PENDAHULUAN
Gizi adalah hal yang penting bagi kesehatan tubuh manusia, gizi merupakan sumber
energi bagi tubuh. Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, status gizi yang baik sangat
dibutuhkan. Agar tebentuk dan tersedia Sumber daya manusia yang baik, gizi merupakan salah
satu faktor penting dalam menciptakannya. Kekurangan gizi yang terlalu lama, terutama
kekurangan sejak masa pertumbuhan akan berdampak pada tumbuh kembang anak. Anak dengan
masalah kurang gizi akan bertubuh kurus, kecil dan pendek. Selain itu, pada anak dengan
masalah gizi kurang juga akan mempengaruhi kognitif dan intelektual anak. (Hardani, 2019)
Balita pendek atau stunting merupakan kegagalan pertumbuhan pada balita (bayi di
bawah lima tahun) akibat terjadinya kekurangan gizi kronis yang menghasilkan anak terlalu
pendek pada usianya. kejadian Kekurangan gizi pada masa 1000 hari awal kehidupan sejak bayi
didalam kandungan hingga dilahirkan sangat berpengaruh pada kejadian stunting. Hingga Saat
ini, penurunan prevalensi balita stunting merupakan tujuan utama dalam pembangunan nasional.
(Candra, 2020)
Gizi seimbang adalah tuntunan penyusunan makanan harian seseorang untuk memenuhi
kebutuhan tubuh dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebutuhan gizi
seimbang didasari oleh 4 prinsip utama yaitu dengan memperhatikan keanekaragaman variasi
makanan, aktivitas fisik, menjaga kebersihan, dan pemantauan berat badan ideal. Di Indonesia
pengaturan gizi seimbang dapat di lihat dalam bentuk gambaran tumpeng gizi seimbang (TGS)
yang telah disesuaikan dengan kultur dan selera orang Indonesia. TGS bertujuan untuk
membantu pemilihan variasi makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan
kebutuhan menurut kelompok usia dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan (hamil, menyusui,
aktivitas fisik, sakit). (Kemenkes, 2014)
BAB II
PEMBAHASAN
b. EPIDEMIOLOGI
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama
yang dihadapi di Indonesia. Berdasarkan data yang didapatkan selama tiga
tahun terakhir, dibandingkan masalah gizi lainnya seperti gizi lebih,
kejadian stunting memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Prevalensi balita
berperawakan pendek pada tahun 2017 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2016 yaitu 29,6% pada tahun 2017. (PUSDATIN,
2018)
Di Indonesia keajdian Stunting berdasarkan data RISKESDAS
tahun 2018 adalah 30,8 %. Pada tahun 2018 angka kejadian stunting di
seluruh dunia mencapai 22%. Provinsi dengan prevalensi stunting paling
tinggi ada di Aceh, dan kejadian stunting paling rendah ada di DKI
Jakarta. (Candra, 2020)
c. ETIOLOGI
Masalah balita pendek menggambarkan masalah gizi kronis, hal ini
dipengaruhi dari kondisi kesehatan dan gizi ibu. Masa janin dan masa
balita. Saat didalam kandungan, janin akan bertumbuh dengan cara
bertambahnya berat dan panjang badan janin, berkembangnya otak serta
berkembangnya organ-organ lainnya. Kekurangan gizi yang terjadi dalam
kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi
penyesuaian. Secara Langsung karena penyesuaian tersebut terjadi
perlambatan pertumbuhan pada janin dengan pengurangan jumlah dan
pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya.
(Guyton, 2006) Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian
stunting: (Candra, 2020)
a) Faktor Genetik : terdapat hubungan antara ibu pendek dengan
risiko terjadinya stunting pada anak usia 1-2 tahun. Ibu yang
tubuhnya pendek mempunyai risiko yang jauh lebih besar untuk
memiliki anak stunting dibandingkan ibu yang tinggi badannya
normal. Ayah yang pendek (< 162 cm) juga merupakan faktor
risiko stunting pada anak 1-2 th. Ayah dengan perawakan pendek
berisiko mempunyai anak stunting 2,88 kali lebih besar
dibandingkan dengan ayah yang memiliki tinggi badan normal.
b) Status ekonomi: Status ekonomi yang kurang dapat diartikan
memiliki daya beli yang rendah sehingga kemampuan membeli
bahan makanan yang baik juga rendah. Kualitas dan kuantitas
makanan yang kurang baik menyebabkan terjadinya kekurangan
gizi pada anak, padahal anak memerlukan zat gizi yang lengkap
untuk pertumbuhan dan perkembangannya
c) Jarak Kelahiran: Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak
kelahiran dekat (< 2 th) merupakan faktor risiko stunting pada anak
1-2 th. Anak yang memiliki jarak atau selisih umur dengan
saudaranya
d) Riwayat BBLR: Berat badan lahir rendah menandakan janin
mengalami malnutrisi di dalam kandungan sedangkan underweight
menandakan kondisi malnutrisi yang akut. Stunting sendiri
terutama disebabkan oleh malnutrisi yang lama. Bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari normal
e) Anemia pada ibu: Anemia pada ibu hamil sebagian besar
disebabkan oleh defisiensi zat gizi mikro terutama zat besi. Akibat
defisiensi zat besi pada ibu hamil akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin sehingga janin yang
dilahirkan sudah malnutrisi. Malnutrisi pada bayi jika tidak segera
diatasi akan menetap sehingga menimbulkan malnutrisi kronis
yang merupakan penyebab stunting
d. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Penilaian kejadian stunting pada seorang anak dapat dilihat
berdasarkan tinggi badannya. Dimana nantinya tinggi badan akan
dibandingkan sesuai umurnya lalu dimasukan kedalam gradfi pengukuran
pertumbuhan. Di Indonesia grafik pertumbuhan yang digunakan adalah
grafik yang dibuat oleh World Health Organization (WHO) pada tahun
2005. (Candra, 2020)
Gambar 3. Tabel WHO dalam menegakkan diagnosis Stunting
e. PENCEGAHAN
Adapun upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan
prevalensi kejadian stunting di Indonesia, dengan mengacu pada
PERMENKES No.39 Tahun 2016 tentang Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan keluarga yaitu:: (PUSDATIN,2018)
1. Ibu Hamil dan Bersalin:
- Intervensi gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan
- Mengadakan jaminan ante natal care (ANC) secara terpadu
- Meningkatkan kesiapan persalinan di fasilitas kesehatan
- Menyelenggarakan program pemberian makanan tambahan
dengan makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM)
- Deteksi dini penyakit yang menular dan tidak menular
- Pemberantasan infeksi parasit (cacing)
- Mengadalan Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA
- Mengadakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan
pemberian ASI eksklusif
- Penyuluhan dan pelayanan Keluarga Berencana.
2. Balita:
- Pemantauan tumbuh kemban balita
- Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita
- Menyelenggarakan stimulasi dini pada perkembangan anak dan
- menyediakan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah:
- Mengadakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
- Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
- Mengadakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
- Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan
narkoba
4. Remaja:
- Mengadakan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang, bahaya merokok, dan konsumsi
narkoba
- Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda:
- Penyuluhan serta pelayanan keluarga berencana (KB)
- Deteksi dini penyakit tidak menular dan menular
- Mengadakan penyuluhan mengenai PHBS, pola gizi seimbang,
bahaya merokok dan bahaya narkoba.
Fauzi, CA. 2012. Analisis Pengetahuan Dan Perilaku Gizi Seimbang Menurut Pesan Ke-6, 10,
11, 12 Dari Pedoman Umum Gizi Seimbang (Pugs) Pada Remaja. Jurnal Kesehatan
reproduksi, 3(2), 91-105
Fikadu, T., Assegid, S. Dube, L. 2014. Factor associated with stunting among children age 24 to
59 months in Meskan District, Gurage Zone, South Ethiopia: A case-control study. BMC
Public Health, 14(80).
Guyton,A., Hall, J. 2006. Fetal and neonatal Physiology on Textbook Medical Physiology 11th
Ed. Philadelphia: Elsevier.
Hardani, M., Zuraida, R. 2019. Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14
Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. Medula, 9(3), 565-75
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: KEMENKES RI.
Laswati, DT. 2017. Masalah Gizi dan Peran Gizi seimbang. AGROTECH,2(1), 69-73
Meilyasari, F. Isnawati, M. 2014. Faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 12 bulan di
Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal. Journal ofNutrition College,
3(2), 16-25.
Prabosiwi, H., Huriyati, E., Ismail, D. 2017. Stunting dan perkembangan anak usia 12-60 bulan
di Kalasan. Berita Keodkteran masyarakat, 33(11). 1141-46
Pusat Data Dan Informasi. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) Di Indonesia. Jakarta:
KEMNEKES RI.
Sinaga, T. 2016. Gizi Anak Sekolah dalam Buku Ilmu Gizi Teori &Aplikasi. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran.