DENGUE FEVER
Disusun Oleh :
Pendamping :
dr. Sugeng Santoso
dr. Ade Nurshanty , Sp.PD
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
petunjuknya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Hernia Inguinalis
lateralis dextra reponibel ” ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dokter internship di bagian
ilmu Bedah RSAU dr. M Munir Lanud Abdurrachman Saleh Malang. Pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. M.Muchlis Sp. A. selaku dokter
pembimbing dan juga kepada dr. Sugeng Santoso dan dr. Ade Nurshanty , Sp.PD sebagai
pendamping dalam program dokter internship ini dan juga tak lupa saya ucapkan terimakasih
pada rekan-rekan Internship yang ikut memeberikan bantuan dan semangat secara moril.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ilmu
bedah khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.
Penyusun
“Dengue Fever “
BAB I
PENDAHULUAN
II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari yang lalu .
Keluhan tambahan : mual + muntah + (hari ini muntah 3 kali berisi makanan) , nyeri
ulu hati +
Mata
Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
Conjunctiva tidak anemis
Sklera tidak tampak ikterik
Pupil: isokor kiri kanan
Hidung
Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
Septum : terletak ditengah dan simetris
Mukosa hidung : tidak hiperemis
Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan
Telinga
Daun telinga : normal
Tofi : tidak ditemukan
Lieng telinga : lapang
Membrana timpani : intake
Nyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan
Serumen : tidak ada
Sekret : tidak ada
Leher
Kelenjar getah bening:Tidak teraba membesar
Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
Trakea : letak di tengah
Thorax
Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-, whezing -/-
Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra,
ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : tampak benjolan , warna sama dengan kulit sekitar, dan tidak
terdapat tanda-tanda radang.
Auskultasi : terdengar bunyi peristaltik usus
Perkusi : Pekak Hati : (-) Pekak Beralih: (-)
Palpasi : teraba massa kenyal yang keluar spontan dan saat dipalpasi tidak
nyeri
Ekstremitas atas
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
Ekstremitas Bawah
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal periksa: 24 Mei 2020
Hematologi
- Hb : 14. 0 g/dl
- Ht : 44%
- Leukosit : 2300 /μl
- Diff : -/-/-/35/56/9
- Trombosit : 89.000 /dl
V. Diagnosa kerja
Dengue Fever
VI. Diagnosa Banding
DHF grade I
Chikungunya
Demam tifoid
Malaria
VII. Resume
Pasien mengaku sejak 4 hari yang lalu demam naik turun sebelum masuk rumah
sakit, ,demam turun setelah minum obat paracetamol, saat ini pasien mengeluh mual,
mual dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan muntah sejak pagi hari ini
pasien muntah 3 kali berisi makanan. ibu pasien mengeluh anaknya susah makan 3 hari
terakhir.. pasien juga mengeluhkan nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan merasa
pusing sejak 3 hari lalu.
Batuk tidak dijumpai. Sesak tidak dijumpai. Bintik-bintik kemerahan di seluruh
tubuh disangkal. Riwayat perdarahan spontan seperti mimisan tidak dijumpai, gusi
berdarah tidak dijumpai, lebam-lebam di tubuh tidak dijumpai. BAB dengan frekuensi
1x dalam sehari dengan konsistensi keras, tinja berwarna kuning, BAB hitam tidak
dijumpai, BAB berdarah tidak dijumpai, BAB berlendir tidak dijumpai. BAK dijumpai
dengan volume ±1500cc/24 jam dengan urin berwarna seperti teh pekat. Riwayat darah
tinggi disangkal, riwayat sakit gula disangkal, riwayat sakit kuning disangkal, riwayat
sakit dada disangkal, riwayat minum obat paracetamol sejak demam hari pertama .
Riwayat tetangga sebelah rumah pasien terkena DBD 1 keluarga
VIII. Penatalaksanaan
Medikamentosa
IVFD RL 24 tpm makro
Paracetamol tab 3x1 pc
Domperidon syr 3x1,5 cth
Trombofit sach 2x1
IX. Rencana Diagnostik / Lanjutan
Cek darah ulang tiap 24 jam
X. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
3.2. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
THORAX
: Vesikuler
ABDOMEN
Soepel, simetris, H/L/R
TTB, BU (+) normal
EXTREMITAS
Edema
Superior (- | -)
Inferior (- | -)
LAB : Hb 14,4
WBC 7460
PCV 44%
Trombo 89.000
23 Mei 2020 Demam Sens : Compos Mentis Demam Tirah Baring
TD : 100/70 mmHG dengue Diet TKTP
HR : 80 x/i IVFD RL 24 tpm makro
RR : 26 x/i
Paracetamol tab 3x1 pc
T : 36,0 C Domperidon syr 3x1,5
cth
KEPALA
Mata : Trombofit sach 2x1
Konjunctiva
anemis (-/-)
Sclera ikterik Sore boleh KRS
(-/)
THORAX
SP : Vesikuler
ST : -
ABDOMEN
Soepel, simetris, Hepar
teraba 3 cm BAC, BU
(+) normal
EXTREMITAS
Edema
Superior (- | -)
Inferior (- | -)
LAB : Hb 12,4
WBC 3200
PCV 38%
Trombo 135.000
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2-7 hari, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. DBD
adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok yang
berujung kematian.1
3.2. Etiologi
Demam berdarah dengue (DBD ) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan
oleh empat serotype virus dengue yaitu DEN 1, 2, 3, dan 4 dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi di banyak daerah di dunia. Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes
dari subgenus Stegomya. Vektor adalah hewan athropoda yang dapat berperan sebagai
penular penyakit. Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai
vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan
nyamuk permukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di
tempat penampungan air/wadah yang berada di pemukiman dengan air yang relatif jernih.
Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak ditempat – tempat
penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung,
kaleng bekas, ban bekas, dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar
rumah di wilayah perkotaan; sedangkan nyamuk Aedes albopictus lebih banyak ditemukan di
penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu
dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di
tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut
mempunyai sifat anthrofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping itu
juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang
dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali. Sifat tersebut
meningkatkan risiko penularan DD/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih
padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu mengigit akan mampu
menularkan virus kepada lebih dari satu orang. 4,9
3.3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
9
3.4. Patogenesis
Dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh salah satu dari
keempat serotype virus dengue. Infeksi oleh suatu serotype dapat menghasilkan imunitas
terhadap serotype yang sama, tetapi tidak untuk serotype yang berbeda.
Nyamuk Aedes aegypti yang tidak terinfeksi oleh virus dengue memperoleh virus
tersebut ketika nyamuk tersebut menggigit orang yang terinfeksi oleh virus dengue. Virus
dengue berkembang di dalam tubuh nyamuk selama 1-2 minggu dan akan mencapai kelenjar
liur dari nyamuk hingga akhirnya di transmisikan ketika nyamuk menggigit manusia. Hal ini
dapat terjadi beberapa kali sehari hingga nyamuk tersebut mati (1-4 minggu).
Setelah manusia tergigit oleh nyamuk yang terinfeksi virus dengue, virus dengue akan
bereplikasi di nodus limfe manusia selama 2-3 hari kemudian virus tersebut akan meluas ke
darah dan ke berbagai jaringan. Virus akan beredar di sirkulasi darah selama 4-5 hari dan
terjadilah fase demam, kemudian hilang dan suhu tubuh kembali menjadi normal.
Patogenesis infeksi dengue berat atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) hingga kini
masih belum jelas. Akan tetapi berdasarkan penelitian dikatakan bahwa infeksi dengue dapat
memberat hingga 15 kali pada infeksi berulang dibandingkan dengan infeksi primer. Diduga
berbagai mekanisme ikut berperan dalam patogenesis infeksi dengue yang berat, termasuk
Antibody-Dependent Enhancement (ADE), sel T (T helper maupun T sitotoksik), peran
monosit serta makrofag, dan peran komplemen yang diaktivasi oleh kompleks imun virus.
Selain itu, perbedaan tingkat virulensi dari serotype yang berbeda diduga juga berperan
dalam patogenesis infeksi dengue berat.
Sejauh ini hipotesis yang paling dominan adalah keterlibatan ADE ketika terjadi
infeksi sekunder, di mana antibodi yang sudah dibentuk sebelumnya akan mempercepat dan
meningkatkan uptake dan replikasi virus di makrofag. Hipotesis lainnya yaitu sel T, di mana
diferensiasi T helper (Th1) akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin,
sedangkan Th2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Mediator-mediator inflamasi yang
dihasilkan tersebut akan menyebabkan disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Monosit dan makofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody. Namun
proses fagositosis ini akan meningkatkan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
Selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3 dan C5a.
C3 dan C5a yang terbentuk ini juga akan menyebabkan kebocoran plasma.
Trombositopenia pada DHF terjadi karena dua hal, yaitu karena adanya supresi pada
sumsum tulang dan karena pemendekan usia trombosit. Pada keadaan trombositpenia ini
ditemukan juga peningkatan trombopoetin di dalam darah sebagai usaha kompensasi tubuh
akibat rendahnya jumlah trombosit. Selain itu koagulopati yang terjadi disebabkan karena
adanya interaksi antara virus dengan dinding pembuluh darah sehingga terjadi disfungsi
endotel yang menyebabkan terjadinya kebocoran plasma. 7,8
2.6. Diagnosis
2.6.1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin , hematokrit, jumlah trombsosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB)>15% dari
jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit >20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT dapat meningkat
Ureum/kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah
atau komponen darah.
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan igM dan igG terhadap dengue
IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder
igG mulai terdeteksi hari ke 2.
Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
NS 1: Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan spesifisitas 100%
sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen
NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue. 7
2.6.2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemotoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah. 7
2.9. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue. Prinsip utama adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutukan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien berdasarkan kriteria:
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
Praktis dalam pelaksanaannya.
Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, yaitu:
Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama
pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan insikasi rawat.
Seorang yang tersangka menderita DBD dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb),
hematokrit (Ht), dan trombosit bila:
Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-200.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran konrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb,Ht, dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan
penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
Hb,Ht, meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini.
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut:
1500 + {20 x (BB dalam kg- 20)}
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht, meningkat >20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
b. Pencegahan sekunder
1. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita
2. Diagnosis
3. Diagnosis laboratorium
4. Pengobatan penderita DBD
5. Penyelidikan epidemiologi
c. Pencegahan tertier
Pencegahan ini untuk mencegah kematian akibat penyakit DBD dan melakukan
reabilitasi.3 Upaya yang dapat dilakukan adalah:
- Transfusi darah
- Stratifikasi daerah rawan DBD
Endemis
Sporadis
Potensial
Bebas
2.11. Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DHF bersifat sementara, maka kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular yang menyeluruh.
b. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang.
Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan >1 ml/kgBB/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi
dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada
keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah
urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
c. Oedem paru
Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedem paru oleh karena
pembesaran plasma masih terjadi. 7,8
2.12. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan
<1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan
intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok
berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.3
BAB IV
KESIMPULAN
Seorang anak perempuan usia 8 tahun didiagnosa dengue fever dan diberikan talaksana
awal dengan pemberian terapi cairan. Terapi medikamentosa berupa pemberian IVFD RL
24 tpm makro, paracetamol 3x500 mg jika demam, domperidon syr 3x1 cth dan Trombofit
sachet 2x1. Saat ini kondisi pasien sudah membaik dan pulang untuk dilakukan berobat
jalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. A Sukohar., 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD) Volume 2, Nomor 2, Februari
2014. Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung : 2014
2. Candra, A., Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. Semarang: Aspirator Vol. 2 No. 2. 2010
3. Wahyono. TRM. Dkk.,Buletin Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Kemenkes.2010
4. Fitriani. Anita.,Prevalensi Demam Berdarah Dengue di Kota Medan Berdasarkan
Data di Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011. Skripsi. Medan: FKUSU. 2013
5. Depkes RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan.
Jakarta. Departemen Kesehatan RI; 2005.
6. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Jendela Epidemiologi Demam Berdarah
Dengue. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI; 2010.
7. Suhendro, Leonard N, Khie C, Herdiman T.P., Demam Berdarah Dengue. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta. 2014.p:529-548.
8. World Health Organization. Dengue Guidlines for Diagnosis Treatment, Prevention
and Control. 2005
9. World Health Organization. Dengue Guidlines for Diagnosis Treatment, Prevention
and Control. 2009