SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh :
EVA RIRIS M. S. KALIT
NIM: 130600042
Pembimbing:
Indri Lubis, drg.
Tahun 2017
SUMATERA UTARA
xi + 44 halaman
TIM PENGUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul
“Hubungan Siklus Menstruasi dengan Stomatitis Aftosa Rekuren pada Pasien Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara” ini merupakan salah satu syarat
yang harus dipenuhi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini penulis
persembahkan untuk keluarga tercinta, ayah Drs. J. R. Simanungkalit dan ibu M.
Siagian S. Pd; serta kakak Desy, Elly, Vista, Ruth; serta abang ipar Lifson, Ronald;
serta adik Samuel, atas segala doa, motivasi, perhatian, dan harapan selama penulisan
skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Indri Lubis, drg. selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah dengan sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan motivasi, arahan, dan saran-saran yang
sangat berharga yang telah diberikan untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit
Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan tim penguji skripsi
yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran yang bermanfaat kepada
penulis;
3. Nurdiana, drg., Sp. PM selaku tim penguji skripsi yang telah meluangkan
waktu dan memberikan saran yang bermanfaat kepada penulis;
4. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp. Pros (K) selaku Dosen
Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara;
5. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;
6. Direktur Utama Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara
beserta staf yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis dalam
pelaksanaan penelitian;
7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Afrita, Bella Ria, Bella Thea, Cicis, Dian,
Jelika, Laura, Meylia, Mira, Ruth, Yolanda, Bang Roben, Anne, Kak Lisna, Agelh,
Masroni, Mey, Pinta, Veronika, Afni, Tria, dan Wira.
8. Kelompok kecil “Gavriela Eleanor”, Kak Yuki, Putri, Sere, Yolanda, yang
telah menjadi keluarga bagi penulis;
9. Teman-teman seperjuangan skripsi kakak, dan abang koas di Departeman
Ilmu Penyakit Mulut;
10. Seluruh teman-teman stambuk 2013 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu;
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran
yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat. Tiada lagi yang
dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur, semoga kasih karunia Tuhan Yang Maha
Esa selalu menyertai kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................................... ii
DAFTAR TABEL....................................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.2.1 Masalah Umum ................................................................................. 3
1.2.2 Masalah Khusus ................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................... 4
1.4 Hipotesis..................................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 4
1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 5
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4. SAR mayor............................................................................................................. 17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
3. Kuesioner
BAB 1
PENDAHULUAN
sistemik yang dapat tercermin dalam rongga mulut.14 Penelitian yang dilakukan oleh
Balan et al. pada tahun 2012 mengenai perubahan mukosa mulut pada 40 wanita
dengan siklus menstruasi normal menemukan bahwa prevalensi perubahan mukosa
mulut yang tertinggi adalah SAR (30%).15 Nassaji dan Ghorbani pada tahun 2012
melihat faktor predisposisi terjadinya SAR minor pada 38 orang dan menemukan
bahwa 22,2% wanita yang terkena SAR dapat dikaitkan dengan perubahan kadar
hormon selama siklus menstruasi.16 Yogasedana et al. pada tahun 2015 meneliti
distribusi faktor predisposisi terjadinya SAR pada 69 orang dan menemukan bahwa
SAR lebih banyak terjadi pada wanita yaitu 39 orang (56%) dengan faktor
predisposisi ketidakseimbangan hormonal pada siklus menstruasi sebanyak 12 orang
(17,3%).6 Penelitian yang dilakukan oleh Suling et al. pada tahun 2013 pada 66 orang
yang didiagnosis SAR yang terdiri dari 18 pria dan 48 wanita menemukan bahwa 9
orang wanita mengalami SAR dikaitkan dengan siklus menstruasi. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa tingginya angka kejadian SAR pada wanita dibandingkan pria
berhubungan dengan faktor predisposisi ketidakseimbangan hormonal yang lebih
sering dialami oleh wanita pada siklus menstruasinya.14 Penelitian yang dilakukan
oleh Tanadjaya et al. pada tahun 2014 pada 34 pasien SAR menunjukkan bahwa
sebanyak 12 orang (35,29%) mengalami SAR yang dapat dikaitkan dengan hormon
sebagai satu-satunya faktor predisposisi sedangkan sebanyak 13 orang (38,24%)
mengalami SAR yang dapat dikaitkan dengan hormon sebagai salah satu faktor
predisposisi.3
Selama siklus menstruasi, kadar progesteron dapat meningkat dan mencapai
puncaknya, namun akan menurun secara bermakna bila tidak terjadi pembuahan.17
Penurunan kadar progesteron diduga berhubungan dengan terjadinya SAR pada siklus
menstruasi.7 Penelitian yang dilakukan oleh Soetiarto et al. pada tahun 2009
mengenai kadar hormon reproduksi 40 wanita yang mengalami SAR menemukan
bahwa 20 orang menunjukkan kadar hormon progesteron yang kurang dari normal.18
Penelitian yang dilakukan oleh Sumintarti dan Marlina pada tahun 2012 mengenai
hubungan antara kadar estrogen dan progesteron dengan SAR menemukan bahwa
dari 15 wanita sebanyak 6,7% menunjukkan kadar estrogen di atas normal dan 93,3%
menunjukkan kadar estrogen yang normal, sementara itu sebanyak 20% wanita
menunjukkan kadar progesteron yang normal dan 80% menunjukkan kadar
progesteron di bawah normal.19
SAR pada wanita dengan siklus normal ditemukan paling banyak pada fase
luteal dibandingkan dengan fase-fase lain pada siklus menstruasi.3 Hal tersebut
diduga karena pada fase luteal kadar progesteron meningkat lalu menurun kembali
secara bermakna.17 Tandadjaya et al. pada tahun 2014 melakukan penelitian terhadap
34 wanita yang mengalami SAR dengan siklus menstruasi normal. Penelitian tersebut
mendistribusikan kejadian SAR pada setiap fase siklus menstruasi dan menemukan
bahwa SAR terjadi saat fase menstruasi sebanyak 23,53%, fase proliferasi 14,71%,
fase awal-mid luteal 11,76%, dan fase mid-akhir luteal 50%.3 Maheswaran et al. pada
tahun 2015 melakukan penelitian pada 140 mahasiswi dengan siklus menstruasi
normal dan menemukan bahwa sebanyak 30 mahasiswi dapat didiagnosa SAR
dengan yang paling banyak terjadi pada minggu ketiga (fase luteal) yaitu sebanyak 10
orang.8
Dewasa ini, semakin banyak dilaporkan hubungan antara siklus menstruasi
dengan SAR, baik dalam laporan kasus maupun penelitian. Dengan demikian, perlu
dilakukan penelitian untuk menganalisis hubungan siklus menstruasi dengan
terjadinya SAR pada pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara
(RSGM USU).
1.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah maka hipotesis dari penelitian ini adalah ada
hubungan siklus menstruasi dengan terjadinya SAR pada pasien RSGM USU.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Menstruasi
2.1.1 Definisi
Menstruasi atau haid merupakan proses reguler yang dialami oleh wanita,
dengan tanda berupa adanya perdarahan dari uterus (Gambar 1).20 Setiap bulan,
secara periodik wanita yang sedang dalam siklus menstruasi akan mengeluarkan
darah dan sel-sel tubuh yang berasal dari dinding uterus wanita melalui vagina.
Menstruasi pertama kali terjadi pada saat wanita mengalami pubertas yang
merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju kematangan seksual.1,20
2.1.2 Fisiologi
Dimulainya siklus menstruasi pada wanita tergantung berbagai faktor,
diantaranya adalah kesehatan wanita dan status nutrisi.1 Sebelum wanita memasuki
siklus menstruasi, kadar estrogen menurun berfungsi untuk tumbuh-kembang alat
reproduksi sekunder (pembesaran mamae, depositas lemak sesuai bentuk tubuh
wanita, dan pertumbuhan bulu) dan mempersiapkan uterus (endometrium) agar lebih
matang. Kemudian terjadi perdarahan dari endometrium yang diistilahkan sebagai
menarke. Siklus menstruasi dimulai pada saat wanita menarke.1 Menarke adalah
menstruasi yang pertama kali dialami oleh seorang wanita. Menarke pada umumnya
berlangsung sekitar umur 8-16 tahun (rata-rata 12 tahun).19,20 Perdarahan tersebut
tanpa disertai ovulasi (menstruasi anovulatoir).20 Setelah terjadinya menarke, di
dalam ovarium terjadi tumbuh-kembang folikel primordial sehingga hormon estrogen
mengalami peningkatan. Peningkatan hormon estrogen tersebut menstimulasi
peningkatan Luteinizing Hormone (LH) sehingga terjadi ovulasi.19 Siklus menstruasi
yang normal ditandai dengan terjadinya ovulasi (menstruasi ovulatoris).2 Rata-rata
lamanya perdarahan dari uterus terjadi adalah 3-5 hari dengan jumlah darah yang
dihasilkan dalam sehari sebanyak 30-50 ml.2,19,20
Siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase yaitu fase menstruasi, fase
folikuler/ proliferasi, dan fase sekresi/ luteal yang seluruhnya dikendalikan oleh
interaksi hormon yang disekresikan oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
(Gambar 2).1,2 Hipotalamus akan mensekresikan Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH) yang menstimulasi hipofisis untuk mensekresikan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).20 Meningkatnya kadar FSH dan LH
mengakibatkan perubahan di ovarium dan pertumbuhan folikel antral. Pada folikel
terdapat dua macam sel yaitu sel teka dan sel granulosa. Pada sel teka terdapat
reseptor LH yang akan menstimulasi sel teka mensintesis hormon androgen dan
memasuki sel granulosa. Pada sel granulosa terdapat reseptor FSH yang akan
mengubah hormon androgen tersebut menjadi estrogen.19
Peningkatan estrogen akan menekan sekresi FSH yang menyebabkan hanya
ada satu folikel yang dominan. Folikel tersebut akan membesar dan meningkatkan
hormon estrogen kembali.1 Hal tersebut akan menstimulasi sekresi LH dan
menyebabkan terdapat reseptor LH di sel granulosa.2 Folikel yang membesar akan
pecah dan membentuk korpus luteum. Pembentukan korpus luteum akan mensintesis
progesteron.20
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi terjadinya SAR bervariasi tergantung pada populasi yang diteliti.
Pada umumnya, SAR dapat mengenai sekitar 20% populasi dengan peningkatan
dapat mencapai lebih dari 60%.4,5,26 Insiden SAR pada populasi dunia sekitar 2-
66%.27 SAR mengenai lebih dari 100 juta penduduk Amerika. Satu dari lima orang di
Amerika terkena SAR setiap tahunnya. Prevalensi SAR lebih tinggi pada tingkat
sosioekonomi tinggi daripada sosioekonomi rendah.7 Berdasarkan jenis kelamin,
insiden SAR lebih tinggi terjadi pada wanita.7,10,12
Pada umumnya, SAR terjadi pada dekade pertama dan kedua kehidupan.
Insiden SAR akan meningkat seiring pertambahan usia dalam dekade ketiga dan
keempat kehidupan dengan tingkat rekurensi SAR akan berkurang memasuki dekade
ketiga kehidupan.5,26 Sekitar 80% pasien mengalami SAR di bawah usia 30 tahun.23
Pada beberapa kasus, frekuensi dan keparahan SAR akan meningkat seiring
bertambahnya usia.5,26 SAR jarang terjadi pada usia lanjut.28
tersebut terdiri dari genetik, trauma, obat-obatan, siklus menstruasi, alergi, defiensi
nutrisi, stres, dan penyakit sistemik.4,5,25
2.2.3.1 Genetik
Pada umumnya, SAR yang dipicu oleh faktor predisposisi genetik muncul
pertama kali saat anak-anak dan adanya riwayat SAR dari orang tua.29 SAR yang
dialami oleh orang tua kemungkinan besar akan diturunkan kepada anaknya.14
SAR yang berhubungan dengan faktor genetik terjadi sekitar 24-46%.30 Lebih
dari 40% pasien SAR mempunyai keturunan yang juga terkena SAR.26 Risiko anak
menderita SAR ketika kedua orang tua juga terkena dapat mencapai 90%.4,25,26
Riwayat keluarga menderita SAR lebih sering terjadi pada kembar identik daripada
nonidentik.28
Hubungan terjadinya SAR dengan faktor genetik dari orangtua telah
dibuktikan dengan Human Leukocyte Antigen (HLA) namun sampai saat ini hal
tersebut baru terbukti pada beberapa grup etnik.4,25,28 Faktor predisposisi genetik juga
berhubungan dengan variasi Deoxyribonucleic Acid (DNA) yang tersebar pada gen
manusia. Hal ini khususnya yang berhubungan dengan metabolisme dari sitokin yaitu
interleukin (IL-1β, IL-2, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-12), interferon γ (IFN-γ), dan
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α).30,31
Terjadinya SAR diawali oleh destruksi mukosa yang diperantarai reaksi
imunopatologis dari limfosit T, interleukin, dan TNF-α.25 Antigen harus berkonjugasi
oleh presenting cell sehingga respon imunologik dari sel menjadi terstimulasi.
Tingginya kadar HLA membuat respon imun meningkat dan mengakibatkan individu
terkena SAR.30 Variasi HLA yang telah diteliti berhubungan dengan pasien SAR
adalah HLA-A2, HLA-B5, HLA-B12, HLA-B44, HLA-B51, HLA-B52, HLA-DR7,
dan HLA-DQ.30,31
2.2.3.2 Trauma
Trauma yang dapat mengakibatkan SAR biasanya karena menyikat gigi dan
trauma dari bulu sikat gigi.28,32 Setelah terjadi trauma akan diikuti dengan adanya
edema dan inflamasi.29 Gejala ini langsung disertai oleh munculnya ulser pada daerah
trauma.6 Tidak semua trauma dapat mengakibatkan terjadinya SAR.27 Trauma dapat
menyebabkan SAR hanya pada pasien yang sebelumnya telah mempunyai riwayat
SAR.28
Suling et al., melakukan penelitian pada 66 pasien SAR dan menemukan
bahwa 91,1% pasien diduga terkena SAR disebabkan oleh trauma.14 Yogasedana et
al., melakukan penelitian pada 69 pasien yang didiagnosis SAR dan menemukan
bahwa 53,3% mengaku bahwa lesi tersebut muncul setelah mengalami trauma pada
rongga mulutnya.6
2.2.3.3 Obat-obatan
Abdullah melakukan penelitian pada 282 pasien SAR untuk melihat distribusi
faktor predisposisi SAR. Penelitian tersebut ditemukan bahwa 3,54% pasien sedang
mengkonsumsi antihipertensi, 4,6% sedang mengkonsumsi penghilang rasa sakit, dan
2,48% sedang mengkonsumsi antasida.12
Obat-obatan tertentu berhubungan dengan terjadinya SAR pada rongga
mulut.12 Penggunaan obat-obatan seperti Nonsteroidal Anti-Inflammantory Drugs
(NSAID), beta blocker, calsium channel blocker, alendronate, dan obat kemoterapi
dapat meningkatkan risiko terjadinya SAR pada seseorang.7,26 Mekanisme bagaimana
obat-obatan dapat menyebabkan SAR belum jelas, namun respon imunologi diduga
berkaitan erat dalam hal ini.33
2.2.3.5 Alergi
Beberapa makanan yang diduga dapat menyebabkan SAR adalah kacang,
coklat, kentang goreng, keju, susu, terigu, gandum, kopi, sereal, almond, stoberi,
tomat, lemon, dan nenas.14,27,31 Selain itu, berdasarkan American Academy of Oral
Medicine (AAOM), makanan yang paling sering berhubungan dengan terjadinya
SAR adalah kayu manis dan asam benzoat (dapat ditemukan pada beberapa makanan
dan minuman ringan).7
Terjadinya SAR juga diduga disebabkan oleh reaksi alergi Sodium Lauryl
Sulfate (SLS) yang biasanya ditemukan pada pasta gigi sebagai detergen pembersih.34
Reaksi yang ditimbulkan karena penggunaan SLS adalah terkikisnya lapisan terluar
mukosa yang mengakibatkan jaringan epitel terpapar yang dapat mengakibatkan
terjadinya SAR.35 Alergi terhadap piranti nikel pesawat ortodonti juga dapat
menimbulkan SAR.34
Alergi berhubungan dengan respon imunopatologis.36 Proses imunopatologis
akan melibatkan respon yang diperantarai oleh sel T dan TNF terhadap antigen.
Dalam hal ini antigen tersebut adalah alergen.10
2.2.3.7 Stres
Stres merupakan suatu reaksi dari wujud hubungan antara kejadian atau
kondisi lingkungan dengan penilaian kognitif individu terhadap tingkat tipe
tantangan, kesulitan, kehilangan, dan ancaman. Stres adalah respon nonspesifik dari
tubuh akibat perubahan sosial.39
Emosional yang ditimbulkan oleh stres dapat berdampak pada kesehatan dan
sistem imun secara menyeluruh.7,31 Saat stres terjadi maka kadar hormon kortisol di
dalam darah akan meningkat. Hal ini menyebabkan jumlah leukosit menjadi
meningkat. Sementara itu, peradangan akan mudah terjadi dan berlanjut
menyebabkan SAR.40,41
dimanapun dalam rongga mulut. Namun, SAR jarang terjadi pada gingiva cekat dan
palatum keras.4,5,26
SAR diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan gambaran klinisnya, yaitu
SAR minor, mayor, dan herpetiform (Tabel 1). Setiap tipe mempunyai karakteristik,
efek, durasi, dan tingkat keparahan yang berbeda.4,5,10,25
SAR mayor mempunyai diameter lebih dari 10 mm serta lebih sakit dan
mempunyai durasi yang lebih lama daripada SAR minor.4 Inflamasi yang ditimbulkan
SAR mayor juga lebih dalam dari pada SAR minor.26 Durasi terjadinya SAR mayor
sekitar 2-6 minggu dan sembuh dengan dapat meninggalkan skar atau bekas di
jaringan (Gambar 4).25,28 Pada umumnya SAR mayor dapat mengenai mukosa tidak
berkeratin dan berkeratin.7
2.2.5 Diagnosa
SAR didiagnosa dengan anamnesa dan melihat gambaran ulser melalui
pemeriksaan klinis.7 Anamnesa dari pasien akan didapati keluhan berupa rasa sakit
pada mulutnya, kejadian ulser yang berulang, frekuensi, durasi, dan faktor
predisposisi terjadinya ulser. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat jumlah
ulser, bentuk, ukuran, daerah tempat terjadi, dan jaringan di sekitar.28,32
Tes spesifik untuk mendiagnosa SAR tidak ada karena SAR dapat didagnosis
dengan melihat gambaran klinis. Biopsi biasanya tidak diperlukan.4,5,7 Biopsi
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding dari SAR. Pemeriksaan
laboratorium diindikasikan jika pasien menderita SAR dengan tingkat rekurensi
tinggi atau semakin memburuk.25 Pemeriksaan laboratorium tersebut dapat mencakup
pemeriksaan darah dan pemeriksaan antibodi antinuklear.7
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SAR sedikit sulit karena etiologi terjadinya tidak diketahui
secara pasti.6 Salah satu cara untuk menghindari rekurensi SAR adalah dengan
menghindari faktor predisposisinya. Sampai sekarang perawatan SAR hanya untuk
mengurangi gejala, ukuran, dan mempercepat penyembuhan.23,43
Penatalaksanaan dari SAR didahului dengan edukasi karena kebanyakan
pasien tidak mengetahui SAR, penyebab, dan bagaimana menangani gejalanya.
Edukasi pasien adalah kunci penting untuk mengontrol SAR.7
Adapun perawatan yang dapat diberikan kepada penderita SAR adalah
1. Terapi lokal
Pada SAR ringan, perawatan yang dapat diberikan adalah obat kumur
campuran sodium biokarbonat dan air hangat untuk menjaga rongga mulut tetap
bersih.42 Obat kumur dengan kandungan antibiotik seperti Tertrasiklin dapat
mengurangi ukuran, durasi, dan rasa sakit. Klorheksidin glukonat juga adalah obat
kumur yang dapat mengurangi jumlah bakteri dan mempercepat penyembuhan SAR.4
Terapi lokal dapat juga berupa obat topikal dengan kandungan analgesik,
antimikroba, dan anti-inflamasi (steroid dan nonsteroid).43 Steroid topikal dapat
mempercepat waktu penyembuhan dan mengurangi jumlah lesi. Steroid topikal yang
dapat digunakan adalah fluocinonide, betamethasone, clobetasol, dan lain-lain.
Steroid topikal diaplikasikan 2-3 kali dalam sehari setelah makan dan sebelum tidur.4
2. Terapi sistemik
Terapi sistemik bukan merupakan pilihan perawatan utama yang diberikan
untuk pasien SAR. Terapi sistemik hanya diberikan jika SAR yang dialami parah dan
terapi topikal tidak efektif.7,23 Obat-obatan yang dapat diberikan adalah NSAID,
prednisolone, pentoxyphyline, dapsone dan lain sebagainya.4,23,29,43
Siklus menstruasi
• Fase menstruasi
• Fase folikuler/ proliferasi
• Fase sekresi/ luteal
Defisiensi
Genetik
nutrisi
Trauma
Stres
Obat-
obatan Penyakit
Sistemik
Alergi
Siklus menstruasi
• Fase menstruasi Stomatitis Aftosa Rekuren
• Fase folikuler/ proliferasi (SAR)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain
kasus kontrol. Penelitian ini melakukan pengukuran terhadap kelompok kasus yang
disebut variabel terikat (efek) yaitu subjek dengan SAR (kelompok kasus) dan subjek
tanpa SAR (kelompok kontrol), kemudian secara retrospektif ditelusuri variabel
bebas (risiko) yaitu siklus menstruasi, sehingga dapat menerangkan mengapa kasus
terkena efek, sedangkan kontrol tidak.44
3.2.2 Waktu
Penelitian dilaksanakan dari 13 April 2017 sampai dengan 5 Mei 2017.
3.3.2 Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability
purposive sampling yaitu subjek dalam populasi tidak mempunyai kesempatan yang
sama untuk dapat terpilih yang didasari oleh kriteria yang ditentukan oleh peneliti.44
Dimana,
n = Besar sampel minimum
Zα = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu (1,96)
Zβ = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu (1,282)
Po = Proporsi di populasi. Proporsi kejadian SAR pada wanita 56, 3%10
Pa = Perkiraan proporsi populasi. Proporsi kejadian SAR yang berhubungan
dengan siklus menstruasi yang diharapkan (15%)
P = ½ (P1 + P2)
Q =1-P
Perhitungan besar sampel diperoleh jumlah sampel minimum adalah 27.
Untuk menghindari bias penelitian, jumlah sampel ditambah 10% dari jumlah sampel
minimum menjadi 30 orang pada kelompok SAR (kasus) dan 30 orang pada
kelompok tanpa SAR (kontrol).
Cara
Definisi Alat Ukur Skala
Variabel Ukur
Operasional Ukur
Proses reguler
Bebas
setiap 24-35 hari
yang dialami Kategorik
wanita yang dengan data
terdiri dari fase nominal yaitu
Siklus menstruasi, fase Pengisian Kuesioner, fase
menstruasi folikuler, dan fase kuesioner kalender menstruasi,
luteal yang fase folikuler,
ditandai dengan atau fase
perdarahan dari luteal.15
uterus selama 3-5
hari.1,2,20
Pengisian
Fase dalam siklus
kuesioner
menstruasi yang Kategorik
dan
ditandai dengan dengan data
Fase perhitung- Kuesioner,
perdarahan dari nominal yaitu
menstruasi an kalender
uterus, terjadi dari ya atau
perkiraan
hari pertama tidak.8,15
fase
sampai kelima.20
menstruasi
Cara
Definisi Alat Ukur Skala
Variabel Ukur
Operasional Ukur
Pengisian
kuesioner
Fase dalam siklus
dan
menstruasi yang Kategorik
perhitung-
Fase terjadi pada hari dengan data
an Kuesioner,
folikuler/ keenam sampai nominal yaitu
perkiraan kalender
proliferasi ke-15 sejak hari ya atau
fase
pertama fase tidak.8,15
folikuler/
menstruasi.20
proliferasi.
Pengisian
Fase dalam siklus kuesioner
menstruasi yang dan Kategorik
Fase terjadi pada hari perhitung- dengan data
Kuesioner,
sekresi/ ke-16 sampai ke- an nominal yaitu
kalender
luteal 35 sejak hari perkiraan ya atau
pertama fase fase tidak.8,15
menstruasi.20 sekresi/
luteal.
Cara
Definisi Alat Ukur Skala
Variabel Ukur
Operasional Ukur
Terikat
Penyakit rongga
mulut yang secara
Pemerik-
klinis ditandai
saan klinis
ulser oval/bulat,
dengan Kaca
berulang, dasar
melihat mulut,
keabu-abuan/
SAR ada lembar Kategorik
kekuning-
tidaknya pemerik-
kuningan, dan
SAR pada saan
dikelilingi oleh
rongga
eritema halo,
mulut
dengan penyebab
yang tidak
diketahui. 4
3.7.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Desinfektan
2. Masker
3. Sarung tangan
BAB 4
HASIL PENELITIAN
16-20 12 40 11 36,7
21-25 18 60 19 63,3
dengan stres dan trauma terdapat pada kelompok SAR sebanyak 4 orang (13,3%)
sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 7 orang (23,3%). Siklus menstruasi
disertai dengan stres dan genetik terdapat pada kelompok SAR sebanyak 1 orang
(3,3%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 4 orang (13,3%). Siklus
menstruasi disertai dengan stres, trauma, dan genetik terdapat pada kelompok SAR
sebanyak 1 orang (3,3%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR tidak ditemukan.
Siklus menstruasi disertai dengan stres, genetik, dan alergi tidak ditemukan pada
kelompok SAR sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 1 orang (3,3%).
Siklus menstruasi disertai dengan stres, trauma, dan obat-obatan tidak ditemukan
pada kelompok SAR sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 1 orang (3,3%).
Siklus Menstruasi n % n %
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Setiap Fase Siklus Menstruasi pada Subjek Penelitian
Kasus Kontrol
Fase Siklus Menstruasi
n % n %
Fase menstruasi 3 10 5 16,7
Fase folikuler/ proliferasi 2 6,7 7 23,3
Fase sekresi/ luteal 25 83,3 18 60
Total 30 100 30 100
n % n % n %
Fase Menstruasi 3 10 5 16,7 8 13,3
Fase Folikuler/
2 6,7 7 23,3 9 15
Proliferasi 3,33
0,045
Fase Sekresi/ (0,99 – 11,13)
25 83,3 18 60 43 71,7
Luteal
BAB 5
PEMBAHASAN
(83,3%). SAR pada wanita paling rentan terjadi pada fase luteal. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tandadjaya et al. dan Maheswaran et al. yang
juga melihat distribusi penyebaran SAR pada setiap fase siklus menstruasi dan
memperoleh bahwa SAR paling banyak terjadi pada fase luteal.3,8 SAR paling
dominan terjadi pada fase luteal karena kadar hormon seks steroid yang sebelumnya
meningkat akan menurun secara bermakna jika tidak terjadi pembuahan.20
Penelitian ini memperoleh data bahwa siklus menstruasi mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap terjadinya SAR dimana subjek yang sedang
dalam fase luteal berisiko 3,3 kali terkena SAR. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Soetiarto et al. yang memperoleh risiko 3,2 kali.17 Hal ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Maheswaran et al. yang memperoleh
hubungan yang signifikan antara fase luteal dan kejadian SAR.8 Lapisan
endometrium akan meluruh pada fase luteal yang dikontrol oleh progesteron.19 Pada
fase luteal terjadi peningkatan hormon progesteron lalu penurunan secara bermakna
yang menjadi penyebab rentannya SAR terjadi pada fase ini.7 Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Soetiarto et al. yang memperoleh bahwa SAR paling
banyak terjadi pada wanita dengan kadar progesteron sedang berada di bawah
normal.17 Sumintarti dan Marlina juga memperoleh bahwa SAR terjadi disebabkan
oleh penurunan kadar progesteron.18 Hal ini juga sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa terjadinya SAR diduga karena penurunan kadar progesteron di
dalam darah.7 Penurunan kadar progesteron akan mengakibatkan faktor self limiting
disease menurun, polymorphonuclear leukocytes menurun, proses maturasi sel epitel
mulut terhambat, dan permeabilitas vaskuler terhambat. Perubahan permeabilitas
vaskuler ini menyebabkan penipisan mukosa sehingga mudahnya terjadi invasi
bakteri, iritasi, atau radang sehingga SAR terjadi.3,10,18
BAB 6
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah
siklus menstruasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan SAR dimana subjek
penelitian yang sedang dalam fase luteal berisiko 3,3 kali untuk mengalami SAR
dibandingkan subjek yang berada pada fase menstruasi dan folikuler.
6.2 Saran
1. Penelitian ini hanya menggunakan alat ukur berupa kuesioner, oleh karena
itu diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dengan siklus mentruasi
sebagai faktor predisposisi terjadinya SAR dengan lebih spesifik yaitu dengan
pengukuran kadar hormon seks steroid pada penderita SAR. Hal ini dikarenakan SAR
yang berhubungan dengan siklus mentruasi berhubungan dengan perubahan kadar
hormon seks steroid di dalam darah pada siklus mentruasi.
2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan pertimbangan dalam
pemilihan kelompok kasus dan kelompok kontrol yaitu dilakukan pada wanita dengan
siklus menstruasi dan wanita yang sudah tidak dalam siklus mentruasi (tidak
mengalami haid lagi).
3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan pertimbangan dengan
mengeliminasi faktor predisposisi SAR lainnya.
4. Bagi masyarakat terutama para wanita yang menderita SAR pada setiap
siklus menstruasinya diharapkan agar tetap menjaga kebersihan rongga mulut.
DAFTAR PUSTAKA
46. Thantawi A, Khairiati, Nova MM, Marlisa S, Abu Bakar. Stomatitis aphtosa
rekuren minor multiple pre menstruasi (laporan kasus). Odonto Dent J 2014;
1(2): 57-60.
Salam sejahtera,
Bersama ini saya akan memperkenalkan diri saya, saya Eva Riris M. S. Kalit
adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya
sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Siklus Menstruasi dengan
Stomatitis Aftosa Rekuren pada Pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Universitas Sumatera Utara.”
Latar belakang penelitian ini dilakukan karena SAR yang lebih dikenal
dengan sariawan merupakan suatu penyakit rongga mulut yang paling sering terjadi
namun penyebabnya belum diketahui secara pasti. Salah satu faktor predisposisi
terjadinya SAR adalah siklus menstruasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan siklus menstruasi dengan terjadinya SAR pada pasien RSGMP
USU. Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan atau kontribusi
bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang
ilmu penyakit mulut dalam hal mengetahui faktor risiko terjadinya SAR.
Jumlah sampel yang diperkirakan dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 60
orang yaitu 30 kelompok dengan SAR dan 30 kelompok tanpa SAR. Alasan saya
memilih Saudari dalam penelitian ini karena Saudari sesuai dengan kriteria sampel
saya.
Prosedur penelitian ini adalah dengan pencatatan identitas dan data faktor
predisposisi SAR Saudari dan pemeriksaan rongga mulut dengan menggunakan kaca
mulut jika Saudari berada pada kelompok dengan SAR. Pencatatan identitas Saudari
berupa nama dan usia. Pengisian data faktor predisposisi berupa factor yang
memungkinkan terjadinya SAR pada rongga mulut Saudari yang juga meliputi
riwayat siklus menstruasi yang Saudari alami. Pemeriksaan yang akan saya lakukan
Peneliti
Medan, 2017
Peneliti Saksi
Peserta Penelitian
( )
4. Lidah Normal
Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................
5. Gingiva Normal
Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................
6. Palatum Normal
Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................
Count
21-25 18 19 37
Total 30 30 60
Chi-Square Tests
N of Valid Cases 60
Stomatitis Aftosa
Rekuren
Total Count 30 30 60
N of Valid Cases 60
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,50.
Risk Estimate
N of Valid Cases 60