indikator
ini.
3. Meminum suplemen gizi sesuai anjuran
Cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil sampai bulan Agustus 2016
cenderung tidak stabil dan target untuk cakupan pemberian tablet Fe pada
ibu hamil sebesar 95% hanya dapat tercapai pada bulan Januari tahun 2016
pada pemberian Fe-1.
Permasalahan tersebut dapat dimungkinkan terjadi karena masih
banyak keluarga bahkan kader belum mengetahui tentang Kadarzi. Namun
faktor-faktor penyebab perlu dipastikan dengan cara melakukan kunjungan ke
posyandu untuk melakukan wawancara tentang perilaku Kadarzi dari sampel
ibu yang datang sekaligus memberikan sosialisasi tentang Kadarzi baik kepada
keluarga maupun kepada kader pendamping.

BAB III
PERENCANAAN DAN INTERVENSI

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan di bab sebelumnya


maka akan dilakukan intervensi berupa wawancara tentang perilaku Kadarzi dari
sampel ibu yang datang sekaligus memberikan sosialisasi tentang Kadarzi.
Intervensi tersebut dipilih sehubungan dengan permasalahan yang terkait guna
meningkatkan pengetahuan tentang Kadarzi kepada kader dan keluarga, sehingga
tercipta perilaku sadar gizi.
Intervensi direncanakan dilakukan bersamaan dengan jadwal posyandu
Kantil di desa Kawedusan. Sampel pada penilaian Kadarzi ini adalah ibu dan
balita yang tinggal di desa Kawedusan yang datang ke posyandu Kantil dan

19
bersedia menjadi responden. Untuk penilaian Kadarzi dipilih 15 keluarga sebagai
sampel dan diambil secara acak.

BAB IV
PELAKSANAAN

A. Penilaian Kadarzi
Penilaian dilakukan pada hari Kamis, 8 September 2016 di Posyandu
Kantil di RW 1 Desa Kawedusan. Penilaian tersebut berupa wawancara
pemantauan status kadar gizi dan Kadarzi terhadap 15 pasang sampel ibu dan
balita dari seluruh ibu dan balita yang hadir ke posyandu. Berikut adalah hasil
dari penilaian Kadarzi di desa Kawedusan.

Indikator
Nama Usia Keterangan
No Kadarzi
Responden Balita
1 2 3 4 5
1 Ny. MU 36 bulan X - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, anak hanya mau
makan nasi dan lauk saja tanpa
sayur, garam beryodium, vit. A
merah (+)
2 Ny. NSA 11 bulan - Ke posyandu tiap bulan untuk

20
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam, garam
beryodium, vit. A biru (+)
3 Ny. SFM 4 bulan Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam, garam
beryodium, bayi mendapat ASI
eksklusif, ibu mendapat vit. A
saat nifas
4 Ny. L 12 bulan - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam, garam
beryodium, vit. A biru (+)
5 Ny. M 11 bulan - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam, garam
beryodium, vit. A biru (+)
6 Ny. P 27 bulan - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam namun balita
mulai mendapat MPASI pada
usia 5 bulan, garam beryodium,
vit. A merah (+)
7 Ny. N 15 bulan X - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, anak susah makan
sehingga kebutuhan lauk
hewani dan nabati kurang dan
sudah mulai mendapat MPASI
pada usia 3 bulan, garam
beryodium, vit. A merah (+)
8 Ny. SF 4 tahun - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam namun balita

21
mulai mendapat MPASI pada
usia 5 bulan, garam beryodium,
vit. A merah (+)
9 Ny. M 5 bulan X Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam, garam
beryodium, bayi tidak
mendapat ASI eksklusif karena
diberi susu formula, ibu
mendapat vit. A saat nifas
10 Ny. F 4 bulan X Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam, garam
beryodium, bayi tidak
mendapat ASI eksklusif karena
diberi susu formula, ibu
mendapat vit. A saat nifas
11 Ny. D 15 bulan - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam namun balita
mulai mendapat MPASI pada
usia 5 bulan, garam beryodium,
vit. A merah (+)
12 Ny. Y 12 bulan - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam namun anak
riwayat tidak mendapat ASI
eksklusif karena diberi susu
formula, garam beryodium, vit.
A merah (+)
13 Ny. S 22 bulan - Ke posyandu tiap bulan untuk
ditimbang, keluarga makan

22
beraneka ragam, garam
beryodium, vit. A merah (+)
14 Ny. SNK 4 tahun - Ke posyandu tiap bulan untuk
4 bulan ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam, garam
beryodium, vit. A merah (+)
15 Ny. E 4 tahun - Ke posyandu tiap bulan untuk
6 bulan ditimbang, keluarga makan
beraneka ragam namun anak
riwayat tidak mendapat ASI
eksklusif karena diberi susu
formula, garam beryodium, vit.
A merah (+)

23
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI

Perilaku kadarzi merupakan bagian dari 13 pesan dasar gizi seimbang


sehingga valid dan reliable serta aplikatif untuk meningkatkan konsumsi makanan
gizi seimbang di tingkat keluarga sehingga dapat mencegah dan mengatasi
masalah gizi kurang dan buruk pada balita. Target yang ingin dicapai oleh Depkes
RI dalam program kadarzi ini adalah 80% keluarga di seluruh Indonesia dapat
melaksanakan perilaku keluarga sadar gizi (kadarzi) sehingga bisa mencapai
status keluarga sadar gizi.
Pada penilaian ini, perilaku kadarzi dilihat dari lima indikator perilaku
kadarzi. Keluarga dikatakan berperilaku kadarzi apabila seluruh indikator
dilaksanakan dan tidak berperilaku kadarzi apabila salah satu atau lebih dari lima
indikator perilaku kadarzi tidak dilaksanakan. Berdasarkan hasil penilaian
didapatkan bahwa masih ada keluarga yang tidak berperilaku kadarzi di desa
Kawedusan.
Dari lima indikator perilaku kadarzi yang diteliti terlihat bahwa indikator
yang paling rendah atau sedikit dilaksanakan adalah memberi ASI Eksklusif
kepada bayi saat usia 0-6 bulan. Orangtua bayi sudah memberi susu formula dan
atau makanan tambahan pada usia sebelum 6 bulan. Padahal pada usia sebelum 6
bulan sistem pencernaan bayi belum siap untuk menerima makanan selain ASI.
Akibat pemberian susu formula dan atau makanan tambahan yang terlalu cepat
dibanding usia seharusnya adalah timbulnya gangguan sistem pencernaan seperti
diare, muntah, dan berat badan yang tidak sesuai dengan usia bayi seharusnya.
Saat dilakukan kunjungan ke posyandu dan dilakukan wawancara,
cakupan ASI eksklusif masih rendah karena jumlah ASI yang kurang menurut ibu
sehingga bayi diberi makanan tambahan atau susu formula. Jumlah ASI yang
kurang bisa disebabkan oleh kurangnya kesempatan memberikan Inisiasi
Menyusu Dini yang benar dan kurangnya dukungan dari keluarga maupun tenaga
kesehatan untuk mendampingi ibu menyusui sehingga tergesa-gesa memberikan
susu formula atau makanan tambahan sehingga ASI semakin sedikit dan bayi
malas menyusu langsung. Ibu bekerja dan sibuk mengurus rumah karena memiliki

24
anak >3 yang masih usia sekolah juga menjadi alasan ibu kesulitan
menyempatkan waktu untuk menyusui maupun memerah ASI.
Indikator terendah kedua setelah pemberian ASI Eksklusif adalah memberi
makan balita dengan makanan yang beraneka ragam dimana 2 dari 15 keluarga
masih belum memberi makan yang beraneka ragam setiap hari kepada balitanya.
Padahal mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam sangat baik untuk
kelangsungan hidup. Hal ini disebabkan karena dengan mengkonsumsi makanan
yang beraneka ragam akan menjamin keseimbangan zat-zat gizi yang diperlukan
tubuh sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja dan terhindar dari kekurangan
zat gizi. Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat gizi yang dikandungnya
karena tidak ada satu jenis makanan pun yang lengkap kandungan gizinya. Akibat
tidak mengkonsumsi makanan beraneka ragam makan akan terjadi gangguan pada
pertumbuhan dan perkembangan anggota tubuh khususnya pada balita. Oleh
karena itu, balita harus diberikan makanan yang beraneka ragam sejak usia dini
supaya mencapai keseimbangan zat gizi.
Masih rendahnya ibu balita yang memberi makan yang beraneka ragam
kepada balita mungkin disebabkan karena pola kebiasaan makan yang selalu
mengutamakan beras sedangkan yang lain hanya seadanya membuat konsumsi
masyarakat menjadi tidak beragam. Keluarga mengkonsumsi makanan hanya
untuk pemuasan rasa lapar dan haus tanpa memperhatikan pemenuhan akan zat
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh menyebabkan ketidakragaman makanan yang
dikonsumsi oleh keluarga termasuk balita dalam keluarga tersebut. Di samping
itu, kemungkinan lain yang menjadi penyebab adalah kurangnya pengetahuan
keluarga mengenai pemberian makanan beragam.
Adapun untuk indikator perilaku Kadarzi yang lain bisa dikatakan sudah
baik. Dengan demikian, dapat dinterpretasikan bahwa masih rendahnya keluarga
yang berperilaku Kadarzi di desa Kawedusan karena masih banyak keluarga yang
tidak memberi ASI Eksklusif dan memberikan balitanya makanan yang beraneka
ragam atau dengan kata lain indikator perilaku kadarzi pemberian ASI Eksklusif
dan makanan beraneka ragam menjadi indikator penentu keluarga di desa
Kawedusan dikatakan berperilaku kadarzi atau tidak.

25
Berdasarkan penilaian ini juga diketahui bahwa partisipasi ibu balita untuk
hadir di posyandu sudah cukup tinggi. Hal tersebut ditandai dengan ibu yang
menimbang balitanya setiap bulan dan mendapat kapsul vitamin A di posyandu.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan informasi dari kader diketahui
bahwa setiap bulan kader mengingatkan beberapa hari sebelum pelaksanaan
posyandu kepada ibu balita untuk datang ke posyandu sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan.

Berdasarkan penilaian tersebut upaya yang sebaiknya dilakukan untuk


mencapai Kadarzi yaitu:
Bagi Dinas Kesehatan
a. Meningkatkan pembinaan atau pelatihan untuk petugas Puskesmas terutama
bidan kelurahan dan petugas gizi, agar semakin terampil dan konsisten dalam
mengkampanyekan perilaku Kadarzi kepada masyarakat sehingga target
program kadarzi bisa tercapai sehingga menanggulangi kasus gizi kurang.
b. Memanfaatkan berbagai macam media untuk mengkampanyekan perilaku
kadarzi dengan meningkatkan frekuensi acara yang mendukung perilaku
kadarzi seperti talkshow oleh petugas gizi dan iklan-iklan yang mendukung
kadarzi terutama diprioritaskan pada indikator perilaku kadarzi yang paling
rendah yaitu memberi balita makanan yang beraneka ragam.
c. Melakukan kerja sama lintas sektoral dengan dinas lain di lingkungan
Kabupaten Kebumen ataupun swasta untuk memberikan keterampilan dan
modal pinjaman untuk memberdayakan ibu-ibu yang sebagian besar tidak
bekerja untuk mengelola industri rumah tangga sehingga bisa menambah
pendapatan keluarga dan daya beli keluarga bisa meningkat.

Bagi Puskesmas
a. Meningkatkan promosi kadarzi dalam upaya untuk menambah pengetahuan
gizi baik melalui kegiatan penyuluhan di posyandu, majlis taklim, PKK
ataupun media komunikasi lain supaya bisa menarik perhatian keluarga
terutama ditekankan bahwa pentingnya mengkonsumsi makanan yang
beraneka ragam ragam setiap hari dan makanan yang bergizi tidak selalu
bahkan bisa diperoleh dari pemanfaatan lahan pekarangan untuk menanam

26
sayuran, buah dan ternak.Selain itu perlunya juga ditekankan pemberian ASI
eksklusif dan manfaat dari garam beryodium.
b. Mengajak tokoh masyarakat yang disegani atau menjadi panutan untuk
memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang tidak adanya pantangan
atau mitos-mitos negatif tersebut dan dampaknya jika tetap mempertahankan
kepercayaan atau tradisi tersebut. Selain itu, memberikan pelatihan kepada
tokoh masyarakat baik formal maupun informal agar tokoh masyarakat tersebut
mampu menjadi model perilaku kadarzi bagi masyarakat sekitarnya dan para
tokoh masyarakat tersebut dapat mentransformasikan pengetahuan-
pengetahuan gizi terkait perilaku kadarzi kepada orang lain atau masyarakat
sesuai dengan ketokohan mereka.
c. Memberikan pelatihan atau membekali kader tentang teknik promosi kesehatan
yang efektif sesuai dengan sasaran yang dihadapi serta memfasilitasi dengan
alat bantu promosi kesehatan yang memadai terutama meningkatkan kesadaran
masyarakat terutama ibu balita untuk memberi makan beraneka ragam untuk
keluarga dengan menggerakkan masyarakat untuk memanfaatkan lahan
pekarangan untuk untuk menanam sayur, buah dan ternak.

3. Bagi Masyarakat
a. Bagi masyarakat hendaknya meningkatkan pengetahuan tentang gizi seperti
datang ke Posyandu maupun kegiatan penyuluhan lainnya.
b. Bagi masyarakat yang mempunyai pekarangan yang cukup diharapkan
hendaknya memanfaatkan pekarangan disekitar rumah dengan menanam
tanaman, beternak ayam, bebek, ikan dan lain-lain agar dimakan oleh anggota
keluarga dan hasil pekarangan juga dapat dijual untuk menambah penghasilan
keluarga.
c. Petugas kelurahan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait mengusahakan
penggunaan lahan pertanian secara gotong royong bagi keluarga yang tidak
mempunyai pekarangan sehingga masyarakat bisa mengkonsumsi makanan
yang beraneka ragam tanpa mengeluarkan biaya yang tinggi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.


2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga Sadar Gizi
(KADARZI). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Direktorat
Bina Gizi Masyarakat.

Departemen Kesehatan RI, 2007. Tentang Pedoman Operasional Keluarga Sadar


Gizi di Desa Siaga. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat,
Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

Departemen Kesehatan RI, 2008. Pedoman Pemantauan Status Gizi (PSG) dan
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Jakarta: Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

28
Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten
Kebumen 2015. Kebumen

Puskesmas Kebumen 1. 2015. Profil Kesehatan Puskesmas Kebumen 1 2015.


Kebumen

LAMPIRAN

29

Anda mungkin juga menyukai