Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Gizi adalah hal yang penting bagi kesehatan tubuh manusia, gizi merupakan sumber
energi bagi tubuh. Untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, status gizi yang baik sangat
dibutuhkan. Agar tebentuk dan tersedia Sumber daya manusia yang baik, gizi merupakan salah
satu faktor penting dalam menciptakannya. Kekurangan gizi yang terlalu lama, terutama
kekurangan sejak masa pertumbuhan akan berdampak pada tumbuh kembang anak. Anak dengan
masalah kurang gizi akan bertubuh kurus, kecil dan pendek. Selain itu, pada anak dengan
masalah gizi kurang juga akan mempengaruhi kognitif dan intelektual anak. (Hardani, 2019)

Balita pendek atau stunting merupakan kegagalan pertumbuhan pada balita (bayi di
bawah lima tahun) akibat terjadinya kekurangan gizi kronis yang menghasilkan anak terlalu
pendek pada usianya. kejadian Kekurangan gizi pada masa 1000 hari awal kehidupan sejak bayi
didalam kandungan hingga dilahirkan sangat berpengaruh pada kejadian stunting. Hingga Saat
ini, penurunan prevalensi balita stunting merupakan tujuan utama dalam pembangunan nasional.
(Candra, 2020)

Gizi seimbang adalah tuntunan penyusunan makanan harian seseorang untuk memenuhi
kebutuhan tubuh dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebutuhan gizi
seimbang didasari oleh 4 prinsip utama yaitu dengan memperhatikan keanekaragaman variasi
makanan, aktivitas fisik, menjaga kebersihan, dan pemantauan berat badan ideal. Di Indonesia
pengaturan gizi seimbang dapat di lihat dalam bentuk gambaran tumpeng gizi seimbang (TGS)
yang telah disesuaikan dengan kultur dan selera orang Indonesia. TGS bertujuan untuk
membantu pemilihan variasi makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan
kebutuhan menurut kelompok usia dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan (hamil, menyusui,
aktivitas fisik, sakit). (Kemenkes, 2014)
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 GIZI SEIMBANG


a. DEFISINI GIZI
Gizi merupakan salah satu faktor penting dalam membentuk
sumber daya manusia yang berkualitas. Kejadian kekurangan gizi,
terutama pada usia dini sangat berdampak pada tumbuh kembang anak,
baik itu secara fisik maupun kognitif anak. (Hardani, 2019)
Gizi seimbang adalah tuntunan penyusunan makanan harian
seseorang untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan mengandung zat-zat
yang dibutuhkan oleh tubuh. Kebutuhan gizi seimbang didasari oleh 4
prinsip utama yaitu dengan memperhatikan keanekaragaman variasi
makanan, aktivitas fisik, menjaga kebersihan, dan pemantauan berat badan
ideal untuk mencegah masalah gizi.(Laswati 2017)

b. PRINSIP GIZI SEIMBANG


Zat gizi yang berasal dari makanan merupakan sumber utama
untuk memenuhi kebutuhan anak tumbuh kembang optimal sehingga
dapat mencapai kesehatan yang paripurna, yaitu sehat fisik, sehat mental,
dan sehat sosial. Setiap anak sangat membutuhkan gizi seimbang yang
didalamnya terpenuhi asupan dari karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan
mineral. Asupan zat-zat tersebut dapat diperoleh dari makanan yang
dikonsumsi untuk membantu pertumbuhan fisik dan perkembangan otak
anak. (KEMENKES RI, 2014)
Prinsip gizi seimbang harus diterapkan sejak awal pada anak usia
dini hingga usia lanjut. Pada Ibu hamil, remaja perempuan serta bayi
sampai usia 2 tahun merupakan populasi yang harus melakukan penerapan
gizi seimbang karena mereka yang menentukan kemajuan dan
ketersediaan generasi selanjutnya yang berkualitas. Di Indonesia
pengaturan gizi seimbang dapat di lihat dalam bentuk gambaran tumpeng
gizi seimbang (TGS) yang telah disesuaikan dengan kultur dan selera
orang Indonesia. TGS bertujuan untuk membantu pemilihan variasi
makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat sesuai dengan kebutuhan
menurut kelompok usia dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan (hamil,
menyusui, aktivitas fisik, sakit).(KEMENKES RI, 2014; Almatsier, 2011)

Gambar 1. Tumpeng Gizi Seimbang


Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada
dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat
gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memantau berat badan
secara teratur. Empat Pilar tersebut adalah: (KEMENKES,
2014;Almatsier, 2011)
1. Mengonsumsi anekaragam pangan: untuk memenuhi kebutuhan gizi
yang optimal, tidakbisa hanya didapatkan dari satu jenis bahan
makanan. Oleh sebab itu mengkonsumsi banyak jenis makanan dapat
membantu memenuhi kebutuhan gizi harian seseorang.
2. Membiasakan perilaku hidup bersih: dalam menjaga status gizi
individu diperlukan tubuh yang sehat. Jika terjadi suatu infeksi makan
akan mempengaruhi status gizi juga secara langsung. Dimana saat
seseorang sedang sakit makan akan mempengaruhi nafsu makannya
sehingga asupangizi yang dibutuhkan tidak akan terpenuhi dengan
baik. Sedangkansaat tubuh mengalami infeksi, tubuh membutuhkan
zat gizi yang lebih banyak untuk memenuhi metabolism.
3. Melakukan aktivitas fisik: untuk mengatur keluar dan masuknya zat
gizi dalam tubuh dibutuhkna aktifitas fisik yang sesuai. Agar tidak
terjadi kelebihan dan kekurangan gizi pada sesorang yang dapat
menjadi masalah kesehatan juga dikemudian harinya.
4. Memantau Berat Badan (BB): Pemantauan BB secara teratur
bertujuan untuk mempertahankan berat badan normal. Dimana
pemantauan ini menjadi salah satu indikator yang dapat menunjukkan
keseimbangan zat gizi di dalam tubuh. Indikator penilaian tersebut
dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT).

Air susu ibu (ASI) adalah satu-satunya makanan yang mengandung


semua zat gizi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan bayi sejak usia 0-6
bulan. ASI eksklusif tanpa ditambah asupan makanan lainnya merupakan
makanan pilihan utama dalam kehidupan manusia yang memiliki gizi
seimbang. Setelah bayi berusia lebih dari 6 bulan kebutuhan gizi bayi
meningkat dan harus diberikan makanan tambahan lainnya karena ASI
tidak lagi mencukupi kebutuhan gizi anak. Sampai dengan usia 2 tahun
seorang anak memasuki masa kritis dalam pertumbuhannya dan
membutuhkan asupan gizi yang lebih dari ASI. Pada periode kehidupan
ini sel- sel otak tumbuh sangat cepat dan menjadi masa kritis bagi
pembentukan kecerdasan. Pada usia ini jika gizi tidak terpenuhi dengan
baik dapat berdampak panjang pada perkembangan otak dan kecerdasan
anak.(Candra, 2020)

Kebiasaan pemenuhan gizi seimbang harus dimulai sejak masa


janin untuk menghindari terjadinya masalah gizi ganda dan penyakit
degeneratif di kemudian hari. Departemen Kesehatan RI telah
mengeluarkan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) yang berisi 13
Pesan Dasar Gizi Seimbang (PDGS), yaitu: (Fauzi, 2012; almatsier, 2011)
1. Konsumsi beraneka ragam makanan.
2. Konsumsi makanan untuk memenuhi kecukupan energi.
3. Konsumsi makanan tinggi karbohidrat untuk memenuhi setengah
energy yang diperlukan.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari
kecukupan energi.
5. Gunakan garam beryodium.
6. Konsumsi makanan sumber kaya zat besi.
7. Memberikan ASI Eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan dan
tambahkan MP-ASI sesudahnya.
8. Jangan meninggalakn makan pagi.
9. Minumlah air bersih yang aman dan cukup jumlahnya.
10. Lakukan aktivitas fisik secara teratur.
11. Hindari minum-minuman beralkohol.
12. Konsumis makanan yang aman bagi kesehatan.
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas.

c. MASALAH YANG DITIMBULKAN KARENA GIZI


Status gizi secara langsung dipengaruhi oleh dua hal, yaitu
kecukupan asupan gizi dalam memenuhi kebutuhan tubuh dan status
infeksi seseorang. Kedua hal ini saling berpengaruh, sehingga jika hanya
memperbaiki salah satunya tidak akan memperbaiki keadaan yang lainnya.
Kurangnya asupan zat gizi akan menyebabkan terjadinya defisit dalam
memenuhi kebutuhan tubuh, dan salah satu konsekuensi yang dapat terjadi
infeksi, yang nantinya memperburuk status gizinya. Begitupun sebaliknya,
seseorang yang menderita infeksi akan mengalami peningkatan
metabolism pada tubuhnya dan kenaikan suhu tubuh, yang menyebabkan
kebutuhan energinya meningkat. Sementara itu, seseorang yang menderita
penyakit infeksi biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sehingga
asupan gizinya juga berkurang, yang jika berlangsung lama akan
menurunkan status gizinya.(laswati,2017)
Masalah gizi yang dapat menimbulkan terjadinya masalah
kesehatan pada berbagai kelompok umur adalah seperti pada di gambar 2:

Gambar 2. Tabel masalah gizi berdasarkan kelompok usia (Laswati,


2017)
Gangguan Gizi yang terjadi memiliki pengaruh yang luar biasa tidak
hanya terhadap perkembangan fisik saja, namun juga terhadap
perkembangan kognitif yang nantinya mempengaruhi kecerdasan anak.
Gangguan gizi juga dikaitkan dengan risiko terjadinya kemungkinan
penyakit kronis pada usia dewasa yaitu seperti obesitas, hipertensi,
penyakit jantung, stroke dan diabetes atau penyakit tidak menular (PTM)
Lainnya. (Laswati, 2017)
Terjadinya Gangguan asupan gizi dapat terjadi karena berbagai
faktor. Salah satu faktor utamanya adalah pola asuh orang tua. Dimana
orang tua berperan dalam pemilihan makanan bergizi yang akan diterima
oleh sang anak.(Laswati, 2017)
2.2 STUNTING
a. DEFINISI
Stunting (kerdil) adalah suatu keadaan panjang atau tinggi badan
anak tidak sesuai atau kurang dari dibandingkan dengan tinggi badan
normal anak seusianya. Keadaan ini dinilai dengan mengukur panjang atau
tinggi badan yang dimasukan kedalam grafik dan didapatkan hasil lebih
dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari
WHO. Balita stunting termasuk dalam masalah karena kekurangan gizi
kronik yang dapat terjadi dan dipengaruhi banyak faktor seperti kondisi
sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya
asupan gizi pada bayi. Balita stunting akan memiliki masalah yang
berkepanjangan dalam perkembangan fisik dan kognitifnya.
(PUSDATIN,2018)
Stunting adalah kondisi dimana tinggi badan seseorang yang tidak
sesuai dengan tinggi badan normal seusianya. Indikator penilaian Tinggi
badan merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan
menunjukkan status gizi seseorang. Adanya stunting menunjukkan status
gizi yang kurang (malnutrisi) dalam jangka waktu yang lama (kronis).
(Candra, 2020)

b. EPIDEMIOLOGI
Kejadian balita stunting (pendek) merupakan masalah gizi utama
yang dihadapi di Indonesia. Berdasarkan data yang didapatkan selama tiga
tahun terakhir, dibandingkan masalah gizi lainnya seperti gizi lebih,
kejadian stunting memiliki prevalensi yang cukup tinggi. Prevalensi balita
berperawakan pendek pada tahun 2017 mengalami peningkatan
dibandingkan tahun 2016 yaitu 29,6% pada tahun 2017. (PUSDATIN,
2018)
Di Indonesia keajdian Stunting berdasarkan data RISKESDAS
tahun 2018 adalah 30,8 %. Pada tahun 2018 angka kejadian stunting di
seluruh dunia mencapai 22%. Provinsi dengan prevalensi stunting paling
tinggi ada di Aceh, dan kejadian stunting paling rendah ada di DKI
Jakarta. (Candra, 2020)

c. ETIOLOGI
Masalah balita pendek menggambarkan masalah gizi kronis, hal ini
dipengaruhi dari kondisi kesehatan dan gizi ibu. Masa janin dan masa
balita. Saat didalam kandungan, janin akan bertumbuh dengan cara
bertambahnya berat dan panjang badan janin, berkembangnya otak serta
berkembangnya organ-organ lainnya. Kekurangan gizi yang terjadi dalam
kandungan dan awal kehidupan menyebabkan janin melakukan reaksi
penyesuaian. Secara Langsung karena penyesuaian tersebut terjadi
perlambatan pertumbuhan pada janin dengan pengurangan jumlah dan
pengembangan sel-sel tubuh termasuk sel otak dan organ tubuh lainnya.
(Guyton, 2006) Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian
stunting: (Candra, 2020)
a) Faktor Genetik : terdapat hubungan antara ibu pendek dengan
risiko terjadinya stunting pada anak usia 1-2 tahun. Ibu yang
tubuhnya pendek mempunyai risiko yang jauh lebih besar untuk
memiliki anak stunting dibandingkan ibu yang tinggi badannya
normal. Ayah yang pendek (< 162 cm) juga merupakan faktor
risiko stunting pada anak 1-2 th. Ayah dengan perawakan pendek
berisiko mempunyai anak stunting 2,88 kali lebih besar
dibandingkan dengan ayah yang memiliki tinggi badan normal.
b) Status ekonomi: Status ekonomi yang kurang dapat diartikan
memiliki daya beli yang rendah sehingga kemampuan membeli
bahan makanan yang baik juga rendah. Kualitas dan kuantitas
makanan yang kurang baik menyebabkan terjadinya kekurangan
gizi pada anak, padahal anak memerlukan zat gizi yang lengkap
untuk pertumbuhan dan perkembangannya
c) Jarak Kelahiran: Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak
kelahiran dekat (< 2 th) merupakan faktor risiko stunting pada anak
1-2 th. Anak yang memiliki jarak atau selisih umur dengan
saudaranya
d) Riwayat BBLR: Berat badan lahir rendah menandakan janin
mengalami malnutrisi di dalam kandungan sedangkan underweight
menandakan kondisi malnutrisi yang akut. Stunting sendiri
terutama disebabkan oleh malnutrisi yang lama. Bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari normal
e) Anemia pada ibu: Anemia pada ibu hamil sebagian besar
disebabkan oleh defisiensi zat gizi mikro terutama zat besi. Akibat
defisiensi zat besi pada ibu hamil akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan janin sehingga janin yang
dilahirkan sudah malnutrisi. Malnutrisi pada bayi jika tidak segera
diatasi akan menetap sehingga menimbulkan malnutrisi kronis
yang merupakan penyebab stunting

d. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Penilaian kejadian stunting pada seorang anak dapat dilihat
berdasarkan tinggi badannya. Dimana nantinya tinggi badan akan
dibandingkan sesuai umurnya lalu dimasukan kedalam gradfi pengukuran
pertumbuhan. Di Indonesia grafik pertumbuhan yang digunakan adalah
grafik yang dibuat oleh World Health Organization (WHO) pada tahun
2005. (Candra, 2020)
Gambar 3. Tabel WHO dalam menegakkan diagnosis Stunting

e. PENCEGAHAN
Adapun upaya yang dilakukan pemerintah untuk menurunkan
prevalensi kejadian stunting di Indonesia, dengan mengacu pada
PERMENKES No.39 Tahun 2016 tentang Program Indonesia Sehat
dengan Pendekatan keluarga yaitu:: (PUSDATIN,2018)
1. Ibu Hamil dan Bersalin:
- Intervensi gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan
- Mengadakan jaminan ante natal care (ANC) secara terpadu
- Meningkatkan kesiapan persalinan di fasilitas kesehatan
- Menyelenggarakan program pemberian makanan tambahan
dengan makanan tinggi kalori, protein, dan mikronutrien (TKPM)
- Deteksi dini penyakit yang menular dan tidak menular
- Pemberantasan infeksi parasit (cacing)
- Mengadalan Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA
- Mengadakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan
pemberian ASI eksklusif
- Penyuluhan dan pelayanan Keluarga Berencana.
2. Balita:
- Pemantauan tumbuh kemban balita
- Kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita
- Menyelenggarakan stimulasi dini pada perkembangan anak dan
- menyediakan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah:
- Mengadakan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
- Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS
- Mengadakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS)
- Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan
narkoba
4. Remaja:
- Mengadakan penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang, bahaya merokok, dan konsumsi
narkoba
- Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda:
- Penyuluhan serta pelayanan keluarga berencana (KB)
- Deteksi dini penyakit tidak menular dan menular
- Mengadakan penyuluhan mengenai PHBS, pola gizi seimbang,
bahaya merokok dan bahaya narkoba.

2.3 HUBUNGAN GIZI DENGAN KEJADIAN STUNTING


Kejadian Gizi buruk pada seribu hari pertama kehidupan anak dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan anak yang akan memberikan efek
jangka panjang pada anak hingga dewasa, seperti gangguan kognitif yang dapat
mengurangi kinerja di sekolah dan saat mereka bekerja. Indonesia merupakan
salah satu negara yang prevalensi gizi kurang pada balita masih cukup tinggi. Dan
perlu diketahui dampak dari gizi kurang pada anak yang sering ditemui yaitu
stunting (perawakan pendek). Stunting merupakan masalah kekurangan gizi
kronis yang disebabkan karena asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup
lama sebagai akibat dari pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
gizi. (Probosiwi, 2017)
Masalah gizi terutama stunting pada balita dapat menghambat
perkembangan anak, dengan berdampak dalam jangka waktu yang panjangdan
akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya seperti penurunan intelektual, rentan
terhadap penyakit tidak menular, penurunan produktivitas hingga menyebabkan
kemiskinan dan risiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah. (Ni’mah, 2015)
Status gizi pada ibu hamil sangat memengaruhi keadaan kesehatan dan
perkembangan janin. Status gizi ibu sangat berpengaruh alam kejadian stunting.
Gangguan pertumbuhan dalam kandungan dapat menyebabkan berat lahir rendah
(Ni’mah, 2015). Status gizi pada ibu hamil sangat dipengaruhi dengan asupan
nutrisi yang cukup. Jika asupan nutrisi ibu hamil tidak mencukupi maka bisa lahir
bayi dengan berat bayi rendah, dimana BBLR juga merupakan Faktor risiko
terjadinya stunting pada anak. Bayi yange memiliki Berat lahir rendah memiliki
risiko lebih tinggi mengalami stunting, hal ini dikemukan berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan di Nepal (Paudel, 2012). Panjang lahir bayi saat lahir
juga berhubungan dengan kejadian stunting. Penelitian di Kendal menunjukkan
bahwa bayi yang lahir dengan panjang badan yang kurang sangat
berkemungkinan besar mengalami stunting(Meilyasari, 2014).
Faktor lainnya yang berkaitan dan meningkatkan risiko kejadian stunting
adalah kualitas dan jumlah asupan dan kualitas ASI pada bayi. Penelitian yang
dilakukan di Ethiopia menyatakan bahwa balita yang tidak sepenuhnya
mendapatkan ASI eksklusif minimal 6 bulan memiliki kemungkinan lebih besar
mengalami kejadian stunting.
Status sosial ekonomi pada keluarga seperti pendapatan harian, tingkat
pendidikan orang tua, wawasan ibu tentang gizi seimbang, dan jumlah anggota
keluarga yang tinggal bersama secara tidak langsung dapat berkaitan dengan
kejadian stunting. Hasil sebuah penelitan menyatakan bahwa kejadian stunting
dipengaruhi oleh jumlah pendapatan dan tingkat pendidikan orang tua yang
rendah. Keluarga yang memiliki pendapatan tinggi akan lebih mudah memperoleh
akses pendidikan dan makanan yang berkualitas sehingga status gizi anaknya
dapat menjadi lebih baik. (Ni’mah, 2015)
BAB III
KESIMPULAN

Gizi merupakan faktor penting dalam pembentukan generasi manusia yang


berkualitas. Kekurangan gizi sejak usia dini dapat memberikan efek yang
berkepanjangan pada tumbuh kembang dan akan mempengaruhi kulaitas hidup
seseorang hingga usai lanjut. Jika terjadi gangguan Gizi memiliki pengaruh yang
luar biasa tidak hanya terhadap perkembangan fisik saja, namun juga terhadap
perkembangan kognitif yang nantinya mempengaruhi kecerdasan anak. Salah satu
masalah yang dapat timbul adalah Stunting,
Stunting adalah kondisi dimana tinggi badan seseorang yang tidak sesuai
dengan tinggi badan normal seusianya. Indikator penilaian Tinggi badan
merupakan salah satu jenis pemeriksaan antropometri dan menunjukkan status
gizi seseorang. Adanya stunting menunjukkan status gizi yang kurang (malnutrisi)
dalam jangka waktu yang lama (kronis).
Gizi buruk pada 1000 hari pertama kehidupan seoranng anak dapat
menyebabkan tumbuh kembang terhambat yang memberikan efek jangka panjang
hingga usia dewasa, dan hal ini sangat sulit untuk diperbaiki jika terlambat.
Gangguan yang dapat terjadi karena masalah gizi seperti gangguan kognitif yang
nantinya dapat mempengaruhi terhadap kinerja di sekolah dan saat mereka
bekerja. Indonesia merupakan salah satu negara yang prevalensi gizi kurang pada
balita masih cukup tinggi. Dampak dari gizi kurang pada anak yaitu stunting
(pendek).
DAFTAR PUSTAKA

Candra, A. 2020. Epidemiologi Stunting. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas


Diponegoro.

Fauzi, CA. 2012. Analisis Pengetahuan Dan Perilaku Gizi Seimbang Menurut Pesan Ke-6, 10,
11, 12 Dari Pedoman Umum Gizi Seimbang (Pugs) Pada Remaja. Jurnal Kesehatan
reproduksi, 3(2), 91-105

Fikadu, T., Assegid, S. Dube, L. 2014. Factor associated with stunting among children age 24 to
59 months in Meskan District, Gurage Zone, South Ethiopia: A case-control study. BMC
Public Health, 14(80).

Guyton,A., Hall, J. 2006. Fetal and neonatal Physiology on Textbook Medical Physiology 11th
Ed. Philadelphia: Elsevier.

Hardani, M., Zuraida, R. 2019. Penatalaksanaan Gizi Buruk dan Stunting pada Balita Usia 14
Bulan dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. Medula, 9(3), 565-75

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: KEMENKES RI.

Laswati, DT. 2017. Masalah Gizi dan Peran Gizi seimbang. AGROTECH,2(1), 69-73

Meilyasari, F. Isnawati, M. 2014. Faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 12 bulan di
Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal. Journal ofNutrition College,
3(2), 16-25.

Prabosiwi, H., Huriyati, E., Ismail, D. 2017. Stunting dan perkembangan anak usia 12-60 bulan
di Kalasan. Berita Keodkteran masyarakat, 33(11). 1141-46

Pusat Data Dan Informasi. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) Di Indonesia. Jakarta:
KEMNEKES RI.

Sinaga, T. 2016. Gizi Anak Sekolah dalam Buku Ilmu Gizi Teori &Aplikasi. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai