Anda di halaman 1dari 68

HUBUNGAN SIKLUS MENSTRUASI DENGAN

STOMATITIS AFTOSA REKUREN PADA PASIEN


RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :
EVA RIRIS M. S. KALIT
NIM: 130600042

Pembimbing:
Indri Lubis, drg.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2017

Universitas Sumatera Utara


Fakultas Kedokteran Gigi

Dapertemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2017

Eva Riris M. S. Kalit

HUBUNGAN SIKLUS MENSTRUASI DENGAN STOMATITIS AFTOSA

REKUREN PADA PASIEN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

xi + 44 halaman

Siklus menstruasi merupakan bagian dari proses reguler untuk


mempersiapkan tubuh wanita setiap bulan menuju kehamilan. Siklus menstruasi
dikendalikan oleh interaksi beberapa hormon dan terdiri dari beberapa fase yaitu fase
menstruasi, fase proliferasi/ folikuler, dan fase sekresi/ luteal. Perubahan kadar
hormon yang terjadi selama siklus menstruasi akan berdampak pada rongga mulut
karena jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks steroid
dalam darah wanita. Salah satu dampak yang ditemukan adalah Stomatitis Aftosa
Rekuren (SAR). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan siklus
menstruasi dengan terjadinya SAR. Penelitian ini merupakan penelitian analitik
observasional dengan desain kasus kontrol. Pemilihan sampel pada penelitian ini
dengan teknik non-probability purposive sampling. Penelitian ini melakukan
pengukuran terhadap kelompok kasus yang terdiri dari 30 subjek dengan SAR dan
kelompok kontrol yang terdiri dari 30 subjek tanpa SAR, kemudian secara
retrospektif ditelusuri faktor risiko siklus menstruasi pada kedua kelompok. Data
penelitian dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan melakukan pemeriksaan
klinis. Analisis data dilakukan dengan uji Chi Square. Hasil yang diperoleh pada
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara siklus

Universitas Sumatera Utara


menstruasi dengan SAR dimana subjek penelitian yang sedang dalam fase luteal
berisiko 3,3 kali untuk mengalami SAR dibandingkan subjek yang berada pada fase
menstruasi dan folikuler (p=0,045, OR=3,3). Kesimpulan yang diperoleh yaitu
terdapat hubungan siklus mentruasi dengan SAR pada pasien RSGMP USU.
Daftar rujukan: 46 (2008-2016)

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan


di hadapan tim penguji

Medan, 25 Agustus 2017


Pembimbing: Tanda Tangan

Indri Lubis, drg. ........................................


NIP. 19830808 200812 2 003

Universitas Sumatera Utara


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji


pada tanggal 25 Agustus 2017

TIM PENGUJI

KETUA : Indri Lubis, drg.

ANGGOTA : Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM

Nurdiana, drg., Sp. PM

Universitas Sumatera Utara


iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kasih karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi dengan judul
“Hubungan Siklus Menstruasi dengan Stomatitis Aftosa Rekuren pada Pasien Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara” ini merupakan salah satu syarat
yang harus dipenuhi penulis untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini penulis
persembahkan untuk keluarga tercinta, ayah Drs. J. R. Simanungkalit dan ibu M.
Siagian S. Pd; serta kakak Desy, Elly, Vista, Ruth; serta abang ipar Lifson, Ronald;
serta adik Samuel, atas segala doa, motivasi, perhatian, dan harapan selama penulisan
skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada Indri Lubis, drg. selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah dengan sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan motivasi, arahan, dan saran-saran yang
sangat berharga yang telah diberikan untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
terimakasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;
2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp. PM selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit
Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan tim penguji skripsi
yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran yang bermanfaat kepada
penulis;
3. Nurdiana, drg., Sp. PM selaku tim penguji skripsi yang telah meluangkan
waktu dan memberikan saran yang bermanfaat kepada penulis;

Universitas Sumatera Utara


v

4. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg., M.Kes., Sp. Pros (K) selaku Dosen
Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara;
5. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara;
6. Direktur Utama Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara
beserta staf yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis dalam
pelaksanaan penelitian;
7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Afrita, Bella Ria, Bella Thea, Cicis, Dian,
Jelika, Laura, Meylia, Mira, Ruth, Yolanda, Bang Roben, Anne, Kak Lisna, Agelh,
Masroni, Mey, Pinta, Veronika, Afni, Tria, dan Wira.
8. Kelompok kecil “Gavriela Eleanor”, Kak Yuki, Putri, Sere, Yolanda, yang
telah menjadi keluarga bagi penulis;
9. Teman-teman seperjuangan skripsi kakak, dan abang koas di Departeman
Ilmu Penyakit Mulut;
10. Seluruh teman-teman stambuk 2013 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu;
Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran
yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat. Tiada lagi yang
dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur, semoga kasih karunia Tuhan Yang Maha
Esa selalu menyertai kita semua.

Medan, 25 Agustus 2017


Penulis

(Eva Riris M. S. Kalit)


NIM. 130600042

Universitas Sumatera Utara


vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN..................................................................................... ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI....................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv

DAFTAR ISI.................................................................................................. ............ vi

DAFTAR TABEL....................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................... xi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.2.1 Masalah Umum ................................................................................. 3
1.2.2 Masalah Khusus ................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus................................................................................... 4
1.4 Hipotesis..................................................................................................... 4
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................................... 4
1.5.1 Manfaat Teoritis ................................................................................ 4
1.5.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Menstruasi .................................................................................................. 6
2.1.1 Definisi ............................................................................................. 6
2.1.2 Fisiologi............................................................................................ 6
2.1.3 Siklus Menstruasi ............................................................................. 9

Universitas Sumatera Utara


vii

2.1.4 Perubahan Rongga Mulut Akibat Siklus Menstruasi ..................... 10

2.2 Stomatitis Aftosa Rekuren ..................................................................... 11


2.2.1 Definisi......................................................................................... 11
2.2.2 Epidemiologi................................................................................ 11
2.2.3 Faktor Predisposisi....................................................................... 11
2.2.3.1 Genetik ............................................................................ 12
2.2.3.2 Trauma............................................................................. 12
2.2.3.3 Obat-obatan ..................................................................... 13
2.2.3.4 Siklus Menstruasi ............................................................ 13
2.2.3.5 Alergi............................................................................... 14
2.2.3.6 Defisiensi Nutrisi............................................................. 14
2.2.3.7 Stres ................................................................................. 14
2.2.3.8 Penyakit Sistemik ............................................................ 15
2.2.4 Gambaran Klinis .......................................................................... 15
2.2.4.1 SAR Minor ...................................................................... 16
2.2.4.2 SAR Mayor...................................................................... 16
2.2.4.3 SAR Herpetiform ............................................................ 17
2.2.5 Diagnosa ...................................................................................... 18
2.2.6 Penatalaksanaan ........................................................................... 19
2.3 Hubungan Siklus Menstruasi dengan SAR............................................ 20
2.4 Kerangka Teori ...................................................................................... 21
2.5 Kerangka Konsep................................................................................... 22

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Penelitian......................................................................................... 23
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian.................................................................... 23
3.2.1 Lokasi .............................................................................................. 23
3.2.2 Waktu .............................................................................................. 23
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................................ 23
3.3.1 Populasi ........................................................................................... 23
3.3.2 Sampel ............................................................................................. 24
3.3.2.1 Besar Sampel ....................................................................... 24
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................................................... 25
3.4.1 Kriteria Inklusi ................................................................................ 25
3.4.2 Kriteria Eksklusi.............................................................................. 25
3.5 Variabel Penelitian ................................................................................... 25
3.5.1 Variabel Bebas ................................................................................ 25
3.5.2 Variabel Terikat............................................................................... 25
3.6 Definisi Operasional................................................................................. 26
3.7 Sarana Penelitian ...................................................................................... 28
3.7.1 Alat .................................................................................................. 28
3.7.2 Bahan............................................................................................... 29

Universitas Sumatera Utara


viii

3.8 Prosedur Penelitian................................................................................... 29


3.8.1 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 29
3.8.2 Pengolahan Data.............................................................................. 29
3.9 Analisis Data ............................................................................................ 30
3.9.1 Data Univariat ................................................................................. 30
3.9.2 Data Bivariat.................................................................................... 30
3.8 Etika Penelitian ........................................................................................ 30

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Distribusi Frekuensi Usia pada Subjek Penelitian .................................. 31
4.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Klinis SAR pada Kelompok SAR........ 31
4.3 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi SAR pada Subjek Penelitian .. 32
4.4 Distribusi Frekuensi Setiap Fase Siklus Menstruasi pada Subjek
Penelitian................................................................................................. 34
4.5 Hubungan Siklus Menstruasi dengan SAR ............................................. 34

BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................................ 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan............................................................................................... 39
6.2 Saran......................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 40

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Karakteristik setiap tipe SAR................................................................................. 18

2. Distribusi frekuensi usia pada subjek penelitian.................................................... 31

3. Distribusi frekuensi gambaran klinis SAR pada kelompok SAR .......................... 32

4. Distribusi frekuensi faktor predisposisi SAR pada subjek penelitian.................... 33

5. Distribusi frekuensi setiap fase siklus menstruasi pada subjek penelitian............. 34

6. Hubungan siklus menstruasi dengan SAR ............................................................. 35

Universitas Sumatera Utara


x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Anatomi uterus atau rahim ....................................................................................... 6

2. Perubahan kadar hormon pada wanita selama menstruasi....................................... 8

3. SAR minor ............................................................................................................. 16

4. SAR mayor............................................................................................................. 17

5. SAR herpetiform .................................................................................................... 18

Universitas Sumatera Utara


xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian

2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent)

3. Kuesioner

4. Persetujuan komisi etik

5. Hasil uji statistik

Universitas Sumatera Utara


1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Siklus menstruasi merupakan bagian dari proses reguler untuk
mempersiapkan tubuh wanita setiap bulan menuju kehamilan. Siklus menstruasi
terdiri dari beberapa fase yaitu fase menstruasi (1-5 hari), fase folikuler/ proliferasi
(5-15 hari), dan fase sekresi/ luteal (15-28 hari).1,2 Kadar hormon akan mengalami
perubahan pada setiap fase dalam siklus menstruasi. Perubahan kadar hormon
tersebut akan berdampak pada rongga mulut karena jaringan lunak mulut sensitif
terhadap perubahan kadar hormon seks steroid dalam darah wanita.3
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah salah satu kelainan rongga mulut
yang etiologinya belum diketahui namun dapat dihubungkan dengan beberapa faktor
predisposisi, salah satunya adalah perubahan kadar hormon pada siklus menstruasi.4
Secara klinis, SAR ditandai dengan ulser berulang, dapat sembuh sendiri, dan dapat
menimbulkan rasa sakit maupun sensasi terbakar.4-9 SAR dapat menyebabkan
ketidaknyamanan selama rongga mulut berfungsi.4
SAR merupakan penyakit mukosa rongga mulut yang paling sering dijumpai
pada manusia.10,11 SAR mengenai sekitar 20% dari populasi di dunia.4 Abdullah pada
tahun 2013 meneliti 1000 orang pasien di Rumah Sakit Gigi Mulut kota Sulaimani
Irak dan menemukan pasien yang terkena SAR sebanyak 282 orang (28,2%). 12 SAR
dapat diderita oleh setiap orang tetapi wanita lebih rentan terkena SAR.10 Patil et al.
pada tahun 2014 melakukan penelitian untuk melihat prevalensi SAR pada 3244
orang di India dan menemukan bahwa 705 orang (21,7%) mengalami SAR yang
terdiri dari 397 orang wanita (56,3%) sedangkan pria 308 orang (48,7%).13 Siklus
menstruasi yang dialami oleh wanita merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya SAR.10
Siklus menstruasi berhubungan dengan SAR dikarenakan adanya perubahan
kadar homon.7 Perubahan kadar hormon di dalam darah merupakan salah satu kondisi

Universitas Sumatera Utara


2

sistemik yang dapat tercermin dalam rongga mulut.14 Penelitian yang dilakukan oleh
Balan et al. pada tahun 2012 mengenai perubahan mukosa mulut pada 40 wanita
dengan siklus menstruasi normal menemukan bahwa prevalensi perubahan mukosa
mulut yang tertinggi adalah SAR (30%).15 Nassaji dan Ghorbani pada tahun 2012
melihat faktor predisposisi terjadinya SAR minor pada 38 orang dan menemukan
bahwa 22,2% wanita yang terkena SAR dapat dikaitkan dengan perubahan kadar
hormon selama siklus menstruasi.16 Yogasedana et al. pada tahun 2015 meneliti
distribusi faktor predisposisi terjadinya SAR pada 69 orang dan menemukan bahwa
SAR lebih banyak terjadi pada wanita yaitu 39 orang (56%) dengan faktor
predisposisi ketidakseimbangan hormonal pada siklus menstruasi sebanyak 12 orang
(17,3%).6 Penelitian yang dilakukan oleh Suling et al. pada tahun 2013 pada 66 orang
yang didiagnosis SAR yang terdiri dari 18 pria dan 48 wanita menemukan bahwa 9
orang wanita mengalami SAR dikaitkan dengan siklus menstruasi. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa tingginya angka kejadian SAR pada wanita dibandingkan pria
berhubungan dengan faktor predisposisi ketidakseimbangan hormonal yang lebih
sering dialami oleh wanita pada siklus menstruasinya.14 Penelitian yang dilakukan
oleh Tanadjaya et al. pada tahun 2014 pada 34 pasien SAR menunjukkan bahwa
sebanyak 12 orang (35,29%) mengalami SAR yang dapat dikaitkan dengan hormon
sebagai satu-satunya faktor predisposisi sedangkan sebanyak 13 orang (38,24%)
mengalami SAR yang dapat dikaitkan dengan hormon sebagai salah satu faktor
predisposisi.3
Selama siklus menstruasi, kadar progesteron dapat meningkat dan mencapai
puncaknya, namun akan menurun secara bermakna bila tidak terjadi pembuahan.17
Penurunan kadar progesteron diduga berhubungan dengan terjadinya SAR pada siklus
menstruasi.7 Penelitian yang dilakukan oleh Soetiarto et al. pada tahun 2009
mengenai kadar hormon reproduksi 40 wanita yang mengalami SAR menemukan
bahwa 20 orang menunjukkan kadar hormon progesteron yang kurang dari normal.18
Penelitian yang dilakukan oleh Sumintarti dan Marlina pada tahun 2012 mengenai
hubungan antara kadar estrogen dan progesteron dengan SAR menemukan bahwa
dari 15 wanita sebanyak 6,7% menunjukkan kadar estrogen di atas normal dan 93,3%

Universitas Sumatera Utara


3

menunjukkan kadar estrogen yang normal, sementara itu sebanyak 20% wanita
menunjukkan kadar progesteron yang normal dan 80% menunjukkan kadar
progesteron di bawah normal.19
SAR pada wanita dengan siklus normal ditemukan paling banyak pada fase
luteal dibandingkan dengan fase-fase lain pada siklus menstruasi.3 Hal tersebut
diduga karena pada fase luteal kadar progesteron meningkat lalu menurun kembali
secara bermakna.17 Tandadjaya et al. pada tahun 2014 melakukan penelitian terhadap
34 wanita yang mengalami SAR dengan siklus menstruasi normal. Penelitian tersebut
mendistribusikan kejadian SAR pada setiap fase siklus menstruasi dan menemukan
bahwa SAR terjadi saat fase menstruasi sebanyak 23,53%, fase proliferasi 14,71%,
fase awal-mid luteal 11,76%, dan fase mid-akhir luteal 50%.3 Maheswaran et al. pada
tahun 2015 melakukan penelitian pada 140 mahasiswi dengan siklus menstruasi
normal dan menemukan bahwa sebanyak 30 mahasiswi dapat didiagnosa SAR
dengan yang paling banyak terjadi pada minggu ketiga (fase luteal) yaitu sebanyak 10
orang.8
Dewasa ini, semakin banyak dilaporkan hubungan antara siklus menstruasi
dengan SAR, baik dalam laporan kasus maupun penelitian. Dengan demikian, perlu
dilakukan penelitian untuk menganalisis hubungan siklus menstruasi dengan
terjadinya SAR pada pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sumatera Utara
(RSGM USU).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Masalah Umum
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat dirumuskan dalam
penelitian ini adalah
1. Apakah ada hubungan siklus menstruasi dengan SAR pada pasien RSGM USU?

1.2.2 Masalah Khusus


1. Bagaimana distribusi usia pada subjek penelitian?
2. Bagaimana distribusi gambaran klinis SAR pada kelompok SAR?

Universitas Sumatera Utara


4

3. Bagaimana distribusi faktor predisposisi SAR pada subjek penelitian?


4. Bagaimana distribusi setiap fase siklus menstruasi pada subjek penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
1. Untuk menganalasis hubungan siklus menstruasi dengan SAR pada pasien
RSGM USU.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengevaluasi distribusi usia pada subjek penelitian.
2. Untuk mengevaluasi distribusi gambaran klinis SAR pada kelompok SAR.
3. Untuk mengevaluasi distribusi faktor predisposisi SAR pada subjek
penelitian.
4. Untuk mengevaluasi distribusi setiap fase siklus menstruasi pada subjek
penelitian.

1.4 Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah maka hipotesis dari penelitian ini adalah ada
hubungan siklus menstruasi dengan terjadinya SAR pada pasien RSGM USU.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Bagi ilmu pengetahuan
Dapat memberikan informasi mengenai siklus menstruasi sebagai faktor
predisposisi terjadinya SAR.
2. Bagi penelitian lebih lanjut
Sebagai sumber referensi untuk meneliti lebih lanjut hubungan siklus
menstruasi dengan terjadinya SAR.
3. Bagi masyarakat umum

Universitas Sumatera Utara


5

Dapat memberikan pengetahuan mengenai siklus menstruasi sebagai salah


satu faktor predisposisi SAR.

1.5.2 Manfaat Praktis


1. Bagi dokter gigi
Pemahaman mengenai hubungan faktor predisposisi siklus menstruasi dengan
terjadinya SAR diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi dokter gigi dalam
melakukan edukasi kepada pasien SAR.
2. Bagi pemerintah
Pemerintah diharapkan dapat menyusun program penyuluhan kesehatan
masyarakat mengenai kejadian SAR yang dikaitkan dengan faktor predisposisi siklus
menstruasi.

Universitas Sumatera Utara


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menstruasi
2.1.1 Definisi
Menstruasi atau haid merupakan proses reguler yang dialami oleh wanita,
dengan tanda berupa adanya perdarahan dari uterus (Gambar 1).20 Setiap bulan,
secara periodik wanita yang sedang dalam siklus menstruasi akan mengeluarkan
darah dan sel-sel tubuh yang berasal dari dinding uterus wanita melalui vagina.
Menstruasi pertama kali terjadi pada saat wanita mengalami pubertas yang
merupakan tahap transisi dari masa kanak-kanak menuju kematangan seksual.1,20

Gambar 1. Anatomi uterus atau rahim21

2.1.2 Fisiologi
Dimulainya siklus menstruasi pada wanita tergantung berbagai faktor,
diantaranya adalah kesehatan wanita dan status nutrisi.1 Sebelum wanita memasuki
siklus menstruasi, kadar estrogen menurun berfungsi untuk tumbuh-kembang alat
reproduksi sekunder (pembesaran mamae, depositas lemak sesuai bentuk tubuh
wanita, dan pertumbuhan bulu) dan mempersiapkan uterus (endometrium) agar lebih
matang. Kemudian terjadi perdarahan dari endometrium yang diistilahkan sebagai

Universitas Sumatera Utara


7

menarke. Siklus menstruasi dimulai pada saat wanita menarke.1 Menarke adalah
menstruasi yang pertama kali dialami oleh seorang wanita. Menarke pada umumnya
berlangsung sekitar umur 8-16 tahun (rata-rata 12 tahun).19,20 Perdarahan tersebut
tanpa disertai ovulasi (menstruasi anovulatoir).20 Setelah terjadinya menarke, di
dalam ovarium terjadi tumbuh-kembang folikel primordial sehingga hormon estrogen
mengalami peningkatan. Peningkatan hormon estrogen tersebut menstimulasi
peningkatan Luteinizing Hormone (LH) sehingga terjadi ovulasi.19 Siklus menstruasi
yang normal ditandai dengan terjadinya ovulasi (menstruasi ovulatoris).2 Rata-rata
lamanya perdarahan dari uterus terjadi adalah 3-5 hari dengan jumlah darah yang
dihasilkan dalam sehari sebanyak 30-50 ml.2,19,20
Siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase yaitu fase menstruasi, fase
folikuler/ proliferasi, dan fase sekresi/ luteal yang seluruhnya dikendalikan oleh
interaksi hormon yang disekresikan oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
(Gambar 2).1,2 Hipotalamus akan mensekresikan Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH) yang menstimulasi hipofisis untuk mensekresikan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).20 Meningkatnya kadar FSH dan LH
mengakibatkan perubahan di ovarium dan pertumbuhan folikel antral. Pada folikel
terdapat dua macam sel yaitu sel teka dan sel granulosa. Pada sel teka terdapat
reseptor LH yang akan menstimulasi sel teka mensintesis hormon androgen dan
memasuki sel granulosa. Pada sel granulosa terdapat reseptor FSH yang akan
mengubah hormon androgen tersebut menjadi estrogen.19
Peningkatan estrogen akan menekan sekresi FSH yang menyebabkan hanya
ada satu folikel yang dominan. Folikel tersebut akan membesar dan meningkatkan
hormon estrogen kembali.1 Hal tersebut akan menstimulasi sekresi LH dan
menyebabkan terdapat reseptor LH di sel granulosa.2 Folikel yang membesar akan
pecah dan membentuk korpus luteum. Pembentukan korpus luteum akan mensintesis
progesteron.20

Universitas Sumatera Utara


8

Gambar 2. Perubahan kadar hormon pada wanita


selama siklus menstruasi22

Peningkatan kadar progesteron menyebabkan hambatan sekresi GnRH (FSH


dan LH). Estrogen juga akan menurun tetapi akan meningkat kembali. Perubahan
kadar hormon akan memberi sinyal pada sel telur di dalam indung telur untuk mulai
berkembang. Sel telur yang telah matang akan dilepaskan dari indung telur menuju
tuba falopi dan bergerak ke uterus.20 Proses tersebut disebut dengan ovulasi.19,23
Setelah tujuh hari pasca ovulasi, progesteron dan estrogen akan meningkat.2 Jika
terjadi pembuahan sel telur oleh sperma maka embrio akan mempertahankan korpus
luteum untuk mencegah terjadinya menstruasi.19,23 Jika sel telur tidak dibuahi oleh
sperma maka korpus luteum akan mengalami degenerasi. Selanjutnya, estrogen dan
progesteron akan turun perlahan secara bermakna ketika korpus luteum mengalami
degenerasi.20 Menurunnya kadar progesteron dan estrogen akan menstimulasi sekresi
GnRH dan menandakan masuknya siklus menstruasi berikutnya yaitu dengan
menginduksi lapisan uterus berpisah dari endometrium dan mulai meluruh serta akan
dikeluarkan melalui vagina.2,19,20

Universitas Sumatera Utara


9

2.1.3 Siklus Menstruasi


Siklus menstruasi adalah waktu hari pertama pada fase menstruasi sampai
dengan satu hari sebelum perdarahan menstruasi pada bulan berikutnya dimulai.1,2
Siklus menstruasi ovulatoris biasanya berlangsung dengan panjang siklus selama 24
sampai 35 hari (rata-rata 28 hari) namun terdapat beberapa wanita memiliki siklus
yang tidak teratur.20 Panjang siklus menstruasi dapat bervariasi pada seorang wanita
selama hidupnya. Variasi panjang siklus tergantung pada berbagai hal, diantaranya
yaitu kesehatan fisik, emosi, dan nutrisi wanita tersebut.1 Pada usia 25 tahun, lebih
dari 40% wanita mempunyai panjang siklus menstruasi berkisar antara 25-28 hari.
Lebih dari 60% wanita pada usia 25-35 tahun mempunyai panjang siklus menstruasi
28 hari dengan variasi di antara siklus menstruasi sekitar 15%.2
Siklus menstruasi dapat dibagi menjadi beberapa fase, yaitu:
a. Fase menstruasi adalah fase meluruhnya lapisan endometrium yang
ditandai dengan perdarahan dari uterus dikarenakan kehamilan tidak terjadi.1 Fase ini
berlangsung kira-kira dari hari pertama sampai kelima siklus menstruasi (Gambar
2).20
b. Fase folikuler/ proliferasi adalah fase yang dimulai pada akhir fase
menstruasi dan berakhir pada saat ovulasi. Pada fase ini akan terdapat beberapa
folikel antral yang berkembang namun hanya ada satu folikel dominan.2
Endometrium akan menebal dan terjadi pematangan folikel ovarium yang dikontrol
oleh estrogen.19 Fase ini berlangsung kira-kira dari hari kelima sampai 15 siklus
menstruasi (Gambar 2).20
c. Fase sekresi/ luteal adalah fase yang dimulai pada saat ovulasi dan
berlangsung sampai hari ke 28 siklus menstruasi.20 Pada fase ini, kadar hormon yang
sebelumnya meningkat akan menurun secara bermakna jika tidak terjadi pembuahan.
Hal tersebut diiringi dengan meluruhnya lapisan endometrium yang dikontrol oleh
progesteron.19 Fase luteal terjadi ketika ovulasi selesai. Fase ini berlangsung kira-kira
dari hari ke 15 sampai 28 siklus menstruasi (Gambar 2).20

Universitas Sumatera Utara


10

2.1.4 Perubahan Mukosa Rongga Mulut Akibat Siklus Menstruasi


Mukosa rongga mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks steroid
(Gambar 2).3 Perubahan kadar hormon seks steroid dapat berpengaruh pada
perubahan mekanisme sistem imun yaitu antigen, produksi sitokinin, dan mekanisme
apoptosis dari sel. Hal tersebut juga termasuk pada mukosa rongga mulut.5,10,24
Perubahan kadar hormon pada siklus menstruasi dapat bermanifestasi pada
mukosa rongga mulut. Balan et al. melakukan penelitian pada 40 wanita dengan
siklus menstruasi normal dan mengamati perubahan mukosa rongga mulut yang
terjadi. Perubahan mukosa rongga mulut yang ditemukan dalam penelitian tersebut
adalah SAR (30%), perdarahan gingiva (8%), dan herpes labialis rekuren (5%).15
Perubahan mukosa rongga mulut yang dapat terjadi pada saat siklus
menstruasi adalah:
1. Perdarahan gingiva
Hormon seks steroid mempunyai peran penting dalam memengaruhi
bagaimana respon jaringan periodontal pada plak dan mikroba yang dapat
mengakibatkan berbagai penyakit periodontal.24 Sementara itu, kadar hormon seks
steroid yang meningkat pada saat ovulasi dapat mengakibatkan eksudat gingiva dan
permeabilitas pembuluh darah meningkat sehingga rentan terjadi perdarahan pada
gingiva.15
2. Herpes labialis rekuren
Herpes labialis rekuren terjadi karena aktivasi kembali virus yang telah
laten pada ganglion trigerminal.25 Herpes labialis rekuren rentan terjadi saat siklus
menstruasi karena penurunan sistem imun yang kemudian dapat dipicu oleh trauma,
demam, dan paparan sinar matahari.3
3. Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR)
SAR merupakan ulser pada rongga mulut yang bersifat kambuhan.4 Siklus
menstruasi menyebabkan SAR karena adanya perubahan kadar progesteron.7 Wanita
yang mengalami SAR karena faktor predisposisi siklus menstruasi kemungkinan
besar akan mengalami SAR setiap bulannya.14

Universitas Sumatera Utara


11

2.2 Stomatitis Aftosa Rekuren


2.2.1 Definisi
Stomatitis Afosa Rekuren (SAR) yang disebut juga canker sore, apthous ulcer
atau recurrent aphthae, merupakan salah satu penyakit rongga mulut yang paling
sering terjadi.4,7 SAR ditandai dengan ulser oval atau bulat yang terjadi secara
rekuren.25,26
SAR merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri tetapi dapat
menyebabkan sensasi nyeri dan terbakar. Hal ini dapat mengganggu fungsi rongga
mulut penderitanya.4,5

2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi terjadinya SAR bervariasi tergantung pada populasi yang diteliti.
Pada umumnya, SAR dapat mengenai sekitar 20% populasi dengan peningkatan
dapat mencapai lebih dari 60%.4,5,26 Insiden SAR pada populasi dunia sekitar 2-
66%.27 SAR mengenai lebih dari 100 juta penduduk Amerika. Satu dari lima orang di
Amerika terkena SAR setiap tahunnya. Prevalensi SAR lebih tinggi pada tingkat
sosioekonomi tinggi daripada sosioekonomi rendah.7 Berdasarkan jenis kelamin,
insiden SAR lebih tinggi terjadi pada wanita.7,10,12
Pada umumnya, SAR terjadi pada dekade pertama dan kedua kehidupan.
Insiden SAR akan meningkat seiring pertambahan usia dalam dekade ketiga dan
keempat kehidupan dengan tingkat rekurensi SAR akan berkurang memasuki dekade
ketiga kehidupan.5,26 Sekitar 80% pasien mengalami SAR di bawah usia 30 tahun.23
Pada beberapa kasus, frekuensi dan keparahan SAR akan meningkat seiring
bertambahnya usia.5,26 SAR jarang terjadi pada usia lanjut.28

2.2.3 Faktor Predisposisi


Etiologi SAR terjadi belum diketahui secara pasti tetapi terjadinya SAR
memiliki beberapa faktor predisposisi.5,10 Faktor predisposisi terjadinya SAR dapat
merupakan kombinasi dari beberapa faktor predisposisi lain tersebut.6 Faktor-faktor

Universitas Sumatera Utara


12

tersebut terdiri dari genetik, trauma, obat-obatan, siklus menstruasi, alergi, defiensi
nutrisi, stres, dan penyakit sistemik.4,5,25

2.2.3.1 Genetik
Pada umumnya, SAR yang dipicu oleh faktor predisposisi genetik muncul
pertama kali saat anak-anak dan adanya riwayat SAR dari orang tua.29 SAR yang
dialami oleh orang tua kemungkinan besar akan diturunkan kepada anaknya.14
SAR yang berhubungan dengan faktor genetik terjadi sekitar 24-46%.30 Lebih
dari 40% pasien SAR mempunyai keturunan yang juga terkena SAR.26 Risiko anak
menderita SAR ketika kedua orang tua juga terkena dapat mencapai 90%.4,25,26
Riwayat keluarga menderita SAR lebih sering terjadi pada kembar identik daripada
nonidentik.28
Hubungan terjadinya SAR dengan faktor genetik dari orangtua telah
dibuktikan dengan Human Leukocyte Antigen (HLA) namun sampai saat ini hal
tersebut baru terbukti pada beberapa grup etnik.4,25,28 Faktor predisposisi genetik juga
berhubungan dengan variasi Deoxyribonucleic Acid (DNA) yang tersebar pada gen
manusia. Hal ini khususnya yang berhubungan dengan metabolisme dari sitokin yaitu
interleukin (IL-1β, IL-2, IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IL-12), interferon γ (IFN-γ), dan
Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF-α).30,31
Terjadinya SAR diawali oleh destruksi mukosa yang diperantarai reaksi
imunopatologis dari limfosit T, interleukin, dan TNF-α.25 Antigen harus berkonjugasi
oleh presenting cell sehingga respon imunologik dari sel menjadi terstimulasi.
Tingginya kadar HLA membuat respon imun meningkat dan mengakibatkan individu
terkena SAR.30 Variasi HLA yang telah diteliti berhubungan dengan pasien SAR
adalah HLA-A2, HLA-B5, HLA-B12, HLA-B44, HLA-B51, HLA-B52, HLA-DR7,
dan HLA-DQ.30,31

2.2.3.2 Trauma
Trauma yang dapat mengakibatkan SAR biasanya karena menyikat gigi dan
trauma dari bulu sikat gigi.28,32 Setelah terjadi trauma akan diikuti dengan adanya

Universitas Sumatera Utara


13

edema dan inflamasi.29 Gejala ini langsung disertai oleh munculnya ulser pada daerah
trauma.6 Tidak semua trauma dapat mengakibatkan terjadinya SAR.27 Trauma dapat
menyebabkan SAR hanya pada pasien yang sebelumnya telah mempunyai riwayat
SAR.28
Suling et al., melakukan penelitian pada 66 pasien SAR dan menemukan
bahwa 91,1% pasien diduga terkena SAR disebabkan oleh trauma.14 Yogasedana et
al., melakukan penelitian pada 69 pasien yang didiagnosis SAR dan menemukan
bahwa 53,3% mengaku bahwa lesi tersebut muncul setelah mengalami trauma pada
rongga mulutnya.6

2.2.3.3 Obat-obatan
Abdullah melakukan penelitian pada 282 pasien SAR untuk melihat distribusi
faktor predisposisi SAR. Penelitian tersebut ditemukan bahwa 3,54% pasien sedang
mengkonsumsi antihipertensi, 4,6% sedang mengkonsumsi penghilang rasa sakit, dan
2,48% sedang mengkonsumsi antasida.12
Obat-obatan tertentu berhubungan dengan terjadinya SAR pada rongga
mulut.12 Penggunaan obat-obatan seperti Nonsteroidal Anti-Inflammantory Drugs
(NSAID), beta blocker, calsium channel blocker, alendronate, dan obat kemoterapi
dapat meningkatkan risiko terjadinya SAR pada seseorang.7,26 Mekanisme bagaimana
obat-obatan dapat menyebabkan SAR belum jelas, namun respon imunologi diduga
berkaitan erat dalam hal ini.33

2.2.3.4 Siklus Menstruasi


Jaringan lunak mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks steroid
dalam darah wanita.3 Saat siklus menstruasi, kadar hormon akan mengalami
perubahan. Kadar hormon akan meningkat lalu menurun secara bermakna pada fase
luteal dari siklus menstruasi.17 Penurunan kadar hormon progesteron akan
menghambat maturasi sel epitel yang akan memudahkan terjadinya invasi bakteri
sehingga SAR terjadi.3,10,18

Universitas Sumatera Utara


14

2.2.3.5 Alergi
Beberapa makanan yang diduga dapat menyebabkan SAR adalah kacang,
coklat, kentang goreng, keju, susu, terigu, gandum, kopi, sereal, almond, stoberi,
tomat, lemon, dan nenas.14,27,31 Selain itu, berdasarkan American Academy of Oral
Medicine (AAOM), makanan yang paling sering berhubungan dengan terjadinya
SAR adalah kayu manis dan asam benzoat (dapat ditemukan pada beberapa makanan
dan minuman ringan).7
Terjadinya SAR juga diduga disebabkan oleh reaksi alergi Sodium Lauryl
Sulfate (SLS) yang biasanya ditemukan pada pasta gigi sebagai detergen pembersih.34
Reaksi yang ditimbulkan karena penggunaan SLS adalah terkikisnya lapisan terluar
mukosa yang mengakibatkan jaringan epitel terpapar yang dapat mengakibatkan
terjadinya SAR.35 Alergi terhadap piranti nikel pesawat ortodonti juga dapat
menimbulkan SAR.34
Alergi berhubungan dengan respon imunopatologis.36 Proses imunopatologis
akan melibatkan respon yang diperantarai oleh sel T dan TNF terhadap antigen.
Dalam hal ini antigen tersebut adalah alergen.10

2.2.3.6 Defiensi Nutrisi


Defisiensi nutrisi dapat menyebabkan menipisnya mukosa dan memicu
10
SAR. Faktor nutrisi yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah asam folat, zat
besi, vitamin B1, B2, B6, B12, dan zink.7,29,30 Defisiensi kalsium dan vitamin C juga
dapat menimbulkan SAR namun hal ini juga berhubungan dengan defisiensi vitamin
B1. Peranan nutrisi sebagai salah satu faktor terjadinya SAR sekitar 5-10%.29
Defisiensi vitamin B12, asam folat, dan zat besi terjadi pada 20% pasien SAR.28
Defisiensi nutrisi diduga erat dapat menurunkan sistem imun dan menghambat
sintesis protein pada jaringan.37,38

2.2.3.7 Stres
Stres merupakan suatu reaksi dari wujud hubungan antara kejadian atau
kondisi lingkungan dengan penilaian kognitif individu terhadap tingkat tipe

Universitas Sumatera Utara


15

tantangan, kesulitan, kehilangan, dan ancaman. Stres adalah respon nonspesifik dari
tubuh akibat perubahan sosial.39
Emosional yang ditimbulkan oleh stres dapat berdampak pada kesehatan dan
sistem imun secara menyeluruh.7,31 Saat stres terjadi maka kadar hormon kortisol di
dalam darah akan meningkat. Hal ini menyebabkan jumlah leukosit menjadi
meningkat. Sementara itu, peradangan akan mudah terjadi dan berlanjut
menyebabkan SAR.40,41

2.2.3.8 Penyakit Sistemik


Rongga mulut merupakan cermin yang baik untuk merefleksikan keadaan
sistemik seseorang. Keadaan sistemik yang tidak normal dapat tercermin pada rongga
mulut dengan berbagai manifestasi.14 SAR merupakan salah satu manifestasi adanya
penyakit sistemik.7
Penyakit sistemik yang dapat memicu terjadinya SAR:32,42
 Penyakit gastrointestinal yaitu gangguan gastrointestinal, crohn’s disease,
dan kolitis.
 Gangguan darah yaitu anemia, leukemia, neutropenia, dan diskrasia sel
darah putih.
 Penyakit infeksi yaitu HIV, tuberkolosis, dan sebagainya.
 Penyakit reumatik yaitu sistemik lupus eritematus, sindroma Behcet’s,
sindroma MAGIC (The Mouth and Genital Ulcers with Inflamed
Cartilage), sindroma Sweet, arthitis, sindroma PFAPA (Periodic Fever,
Aphthous Stomatitis, Pharyngitis, and Cervical Adenitis).

2.2.4 Gambaran Klinis


SAR ditandai dengan ulser oval atau bulat dengan dasar keabu-abuan/
kekuning-kuningan dan dikelilingi oleh eritema halo.5 Beberapa literatur menyatakan
bahwa SAR dapat terjadi pada daerah mukosa tidak berkeratin yaitu mukosa bukal,
labial, lidah, palatum lunak, dan dasar mulut. Sebenarnya SAR dapat terjadi

Universitas Sumatera Utara


16

dimanapun dalam rongga mulut. Namun, SAR jarang terjadi pada gingiva cekat dan
palatum keras.4,5,26
SAR diklasifikasikan menjadi tiga tipe berdasarkan gambaran klinisnya, yaitu
SAR minor, mayor, dan herpetiform (Tabel 1). Setiap tipe mempunyai karakteristik,
efek, durasi, dan tingkat keparahan yang berbeda.4,5,10,25

2.2.4.1 SAR Minor


SAR minor (Mikulicz’s aphthae) merupakan tipe SAR yang paling sering
terjadi dengan insiden hampir 80%.4,25 Pada umumnya, SAR minor mengenai mukosa
tidak berkeratin.28 Gambaran klinis SAR minor berupa ulser oval atau bulat, tunggal
atau multipel, diameter kurang dari 10 mm, ditutupi oleh membran abu kekuningan,
dan dikelilingi oleh eritema halo (Gambar 3). Durasi SAR minor selama 7-14 hari
dan sembuh tanpa meninggalkan skar. Tingkat rekurensi SAR minor bervariasi pada
setiap individu. Satu sampai lima lesi dapat terjadi pada setiap episodenya.4,25

Gambar 3. SAR minor5

2.2.4.2 SAR Mayor


SAR mayor disebut juga Sutton’s disease atau Periadenitis Mucosa Necrotica
Recurrens.26 Insiden kejadian SAR mayor lebih sedikit dari pada SAR minor yaitu
sekitar 10%.25

Universitas Sumatera Utara


17

SAR mayor mempunyai diameter lebih dari 10 mm serta lebih sakit dan
mempunyai durasi yang lebih lama daripada SAR minor.4 Inflamasi yang ditimbulkan
SAR mayor juga lebih dalam dari pada SAR minor.26 Durasi terjadinya SAR mayor
sekitar 2-6 minggu dan sembuh dengan dapat meninggalkan skar atau bekas di
jaringan (Gambar 4).25,28 Pada umumnya SAR mayor dapat mengenai mukosa tidak
berkeratin dan berkeratin.7

Gambar 4. SAR mayor5

2.2.4.3 SAR Herpetiform


SAR herpetiform adalah tipe SAR yang paling jarang terjadi dengan insiden
5-10%.7,23 SAR herpetiform mempunyai ulser berukuran kecil yaitu sekitar 1-2 mm.28
Ulser yang ditimbulkan SAR herpetiform multipel yaitu berkisar 5-100 dan dapat
muncul pada waktu yang sama. Ulser dapat bergabung dengan ulser yang lainnya dan
menjadi ulser yang lebih besar (Gambar 5).23 Durasi untuk SAR herpetiform sembuh
adalah lebih dari 1-2 minggu dan pada umumnya tidak meninggalkan skar. SAR
herpetiform dapat berlokasi di mukosa tidak berkeratin maupun berkeratin.26,32

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 5. SAR herpetiform5

Tabel 1. Karakteristik setiap tipe SAR23


Tipe SAR
Karakteristik
Minor Mayor Herpetiform
Onset terjadi
Kedua Pertama dan kedua Ketiga
(dekade)
Jumlah ulser 1-5 1-3 5-20 (sampai 100)
Durasi 7-14 hari 2-6 minggu 7-14 hari
Skar Tidak Ya Tidak
Mukosa tidak
Mukosa berkeratin
berkeratin, Mukosa tidak
Lokasi dan tidak
khususnya mukosa berkeratin
berkeratin
labial dan bukal

2.2.5 Diagnosa
SAR didiagnosa dengan anamnesa dan melihat gambaran ulser melalui
pemeriksaan klinis.7 Anamnesa dari pasien akan didapati keluhan berupa rasa sakit
pada mulutnya, kejadian ulser yang berulang, frekuensi, durasi, dan faktor
predisposisi terjadinya ulser. Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat jumlah
ulser, bentuk, ukuran, daerah tempat terjadi, dan jaringan di sekitar.28,32

Universitas Sumatera Utara


19

Tes spesifik untuk mendiagnosa SAR tidak ada karena SAR dapat didagnosis
dengan melihat gambaran klinis. Biopsi biasanya tidak diperlukan.4,5,7 Biopsi
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa banding dari SAR. Pemeriksaan
laboratorium diindikasikan jika pasien menderita SAR dengan tingkat rekurensi
tinggi atau semakin memburuk.25 Pemeriksaan laboratorium tersebut dapat mencakup
pemeriksaan darah dan pemeriksaan antibodi antinuklear.7

2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan SAR sedikit sulit karena etiologi terjadinya tidak diketahui
secara pasti.6 Salah satu cara untuk menghindari rekurensi SAR adalah dengan
menghindari faktor predisposisinya. Sampai sekarang perawatan SAR hanya untuk
mengurangi gejala, ukuran, dan mempercepat penyembuhan.23,43
Penatalaksanaan dari SAR didahului dengan edukasi karena kebanyakan
pasien tidak mengetahui SAR, penyebab, dan bagaimana menangani gejalanya.
Edukasi pasien adalah kunci penting untuk mengontrol SAR.7
Adapun perawatan yang dapat diberikan kepada penderita SAR adalah
1. Terapi lokal
Pada SAR ringan, perawatan yang dapat diberikan adalah obat kumur
campuran sodium biokarbonat dan air hangat untuk menjaga rongga mulut tetap
bersih.42 Obat kumur dengan kandungan antibiotik seperti Tertrasiklin dapat
mengurangi ukuran, durasi, dan rasa sakit. Klorheksidin glukonat juga adalah obat
kumur yang dapat mengurangi jumlah bakteri dan mempercepat penyembuhan SAR.4
Terapi lokal dapat juga berupa obat topikal dengan kandungan analgesik,
antimikroba, dan anti-inflamasi (steroid dan nonsteroid).43 Steroid topikal dapat
mempercepat waktu penyembuhan dan mengurangi jumlah lesi. Steroid topikal yang
dapat digunakan adalah fluocinonide, betamethasone, clobetasol, dan lain-lain.
Steroid topikal diaplikasikan 2-3 kali dalam sehari setelah makan dan sebelum tidur.4
2. Terapi sistemik
Terapi sistemik bukan merupakan pilihan perawatan utama yang diberikan
untuk pasien SAR. Terapi sistemik hanya diberikan jika SAR yang dialami parah dan

Universitas Sumatera Utara


20

terapi topikal tidak efektif.7,23 Obat-obatan yang dapat diberikan adalah NSAID,
prednisolone, pentoxyphyline, dapsone dan lain sebagainya.4,23,29,43

1.3 Hubungan Siklus Menstruasi dengan SAR


Perubahan kadar hormon pada siklus menstruasi dapat menyebabkan SAR.14
Di rongga mulut terdapat reseptor hormon seks steroid yang dipengaruhi oleh kadar
hormon seks steroid dalam darah sehingga perubahan kadar hormon yang terjadi
dapat menimbulkan efek pada sel atau jaringan yang lain termasuk pada rongga
mulut.24
Siklus menstruasi dapat menyebabkan SAR disebabkan penurunan kadar
progesteron.7 Progesteron yang meningkat lalu menurun secara bermakna saat fase
luteal pada siklus menstruasi akan mengaktivasi gejala SAR.17,28 Kadar progesteron
menurun tersebut dapat menyebabkan faktor self limiting disease berkurang,
polymorphonuclear leukocytes menurun, proses maturasi sel epitel mulut terhambat,
dan permeabilitas vaskuler meningkat. Perubahan permeabilitas vaskuler ini
menyebabkan penipisan mukosa sehingga mudahnya terjadi invasi bakteri yang
menjadi penyebab iritasi dalam rongga mulut, dan akhirnya menyebabkan SAR setiap
siklus menstruasi.3,10,18 Pada beberapa wanita tanda akan datang siklus bulanannya
dapat diprediksi juga dengan munculnya SAR pada rongga mulutnya.14 Oleh karena
itu, SAR hampir tidak pernah diderita oleh wanita hamil kerena peningkatan kadar
progesteron selama kehamilan.7,23

Universitas Sumatera Utara


21

2.4 Kerangka Teori

Siklus menstruasi

• Fase menstruasi
• Fase folikuler/ proliferasi
• Fase sekresi/ luteal

Perubahan kadar hormon

Kelainan rongga mulut

Perdarahan Stomatitis Aftosa Herpes labialis


gingiva Rekuren (SAR) rekuren

SAR SAR SAR


Minor Mayor Herpetiform

Defisiensi
Genetik
nutrisi

Trauma
Stres
Obat-
obatan Penyakit
Sistemik
Alergi

Universitas Sumatera Utara


22

2.5 Kerangka Konsep

Siklus menstruasi
• Fase menstruasi Stomatitis Aftosa Rekuren
• Fase folikuler/ proliferasi (SAR)

• Fase sekresi/ luteal

Universitas Sumatera Utara


23

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain
kasus kontrol. Penelitian ini melakukan pengukuran terhadap kelompok kasus yang
disebut variabel terikat (efek) yaitu subjek dengan SAR (kelompok kasus) dan subjek
tanpa SAR (kelompok kontrol), kemudian secara retrospektif ditelusuri variabel
bebas (risiko) yaitu siklus menstruasi, sehingga dapat menerangkan mengapa kasus
terkena efek, sedangkan kontrol tidak.44

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan
Universitas Sumatera Utara (RSGM USU) yaitu yang beralamat di Jalan Alumni No.
2 Kampus USU, Medan. Pemilihan tempat penelitian ini karena rumah sakit ini
merupakan rumah sakit khusus gigi dan mulut yang banyak menangani kasus-kasus
rongga mulut, dalam hal ini yaitu SAR sehingga dipertimbangkan dapat membantu
peneliti menemukan subjek penelitian yang sesuai dengan kriteria penelitian.

3.2.2 Waktu
Penelitian dilaksanakan dari 13 April 2017 sampai dengan 5 Mei 2017.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung ke RSGM USU
pada tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


24

3.3.2 Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non-probability
purposive sampling yaitu subjek dalam populasi tidak mempunyai kesempatan yang
sama untuk dapat terpilih yang didasari oleh kriteria yang ditentukan oleh peneliti.44

3.3.2.1 Besar Sampel


Besar sampel pada penelitian ini menggunakan persentase terjadinya SAR
yang dihubungkan dengan siklus menstruasi berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Patil et al. yaitu besar prevalensi wanita yang mengalami SAR 56,3%11,
diperoleh sampel dari perhitungan yang menggunakan rumus uji hipotesis dua arah
pada kasus kontrol yaitu:44
n1 = n2 = {Zα 2PQ + Zβ PaQa + PoQo }2
(Pa – Po)2
n1 = n2 = {1,96 2 . 0,356. 0,644 + 1,282 0,15. 0,85 + 0, 563. 0, 43 }2
(0,15 – 0,563)2
n1 = n2 = 27

Dimana,
n = Besar sampel minimum
Zα = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu (1,96)
Zβ = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada β tertentu (1,282)
Po = Proporsi di populasi. Proporsi kejadian SAR pada wanita 56, 3%10
Pa = Perkiraan proporsi populasi. Proporsi kejadian SAR yang berhubungan
dengan siklus menstruasi yang diharapkan (15%)
P = ½ (P1 + P2)
Q =1-P
Perhitungan besar sampel diperoleh jumlah sampel minimum adalah 27.
Untuk menghindari bias penelitian, jumlah sampel ditambah 10% dari jumlah sampel
minimum menjadi 30 orang pada kelompok SAR (kasus) dan 30 orang pada
kelompok tanpa SAR (kontrol).

Universitas Sumatera Utara


25

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi kelompok kasus dalam penelitian ini adalah
1. Pasien dengan siklus menstruasi normal yaitu yang memiliki lama siklus
menstruasi 24-35 hari dan mengalami menstruasi (perdarahan dari uterus) selama 3-5
hari
2. Pasien yang menderita SAR
3. Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian

Kriteria inklusi kelompok kontrol dalam penelitian ini adalah


1. Pasien dengan siklus menstruasi normal
2. Pasien yang tidak menderita SAR
3. Pasien yang usianya sesuai (matching) dengan kelompok kasus
4. Pasien yang bersedia menjadi subjek penelitian

3.4.2 Kriteria Eksklusi


Kriteria eksklusi kelompok kasus dan kelompok kontrol dalam penelitian ini
adalah
1. Pasien yang tidak mengikuti seluruh prosedur pengumpulan data penelitian

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah siklus menstruasi.

3.5.2 Variabel Terikat


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah SAR.

Universitas Sumatera Utara


26

3.6 Definisi Operasional

Cara
Definisi Alat Ukur Skala
Variabel Ukur
Operasional Ukur
Proses reguler
Bebas
setiap 24-35 hari
yang dialami Kategorik
wanita yang dengan data
terdiri dari fase nominal yaitu
Siklus menstruasi, fase Pengisian Kuesioner, fase
menstruasi folikuler, dan fase kuesioner kalender menstruasi,
luteal yang fase folikuler,
ditandai dengan atau fase
perdarahan dari luteal.15
uterus selama 3-5
hari.1,2,20

Pengisian
Fase dalam siklus
kuesioner
menstruasi yang Kategorik
dan
ditandai dengan dengan data
Fase perhitung- Kuesioner,
perdarahan dari nominal yaitu
menstruasi an kalender
uterus, terjadi dari ya atau
perkiraan
hari pertama tidak.8,15
fase
sampai kelima.20
menstruasi

Universitas Sumatera Utara


27

Cara
Definisi Alat Ukur Skala
Variabel Ukur
Operasional Ukur

Pengisian
kuesioner
Fase dalam siklus
dan
menstruasi yang Kategorik
perhitung-
Fase terjadi pada hari dengan data
an Kuesioner,
folikuler/ keenam sampai nominal yaitu
perkiraan kalender
proliferasi ke-15 sejak hari ya atau
fase
pertama fase tidak.8,15
folikuler/
menstruasi.20
proliferasi.

Pengisian
Fase dalam siklus kuesioner
menstruasi yang dan Kategorik
Fase terjadi pada hari perhitung- dengan data
Kuesioner,
sekresi/ ke-16 sampai ke- an nominal yaitu
kalender
luteal 35 sejak hari perkiraan ya atau
pertama fase fase tidak.8,15
menstruasi.20 sekresi/
luteal.

Universitas Sumatera Utara


28

Cara
Definisi Alat Ukur Skala
Variabel Ukur
Operasional Ukur

Terikat
Penyakit rongga
mulut yang secara
Pemerik-
klinis ditandai
saan klinis
ulser oval/bulat,
dengan Kaca
berulang, dasar
melihat mulut,
keabu-abuan/
SAR ada lembar Kategorik
kekuning-
tidaknya pemerik-
kuningan, dan
SAR pada saan
dikelilingi oleh
rongga
eritema halo,
mulut
dengan penyebab
yang tidak
diketahui. 4

3.7 Sarana Penelitian


3.7.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Kuesioner
2. Lembar pemeriksaan
3. Kalender
4. Kaca mulut
5. Jangka
6. Penggaris
7. Nirbeken
8. Alat tulis

Universitas Sumatera Utara


29

3.7.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Desinfektan
2. Masker
3. Sarung tangan

3.8 Prosedur Penelitian


3.8.1 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada pasien RSGM USU. Pasien yang
memenuhi kriteria pada kelompok kasus diberikan penjelasan tentang penelitian yang
akan dilakukan dan ditanyakan kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian.
Setelah pasien menyatakan setuju, pasien diminta menandatangani informed consent.
Semua subjek diberikan kuesioner yang menanyakan data demografi, faktor
predisposisi terjadinya SAR, dan riwayat siklus menstruasi. Setiap subjek kemudian
dilakukan pemeriksaan klinis untuk melihat gambaran klinis SAR pada rongga
mulutnya.
Peneliti mencari subjek pada kelompok kontrol dengan menyesuaikan usia
subjek pada kelompok kontrol dan kelompok kasus (matching usia). Pasien yang
memenuhi kriteria pada kelompok kontrol diberikan penjelasan tentang penelitian
yang akan dilakukan dan ditanyakan kesediaannya untuk menjadi subjek penelitian.
Setelah pasien menyatakan setuju, pasien diminta menandatangani informed consent.
Semua subjek diberikan kuesioner yang menayakan data demografi, faktor
predisposisi terjadinya SAR, dan riwayat siklus menstruasi.

3.8.2 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi.

Universitas Sumatera Utara


30

3.9 Analisis Data


3.9.1 Data Univariat
Data univariat akan dihitung dalam bentuk persentasi. Data univariat disajikan
dalam bentuk tabel yang meliputi
1. Distribusi frekuensi usia subjek penelitian pada subjek penelitian
2. Distribusi frekuensi gambaran klinis SAR pada kelompok SAR.
3. Distribusi frekuensi faktor predisposisi SAR pada subjek penelitian.
4. Distribusi frekuensi setiap fase siklus menstruasi pada subjek penelitian.

3.9.2 Data Bivariat


Analisis bivariat penelitian ini disajikan dalam tabel tabulasi silang antara:
1. Hubungan siklus menstruasi dengan SAR. Analisis data dalam hal ini akan
menggunakan uji Chi Square.

3.10 Etika Penelitian


Etika penelitian pada penelitian ini mencakup
1. Ethical Clearance
Peneliti mengajukan lembar persetujuan pelaksanaan penelitian pada Komisi
Etik Penelitian Kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat nasional maupun
internasional.
2. Informed Consent
Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar informed consent
yang berisi informasi kegiatan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, dan
kompensasi atas kerugian waktu. Bagi responden yang setuju, dimohonkan untuk
menandatangani informed consent agar dapat ikut berpartisipasi dalam kegiatan
penelitian.
3. Kerahasiaan
Data yang terkumpul dalam penelitian ini dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti karena data yang ditampilkan dalam bentuk data kelompok bukan data
pribadi subjek penelitian.

Universitas Sumatera Utara


31

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Distribusi Frekuensi Usia pada Subjek Penelitian


Tabel 2 menunjukkan distribusi frekuensi usia pada subjek penelitian. Usia
16-20 pada kelompok SAR ditemukan sebanyak 12 orang (40%), sedangkan pada
kelompok tanpa SAR sebanyak 11 orang (36,7%). Usia 21-25 tahun, pada kelompok
SAR ditemukan sebanyak 18 orang (60%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR
sebanyak 19 orang (63,3%).

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Usia pada Subjek Penelitian


Kasus Kontrol
Usia (Tahun)
n % n %

16-20 12 40 11 36,7

21-25 18 60 19 63,3

Total 30 100 30 100

4.2 Distribusi Frekuensi Gambaran Klinis SAR pada Kelompok SAR


Distribusi frekuensi gambaran klinis SAR diperoleh dari kelompok dengan
SAR. Daerah mukosa mulut yang terkena lesi ulser paling banyak adalah mukosa
labial yaitu sebanyak 22 lesi (67%). Mukosa bukal terkena lesi ulser sebanyak 6 lesi
(18%) dan lidah sebanyak 5 lesi (15%). Berdasarkan tipe SAR, subjek yang
menderita SAR minor sebanyak 28 orang (94%), SAR mayor sebanyak 2 orang (6%),
dan tidak ditemukan subjek yang menderita SAR herpetiform.

Universitas Sumatera Utara


32

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gambaran Klinis SAR pada


Kelompok SAR
Gambaran Klinis SAR n %
Lokasi
- Mukosa labial 22 67%
- Mukosa bukal 6 18%
- Dasar mulut 0 0%
- Lidah 5 15%
- Gingiva 0 0%
- Palatum 0 0%
Total 33 100%
Tipe
- SAR minor 28 94%
- SAR mayor 2 6%
- SAR herpetiform 0 0%
Total 30 100%

4.3 Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi SAR pada Subjek Penelitian


Tabel 4 menunjukkan distribusi frekuensi faktor predisposisi SAR pada
subjek penelitian. Siklus menstruasi terdapat pada kelompok SAR sebanyak 14 orang
(46,7%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 8 orang (26,7%). Siklus
menstruasi disertai dengan stres terdapat pada kelompok SAR sebanyak 4 orang
(13,3%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 8 orang (26,7%). Siklus
menstruasi disertai dengan trauma terdapat pada kelompok SAR sebanyak 3 orang
(10%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR tidak ditemukan. Faktor predisposisi
siklus menstruasi disertai dengan genetik terdapat pada kelompok SAR sebanyak 3
orang (10%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR tidak ditemukan. Siklus
menstruasi disertai dengan alergi tidak ditemukan pada kelompok SAR sedangkan
pada kelompok tanpa SAR sebanyak 1 orang (3,3%). Siklus menstruasi disertai

Universitas Sumatera Utara


33

dengan stres dan trauma terdapat pada kelompok SAR sebanyak 4 orang (13,3%)
sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 7 orang (23,3%). Siklus menstruasi
disertai dengan stres dan genetik terdapat pada kelompok SAR sebanyak 1 orang
(3,3%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 4 orang (13,3%). Siklus
menstruasi disertai dengan stres, trauma, dan genetik terdapat pada kelompok SAR
sebanyak 1 orang (3,3%) sedangkan pada kelompok tanpa SAR tidak ditemukan.
Siklus menstruasi disertai dengan stres, genetik, dan alergi tidak ditemukan pada
kelompok SAR sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 1 orang (3,3%).
Siklus menstruasi disertai dengan stres, trauma, dan obat-obatan tidak ditemukan
pada kelompok SAR sedangkan pada kelompok tanpa SAR sebanyak 1 orang (3,3%).

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Faktor Predisposisi SAR pada Subjek Penelitian

Faktor Predisposisi Kasus Kontrol

Siklus Menstruasi n % n %

Siklus menstruasi 14 46,7 8 26,7

Siklus menstruasi + stres 4 13,3 8 26,7

Siklus menstruasi + trauma 3 10,0 0 0

Siklus menstruasi + genetik 3 10,0 0 0

Siklus menstruasi + alergi 0 0 1 3,3


Siklus menstruasi + stres +
4 13,3 7 23,3
trauma
Siklus menstruasi + stres +
1 3,3 4 13,3
genetik
Siklus menstruasi + stres +
1 3,3 0 0
trauma + genetik
Siklus menstruasi + stres +
genetik + alergi 0 0 1 3,3
Siklus menstruasi + stres +
0 0 1 3,3
trauma + obat

Total 30 100 30 100

Universitas Sumatera Utara


34

4.4 Distribusi Frekuensi Setiap Fase Siklus Menstruasi pada Subjek


Penelitian
Tabel 6 menunjukkan distribusi frekuensi setiap fase siklus menstruasi pada
subjek penelitian. Pada kelompok SAR ditemukan 3 orang (10%) pada fase
menstruasi, 2 orang (6,7%) pada fase proliferasi, dan 25 orang (83,3%) pada fase
luteal. Distribusi frekuensi setiap fase siklus menstruasi pada subjek penelitian pada
kelompok tanpa SAR adalah 5 orang (16,7%) pada fase menstruasi, 7 orang (23,3%)
pada fase proliferasi, dan 18 orang (60%) pada fase luteal. Data jumlah subjek
penelitian pada fase luteal lebih banyak dibandingkan dengan subjek penelitian pada
fase menstruasi dan proliferasi.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Setiap Fase Siklus Menstruasi pada Subjek Penelitian
Kasus Kontrol
Fase Siklus Menstruasi
n % n %
Fase menstruasi 3 10 5 16,7
Fase folikuler/ proliferasi 2 6,7 7 23,3
Fase sekresi/ luteal 25 83,3 18 60
Total 30 100 30 100

4.5 Hubungan Siklus Menstruasi dengan SAR


Tabel 6 menunjukkan subjek paling banyak dijumpai pada fase luteal terdapat
pada kelompok SAR yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara siklus menstruasi dengan
SAR dimana subjek penelitian yang dalam fase luteal siklus menstruasi berisiko 3,3
kali mengalami SAR dibandingkan subjek penelitian yang berada dalam fase
menstruasi dan folikuler (p=0,045, OR=3,3).

Universitas Sumatera Utara


35

Tabel 6. Hubungan Siklus Menstruasi dengan Stomatitis Aftosa Rekuren


Stomatitis Aftosa
Rekuren Jumlah
Siklus OR
p
Menstruasi Kasus Kontrol (IK 95%)

n % n % n %
Fase Menstruasi 3 10 5 16,7 8 13,3

Fase Folikuler/
2 6,7 7 23,3 9 15
Proliferasi 3,33
0,045
Fase Sekresi/ (0,99 – 11,13)
25 83,3 18 60 43 71,7
Luteal

Total 30 100 30 100 60 100

Universitas Sumatera Utara


36

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari hubungan siklus menstruasi


dengan kejadian SAR. Subjek penelitian ini terdiri dari wanita dengan siklus
menstruasi normal yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang
menderita SAR (kelompok kasus) dan kelompok yang tidak menderita SAR
(kelompok kontrol). Hubungan siklus menstruasi terhadap terjadinya SAR telah
banyak dikemukakan. Dengan demikian, SAR lebih banyak ditemukan pada wanita
daripada pria disebabkan oleh siklus menstruasi yang dimiliki oleh wanita.10
Penderita SAR yang ditemukan dalam penelitian ini paling banyak pada usia
21-26 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa insiden SAR
akan meningkat seiring pertambahan usia dalam dekade ketiga kehidupan.5 Pada
penelitian ini tidak ditemukan penderita SAR pada usia 30 tahun ke atas. Hal ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa SAR dominan terjadi di bawah usia
30 tahun.5,26
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lokasi SAR yang paling banyak
ditemukan pada mukosa labial. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan
bahwa SAR paling sering terjadi pada mukosa labial.4,5,26 Hal ini juga sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Shijithmalayil, et al. yang memperoleh bahwa mukosa
labial paling dominan terkena SAR. Hal ini dikarenakan struktur mukosa labial yang
tipis dan rentan terkena trauma.45
Pada penelitian ini SAR minor merupakan SAR yang paling dominan
ditemukan. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa SAR minor
adalah tipe SAR yang paling sering terjadi.4,25 Thantawi, et al. melaporkan sebuah
kasus mengenai seorang pasien wanita yang selalu mengalami SAR minor pada
rongga mulut di setiap siklus menstruasinya pada masa sebelum fase menstruasi
dalam tiga tahun terakhir.46

Universitas Sumatera Utara


37

Pada penelitian ini ditemukan distribusi faktor predisposisi terjadinya SAR


lebih banyak ditemukan jika siklus menstruasi disertai dengan faktor predisposisi
lain. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa SAR terjadi dapat
merupakan kombinasi dari faktor predisposisi lain.6 Faktor predisposisi lain
terjadinya SAR adalah genetik, trauma, obat-obatan, alergi, penyakit sistemik, dan
stres. Salah satu faktor predisposisi dapat memengaruhi adanya faktor predisposisi
lain.4,5,25
Siklus menstruasi menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya SAR
karena adanya perubahan kadar hormon seks steroid pada setiap fasenya.14 Mukosa
rongga mulut sensitif terhadap perubahan kadar hormon seks steroid karena adanya
reseptor hormon seks steroid pada rongga mulut.24 Salah satu manifestasi perubahan
hormon tersebut pada rongga mulut adalah SAR. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Balan et al. yang memperoleh bahwa SAR adalah kelainan
mukosa mulut yang paling sering dijumpai pada setiap siklus menstruasi.15 Hasil
penelitian Nassaji dan Ghorbani juga menyatakan bahwa siklus menstruasi
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya SAR.16
Siklus menstruasi terdiri dari beberapa fase yaitu fase menstruasi, fase
folikuler/ proliferasi, dan fase sekresi/ luteal.1,2 Penelitian ini menemukan 3 orang
(10%) terkena SAR pada fase menstruasi. Hal ini berarti wanita dalam fase
menstruasi tidak terlalu rentan terkena SAR. Hal ini juga sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa pada fase menstruasi kadar hormon akan meningkat untuk
kembali stabil.2,19
Data yang diperoleh dalam penelitian ini menemukan distribusi penyebaran
SAR pada fase proliferasi sebanyak 2 orang (6,7%) yang merupakan distribusi
kejadian SAR terendah. Hal ini sesuai dengan penelitian Tandadjaya et al. yang juga
menemukan distribusi kejadian SAR paling rendah ditemukan pada fase proliferasi.3
Hal ini juga sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar hormon seks
steroid pada umumnya akan stabil saat wanita berada pada fase proliferasi.1,2,20
Data yang diperoleh dalam penelitian ini ditemukan bahwa distribusi
penyebaran SAR paling banyak berada pada fase luteal yaitu sebanyak 25 orang

Universitas Sumatera Utara


38

(83,3%). SAR pada wanita paling rentan terjadi pada fase luteal. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tandadjaya et al. dan Maheswaran et al. yang
juga melihat distribusi penyebaran SAR pada setiap fase siklus menstruasi dan
memperoleh bahwa SAR paling banyak terjadi pada fase luteal.3,8 SAR paling
dominan terjadi pada fase luteal karena kadar hormon seks steroid yang sebelumnya
meningkat akan menurun secara bermakna jika tidak terjadi pembuahan.20
Penelitian ini memperoleh data bahwa siklus menstruasi mempunyai
hubungan yang signifikan terhadap terjadinya SAR dimana subjek yang sedang
dalam fase luteal berisiko 3,3 kali terkena SAR. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Soetiarto et al. yang memperoleh risiko 3,2 kali.17 Hal ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Maheswaran et al. yang memperoleh
hubungan yang signifikan antara fase luteal dan kejadian SAR.8 Lapisan
endometrium akan meluruh pada fase luteal yang dikontrol oleh progesteron.19 Pada
fase luteal terjadi peningkatan hormon progesteron lalu penurunan secara bermakna
yang menjadi penyebab rentannya SAR terjadi pada fase ini.7 Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Soetiarto et al. yang memperoleh bahwa SAR paling
banyak terjadi pada wanita dengan kadar progesteron sedang berada di bawah
normal.17 Sumintarti dan Marlina juga memperoleh bahwa SAR terjadi disebabkan
oleh penurunan kadar progesteron.18 Hal ini juga sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa terjadinya SAR diduga karena penurunan kadar progesteron di
dalam darah.7 Penurunan kadar progesteron akan mengakibatkan faktor self limiting
disease menurun, polymorphonuclear leukocytes menurun, proses maturasi sel epitel
mulut terhambat, dan permeabilitas vaskuler terhambat. Perubahan permeabilitas
vaskuler ini menyebabkan penipisan mukosa sehingga mudahnya terjadi invasi
bakteri, iritasi, atau radang sehingga SAR terjadi.3,10,18

Universitas Sumatera Utara


39

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan adalah
siklus menstruasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan SAR dimana subjek
penelitian yang sedang dalam fase luteal berisiko 3,3 kali untuk mengalami SAR
dibandingkan subjek yang berada pada fase menstruasi dan folikuler.

6.2 Saran
1. Penelitian ini hanya menggunakan alat ukur berupa kuesioner, oleh karena
itu diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dengan siklus mentruasi
sebagai faktor predisposisi terjadinya SAR dengan lebih spesifik yaitu dengan
pengukuran kadar hormon seks steroid pada penderita SAR. Hal ini dikarenakan SAR
yang berhubungan dengan siklus mentruasi berhubungan dengan perubahan kadar
hormon seks steroid di dalam darah pada siklus mentruasi.
2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan pertimbangan dalam
pemilihan kelompok kasus dan kelompok kontrol yaitu dilakukan pada wanita dengan
siklus menstruasi dan wanita yang sudah tidak dalam siklus mentruasi (tidak
mengalami haid lagi).
3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan pertimbangan dengan
mengeliminasi faktor predisposisi SAR lainnya.
4. Bagi masyarakat terutama para wanita yang menderita SAR pada setiap
siklus menstruasinya diharapkan agar tetap menjaga kebersihan rongga mulut.

Universitas Sumatera Utara


40

DAFTAR PUSTAKA

1. Saryono, Sejati W. Sindrom premenstruasi. Yogyakarta: Nuha Medika, 2009: 5-


13.
2. Samsulhadi. Haid dan siklusnya. Dalam: Anwar M, Baziad A, Prabowo RP eds.
Ilmu kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2011: 73-
89.
3. Tandadjaja AK, Hernawan I, Jusri M. Pravalensi stomatitis aftosa rekuren pada
wanita yang masih mengalami menstruasi dengan siklus normal di RSGM
Universitas Airlangga bulan Juli-September 2014. O Med Dent J 2015; 7 (1): 61-
5.
4. Woo SB, Greenberg MS. Ulcerative, vesicular, and bullous lesions. In: Burket’s
oral medicine. Edisi 11. Hamilton: DC Decker Inc, 2008: 57-60.
5. Bruch JM, Treister NS. Clinical oral medicine and pathology. New York:
Humana Press, 2010: 53.
6. Yogasedara MA, Mariati NW, Leman MA. Angka kejadian stomatitis aftosa
rekuren (SAR) ditinjau dari faktor etiologi di RSGMP FK UNSRAT tahun 2014.
J e-Gigi 2015; 3 (2): 278-4.
7. Dowst-Mayo L. Demystifying phenomenon of apthous ulcers. Maret 2013.
www.rdmag.com/content/dam/rdh/print-articles/volume%2033/issue%203/
1212cei_ulcers_RDH_final.pdf. Desember 2016.
8. Maheswaran T, Yamunadevi A, Ilayaraja V, Dineshshankar J,
Yoithapprabhunath TR, Ganapathy N. Correlation between menstrual cycle and
the onset of recurrent apthous stomatitis. J Indian Acad Dent Spec Res 2015; 2:
25-6.
9. Yusran A, Marlina E, Sumintarti. Adanya korelasi kadar TNF antara
pemeriksaan hapusan lesi dengan pembuluh darah perifer pasien stomatitis aftosa
rekuren. Dentofasial 2011; 10 (2): 71-5.
10. Langlais RP, Miller CS, Nield GJS. Lesi mulut yang sering ditemukan. Edisi 4.
Jakarta: EGC, 2013: 172.

Universitas Sumatera Utara


41

11. Kurklu-Gurleyen E, Ogut-Erisen M, Cakir O, Uysal O, Ak G. Quality of life in


patients with recurrent aphthous stomatitis treated with a mucoadhesive patch
containing cimis essential oil. Dove Press J 2016; 10: 967-73.
12. Abdullah MJ. Pravalence of recurrent apthous ulceration experience in patients
attending Piramid dental speciality in Sulaimani City. J Clin Exp Dent 2013; 5
(2): 89-94.
13. Patil S, Reddy SN, Maheswari S, Khandelwal S, Shruthi D, Doni B. Pravalence
of recurrent aphthous ulceration in the Indian population. J Clin Exp Dent 2014;
6 (1): 36-40.
14. Suling PL, Tumewo E, Soewantoro J, Y Anom, Darmanto AY. Angka kejadian
lesi yang diduga sebagai stomatitis aftosa rekuren pada mahasiswa program studi
kedokteran gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. J e-Gigi 2013;
11 (2): 1-8.
15. Balan U, Gonsalves N, Jose M, Girish KL. Symptomatic changes of oral mucosa
during normal hormonal turnover in healthy young menstruating women. J
Contemp Dent Pract 2012; 13 (2): 178-81.
16. Nassaji M, Ghorbani R. Risk factors associated with minor recurrent aphthous
ulcers in adult population of Semnan City in Iran: an epidemiological study.
Asian J O Health & Allied Sciences 2012; 2 (1): 3-7.
17. Soetiarto F, Maria A, Utami S. Hubungan antara recurrent aphthae atomatitis dan
kadar hormon reproduksi wanita. Bul Penelit Kesehat 2009; 37 (2): 79-86.
18. Sumintarti, Erni Marlina. Hubungan antara level estradiol dan progesteron
dengan stomatitis aftosa rekuren. Dentofasial 2012; 11 (3): 137-41.
19. Manuaba SK, Manuaba AC, Manuaba BG, Manuaba IB. Buku ajar ginekologi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010: 25-35.
20. Norwitz ER, Schorge JO. At a glance obstetri dan ginekologi. Trans. Artsiyanti
D Jakarta: Erlangga, 2008:12-3.
21. Budisma. Fungsi uterus dalam sistem reproduksi. April 2015.
http://budisma.net/2015/04/fungsi-uterus-dalam-sistem-reproduksi.html.
Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara


42

22. Clayton GS. Menstruation. Oktober 2008. http://www.britannica.com/science/


menstruation#ref607154. Desember 2016.
23. Tarakji B, Gazal G, Al-Maweri SA, Azzeghaiby SN, Alaizari N. Guideline for
the diagnosis and treatment of recurrent aphthous stomatitis for dental
practitioners. J Int Oral Health 2015; 7(5): 74-80.
24. Narkou E, Eleana B, Lazaros T, Antonios K. The influence of sex steroid
hormone on gingiva of women. The Open Dent J 2009; 3: 114-9.
25. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral and maxillofacial
pathology. Ed 3. Philadelphia: W. B. Saunders, 2008: 240, 331-6.
26. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RCK. Oral pathology: clinical pathologic
correlation. Ed 5. Philadelphia : Elsevier, 2008: 38-42.
27. Mirowski GW. Aphthous stomatitis. Februari 2016. http://emedicine.medscape.
com/article/1075570-overview#a6. Desember 2016.
28. Cawson RA, Odell EW. Oral pathology and oral medicine. Ed 7. Philadelphia:
Elsevier, 2008: 220-4.
29. Akintoye SO, Greenberg MS. Recurrent aphthous stomatitis. Dent Clin North
Am 2014; 58 (2): 281-97.
30. Slebioda Z, Szponar E, Kowaiska A. Recurrent aphthous stomatitis: genetic
aspect of etiology. Postepy Dermatologii i Alergologii 2013; 30 (2): 96-102.
31. Slebioda Z, Szponar E. Etiopathogenesis of recurrent aphthous stomatitis and the
role of immunologic aspect: literature review. Arch Immunol Ther Exp 2014; 62:
205-15.
32. Ujevic A, Lugovic-Mihic L, Situm M, Ljubesic L, Mihic J, Troskot N. Aphthous
ulcers as a multifactorial problems. Acta Clin Croat 2013; 52: 213-21.
33. Jinba Y, Demitsu T. Oral ulceration due to drug medication. J Dent Sci Review
2014; 50: 40-6.
34. Beguerie JR, Sabas M. Recurrent aphthous stomatitis. J Dermatology Nurses
Assoc 2015; 7 (1): 8-12.

Universitas Sumatera Utara


43

35. Albanidou-Farmaki E, Deligiannidis A, Markopoulos AK, Katsares V, Farmakis


K, Parapanissiou E. HLA haplotypes in recurrent aphthous stomatitis a mode of
inheritance? Int J Immunogenetics 2008; 35: 427-32.
36. Wardhana, Datau EA. Recurrent aphthous stomatitis caused by food alergy. J
Intern Med 2010; 42 (4): 236-40.
37. Kozlak ST, Walsh SJ, Lalla RV. Reduced dietary intake of vitamin B12 and
folate in patients with recurrent aphthous stomatitis. J Oral Pathol Med 2010; 39
(5): 420-3.
38. Ozler GS. Zinc deficiency in patients with recurrent aphthous stomatitis: a pilot
study. The J Laryngology & Otology 2014; 128: 531-3.
39. Junhar MG, Suling PL, Supit ASR. Gambaran stomatitis aftosa rekuren dan stres
pada narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II B Bitung. J eG 2015;
3(1):100-6.
40. Nadendla LK, Meduri V, Paramkusam G, Pachava KR. Relationship of salivary
cortisol and anxiety in recurrent aphthous stomatitis. Indian J Endocrinol Metab
2015; 19 (1): 56-9.
41. Rao NK, Vundavalli S, Sirisha NR, Jayasree CH, Sindhura G, Radhika D. The
association between psychological stress and recurrent aphthous stomatitis
among medical and dental student cohorts in an educational set up in India. J
Indian Association of Public Health Dentistry 2015; 13 (2): 133-7.
42. Matute GR, Alonso ER. Recurrent aphthous stomatitis in rheumatology.
Reumatol Clin 2011; 7 (5): 323-8.
43. Vijayabala GS, Kalappanavar AN, Annigeri RG, Sudarshan R. Past and present
concept in the management of recurrent aphthous ulcers: a review. J Pharm
Biomed Sci 2013; 30(30): 40-9.
44. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Ed 4.
Jakarta: Sagung Seto, 2013: 100, 130-44.
45. Shijithmalayil, Thomas J, Mol PR, Vineet DR, Thomas S, Vivek V. Frequency
of patients presenting with recurrent apthous stomatitis: a pilot study. J Dent and
Med Sci 2014; 13 (VIII): 63-6.

Universitas Sumatera Utara


44

46. Thantawi A, Khairiati, Nova MM, Marlisa S, Abu Bakar. Stomatitis aphtosa
rekuren minor multiple pre menstruasi (laporan kasus). Odonto Dent J 2014;
1(2): 57-60.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBYEK PENELITIAN

Salam sejahtera,

Bersama ini saya akan memperkenalkan diri saya, saya Eva Riris M. S. Kalit
adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Saya
sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Siklus Menstruasi dengan
Stomatitis Aftosa Rekuren pada Pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut
Universitas Sumatera Utara.”
Latar belakang penelitian ini dilakukan karena SAR yang lebih dikenal
dengan sariawan merupakan suatu penyakit rongga mulut yang paling sering terjadi
namun penyebabnya belum diketahui secara pasti. Salah satu faktor predisposisi
terjadinya SAR adalah siklus menstruasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan siklus menstruasi dengan terjadinya SAR pada pasien RSGMP
USU. Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan atau kontribusi
bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang
ilmu penyakit mulut dalam hal mengetahui faktor risiko terjadinya SAR.
Jumlah sampel yang diperkirakan dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 60
orang yaitu 30 kelompok dengan SAR dan 30 kelompok tanpa SAR. Alasan saya
memilih Saudari dalam penelitian ini karena Saudari sesuai dengan kriteria sampel
saya.
Prosedur penelitian ini adalah dengan pencatatan identitas dan data faktor
predisposisi SAR Saudari dan pemeriksaan rongga mulut dengan menggunakan kaca
mulut jika Saudari berada pada kelompok dengan SAR. Pencatatan identitas Saudari
berupa nama dan usia. Pengisian data faktor predisposisi berupa factor yang
memungkinkan terjadinya SAR pada rongga mulut Saudari yang juga meliputi
riwayat siklus menstruasi yang Saudari alami. Pemeriksaan yang akan saya lakukan

Universitas Sumatera Utara


meliputi menghitung jumlah SAR, mengukur lebar diameter SAR, dan melihat lokasi
SAR.
Penelitian ini tidak akan menimbulkan efek samping dan tidak akan
mengubah kondisi rongga mulut Saudari. Data yang akan diperoleh nantinya akan
saya simpan dan jamin kerahasiaannya. Partisipasi Saudari dalam penelitian ini
sangat saya hargai. Sebagai tanda terimakasih atas partisipasi Saudari dalam
penelitian ini, saya akan memberikan suvenir berupa cermin dan vitamin Becom
C®secara gratis setelah prosedur penelitian selesai.
Partisipasi Saudari dalam penelitian ini adalah secara sukarela dan tanpa
paksaan. Saudari dapat mengundurkan diri setiap saat tanpa ada akibat yang
ditimbulkan. Apabila Saudari mengalami keluhan yang disebabkan oleh penelitian
ini, Saudari dapat menghubungi saya di Jalan Menteng VII Gg Seroja No. 11 Medan/
085362314626.
Demikian lembar penjelasan ini saya buat. Atas bantuan, partisipasi, dan
kesediaan waktu yang Saudari berikan, saya ucapkan terimakasih.

Peneliti

(Eva Riris M. S. Kalit)

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN


(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama :
Usia :
Alamat :
No. Telp/ HP :
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap maka dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan, saya menandatangani dan menyatakan bersedia
berpartisipasi dalam penelitian yang berjudul:
“HUBUNGAN SIKLUS MENSTRUASI DENGAN
STOMATITIS AFTOSA REKUREN PADA PASIEN
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA”

Medan, 2017
Peneliti Saksi

(Eva Riris M. S. Kalit) ( )

Peserta Penelitian

( )

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN PENYAKIT MULUT
Jalan Alumni No. 2 Kampus USU
(061) 8216131 Medan 20155

LEMBAR PENGUMPULAN DATA


“HUBUNGAN SIKLUS MENSTRUASI DENGAN
STOMATITIS AFTOSA REKUREN PADA PASIEN
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA”

*diisi oleh peneliti


Nomor :
Tanggal :
A. DATA DEMOGRAFI
1. Nama :
2. Usia :

B. DATA FAKTOR PREDISPOSISI SAR


1. Apakah orangtua anda sering mengalami sariawan berulang (SAR)?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah sebelumnya anda mengkonsumsi makanan yang dapat membuat anda
alergi?
a. Ya
b. Tidak

Universitas Sumatera Utara


3. Apakah anda menyadari bahwa ada trauma pada rongga mulut anda yang
dapat memicu timbulnya sariawan ?
a. Ya
b. Tidak
4. Menurut anda, apakah sekarang anda sedang mengalami stres?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda sedang mengkonsumsi obat-obatan? Jika ya, sebutkan.
a. Ya : ...
b. Tidak
6. Apakah anda mempunyai penyakit sistemik? Jika ya, sebutkan.
a. Ya : ...
b. Tidak
7. Apakah anda sedang menstruasi? Jika ya, hari ke berapa?
a. Ya, hari ke...
b. Tidak
8. Pada tanggal berapa bulan lalu anda mengalami menstruasi?
Jawab :
9. Biasanya, berapa hari jarak antara menstruasi anda dengan menstruasi
berikutnya?
Jawab :

Universitas Sumatera Utara


C. LEMBAR PEMERIKSAAN MUKOSA RONGGA MULUT
1. Mukosa labial  Normal
 Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................

2. Mukosa bukal  Normal


 Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................

3. Dasar mulut  Normal


 Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................

4. Lidah  Normal
 Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................

5. Gingiva  Normal
 Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................

6. Palatum  Normal
 Ada kelainan
.........................................................................................
.........................................................................................

Universitas Sumatera Utara


Diagnosa:
.........................................................................................................................................
.........................................................................................................................................

PETA MUKOSA DAN JARINGAN LUNAK

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

Hasil Uji Statistik

Perbedaan Usia pada Kelompok Kasus dan Kelompok Kontrol

Count

Stomatitis Aftosa Rekuren

Kasus Kontrol Total

Kategori Usia 16-20 12 11 23

21-25 18 19 37

Total 30 30 60

Chi-Square Tests

Exact Sig. (2-


Value sided)
a
McNemar Test .265

N of Valid Cases 60

a. Binomial distribution used.

Universitas Sumatera Utara


Hubungan Siklus Menstruasi dengan Stomatitis Aftosa Rekuren

Siklus Menstruasi * Stomatitis Aftosa Rekuren Crosstabulation

Stomatitis Aftosa
Rekuren

Kasus Kontrol Total

Siklus Fase Sekresi/ Luteal Count 25 18 43


Menstruasi
Expected Count 21.5 21.5 43.0

% within Stomatitis 83.3% 60.0% 71.7%


Aftosa Rekuren

% of Total 41.7% 30.0% 71.7%

Fase Menstruasi + Count 5 12 17


Fase Folikuler/
Expected Count 8.5 8.5 17.0
Proliferasi
% within Stomatitis 16.7% 40.0% 28.3%
Aftosa Rekuren

% of Total 8.3% 20.0% 28.3%

Total Count 30 30 60

Expected Count 30.0 30.0 60.0

% within Stomatitis 100.0% 100.0% 100.0%


Aftosa Rekuren

% of Total 50.0% 50.0% 100.0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 4.022 1 .045
b
Continuity Correction 2.955 1 .086

Likelihood Ratio 4.115 1 .043

Fisher's Exact Test .084 .042

Linear-by-Linear 3.955 1 .047


Association

N of Valid Cases 60

a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,50.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Siklus 3.333 .998 11.139


Menstruasi (Fase Sekresi/
Luteal / Fase Menstruasi +
Fase Folikuler/ Proliferasi)

For cohort Stomatitis Aftosa 1.977 .907 4.307


Rekuren = Kasus

For cohort Stomatitis Aftosa .593 .372 .946


Rekuren = Kontrol

N of Valid Cases 60

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai