Anda di halaman 1dari 41

TUGAS KELOMPOK

ASPEK NUTRISI PADA LANJUT USIA

Dibuat sebagai Tugas Mata Kuliah Kespro Lansia

Disusun oleh:

1. Lisa Indriani Dini 1406594884


2. Merry Maeta Sari 1406594940

Program Pascasarjana Peminatan Kesehatan Reproduksi


Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia
Depok, 2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan menyebutkan bahwa
upaya untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat dilaksanakan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif dan berkelanjutan. Setiap upaya
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat merupakan investasi bagi
pembangunan negara. Dalam undang-undang kesehatan pasal 138 disebutkan bahwa
upaya pemeliharaan kesehatan bagi usia lanjut ditujukan untuk menjaga agar para usia
lanjut itu tetap sehat dan produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk itu pemerintah
wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi
kelompok lanjut usia untuk tetap dapat hidup mandiri dan produktif secara sosial dan
ekonomis.
Kesehatan dan gizi merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas SDM,
disamping juga merupakan HAM. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) serta keberhasilan pembangunan di negara kita, telah
meningkatkan status kesehatan baik di tingkat individu, keluarga, ataupun masyarakat.
Tingkat kesehatan penduduk semakin membaik dan harapan hidup meningkat.
Kemajuan dalam pemeliharaan kesehatan dan perbaikan taraf hidup
masyarakat membawa perubahan yaitu selain menurunnya angka kematian bayi dan
anak balita, juga usia harapan hidup rata-rata penduduk meningkat. Kenaikan populasi
penduduk usia lanjut di Indonesia antara tahun 1990 dan 2025 akan mencapai 414%
dari 32 juta orang pada tahun 2002.
Sebagai konsekuensi dari naiknya usia harapan hidup adalah jumlah penduduk
berusia lanjut akan semakin bertambah. Dengan demikian, masalah-masalah yang
berkaitan dengan usia lanjut akan semakin memerlukan perhatian pada masa
mendatang.
Kelompok usia lanjut dipandang sebagai kelompok masyarakat yang berisiko
mengalami gangguan kesehatan. Masalah keperawatan yang menonjol pada kelompok
ini adalah menigkatnya disabilitas fungsional fisik. Disabilitas fungsional pada usia
lanjut merupakan respon tubuh sejalan dengan bertambahnya umur seseorang dan
proses kemunduran yang diikuti dengan munculnya gangguan fisiologis, penurunan
fungsi, gangguan kognitif, gangguan afektif, dan gangguan psikososial.
Usia lanjut sering punya masalah dalam hal makan, antara lain nafsu makan
menurun. Padahal meskipun aktivitasnya menurun sejalan dengan bertambahnya usia,
ia tetap membutuhkan asupan zat gizi lengkap, seperti karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral. Ia pun masih tetap membutuhkan energi untuk menjalankan
fungsi fisiologis tubuhnya.
Berdasarkan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 Bab IV bagian kedua Pasal 13
ayat 1 menyebutkan bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologi, fisik, dan sosial. Batasan usia lanjut berbeda-beda dari
waktu ke waktu. Pembagian kelompok usia lanjut dalam buku pedoman pembinaan
kesehatan usia lanjut Depkes RI (1989), yaitu kelompok usia menjelang usia lanjut
(40-45 tahun) atau dalam masa virilitas; kelompok usia lanjut dalam masa senium
(lebih dari 70 tahun) hidup sendiri, terpencil, hidup dalam panti, penderita penyakit
berat, cacat, dan lain-lain.
Batasan usia lanjut menurut WHO, yaitu :
a. Usia lanjut (elderly) ialah kelompok usia 60-74 tahun.
b. Usia lanjut tua (old) ialah kelompok usia 75-80 tahun.
c. Usia sangat tua (very old) ialah kelompok usia di atas 90 tahun.
Batasan usia lanjut menurut Subhankandir :
a. Young old ialah usia 70-75 tahun.
b. Old ialah usia 75-80 tahun.
c. Very old ialah usia lebih dari 80 tahun.
Menurut kedokteran olahraga, tahapan lansia dibagi menjadi tiga, antara lain :
a. Umur 50-60 tahun.
b. Umur 61-70 tahun
c. Umur 71 tahun ke atas.
Menurut Malik, tahapan usia lanjut dibagi menjadi tiga subtahap, antara lain :
a. Tahap awal tua ialah usia 53-63 tahun
b. Tahap pertengahan ialah usia 65-70 tahun.
c. Tahap tua akhir ialah usia 70 tahun ke atas.
Banyak orang berharap dapat hidup sampai usia tua. Namun demikian, hanya
beberapa saja yang siap menghadapi masa lanjut usia tersebut, demikian pula keluarga
yang merawatnya. Pada saat kemampuannya sangat menurun, seorang manula tak
dapat lagi hidup secara berguna dan tidak bergantung orang lain. Sehingga keluarga
dan masyarakat di sekitarnya cenderung untuk meninggalkannya. Keadaan tersebut di
atas terjadi karena kurang pengetahuan tentang masa usia lanjut. Pengatahuan tentang
masa usia lanjut bisa diperoleh dari sosialisasi yang bisa berupa penjelasan tentang
kondisi fisiologis pada usia lanjut, kebutuhan akan zat gizi (makro dan mikro), tingkat
konsumsi, dan status gizi lansia pada umumnya (status gizi biokimia dan
antropometri), maupun tentang masalah gizi yang sering timbul serta faktor-faktor
yang menjadi penyebab timbulnya masalah gizi. Disamping hal-hal tersebut, tata
laksana diet usia lanjut perlu juga mendapat perhatian khusus.

1.2. Tujuan Penulisan


1.2.1. Tujuan Umum
a. Memahami masalah gizi yang ada pada lansia, faktor-faktor yang mempengaruhi
serta dampaknya terhadap Quality of Life
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Untuk memahami konsep kebutuhan gizi lansia
b. Untuk mengetahui kondisi fisiologis pada lansia
c. Untuk mengetahui psikologis pada lansia
d. Untuk mengetahui kebutuhan gizi pada lansia
e. Untuk mengetahui cara penilaian status gizi lansia
f. Untuk mengetahui peranan gizi bagi lansia
g. Untuk mengetahui menu seimbang pada lansia
h. Untuk mengetahui masalah gizi pada lansia
i. Untuk mengetahui dampak fisiologis dan psikososial penuaan terhadap gizi
j. Untuk mengetahui aspek kesehatan masyarakat gizi lansia
BAB II

ISI

2.
2.1. Teori-teori tentang Menua
Beberapa teori penuaan yang diketahui dijelaskan sebagai berikut :
a. Teori berdasarkan sistem organ (organ sistem-based tehory). Ini berdasarkan atas
dugaan adanya hambatan dari organ tertentu dalam tubuh yang akan
menyebabkan terjadinya proses penuaan. Organ tersebut adalah sistem endokrin
dan sistem imun.
b. Teori kekebalan tubuh (breakdown tehory). Ini memandang proses penuaan
terjadi akibat adanya penurunan sistem kekebalan tubuh secara bertahap,
sehingga tubuh tidak dapat lagi mempertahankan diri terhdap luka, penyakit, sel
mutan, ataupun sel asing.
c. Teori Kekebalan (autoimmunity). Ini menekankan bahwa tubuh lansia yang
mengalami penuaan sudah tidak dapat lagi membedakan antara sel normal dan
sel tidak normal, dan muncul antibodi yang menyerang keduanya yang pada
akhirnya menyerang jaringan itu sendiri.
2.1.1 Teori penuaan ditinjau dari sudut Biologis :
a. Teori error catastrophe. Kesalahan susunan asam amino dalam protein tubuh
mempengaruhi sifat khusus enzim untuk sintesis protein, sehingga terjadi
kerusakan sel dan mempercepat kematian sel.
b. Teori pesan yang berlebih-lebihan (redundant message). Manusia memiliki DNA
yang berisi pesan yang berulang-ulang atau berlebih-lebihan yang menimbulkan
proses penuaan.
c. Teori imunologi. Teori ini menekankan bahwa lansia mengalami pengurangan
kemampuan mengenali diri sendiri dan sel-sel asing pengganggu, sehingga tubuh
tidak dapat membedakan sel-sel normal dan tidak normal, dan akibatnya antibodi
menyerang kedua jenis sel tersebut sehingga muncul penyakit-penyakit
degeneratif.
2.2. Konsep Kebutuhan Gizi pada Lansia
Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh
untuk melakukan kegiatan metabolismenya. Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi
yang diberikan dengan baik dapat membantu dalam proses beradaptasi atau
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang dialaminya selain itu dapat
menjaga kelangsungan pergantian sel-sel tubuh sehingga dapat memperpanjang usia.
Kebutuhan kalori pada lansia berkurang karena berkurangnya kalori dasar dari
kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan
kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernapasan,
dan ginjal. Berdasarkan kegunaannya bagi tubuh, zat gizi dibagi ke dalam tiga
kelompok besar, yaitu :
a. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat seperti beras, jagung, gandum,
ubi, roti, singkong dan lain-lain, selain itu dalam bentuk gula seperti gula, sirup,
madu dan lain-lain. Bahan makanan yang mengandung lemak seperti minyak,
santan, mentega, margarin, susu, dan hasil olahannya.
b. Kelompok zat pembangun, kelompok ini meliputi makanan-makanan yang
banyak mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging,
ikan, susu, telur, kacang-kacangan dan olahannya.
c. Kelompok zat pengatur, kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak
mengandung vitamin dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran.
2.2.1 Faktor yang mempengaruhi menua sehat :
a. Menua Endogenik (endogenic aging) yang dimulai dengan menuanya sel-sel
tubuh, jaringan tubuh, dan anatomi tubuh ke arah proses menuanya organ tubuh.
b. Menua Eksogenik (exogenic Faktor) dapat dibagi dalam sebab lingkungan di
mana seseorang hidup dan faktor-faktor sosio budaya yang paling tepat disebut
gaya hidup. Faktor menua eksogenik kini lebih dikenal dengan sebutan faktor
risiko, antara lain riwayat keluarga, etnis, kebiasaan merokok, kemiskinan, serta
kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
2.3. Kondisi Fisiologis pada Lansia
Proses menua dapat dilihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada
tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut. Selain itu,
ada perubahan pada usia lanjut yang berhubungan dengan bertambahnya umur
seseorang seperti hilangnya masa jaringan aktif dan berkurangnya fungsi dari banyak
organ dalam tubuh manusia. Mulai usia 80 tahun telah terjadi pengurangan produksi
enzim tubuh sebesar 15%, isi sekuncup jantung sebesar 30%, dan aliran darah ke
ginjal 50%.

Perubahan fisiologis yang terjadi pada usia lanjut meliputi :

a. Perubahan kecepatan metabolik basal (BMR) sekitar 25% dekade setelah usia 30
tahun dan penurunan aktivitas fisik sehingga mempengaruhi kebutuhan kalori,
yaitu menurun dan berpotensi untuk obesitas.
b. Gangguan kemampuan motorik sehingga berdampak kesulitan untuk
menyiapkan makanan dan menguap sendiri, penurunan pengeluaran energi
sehingga berpotensi dalam peningkatan berat badan.
c. Perubahan pada saluran pencernaan.
d. Perubahan pada sistem endokrin.
e. Perubahan pada sistem pernapasan.
f. Perubahan pada sistem kardiovaskular.
g. Perubahan pada sistem hematologi

2.3.1 Beberapa penelitian yang berkaitan dengan perubahan fisiologis lansia :


a. WHO 80% tuna netra dari 45 juta orang buta di dunia berusia di atas 50 tahun
b. Direktur RS mata Cicendo Bandung (Dr. M Kautsar Boesoirie MM Dengan
meningkatnya UHH maka kelainan mata pada lansia smakin tinggi. 90 % pasien
operasi katarak di RS Mata Cicendo Bandung adalah lansia, usia > 60 tahun.
c. Vaughan & Asbury (2007), prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50%
dan meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun.
d. 50% lansia di Amerika mengalami penurunan penglihatan pada usia 70-85 tahun
karena katarak
e. Hasil survey World Health Organitation (WHO) mengenai penyebab utama
kebutaan di dunia tahun 2002, glaukoma menempati peringkat kedua setelah
katarak dengan persentase sebesar 12,3%.
f. Jumlah penyakit glaukoma di dunia oleh World Health Organization (WHO)
diperkirakan 60,7 juta orang di tahun 2010, akan menjadi 79,4 juta di tahun
2020.Oleh karena itu, untuk mengatasinya dicanangkan vision 2020.
Berdasarkan golongan usia, sebesar 88,8% dari populasi kebutaan global berusia
di atas 60 tahun dan terutama berasal dari negara-negara yang sedang
berkembang. Angka yang tinggi tersebut terjadi terutama berada di Afrika dan
Asia, yaitu sekitar 75% dari kebutaan total dunia.
g. Dandona et al ( India Selatan )tahun 2002 mendapatkan bahwa glaucoma adalah
penyebab ketiga penurunan tajam penglihatan dengan persentase sebesar 11,4%.
h. Nur Asicha et al, 2010 (Pontianak) : Insidensi glaukoma sebesar 4,03%.
Kelompok usia tersering yang menderita glaukoma adalah usia 60- 69 tahun
sebanyak 61 orang dan tidak ditemukan kasus glaukoma kongenital.
i. Penelitian Affandi, yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) pada tahun 1985 menunjukkan insiden glaukoma sebesar 1,8% di antara
seluruh kasus baru penyakit mata yang berusia di atas 40 tahun.
j. Widya Artini, Dame (1 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2007 ) di
RSCM didapatkan 625 data pasien baru glaucoma dengan jumlah pasien di atas
umur 40 tahun adalah sebesar 80%.
k. Hasil penelitian di Bali oleh I Gede (2013), menyebutkan bahwa lansia sering
mengeluh penglihatan kabur (61%) ketika datang ke pengobatan gratis.
l. Di AS, terdapat sekitar presbycusis pada usia lebih dari tahun, dan pada usia
lebih dari 70 tahun (Feeney, 2008).
m. Penelitian yang dilakukan Aan Nurwenda (2004) bahwa indeks massa tubuh
yang rendah dan kekuatan tulang yang menurun semuanya berkaitan dengan
berkurangnya massa tulang pada semua bagian tubuh.
n. Di AS ditemukan lebih dari 54% (16,8 juta) wanita kulit putih post menopause
memiliki massa tulang yang rendah (T score < -2.0) dan lainnya 20-30% (6.9
juta) mengalami osteoporosis.
o. Di AS prevalensi osteoporosis meningkat dari 15% pada wanita usia 50 59
tahun dan 70% pada wanita usia 80 tahun. Penelitian epidemiologi di negara lain
juga mendapatkan hasil yang mirip.

2.3.2 Perubahan Fisiologi Lansia yang Berhubungan dengan Aspek Gizi ( Krause &
Kathleen, 1984) :
a. Indera penciuman dan perasa berkurang lansia kurang dapat menikmati
makanan
b. Rasinski et al (1986) terjadi atrofi gastritis pada lansia di Boston sebesar 24%
pada usia 60 69 tahun, 32% pada usia 70 79 tahun, dan 40% pada usia > 80
tahun
c. Berkurangnya saliva kesulitan menelan kerusakan gigi ( Webb &
Copeman, 1996)
d. Kehilangan gigi sulit konsumsi makanan keras, makanan lunak kurang
mengandung vitamin A, C dan serat mudah konstipasi
e. Menurunnya sekresi HCl penyerapan vitamin B12 dan kalsium terganggu
mudah terkena osteoporosis dan anemia
f. Sekresi pepsin dan enzim proteolitik menurun pencernaan protein tidak
efisien
g. Penurunan sekresi garam mengganggu penyerapan lemak dan vitamin
A,D,E,K
h. Penurunan motilitas usus pembesaran perut dan konstipasi.

2.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi selera makan lansia :


a. Kehilangan gigi. Usia tua merusak gigi dan gusi sehingga menimbulkan
kurangnya kenyamanan atau munculnya rasa sakit saat mengunyah makanan.
b. Kehilangan indera perasa dan penciuman. Hilangnya indera perasa dan
penciuman akan menurunkan nafsu makan. Selain itu, sensitifitas rasa manis dan
asin berkurang.
c. Berkurangnya cairan saluran cerna (sekresi pepsin), dan enzim-enzim
pencernaan proteolitik. Pegurangan ini mengakibatkan penyerapan protein tidak
berjalan efisien.
d. Berkurangnya sekresi saliva. Kurangnya saliva dapat menimbulkan kesulitan
dalam menelan dan dapat mempercepat terjadinya proses kerusakan pada gigi.
e. Penurunan motilitas usus. Terjadinya penurunan motilitas usus yang
memperpanjang waktu singgah (transit time) dalam saluran gastrointestinal
mengakibatkan pembesaran perut dan konstipasi.

2.4. Kondisi Psikologis pada Lansia


Terdapat beberapa teori tentang kondisi psikologis usia lanjut. Teori tersebut antara
lain :
a. Teori Psikologis
Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia
merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja dilakukan oleh
mereka untuk melepaskan diri dari masyarakat.
b. Teori Aktivitas
Teori aktivitas berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari
aktivitas, tetapi mereka secara bertahap mengisi waktu luangnya dengan
melakukan aktivitas lain sebagai kompensasi dan penyesuaian.
2.5. Kebutuhan Gizi pada Lansia
2.5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebutuhan Gizi pada lansia
a. Usia
Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan lemak menurun,
sedangkan kebutuhan protein, vitamin, dan mineral meningkat karena ketiganya
berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas.
b. Jenis Kelamin
Dibandingkan lansia wanita, lansia pria lebih banyak memerlukan kalori, protein,
dan lemak. Ini disebabkan karena perbedaan tingkat aktifitas fisik.
c. Faktor Lingkungan
Perubahan lingkungan sosial seperti perubahan kondisi ekonomi karena pensiun
dan kehilangan pasangan hidup dapat membuat lansia merasa terisolasi dari
kehidupan sosial dan mengalami depresi. Akibatnya, lansia kehilangan nafsu
makan yang berdampak pada penurunan status gizi lansia.
d. Penurunan Aktifitas Fisik
Semakin bertambahnya usia seseorang, maka aktivitas fisik yang dilakukannya
semakin menurun. Hal ini terkait dengan penurunan kemampuan fisik yang
terjadi secara alamiah. Pada lansia yang aktivitas fisiknya menurun, asupan
energi harus dikurangi untuk mencapai keseimbangan energi dan mencegah
terjadinya obesitas, karena salah satu factor yang menentukan berat badan
seseorang adalah keseimbangan antara masukan energi dengan keluaran energi.
Aktivitas fisik yang memadai diperlukan untuk mengontrol berat badan. Selain
memberi keuntungan pada kontrol berat badan, aktivitas fisik juga memberikan
keuntungan lain, diantaranya yaitu efek positif terhadap metabolism energi,
memberikan latihan pada jantung, dan menurunkan risiko diabetes mellitus
karena aktivitas fisik meningkatkan sensitivitas insulin. Penurunan aktivitas fisik
pada lansia dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif.
e. Perubahan Fisiologi Tubuh Akibat Penuaan
Menjadi lansia merupakan proses yang alami dalam kehidupan. Kemunduran
dalam berbagai fungsi organ tubuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari lansia. Berikut ini adalah perubahan fisiologi pada lansia yang
mempengaruhi kebutuhan gizinya.
1) Perubahan hormone
Pertambahan usia menyebabkan terjadinya peningkatan sensitivitas
hormonekolesistokinin (cholecystokinin, CCK), yaitu hormon yang
mengontrol asupan makanan. Kombinasi antara peningkatan konsentrasi
CCK dalam tubuh dan terjadinya anoreksia. Pada lansia, waktu yang
dibutuhkan untuk mengosongkan lambung terjadi lebih lama. Hal ini
menjelaskan mengapa lansia memiliki efek kenyang lebih lama
dibandingkan usia yang lebih muda. Selain CCK, hormone yang
mempengaruhi anoreksia dan penurunan berat badan pada lansia yaitu leptin,
opioid, nitrit oksida, dan sitokin.
2) Penurunan fungsi dari sistem gastrointestinal
Penurunan fungsi dari system gastrointestinal yang terjadi pada lansia
seperti tanggalnya gigi yang mempengaruhi kenyamanan untuk makan;
penurunan sensitivitas indera penciuman dan perasa, dapat menurunkan
selera makan; penurunan sekresi saliva mengakibatkan pengeringan rongga
mulut yang dapat mempengaruhi cita rasa; penurunan produksi asam
lambung dan enzim pencernaan; penurunan kemampuan mencerna dan
menyerap zat gizi (absorpsi); serta penurunan motilitas usus yang dapat
menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan.
3) Perubahan komposisi tubuh
Pada manusia, komposisi tubuh dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
jaringan lemak (fat mass) dan jaringan bebas lemak (lean body mass atau fat
free mass). Jaringan lemak terdiri atas seluruh kandungan lemak dalam
tubuh, sedangkan untuk jaringan bebas lemak terdiri atas otot, tulang, dan
cairan ekstraselular.
Kandungan protein lemak secara keseluruhan mengambil bagian
tubuh sebesar 11%. Kandungan jaringan lemak terdiri dari 20% air dan 80%
jaringan adipose. Dari seluruh jaringan adipose tersebut, 10% merupakan
lemak esensial dan sisanya 90% merupakan lemak non-esensial.
Kandungan tubuh lainnya yaitu jaringan bebas lemak, terdapta dalam
tubuh sebanyak 89%. Jaringan bebas lemak terdiri dari tulang, protein (otot),
dan cairan tubuh. Proporsi jaringan bebas lemak yaitu terdiri dari 72% cairan
tubuh, 21% protein, dan 7% tulang. Cairan tubuh mengambil peran berat
badan sekitar 50-60% atau kira-kira 40 L. air tubuh total (total body water)
pada bayi terdapat sebanyak 79-80% dari jaringan bebas lemak dan
kemudian menurun menjadi sekitar 30 L pada usia 40-40 tahun dan akan
terus mengalami penurunan secara perlahan-lahan seiring bertambahnya
usia. Kandungan otot mengambil peran sekitar 40% dari berat badan.
Sementara itu, pembentukan dan pertumbuhan tulang terjadi dari masa anak-
anak hingga remaja. Kemudian pada usia 20-30 tahun masih terjadi
pertumbuhan, namun sangat sedikit, dan akan mengalami pengurangan
mineral secara perlahan-lahan seiring dengan bertambahnya usia.
Pada lansia terlihat adanya penurunan massa tubuh tanpa lemak dan
peningkatan lemak tubuh. Sebagian besar massa tubuh tanpa lemak disusun
oleh otot. Penurunan massa otot selama proses menua berkontribusi terhadap
penurunan mobilitas dan risiko terjatuh pada lansia. Penurunan massa tubuh
tanpa lemak berkaitan dengan penurunan keluaran energi yang
mengakibatkan penurunan asupan energi.
4) Penyakit
Kemajuan di bidang kedokteran dan pelayanan kesehatan serta
meningkatnya kondisi sosial akan meningkatkan harapan hidup. Peningkatan
harapan hidup berdampak pada pergeseran pola penyakit dan masalah terkait
yang ditimbulkannya. Penyebab utama kematian bukan lagi penyakit-
penyakit infeksi tetapi telah beralih ke penyakit-penyakit degeneratif. Usia
lanjut merupakan usia saat terkena penyakit degeneratif paling besar selama
daur kehidupan.
Jika seorang lansia memiliki penyakit degeneratif, maka asupan
gizinya sangat penting untuk diperhatikan, serta disesuaikan dengan
ketersediaan dan kebutuhan zat gizi tubuh lansia. Sebagai contoh, lansia
yang menderita penyakit jantung koroner sebaiknya meningkatkan konsumsi
serat untuk menurunkan plasma kolesterol. Selain itu, dianjurkan untuk
mengganti asupan lemak jenuh dengan MUFA (lemak tak jenuh tunggal)
dan PUFA (lemak tak jenuh ganda) yang dapat menurunkan kadar LDL
dalam tubuh. Sumber MUFA adalah oleat yang terkandung pada sebagian
besar lemak dan minyak, terutama minyak zaitun.
Sumber PUFA dibagi menjadi dua macam, yaitu omega-6 dan
omega-3. Sumber omega-6 adalah linoleat (minyak jagung, kapas, kacang
kedelei, wijen, bunga matahari) dan arakidonat (minyak kacang tanah);
sedangkan sumber omega-3 adalah linolenat (minyak kacang kedelei,
kecambah, gandum, minyak biji rami), eikosapentaenoat/EPA (minyak ikan
tertentu), dan dokosaheksaenoat/DHA (ASI, minyak ikan tertentu).
Contoh penyakit degeneratif lainnya yaitu osteoporosis pada lansia,
terutama lansia wanita. Penurunan hormon estrogen pada wanita yang telah
menopause akan mempengaruhi kepadatan tulang. Pasalnya, penurunan
estrogen akan menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di dalam usus
sehingga terjadi penurunan cadangan kalsium pda lansia. Penurunan
cadangan kalsium pada lansia akan menyebabkan rendahnya kalsium dalam
plasma sel, sehingga tubuh akan meningkatkan sekresi hormon paratiroid
(PTH) yang akan mengeluarkan kalsium dari tulang ke dalam plasma tubuh,
dan pada akhirnya kadar kalsium dalam plasma tubuh kembali normal.
Pengambilan kalsium dari tulang akan menyebabkan tulang menjadi semakin
rapuh. Oleh karena itu, lansia perlu mengkonsumsi makanan tinggi kalsium
guna mencegah kehilangan kalsium pada tulang. Konsumsi vitamin D juga
perlu ditingkatkan, karena vitamin D akan merangsang absorpsi kalsium di
usus halus dan menciptakan keseimbangan kalsium.
5) Pengobatan.
Pengobatan yang sedang dijalani lansia dapat mempengaruhi
kebutuhan lansia akan zat gizi. Obat-obatan yang dikonsumsi untuk
menyembuhkan penyakit dapat menimbulkan efek samping dan
menghasilkan interaksi negative dengan zat-zat gizi dalam tubuh. Beberapa
obat, misalnya obat untuk pasien kanker, dapat menurunkan nafsu makan,
bahkan dapat berakibat buruk pada status gizi pasien. Penggunaan antibiotik
dalam pengobatan penyakit dapat membunuh bakteri penghasil vitamin K
yang terdapat di usus.
2.5.2 Kebutuhan Gizi Lansia
Kebutuhan gizi bagi setiap manusia berbeda-beda tergantung dari jenis
kelamin, umur, aktivitas, ukuran dan susunan tubuh, iklim atau suhu udara, kondisi
fisik tertentu (sakit) serta unsur lingkungan. Kecukupan atau konsumsi gizi lansia
berbeda dengan kecukupan gizi pada usia muda. Namun kebutuhan nutrisi manusia
sama pada usia 40, 60, dan sesudahnya seperti ketika masih berusia sedikit muda
dengan sedikit variasi.
a. Energi
Pada manula, kebutuhan energi menurun sehubungan dengan meningkatnya
usia. Hal ini disebabkan banyak sel yang sudah kurang aktif yang mengakibatkan
menurunnya kalori basal yang dibutuhkan tubuh, yang akhirnya mengakibatkan
kegiatan fisik juga menurun. Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) tahun 2004; laki-laki 2050 kal dan perempuan 1600 kal. Kebutuhan
kalori akan mulai menurun pada usia 40-49 tahun sekitar 5% pada usia 50-59
tahun dan usia 60-69 tahun menurun 10%. Dengan penurunan ini berarti jumlah
makanan yang seharusnya dikonsumsi juga menurun.
b. Protein
Fungsi protein pada manula tidak lagi untuk pertumbuhan, tetapi untuk
pemeliharaan dan pengganti sel-sel jaringan yang rusak, serta pengaturan fungsi
fisiologis tubuh. Pada usia tua tubuh lebih tergantung pada asam-asam amino
esensial. Dianjurkan kecukupan proten usia lanjut dipenuhi dari protein yang
berkualitas baik seperti telur, daging karena kecukupan asam amino yang
pentingnya pada usia lanjut meningkat. Jumlah protein yang diperlukan bagi
laki-laki lanjut adalah 49 g per hari dan perempuan sebesar 41 g per hari. Pada
usia lanjut tidak diperlukan jumlah konsumsi protein yang berlebih karena akan
memberikan fungsi ginjal dan hati, sebaiknya konsumsi protein asal hewani atau
nabati adalah 14-16% dari kebutuhan total kalori per hari.
c. Karbohidrat
Dianjurkan asupan karbohidrat antara (50-60%) dari energi total sehari,
dengan karbohidrat kompleks lebih tinggi daripada karbohidrat sederhana.
d. Lemak
Lemak merupakan sumber tenaga selain hidrat arang. Lemak yang berlebih
disimpan dalam tubuh sebagai cadangan tenaga, dan bila sudah berlebih akan
disimpan sebagai lemak tubuh. Konsumsi lemak yang belebih pada manula
dihindari karena dapat meningkatkan kadar lemak tubuh, khususnya kadar
kolesterol darah. Dianjurkan konsumsi lemak hewani dikurangi dan banyak
menggunakan lemak nabati. Jumlah lemak yang dianjurkan diatur tidak melebihi
25% dari total kecukupan energi sehari, karena kebutuhan lemak pada lansia
hanya berkisar antara 20-25% dari total kalori/hari.
e. Vitamin
Kebutuhan vitamin pada manula tak jauh berbeda dengan kebutuhan pada
waktu muda, kecuali niasin, riboflavin, dan tiamina. Kecukupan ketiga vitamin
itu tergantung dari jumlah yang diperlukan. Pada manula, konsumsi vitamin
seperti riboflavin, tiamina, vitamin B6, asam folat, vitamin C dan D, dan vitamin
E dari makanan perlu mendapat perhatian yang khusus terutama bagi mereka
yang menginjak usia menopause (50 tahun ke atas) memerlukan vitamin-vitamin
antioksidan seperti vitamin A dan vitamin E (400-600 unit per hari).
f. Mineral
Pada prinsipnya, mineral memang dibutuhkan sedikit, tetapi pada manula
sering dijumpai masukan makanan kurang dalam beberapa jenis mineral sepertti
zat besi, kalsium. Kalsium yang dibutuhkan pada usia 19-50 tahun 1.000 mg,
sedangkan untuk usia lebih dari 51 tahun, kebutuhan kalsium sebesar 1.200 mg.
organisasi kesehatan menyarankan bagi wanita yang sudah pasca menopause
untuk mengkonsumsi harian, kalsium sebesar 1.500 mg, lebih tinggi dari
kebutuhan biasa sebesar 1.200 mg. suplemen kalsium hingga 1.000 mg/hari juga
disarankan bagi mereka yang tidak mendapatkan mineral yang cukup dari
makanan. Adapun kecukupan yodium yang dianjurkan untuk orang Indonesia
untuk usia 10-59 tahun dan lebih dari 60 tahun baik pria maupun wanita adalah
sebanyak 150 mg.
g. Air dan Serat
Kebutuhan air meningkat dengan bertambahnya usia. Dengan berkurangnya
kemampuan ginjal maka air punya peranan penting sebagai pengangkut sisa
pembakaran tubuh dan mendorong peristaltik usus. Dianjurkan manula
mengkonsumsi cairan minimum 6-8 gelas sehari. Serat dalam makanan akan
membantu mendorong peristaltik usus dan dapat mencegah konstipasi pada
manula.
2.5.3 Angka Kecukupan Gizi Lansia
Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan adalah banyaknya tiap-tiap
zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan sehari-hari untuk mencegah
defisiensi zat gizi (Sudiarti & Utari, 2006). AKG dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, berat badan, aktivitas fisik, dan keadaan fisiologis
Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Lansia

Zat Gizi Pria Wanita


(berat badan = 62 kg) (berat badan = 54 kg)
Energi (kkal) 2.050 1.600
Protein (g) 60 45
Vitamin
- A (mcg RE) 600 500
- D (mcg) 15 15
- E (mcg) 15 15
- K (mcg) 65 55
- C (mcg) 90 75
- Tiamina (mg) 1,0 0,8
- Riboflavin (mg) 1,3 1,1
- Niasin (mg NE) 1,6 1,4
- B6 (mg) 1,7 1,5
- Folat (mcg) 400 400
- B12 (mcg) 2,4 2,4
Mineral
- Kalsium (mg) 800 800
- Fosfor (mg) 600 600
- Magnesium (mg) 300 270
- FE/Besi (mg) 13 12
- Zn (mg) 13,4 9,8
- Yodium (mg) 150 150
- Se (mcg) 30 30

Sumber : Widyakara Nasional Pangan dan Gizi (WNPG), 2004

a. Cara menghitung AKG Lansia


Berikut ini akan diuraikan cara-cara untuk menghitung energi, protein, dan
lemak yang dibutuhkan oleh lansia dalam upaya memenuhi AKG lansia.
Contoh Perhitungan kebutuhan energi menggunakan rumus WHO (1985)
yang telah disesuaikan sebagai berikut :
1) Langkah 1
Menimbang berat badan lansia, lalu dihitung BMR-nya dengan rumus :
BMR pria = (13,5 x berat badan) + 487 kalori
BMR wanita = (10,5 x berat badan) + 596 kalori
2) Langkah 2
Menghitung AKG energi lansia dengan rumus :
BMR x faktor fisik individu (ringan, sedang, berat), pada umumnya yang digunakan
adalah ringan karena aktivitas lansia adalah tingkat ringan.
Jenis Kelamin Aktivitas Ringan Aktivitas Sedang Aktivitas Berat
Pria 1,56 x BMR 1,76 x BMR 2,10 x BMR
Wanita 1,55 x BMR 1,70 x BMR 2,00 x BMR

2.6. Penilaian Status Gizi Lansia


Status gizi adalah suatu keadaan yang menggambarkan keseimbangan asupan
dan keluaran zat gizi. Apabila asupan zat gizi adekuat untuk memenuhi kebutuhan
tubuh dan kebutuhan metabolism, akan didapatkan status gizi dalam keadaan normal
dan evaluasi penatalaksanaan gizi.
Penilaian yang tepat terhadap status gizi seseparng selain dapat mendeteksi
apakah status gizi dalam keadaan normal atau tidak, dapat juga dipergunakan sebagai
dasar perhitungan kebutuhan dan lamanya pemberian tambahan zat gizi apabila
diperlukan.
Komponen-komponen dari penilaian status gizi seseorang pada umumnya
meliputi :
a. Penilaian klinis
Penilaian klinis teriri dari pemeriksaan fisik untuk mendeteksi tanda dan
gejala suatu penyakit dan riwayat kesehatan. Pada lanjut usia ditambah dengan
penilaian terhadap keterbatasan fisik, fungsi kognitif dan psikologi serta kapasitas
fungsional.
1) Pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya kekurangan zat gizi, status hidrasi
dan keadaan oral/mulut.
2) Penilaian keterbatasan fisik yang mungkin terdapat seperti pengecapan,
penciuman, kemampuan makan sendiri, penglihatan, pendengaran.
3) Penilaian fungsi kognitif dan psikologi
4) Kapasitas fungsional; kemampuan menyiapkan makan sendiri , aktifitas sehari-
hari.
b. Pengukuran antropometri
1) Tinggi badan
Pengukuran Tinggi Badan (TB) pada orang lanjut usia lebih rumit
dibandingkan orang dewasa muda. Hal tersebut dikarenakan perubahan pada
postur tubuh yang terjadi. Apabila TB tidak dapat dinilai, dapat dipergunakan
pengukuran tinggi lutut atau panjang lengan.
Tinggi lutut lebih direkomendasikan karena lebih mudah dilakukan;
dengan mengukur tinggi lutut, kita dapat memperkirakan tinggi badan
dengan rumus sebagai berikut :
TB (Laki-Laki) = 59,01 + (2,08 x TL)
TB (Perempuan) = 75,00 + (1,91 x TL)
Sumber : Eleanor. D. Sthlenker, Nutrition and Eging, Scond edition, 1993
2) Indeks Massa Tubuh
Di Indonesia IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau
status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan
kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal
memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang
(Supriyanto,2010). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa
berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak,
remaja, ibu hamil dan olahragawan. IMT juga tidak bias diterapkan pada
keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, asites dan
hepatomegaly.
()
Rumus perhitungan IMT : ()2

Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan


FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki adalah 20,1-
25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7-23,8 untuk kepentingan pemantauan
dan tingkat defisiensi energi ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut
FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang di antara laki-laki
dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang
batas laki-laki utuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang
batas pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat.
Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi
berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa Negara
berkembang. Akhirnya diambil kesimpulan ambang batas IMT untuk
Indonesia adalah seperti table di bawah ini :
Tabel 1.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingakat berat <17,0
Kekurangan berat badan tingkat 17,0-18,5
ringan
Normal >18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0

3) Lingkar lengan atas


Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) menggambarkan lemak
subkutan dan otot pada lengan, sehingga perubahan pada LiLA
merefleksikan bertambah/berkurangnya massa otot, massa lemak, atau
keduanya. Pengukuran LiLA pada lansia penting disebabkan : 1) distribusi
lemak tubuh ke sentral 2) sederhanan dan mudah dilakukan.
4) Tebal Lipatan Kulit
Pengukuran tebal lipatan kulit (TLK) mempunyai berbagai
keterbatasan bila dipergunakan pada lanjut usia dikarenakan adanya
perubahan distribusi lemak tubuh, berkurangnya elastisitas kulit.

c. Penilaian/pemeriksaan laboratorium
Jenis pemeriksaan laboratorium, dipergunakan untuk mendeteksi status
defisiensi yang bersifat subklinis. Pemeriksaan biokimia yang umum dan sederhana
dilakukan adalah pengukuran kadar serum albumin, hemoglobin, hematocrit, serta
kolesterol serum.
Penilaian fungsi imun

Dasar pentingnya status imun dalam penentuan status gizi individu,


khususnya lanjut usia adalah adanya kemungkinan terdapatnya gangguan pada
pembentukan antibodi spesifik, fagositosis, dan sebagainya yang terdapat pada
keadaan malnutrisi, utamanya kekebalan seluler. Cara praktis untuk mengetahui hal
tersebut adalah dengan menghitung jumlah total limfosit. Nilai < 900 sel/mm3
memperlihatkan malnutrisi energi protein berat.
d. Penilaian asupan makanan
Terdapat berbagai kendala dalam melakukan penilaian asupan makanan pada lanjut
usia dikarenakan :
1) 1) adanya gangguan memori jangka pendek. Keterbatasan ini, menyebabkan
metode recall 24 jam tidak dapat dilakukan,
2) 2) bila terdapat gangguan kognitif, akan mengakibatkan data yang diperoleh
tidak akurat,
3) 3) membutuhkan waktu yang lama untuk wawancara.
Cara yang dianjurkan untuk menilai asupan makanan adalah dengan ongoing
record atau check list yang pengisiannya dilakukan segera setelah selesai makan.

2.7. Peranan Gizi Bagi Lansia


a. Energi
1) Energi untuk tubuh diukur dengan kalori dan dihasilkan dari karbohidrat,
protein, dan lemak.
2) Kelebihan energi dapat mempengaruhi terjadinya penyakit degenerative,
karena energi disimpan dalam bentuk jaringan lemak.
3) Penyakit jantung dan penyakit degenerative lainnya lebih banyak terdapat
pada orang-orang dengan energi yang berlebihan.
4) Kekurangan energi mengakibatkan berat badan rendah yang dapat
mengakibatkan fungsi umum menurun, seperti menurunnya daya tahan dan
kesanggupan kerja.
b. Protein
1) Pada usia lanjut fungsi protein yang dikonsumsi tubuh tidak lagi untuk
pertumbuhan. Peranan protein yang utama adalah memelihara dan mengganti
sel-sel jaringan yang rusak, pengatur fungsi fisiologis organ tubuh.
2) Kebutuhan protein pada usia lanjut didasarkan kepada kebutuhan orang
dewasa muda umur 25 tahun, yaitu pada pria 0,95 g/kg berat badan/hari
sedangkan pada wanita 0,87 g/kg berat badan/hari.
3) Dianjurkan kebutuhan protein pada usia lanjut dipenuhi dari protein yang
bernilai biologi tinggi seperti telur, ikan, dan lain-lain karena kebutuhan asam
amino esensial meningkat pada usia lanjut. Tetapi konsumsi protein yang
berlebihan tidak bermanfaat karena akan dapat memberatkan fungsi ginjal
dan hati.
c. Lemak
1) Lemak merupakan sumber cadangan energi yang dapat disimpan di dalam
tubuh sebagai cadangan energi.
2) Konsumsi lemak yang berlebihan pada usia lanjut tidak dianjurkan karena
dapat meningkatkan kadar lemak dalam tubuh, khususnya kadar kolesterol
darah.
d. Mineral
Mineral dibutuhkan dalam jumlah sedikit namun peranannya sangat penting
dalam berbagai proses metabolik dalam tubuh, sehingga bila mengkonsumsi
mineral kurang dari kebutuhan akan dapat mengganggu kelangsungan proses
tersebut.
e. Serat
Serat diperlukan memungkinkan proses buang air besar menjadi teratur dan
menghindari berbagai penyakit.
Fungsi serat dalam usaha pencegahan penyakit yaitu mencegah penyakit
jantung koroner, kanker usus besar, penyakit diabetes mellitus, penyakit
divertikular (penonjolan bagian luar usus), dan mencegah kegemukan.
f. Vitamin
Secara umum vitamin mempunyai fungsi yaitu mengatur berbagai proses
metabolism tubuh, mempertahankan fungsi berbagai jaringan, mempengaruhi
pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru dan membantu zat-zat tertentu dalam
tubuh.

2.8. Menu Seimbang Bagi Lansia


Untuk mendapatkan gizi yang seimbang, lansia perlu memperhatikan hal-hal
berikut ini
a. Makan aneka ragam makanan. Mengkonsumsi berbagai bahan makanan
secara bergantian akan menurnkan kemungkinan terjadinya kekurangan zat gizi
tertentu.
b. Makan sumber karbohidrat kompleks. Dianjurkan agar lansia mengurangi
konsumsi gula-gula sederhana (gula pasir, sirup) dan menggantinya dengan
karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang berasal dari biji-bijian dan kacang-
kacangan utuh selain berfungsi sebagai sumber energi juga berfungsi sebagai
sumber serat. Contohnya, umbi dan serealia tetap dalam jumlah sesuai anjuran
c. Batasi konsumsi lemak dan minyak.
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 25% atau kurang dari total kalori yang
dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari
konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit aterosklerosis (penyumbatan
pembuluh darah kea rah jantung). Selain itu, juga dianjurkan 20% dari konsumsi
lemak tersebut berupa asam lemak tak jenuh ganda (polyunsatured faty acid,
PUFA). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tak jenuh yang baik,
sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak jenuh.
d. Makan cukup sumber zat besi.
Sumber zat besi dari hewani (daging merah) dan nabati (sayur hijau pekat)
dikonsumsi secara bergantian. Konsumsi zat besi masih penting mengingat
tingginya angka anemia di Indonesia.
e. Minum air. Minum air sangatlah penting bagi metabolism tubuh. Cairan dalam
bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk
mengganti cairan yang hilang (dalam bentuk keringan dan urin), serta membantu
pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja
ginjal).orang dewas dianjurkan minum sebanyak 2-2,5 L per hari. Ketentuan ini
berlaku pula pada lansia (minum lebih dari 6-8 gelas per hari). Air haruslah
bersih, aman,jumlahnya cukup, dan telah didihkan. Tujuannya adalah untuk
menghindari kontaminasi mikroorganisme.
f. Kurangi jajanan. Khususnya jajanan makanan dan minuman yang mengandung
gula murni dan lemak yang tinggi. Hal ini mengurangi risiko diabetes mellitus.
g. Perbanyak konsumsi hewan laut. Hewan laut yang dimaksud adalah ikan,
karena hewan laut yang lain cenderung memiliki tingkat kolesterol tinggi. Lemak
tak jenuh omega-3 yang ada di dalam ikan telah terbukti dapat memberikan
perlindungan mencegah aterosklerosis.
h. Gunakan garam beriodium.
Namun demikian, perlu dibatasi pula konsumsi garam, makanan berpengawet,
atau makanan yang diolah dengan garam. Hal ini untuk mencegah hipertensi.
Penggunaan garam beriodium masih perlu digalakkan mengingat tingginya
gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI)
i. Perbanyak konsumsi sayur dan buah
Konsumsi sayur dan buah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan serat, vitamin C,
provitamin A, dan vitamin E yang bertujuan melindungi sel-sel tubuh dari
kerusakan dini. Selain itu, salah satu masalah yang banyak diderita lansia adalah
sembelit atau konstipasi (susah buang air besar) dan terbentuknya benjolan-
benjolan pada usus. Serat makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan
tersebut. Sumber serat yang baik bagi manula adalah sayuran, buah0buahan
segar, dan bji-bijian utuh. Lansia tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi
suplemen serat(yang dijual secara komersial), karena dikhawatirkan konsumsi
seratnya terlalu banyak, yang dapat menyebabkan mineral dan zat gizi lain
terserap oleh serat sehingga tidak dapat diserap tubuh.
j. Hindari minuman beralkohol. Selain menyebabkan iritasi lambung, minuman
beralkohol memiliki kandungan energi yang sangat tinggi yang dapat
menyebabkan obesitas.
k. Dianjurkan untuk minum susu skim atau rendah lemak. Banyak lansia yang
mengalami diare jika mengkonsumsi susu. Hal ini terjadi karena di dalam
ususnya tidak terkandung enzim pencerna (laktosa) yang cukup, sehingga laktosa
dicerna oleh mikroba usus besar dan menimbulkan diare. Produk-produk susu
yang sudah difermentasi, misalnya yoghurt dan keju, tidak dapat menimbulkan
diare, karena sebagian besar laktosanya telah digunakan mikroba dalam proses
fermentasi.
l. Sarapan. Sarapan sangat bermanfaat untuk memelihara ketahanan fisik lansia
hingga tengah hari saat makan siang memberi asupan energi bagi lansia.
m. Berhati-hati menggunakan makanan dalam kemasan. Biasakan membaca
label sebelum membeli bahan makanan dalam kemasan.

2.9. Masalah Gizi pada Lansia


Epidemiologi dan pathogenesis

Pada kelompok lanjut usia ( 60 tahun) terjadi berbagai perubahan fungsi


organ antara lain penurunan fungsi hepatobilier yang mengakibatkan sintesis
albumin menurun, pada lambung berupa penuruna sekresi HCl, faktor intrinsic dan
pepsin yang mengakibatkan penurunan bioavailbilitas mineral, vitamin dan protein.
Selain dari itu, penurunan fungsi ginjal, dan perubahan fungsi endokrin juga tampak
jelas terjadi.

Perubahan komposisi tubuh yang terjadi berupa penurunan massa otot,


jumlah cairan tubuh dan sebaliknya massa lemak bertmbah. Penurunan massa otot
mengakibatkan laju metabolism basal/basal metabolik rate (BMR) menurun. Selain
dikarenakan massa otot yang menurun, dengan menurunnya jumlah sel dan fungsi
organ serta aktivitas fisik, kebutuhan energi lebih rendah bila dibandingkan orang
dewasa muda.

Selain dari penambahan jumlah masa lemak, terjadi pula perubahan distribusi
lemak tubuh di mana terjadi pengumpulan/akumulasi lemak ke daerah
abdomen/sentral yang mengidentifikasikan adanya akumulasi lemak viseral.

Lemak viseral diketahui berperan terhadap terjadinya gangguan


keseimbangan metabolik, khususnya metabolism karbohidrat dan lemak berupa
intoleransi glukosa, hyperlipidemia yang keduanya masing-masing merupakan faktor
risiko terjadinya diabetes mellitus (DM) tipe 2, penyakit kardiovaskuler (PKV), dan
hipertensi.

Selain dari peningkatan risiko untuk mengidap berbagai penyakit yang


berhubungan dengan gizi seperti PKV, hipertensi, dsb; golongan lanjut usia juga
mempunyai risiko tinggi untuk mengalami masalah gizi seperti gizi kurang, gizi
lebih sampai obesitas, defisiensi mineral dan atau vitamin tertentu. Anemia dengan
berbagai penyebab, merupakan masalah yang seringkali ditemukan pada kelompok
ini.

2.9.1. Kegemukan atau Obesitas


Keadaan ini disebabkan karena pola konsumsi yang berlebihan, banyak
mengandung (lemak, protein, dan karbohidrat) yang tidak sesuai dengan
kebutuhan. Kegemukan ini biasanya terjadi sejak usia muda, bahkan sejak anak-
anak. Seseorang yang sejak kecil sudah gemuk mempunyai banyak sel lemak
yang bilaman konsumsi meningkat cenderung sel lemak itu diisi kembali
sehingga mudah menjadi gemuk. Proses metabolism yang menurun pada usia
lanjut, bila tidak diimbangi dengan peningkatan aktivitas fisik atau penurunan
jumlah makanan, sehingga kalori yang berlebihan akan diubah menjadi lemak
yang mengakibatkan kegemukan.
Kegemukan atau obesitas akan meningkatkan risiko menderita penyakit
jantung coroner 1-3 kali, penyakit hipertensi 1,5 kali, diabetes mellitus 2,9 kali,
dan penyakit empedu 1-6 kali.
1) Penyakit jantung koroner (PJK)
Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang berlebihan dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung coroner. Selain itu, kegemukan juga merupakan faktor
risiko penting yang mempengaruhi terjadinya penyakit jantung koroner.
Penyakit jantung coroner ini terjadi jika ada penyempitan pembuluh darah
jantung oleh timbunan lemak (plak) sehingga jantung kekurangan oksigen.
Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah usia (lebih dari 60 tahun), jenis
kelamin (pria lebih berisiko), serta riwayat keluarga.faktor risiko yang bisa
dimodifikasi antara lain kebiasaan merokok, kurang gerak, kegemukan,
diabetes mellitus, stress, infeksi, serta gangguan pada darah (fibrinogen, faktor
thrombosis, dan sebagainya).

Sumber : Riskesdas, 2013

2) Hipertensi
Berat badan yang berlebih akan meningkatkan beban jantung untuk
memompa darah ke seluruh tubuh, akibatnya tekanan darah cenderung lebih
tinggi. Di samping itu, pembuluh darah pada usia lanjut lebih tebal dan kaku
sehingga tekanan darah akan meningkat. Bila disertai dengan adanya plak di
dinding dalam arteri dapat menyebabkan strok (pecahnya pembuluh darah).
Jika sumbatan ini terjadi pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan
lumpuh atau kematian. Bila sumbatan terjadi di jantung, maka akan
menyebabkan serangan angina atau infark yang juga dapat menyebabkan
kematian.
Konsumsi natrium (garam) yang berlebih dapat meningkatkan tekanan
darah. Selain itu, rendahnya konsumsi kalsium, magnesium, dan kalium dapat
pula meningkatkan tekanan darah.
3) Diabetes mellitus
Adalah suatu keadaan/kelainan dimana terdapat gangguan metabolism
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan kekurangan insulin atau
tidak berfungsinya insulin. Hal ini dapat menyebabkan gula darah tertimbun
dalam darah (hiperglikemia) dengan berbagai akibat yang mungkin terjadi.
Pada orang gemuk atau obesitas, hiperglikemia terjadi karena insulin yang
dihasilkan tidak memenuhi kecukupan.

Sumber : Riskesdas, 2013

4) Sirosis hepatis
Pada usia lanjut sirosis menunjukkan perjalanan penyakit dan gejala
seperti yang terdapat pada usia dewasa lain. Lemak yang berlebihan akan
ditimbun dalam hati yang akan menyebabkan terjadinya perlemakan hati, dan
memicu terjadinya penyakit sirosis hepatis. Di samping itu, sirosis hepatis
juga disebabkan karena radang hati (hepatitis) akibat kebiasaan minum
alkohol yang berlebih. Sirosis ini dapat berkembang menjadi kanker hati
2.9.2 Kurang Energi Kronis (KEK)
Kurangnya nafsu makan yang berkepanjangan pada usia lanjut dapat
menyebabkan penurunan berat badan yang drastic. Pada orang tua, jaringan ikat
mulai keriput sehingga kelihatan makin kurus. Di samping kurangnya karbihidrat,
lemak, dan protein sebagai zat gizi makro penderita KEK biasanya disertai
kekurangan zat gizi mikro yang lain.
Penyebab kurang energi kronis (KEK) pada usia lanjut antara lain :
a. Makan tidak enak karena berkurangnya fungsi alat perasa dan penciuman.
b. Banyak gigi yang tanggal/ompong sehingga untuk makan terasa sakit.
c. Nafsu makan berkurang karena kurang aktivitas, kesepian, depresi, penyakit
kronis, efek samping dari obat, alcohol, dan rokok.

2.9.3 Osteoporosis (Keropos Tulang)


Massa tulang telah mencapai maksimum pada usia sekitar 35 tahun untuk
wanita dan 45 tahun untuk pria. Bila konsumsi kalsium kurang, dalam jangka waktu
lama akan timbul Osteoporosis. Osteoporosis pada wanita terjadi setelah dua tahun
menopause. Hal ini karena massa tulang wanita lebih kecil daripada pria dan
pengaruh penurunan hormone estrogen pada wanita yang telah mengalami
menopause. Akibatnya tulang sangat rapuh dan mudah terjadi patah tulang, bilaman
mengalami jatuh. Kekurangan kalsium dalam waktu lama dapat menyebabkan
Osteoporosis.
Kelompok yang berisiko tinggi terkena osteoporosis yaitu :
a. Usia lanjut, hal ini disebabkan karena semakin tua kemampuan tubuh untuk
menyerap kalsium oleh usus semakin berkurang.
b. Wanita, menurut Depkes RI, wanita memiliki risiko osteoporosis lebih tinggi dari
pada pria yaitu 21,7%. Walau tak setinggi pada wanita, pria juga berisiko terkena
penyakit ini pada angka 14,8%.
c. Orang Asia dan orang kulit putih, karena umumnya mereka mempunyai
kerangka tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan ras Afrika dan Afrika-
Amerika.
d. Kekurangan asupan nutrisi, terutama kalsium dan Vitamin D.
e. Mempunyai gaya hidup yang tidak sehat, antara lain : kurang berolahraga,
banyak merokok dan mengkonsumsi alcohol serta minuman berkafeina.
f. Mengalami menopause dini, sebelum umur 45 tahun.
g. Memiliki postur tubuh yang kurus dan kecil.
h. Memiliki riwayat penyakit osteoporosis dan patah tulang dalam keluarga atau
pernah patah tulang di masa lalu.
i. Rendahnya tingkat hormone seksual (estrogen pada wanita dan testosterone pada
pria)
j. Dalam pengobatan dan penyakit tertentu yang mempercepat kehilangan massa
tulang atau mempengaruhi metabolism tulang, misalnya pemakaian obat-obatan
kortikostiroid, absorbsi gizi yang buruk dan penyakit ginjal kronis.
2.9.4 Gout
Gout dapat timbul sebelum usia lanjut yang akan berlangsung sampai usia
lanjut. Gout ini lebih sering terjadi pada pria. Kelainan metabolism protein yang
menyebabkan asam urat dalam darah meningkat. Kristal asam urat akan menumpuk
di persendian yang menyebabkan rasa nyeri dan bengkak di sendi. Daerah sasaran
gout yaitu ibu jari kaki, telapak kaki, pergelangan dan lutut. Pada kulit sekitar
permukaan sendi yang terserang membengkak dan hangat dengan warna kemerahan
(tua ke ungu).
Pada penderita gout perlu pembatasan konsumsi protein agar kadar asam urat
dalam darah menurun. Selain itu, asam urat yang berlebih dapat menjadi pencetus
terjadinya batu ginjal. Beberapa upaya untuk mengatasi masalah gizi pada lansia
adalah dengan berolahraga. Hal ini disebabkan karena bertambahnya usia sehingga
tingkat kesegaran jasmani akan menurun. Pemurunan kemampuan akan semakin
terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat usia lanjut kemampuan akan turun
antara 30%-50%. Oleh karena itu, bila para usia lanjut ingin berolahraga harus
memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dan kemungkinan adanya penyakit.

2.9.5 Kurang Zat Gizi Mikro Lain


a. Kurang Zat Besi
Penyebab utama anemia adalah kekurangan zat besi pada usia lanjut karena
kehilangan darah,jarang sekali disebabkan karena kekurangan zat besi dalam
diet. Kekurangan zat besi pada usia lanjut dapat menyebabkan anemia pada usia
lanjut. Salah stu penyebabnya adalah kurangnya konsumsi makanan hewani
sebagai sumber zat besi. Gejalanya adalah 5L (lemah, letih, lesu lelah, dan lalai),
orang yang mengeluh sering pusing, mata berkunang-kunang dan mengantuk,
kelopak mata, bibir, dan telapak tangan menjadi pucat, terjadi bila menderita
anemia (Hb <8gr%). Batas ambang untuk menentukan anemia adalah 13 gr%
untuk pria dan 12 gr% untuk wanita.
b. Kurang Vitamin A
Gejala yang ditimbulkan adalah kekeringan pada selaput lender mata dan kulit.
Selain itu, kurang vitamin A dihubungkan dengan terjadinya katarak usia muda.
Beberapa penelitian menyatakan kurang vitamin A sebagai antioksidan
dihubungkan dengan meningkatnya risiko penderita kanker payudara.
c. Kurang Vitamin B1, Asam Folat, dan Vitamin B12
Kekurangan vitamin di atas dapat meningkatkan kadar homosistein dalam darah.
Peningkatan homosistein dihubungkan dengan meningkatnya risiko terjadinya
penebalan pembuluh darah dan risiko penyakit jantung coroner serta tekanan
darah tinggi.
d. Kurang Vitamin C
Gejala yang ditimbulkan adalah sariawan di mulut dan perdarahan gusi,
disebabkan karena kurangnya konsumsi sumber vitamin C (sayur dan buah-
buahan). Vitamin ini juga disebut antioksidan yang dapat menurunkan risiko
menderita keganasan.
e. Kurang Kalsium dan Vitamin D
Kekurangan kalsium dan vitamin D dapat menyebabkan terjadinya keropos
tulang yang disebabkan Karena kurang konsumsi makanan sumber kalsium.
Kalsium merupakan salah satu mineral penyusun tubuh yang sangat dibutuhkan
untuk memperkuat tulang dan gigi. Vitamin D disini berfungsi penyerapan
kalsium oleh usus. Adapun kurang vitamin D umumnya disebabkan karena
kurangnya paparan sinar matahari yang berfungsi mengubah pro-vitamin D
menjadi vitamin D, akibatnya dapat terjadi kelainan pembentukan tulang.
f. Kurang Vitamin E
Vitamin ini sering disebut dengan anti-ketuaan, karena dihubungkan dengan
peningkatan kesuburan. Selain itu, vitamin ini juga merupakan antioksidan.
Kurang vitamin E menyebabkan kekeringan pada kulit dan demensia.
g. Kurang Magnesium (Mg)
Meningkatkan prevalensi kronis pada usila, dihubungkan pula dengan
rendahnya kadar Mg darah, kurang Mg dapat menyebabkan terjadinya diabetes
mellitus.
h. Kurang Mineral Seng (Zn)
Kurangnya konsumsi makanan hewani, biji-bijian, dan kacang-kacangan dapat
mengakibatkan kurang Zn. Gejala yang ditimbulkan antara lain terjadinya
kurang daya pengecap dan kelainan pada kulit. Selain itu kurang Zn juga
dihubungkan dengan turunnya daya tahan tubuh, demensia atau pikun, turunnya
fungsi seksual terutama pada laki-laki.
i. Kurang Serat
Pada usia lanjut, karena kesulitan mengunyah, cenderung mengkonsumsi
makanan yang sudah diproses, yang sedikit mengandung serat. Kurang serat
dapat meningkatkan risiko menderita kanker usus besar. Selain itu, pada usia
lanjut juga sering terjadi susah buang air besar dan wasir.

2.10 Dampak Fisiologis dan Psikososial Penuaan Terhadap Gizi


Banyak perubahan fisiologis yang mempengaruhi faktor-faktor gizi yang
dapat meningkatkan risiko penyakit-penyakit kronik dan membantu seseorang
mempertahankan kesehatan, kesejahteraan, dan kapasitas funsionalnya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi status nutrisi pada lanjut usia
diantaranya :
a. Faktor fisik atau medik, termasuk pengurangan secara fisiologis penggunaan
bahan makanan, berkurangnya absorbs, kondisi penyakit yang ada, juga kesulitan
makan dan adanya masalah gigi.
b. Faktor sosial seperti intake yang tidak ade kuat, menyendiri, dan kemiskinan.
c. Faktor psikologis dan emosi, termasuk hilangnya pasangan suami atau istri,
depresi dan terjadinya demensia.

Perubahan-perubahan Psikososial
Selama Masa Penuaan dan Pensiun
Perubahan Psikososial Implikasi Gizi
Pendapatan tetap Penurunan konsumsi makanan, terutama susu,
daging, buah, sayur yang merupakan sumber-
sumber penting dari kalsium, riboflavin, protein,
zat besi, vitamin C, dan A
Kurang bersosialisasi Apatis terhadap makanan : konsumsi buruk
Mudah terpengaruh iklan dan mode 27-72% lansia menggunakan suplemen vitamin,
makanan, yang dapat menarik jika walaupun penelitian menunjukkan bahwa
dipuji sebagai metode untuk makanan mereka biasanya tidak rendah vitamin,
mengurangi efek penuaan namun mereka tetap menggunakannya.
Menghabiskan pendapatan yang terbatas pada
makanan atau bantuan kesehatan lainnya dengan
nilai yang diragukan. Berpotensi untuk
pemasukan dosis toksin vitamin, terutama
vitamin A dan D
Sumber : Mary Courtney, 1997
Pengaruh Kondisi Fisiologis Terhadap Status Gizi Lansia

NO Kondisi Usia Lanjut Perubahan Pola Makan Status Gizi


1 Metabolisme basal Kebutuhan kalori menurun Cenderung
menurun kegemukan/obesitas
2 Aktivitas atau kegiatan Kalori yang dipakai sedikit Cenderung
fisik berkurang kegemukan/obesitas
3 Fungsi mengecap dan Makan tidak enak, nafsu Kurang gizi (kurang
penciuman makan berkurang energi protein yang
menurun/hilang kronik/KEK)
4 Fungsi penyakit Kesulitan makan yang Dapat terjadi KEK atau
periodontal/gigi tanggal berserat (sayur, daging), kegemukan/obesitas
cenderung makan-
makanan yang lunak
(tinggi kalori)
5 Penurunan sekresi asam Mengganggu penyerapan Defisiensi zat-zat gizi
lambung dan enzim vitamin dan mineral mikro
pencerna makanan
6 Mobilitas usus menurun Susah buang air Wasir (perdarahan
menyebabkan anemia
7 Sering menggunakan Menurunkan nafsu makan Kurang gizi,
obat-obatan/alcohol hepatitis/kanker hati
8 Gangguan kemampuan Kesulitan untuk Kurang gizi
motoric menyiapkan makanan
sendiri
9 Demensia Sering makan atau lupa Kegemukan/obesitas atau
makan kurang gizi
Sumber : Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat, 2003

2.11 Aspek Kesehatan Masyarakat

2.11.1. Pelayanan Gizi di Masyarakat

Pelayanan gizi usia lanjut dilaksanakan secara terpadu melalui kemitraan dengan
lintas program, lintas sektor dan peran serta lembaga swadaya masyarakat disertai
partisipasi aktif dari pemerintah daerah dan masyarakat itu sendiri.

Berbagai kegiatan dilakukan dalam upaya pembinaan usia lanjut antara lain :

a. Kelompok Lanjut Usia


Kelompok Lanjut Usia adalah tempat atau suatu wadah pelayanan kesehatan bagi
lanjut usia di suatu kelompok masyarakat yang memberikan pelayanan promotif-
preventiv dalam bentuk penyuluhan kesehatan-gizi, olah raga, pengembangan
hobi dan pemeriksaan berkala dengan menggunakan KMS lanjut usia atau buku
pedoman pemantauan kesehatan.
Pelayanan gizi yang diberikan meliputi :
1) Penyuluhan atau promosi gizi
Dilakukan oleh tenaga kesehatan dari Puskesmas atau saranan pelayanan
kesehatan lain. Topic penyuluhan disesuaikan dengan masalah gizi yang ada
pada usia lanjut.
2) Pemantauan status gizi
Pemantauan status gizi secara berkala (sebulan sekali) bersama-sama dengan
pemeriksaan kesehatan lain. Evaluasi status gizi dilakukan oleh kader yang
dibimbing oleh tenaga kesehatan.
3) Konseling gizi
Diberikan pada lanjut usia yang membutuhkan diet khusus ( menderita
penyakit degenerative) yang dapat dilakukan pada kelompok lanjut usia atau
dirujuk ke sarana pelayanan kesehatan.
b. Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat namun keberadaannya
sangat penting untuk mengayomi dan melindungi para lanjut usia. Lanjut usia
akan merasa aman dan tenteram bila berada dalam lingkungan keluarga yang
masih mau memberikan perhatian dan dukungan pada lanjut usia dalam
menjalani sisa hidupnya.
Pelayanan gizi yang diberikan meliputi :
1) Pendidikan/nasihat gizi
Pelayanan gizi pada lanjut usia yang dilakukan di rumah pada prinsipnya
memberikan pendidikan gizi pada lanjut usia dan keluarganya yang bertujuan
agar lanjut usia :
a) Mendapatkan gizi yang cukup sesuai dengan kondisinya (sehat/sakit).
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan normal
c) Mengatasi perubahan fungsi saluran pencernaan yang menyertai proses
penuaan.
d) Mencegah dan menghambat osteoporosis dan mencegah terjadinya gangguan
gizi (kegemukan/obesitas atau kurang gizi termasuk kurang zat gizi mikro).
c. Penyediaan makanan
Pelayanan gizi pada usia lanjut sebaiknya dilakukan oleh anggota keluarga
(anak, isteri, suami, dll) atau pengasuh khusus untuk lanjut usia. Tenaga
kesehatan dari puskesmas atau rumah sakit sebagai anggota Tim Asuhan Gizi
dan Tim Geriatri melakukan kunjungan rumah untuk memberikan nasehat diet
dan membantu menyusun menu untuk lanjut usia.
d. Rujukan
Pada kasus-kasus tertentu, lanjut usia dapat dirujuk ke sarana kesehatan untuk
mendapatkan konseling gizi.
2.11.2 Konseling gizi
Merupakan tugas dan kewajiban tenaga kesehatan termasuk tenaga kesmas untuk
memberikan penyuluhan dan konseling gizi serta untuk mendidik lansia dan
lingkungannya.
Pendidikan gizi bertujuan agar lansia dan keluarga/pengasuhnya dapat :
a. Memilih makanan yang mengandung nilai gizi seimbang sesuai dengan kondisi
kesehatannya.
b. Mendapatkan diet yang cukup melalui rencana diet dan penyelenggaraan
makanan yang teratur.
c. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang ideal.
d. Mengatasi perubahan fungsi saluran pencernaan yang menyertai proses penuaan.
e. Mencegah dan menghambat perkembangan osteoporosis.
f. Menanggulangi masalah gizi yang ada.

2.11.3. Hal-hal yang harus mendapat perhatian dalam memberikan konseling pada
lansia, yaitu :
a. Memperhatikan faktor kejiwaan, antara lain :
- Pesimistis - kekanak-kanakan
- Apatis - keras kepala
- Melankolis - mudah iri hati
- Depresi - curiga
- Takut sakit - cepat tersinggung
- pelupa
b. Dibutuhkan kesabaran konselor dan kemampuan mendengarkan keluhan dari
lansia dan tidak memberikan tanggapan yang menyalahkan/menggurui.
c. Sikap santun dan jawaban jujur diucapkan pada saat yang tepat dan bijaksana.
d. Diperlukan pendamping lansia saat dilakukan konseling untuk memberitahu
penjelasan lebih lanjut.
e. Tidak jarang/sering keluarga/pengasuh juga mengalami depresi dan memerlukan
konseling karena sehari-hari mereka menghadapi lansia dengan
permasalahannya.
f. Agar lebih optimal dalam melakukan konseling gizi dilengkapi dengan alat-alat
peraga dan pedoman-pedoman yang mendukung, seperti :
- Food model
- Poster pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
- Poster indeks Massa Tubuh (IMT)
- Kartu Menuju Sehat (KMS) Lanjut Usia
- Buku-buku Pedoman dan Panduan
- Leaflet diet penyakit degenerative
- Alat peraga lain yang memberi semangat kepada lansia, contoh : foto lansia
yang tetap sehat dan bugar.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Batasan usia lanjut berbeda dari waktu ke waktu.
b. Pada lansia terjadi perubahan fungsi fisiologis yang dapat menyebabkan kemunduran
fungsi tubuh akibat proses menua
c. Kebutuhan gizi pada setiap manusia berbeda-beda tergantung dari jenis kelamin,
umur, aktivitas, ukuran dan susunan tubuh, iklim atau suhu udara, kondisi fisik
tertentu (sakit) serta unsur lingkungan.
d. Kebutuhan zat gizi pada lansia sangat dipengaruhi oleh keadaan kesehatannya,
sehingga kebutuhan bagi lansia yang sehat berbeda dengan lansia yang sakit.
e. Kebutuhan gizi makro (energi, karbohidrat, lemak, kolesterol, serat, protein, dan
cairan) pada lansia berbeda dengan orang dewasa, hal ini disebabkan oleh faktor
fisiologis dan aktivitas. Umumnya kebutuhan gizi makro lansia berkurang bila
dibandingkan pada dewasa. Namun demikian, tetap saja kebutuhan gizi tersebut harus
dikonsumsi dengan seimbang dan sesuai kebutuhan agar kesehatan tetap terjaga.
f. Kebutuhan gizi itu sendiri juga harus disesuaikandengan aktivitas lansia. Karena
semakin aktif seorang lansia, maka energi dan kebutuhan gizi yang dibutuhkannya
menjadi lebih besar dibandingkan lansia pada umumnya. Sebaiknya, kita memelihara
kebutuhan gizi sejak masa muda karena penyakit tua terjadi disebabkan akumulasi
faktor risiko pada masa muda.
g. Zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral serta kebutuhan suplemen menjadi penting
peranannya pada lansia. Kebutuhan zat gizi mikro pada lansia berbeda dengan
kelompok usia lainnya. Dalam hal ini, asupan zat gizi mikro seperti vitamin dan
mineral serta asupan suplemen pada lansia berfungsi untuk mempertahankan kondisi
lansia agar tetap optimum (sehat) dan kualitas kesehatannya tetap terjaga.
h. Peningkatan populasi berdampak pada munculnya penyakit degenerative, selain juga
penyakit infeksi seperti anemia yang masih menempati urutan tertinggi pada lansia.
i. Perlu penanganan intensif secara menyeluruh dalam menangani masalah penyakit
degenerative dan penyakit infeksi melalui pengaturan diet makanan yang tepat dan
peningkatan aktivitas fisik untuk menciptakan lansia sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M, dkk. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Kencana : Jakarta.

Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC :Jakarta.

Besral,dkk. 2007. Pengaruh Minum Teh Terhadap Kejadian Anemia pada Usila di Kota
Bandung. Makara, Kesehatan, Vol. 11, No. 1, Juni 2007 : 38-43

Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Pedoman Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di
Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan.

Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2010. Pedoman Tatalaksana Gizi Lanjut Usia untuk
Tenaga Kesehatan. Jakarta : Departemen Kesehatan.

Endang L. 2012. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. RajaGrafindo Persada : Jakarta.

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta.

Hasdianah,dkk. 2014. Gizi : Pemanfaatan Gizi, Diet, dan Obesitas. Nuha Medika :
Yogyakarta.

I Gede, P. 2013. Keluhan-keluhan Lanjut Usia yang Datang ke Pengobatan Gratis di


Wilayah Pedesaan Bali. Pada : http://lppm.unmas.ac.id/wp-
content/uploads/2014/06/8-I_Suyasa-KL-1.pdf .

Kartari. 2007. Sehat pada Usia Lanjut. http://situs.kesrepo.info/aging/referensi.html.

Nurwenda A. 2004. Hubungan Tingkat Konsumsi Kalsium, Protein dan Status Gizi dengan
Derajat Osteoporosis Pada lansia.

Rizka, T. 2011. Hubungan asupan vitamin b6, vitamin b12, asam Folat, aktifitas fisik dan
kadar homosistein Dengan status kognitif lansia. Pada :
http://eprints.undip.ac.id/35882/1/414_Riska_Triantari_G2C006050.pdf
Setiyanto, Bowo. 2013. Perbandingan Status Gizi dan Faktor-faktor yang Berhubungan
pada Lansia di Rumah Perlindungan Sosial Tresna Werdha dan Posbindu Cempaka
di Kota Bogor. Tesis. FKM UI

Siburian. 2007. Empat Belas Masalah Kesehatan Utama pada Lansia.


http://www.waspada.co.id/serba-serbi/kesehatan/empat-belas-masalah-utama-pada-
lansia.html.

______, UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009.


TELAAH ARTIKEL/JURNAL

Judul : Pengaruh Minum Teh terhadap Kejadian Anemia pada Usila di Kota
Bandung
1. Metode : Studi potong lintang dengan populasi semua usila yang berumur 60
tahun atau lebih. Sampel berjumlah 132 usila yang dipilih secara acak. Metode
pengukuran haemoglobin menggunakan Sianmetehmoglobin, sedangkan kebiasaan
minum teh diukur dengan catatan asupan makanan (food record) 1 x 24 jam selama 7
hari. Analisis data menggunakan regresi logistic ganda.
2. Hasil : kejadian anemia pada usila di Kota Bandung adalah 47,7% (95%CI
= 39%-56%). Separuh dari responden (49%) mempunyai kebiasaan selalu minum
teh tiap hari (95%CI = 40%-58%). Usila yang selalu minum teh tiap hari mempunyai
risiko untuk anemia 92 kali lebih tinggi (95%CI = 8-221) dibandingkan usila yang
tidak pernah minum teh setelah dikontrol dengan variable konsumsi lauk pauk.
3. Kesimpulan : angka kejadian anemia pada usila di Kota Bandung hampir sama
dengan hasil penelitian lainnya di Indonesia, yakni sekitar 50%. Untuk menurunkan
kejadian anemia pada usila, disarankan kepada usila untuk mengurangi kebiasaan
minum tehnya atau minum teh 2-3 jam sesudah makan atau meningkatkan asupan
protein terutama protein hewani.

Judul : Status Depresi dan Asupan Makan Berhubungan dengan Status Gizi
pada Lansia
1. Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan
rancangan cross sectional. Subyek penelitian berjumlah 85 orang lansia. Data status
depresi ditentukan dengan menggunakan Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15).
Asupan makan diukur dengan semi quantitative food frequency questionnaire
(SQFFQ) meliputi asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat yang dikonsumsi
dalam waktu 3 bulan terakhir. Data status gizi diperoleh dengan menentukan body
mass armspan (BMA) yaitu dengan cara membandingkan berat badan (dalam kg)
dan rentang lengan (dalam meter2) kemudian dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu
status gizi lebih (BMA perempuan >22,8; laki-laki >25,1), status gizi baik (BMA
perempuan 18,722,8; laki-laki 20,125), dan status gizi kurang (BMA perempuan
<18,7; laki-laki <20,1).
2. Hasil : Hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara status depresi dengan status gizi subyek (p<0,05). Odds Ratio (OR)
sebesar 2,28 menunjukkan bahwa subyek yang mengalami status depresi memiliki
kemungkinan 2,28 kali lebih besar untuk mengalami status gizi lebih dibandingkan
dengan subyek yang tidak mengalami depresi. Hasil uji chi square menunjukkan
bahwa asupan makan, yang meliputi asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat
memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (p<0,05).
3. Kesimpulan : Ada hubungan yang bermakna antara status depresi dengan status
gizi lansia di kecamatan Mantrijeron kota Yogyakarta (p<0,05). Lansia yang
mengalami depresi cenderung memiliki status gizi lebih dan kurang (OR=2,28). Ada
hubungan yang bermakna antara status depresi dengan asupan makan lebih pada
lansia di kecamatan Mantrijeron kota Yogyakarta (p<0,05; OR=2,08). Ada hubungan
yang bermakna antara asupan makan dengan status gizi lansia di kecamatan
Mantrijeron kota Yogyakarta (p<0,05).

Anda mungkin juga menyukai