Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

DENGUE FEVER

Disusun Oleh :

dr. Dwi Budi Utami, S.E

Pendamping :
dr. Sugeng Santoso
dr. Ade Nurshanty , Sp.PD

DEPARTEMEN ILMU ANAK


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR.M. MUNIR
LANUD ABD.SALEH
PERIODE 18 FEBRUARI – 17 AGUSTUS 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
petunjuknya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Hernia Inguinalis
lateralis dextra reponibel ” ini tepat pada waktunya.

Laporan kasus ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas dokter internship di bagian
ilmu Bedah RSAU dr. M Munir Lanud Abdurrachman Saleh Malang. Pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih kepada dr. M.Muchlis Sp. A. selaku dokter
pembimbing dan juga kepada dr. Sugeng Santoso dan dr. Ade Nurshanty , Sp.PD sebagai
pendamping dalam program dokter internship ini dan juga tak lupa saya ucapkan terimakasih
pada rekan-rekan Internship yang ikut memeberikan bantuan dan semangat secara moril.

Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan, oleh karena itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang ilmu
bedah khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.

Malang, 2 Juni 2020

Penyusun

dr. Dwi Budi Utami, S.E


LEMBAR PENGESAHAN

laporan kasus dengan judul

“Dengue Fever “

Telah diterima dan disetujui oleh pebimbing ,

Sebagai syarat untuk menyelesaikan program Internship

Di Rumah Sakit Angkatan Udara Dr.M. Munir


Lanud Abd.Saleh

Malang,…… 2 Juni 2020.

(dr. Sugeng Santoso )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Indonesia merupakan negara kepulauan yang tersusun dari 17.508 pulau terletak di antara
dua benua dan samudra, memiliki iklim tropis yang heterogen dan kaya akan fauna dan flora
termasuk berbagai penyakit tular nyamuk seperti demam dengue (DD) dan demam berdarah
dengue (DBD), malaria, lymfatik filiriasis, chikungunya, dan Japanese encephalitis.
Memasuki mellenium ketiga, Indonesia menghadapi berbagai perubahan dan tantangan
strategis yang mendasar baik eksternal maupun internal. Penyakit tular nyamuk (vektor)
termasuk DBD berbasis lingkungan dan kompleks, sehingga tidak dapat dipecahkan hanya
dengan pendekatan ilmu kesehatan.1
Host alami DBD manusia, agent nya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam
famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan
Den-4 ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk
Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.2
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3
sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat
sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk)
berlangsung sekitar 8-10 hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam,
demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7
hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah
trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.2
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data
dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita
DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World
Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara.3
Pada saat ini di Indonesia sedang terjadi transisi demografi dan epidemiologi,
degradasi lingkungan, meningkatnya industrialisasi, urbanisasi, kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi kesehatan, meningkatnya arus informasi, globalisasi dan pesatnya
perkembangan transportasi. Perubahan tersebut dapat membawa dampak positif dan atau
negatif terhadap kualitas lingkungan atau ekosistem yang akan berpengaruh terhadap risiko
kejadian dan penularan penyakit tular vektor seperti DBD. Dengan laju pembangunan,
pertumbuhan penduduk dan perubahan ekosistem yang cepat, masalah kesehatan lingkungan
menjadi lebih kompleks. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia, karena angka kesakitan semakin meningkat, masih menimbulkan
kematian dan sering terulangnya kejadian luar biasa (KLB). Pada saat ini DBD telah
meningkat menjadi 330 kab/kota, tahun 2007 meningkat lagi menjadi 357 kab/kota. Pada
tahun 2008 terjadi penurunan jumlah kab/kota terjangkit menjadi 346 kab/kota. Pada tahun
1968 pertama kali kasus DBD dilaporkan dengan angka kematian 41,3%. Pada tahun 2007
jumlah kasus sebanyak 156.767 kasus dengan 1570 kematian. Pada tahun 2008 kita terjadi
penurunan jumlah kasus dengan jumlah kasus 98.869 orang.1,2,3

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah “Bagaimana patofisiologi,
diagnosis, dan penatalaksanaan pasien demam berdarah dengue.”

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:
a. Memahami teori mengenai demam berdarah dengue.
b. Mengintegrasikan ilmu kedokteran terhadap kasus demam berdarah dengue.
c. Menyelesaikan tugas Intership di RSAU abd.saleh
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien

No rekam medik : 009871


Tanggal masuk RS : 23/5/2020
Nama : An. Kayla
Umur : 8 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : pelajar
Alamat : Perum Asrikaton D2/10
Agama : Islam
Status perkawinan :-

II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Demam sejak 4 hari yang lalu .

Keluhan tambahan : mual + muntah + (hari ini muntah 3 kali berisi makanan) , nyeri
ulu hati +

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien mengaku sejak 4 hari yang lalu demam naik turun sebelum masuk rumah
sakit, ,demam turun setelah minum obat paracetamol, saat ini pasien mengeluh mual,
mual dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan muntah sejak pagi hari ini
pasien muntah 3 kali berisi makanan. ibu pasien mengeluh anaknya susah makan 3 hari
terakhir. Batuk tidak dijumpai. Sesak tidak dijumpai. pasien juga mengeluhkan nyeri di
belakang mata, nyeri sendi dan merasa pusing sejak 3 hari lalu. Bintik-bintik
kemerahan di seluruh tubuh disangkal. Riwayat perdarahan spontan seperti mimisan
tidak dijumpai, gusi berdarah tidak dijumpai, lebam-lebam di tubuh tidak dijumpai.
BAB dengan frekuensi 1x dalam sehari dengan konsistensi keras, tinja berwarna
kuning, BAB hitam tidak dijumpai, BAB berdarah tidak dijumpai, BAB berlendir tidak
dijumpai. BAK dijumpai dengan volume ±1500cc/24 jam dengan urin berwarna seperti
teh pekat. Riwayat darah tinggi disangkal, riwayat sakit gula disangkal, riwayat sakit
kuning disangkal, riwayat sakit dada disangkal, riwayat minum obat paracetamol sejak
demam hari pertama . Riwayat tetangga sebelah rumah pasien terkena DBD 1 keluarga.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


Pasien menyangkal adanya riwayat DM, hipertensi, asma, dan penyakit jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :


Riw. Dm (-),riw. Hipertensi(-),riw.asma (-),riw. Pnyakit jantung (-). Tidak ada saudara
pasien yang mengalami gejala sama seperti pasien.

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :


Pasien adalah seorang pelajar kelas 2 SD. Pasien sering bermain bersama teman teman
sebayanya di lingkungan perumahan..

III. Pemeriksaan fisik


Keadan umum : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 102 x/menit kuat angkat
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 38,5° C
Status general :
Kepala
 Normochepali
 Tidak tampak adanya deformitas

Mata
 Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
 Conjunctiva tidak anemis
 Sklera tidak tampak ikterik
 Pupil: isokor kiri kanan
Hidung
 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
 Septum : terletak ditengah dan simetris
 Mukosa hidung : tidak hiperemis
 Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan

Telinga
 Daun telinga : normal
 Tofi : tidak ditemukan
 Lieng telinga : lapang
 Membrana timpani : intake
 Nyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan
 Serumen : tidak ada
 Sekret : tidak ada

Mulut dan tenggorokan


 Bibir : tidak pucat dan tidak sianosis
 Gigi geligi : lengkap, ada karies
 Palatum : tidak ditemukan torus
 Lidah : normoglosia
 Tonsil : T1/T1 tenang
 Faring : tidak hiperemis

Leher
 Kelenjar getah bening:Tidak teraba membesar
 Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
 Trakea : letak di tengah

Thorax
 Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan nafas saat statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus sama pada kedua paru
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-, whezing -/-

 Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra,
ICS 5
Perkusi : Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea
midclavicularis sinistra
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : tampak benjolan , warna sama dengan kulit sekitar, dan tidak
terdapat tanda-tanda radang.
 Auskultasi : terdengar bunyi peristaltik usus
 Perkusi : Pekak Hati : (-) Pekak Beralih: (-)
 Palpasi : teraba massa kenyal yang keluar spontan dan saat dipalpasi tidak
nyeri
 Ekstremitas atas
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
 Ekstremitas Bawah
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal periksa: 24 Mei 2020
 Hematologi
- Hb : 14. 0 g/dl
- Ht : 44%
- Leukosit : 2300 /μl
- Diff : -/-/-/35/56/9
- Trombosit : 89.000 /dl
V. Diagnosa kerja
Dengue Fever
VI. Diagnosa Banding
DHF grade I
Chikungunya
Demam tifoid
Malaria

VII. Resume
Pasien mengaku sejak 4 hari yang lalu demam naik turun sebelum masuk rumah
sakit, ,demam turun setelah minum obat paracetamol, saat ini pasien mengeluh mual,
mual dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit dan muntah sejak pagi hari ini
pasien muntah 3 kali berisi makanan. ibu pasien mengeluh anaknya susah makan 3 hari
terakhir.. pasien juga mengeluhkan nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan merasa
pusing sejak 3 hari lalu.
Batuk tidak dijumpai. Sesak tidak dijumpai. Bintik-bintik kemerahan di seluruh
tubuh disangkal. Riwayat perdarahan spontan seperti mimisan tidak dijumpai, gusi
berdarah tidak dijumpai, lebam-lebam di tubuh tidak dijumpai. BAB dengan frekuensi
1x dalam sehari dengan konsistensi keras, tinja berwarna kuning, BAB hitam tidak
dijumpai, BAB berdarah tidak dijumpai, BAB berlendir tidak dijumpai. BAK dijumpai
dengan volume ±1500cc/24 jam dengan urin berwarna seperti teh pekat. Riwayat darah
tinggi disangkal, riwayat sakit gula disangkal, riwayat sakit kuning disangkal, riwayat
sakit dada disangkal, riwayat minum obat paracetamol sejak demam hari pertama .
Riwayat tetangga sebelah rumah pasien terkena DBD 1 keluarga

VIII. Penatalaksanaan

 Medikamentosa
IVFD RL 24 tpm makro
Paracetamol tab 3x1 pc
Domperidon syr 3x1,5 cth
Trombofit sach 2x1
IX. Rencana Diagnostik / Lanjutan
Cek darah ulang tiap 24 jam
X. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
3.2. FOLLOW UP

Tanggal S O A P

23 Mei 2020 Demam Sens : Compos Mentis Dengue  Tirah Baring


TD : 90/60 mmHG fever  Diet TKTP
HR : 78 x/i IVFD RL 24 tpm makro
RR : 22 x/i
T : 37,1 C Paracetamol tab 3x1 pc
Domperidon syr 3x1,5
KEPALA
Mata : cth
 Konjunctiva Trombofit sach 2x1
anemis (-/-)
 Sclera ikterik
(-/)

THORAX
: Vesikuler

ABDOMEN
Soepel, simetris, H/L/R
TTB, BU (+) normal

EXTREMITAS
Edema
 Superior (- | -)
 Inferior (- | -)

LAB : Hb 14,4
WBC 7460
PCV 44%
Trombo 89.000
23 Mei 2020 Demam Sens : Compos Mentis Demam  Tirah Baring
TD : 100/70 mmHG dengue  Diet TKTP
HR : 80 x/i IVFD RL 24 tpm makro
RR : 26 x/i
Paracetamol tab 3x1 pc
T : 36,0 C Domperidon syr 3x1,5
cth
KEPALA
Mata : Trombofit sach 2x1
 Konjunctiva
anemis (-/-)
 Sclera ikterik Sore boleh KRS
(-/)

THORAX
SP : Vesikuler
ST : -

ABDOMEN
Soepel, simetris, Hepar
teraba 3 cm BAC, BU
(+) normal

EXTREMITAS
Edema
 Superior (- | -)
 Inferior (- | -)

LAB : Hb 12,4
WBC 3200
PCV 38%
Trombo 135.000
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus dengue dengan manifestasi klinis demam 2-7 hari, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. DBD
adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan syok yang
berujung kematian.1

3.2. Etiologi
Demam berdarah dengue (DBD ) merupakan penyakit demam akut yang disebabkan
oleh empat serotype virus dengue yaitu DEN 1, 2, 3, dan 4 dengan morbiditas dan mortalitas
yang tinggi di banyak daerah di dunia. Nyamuk penular disebut vektor, yaitu nyamuk Aedes
dari subgenus Stegomya. Vektor adalah hewan athropoda yang dapat berperan sebagai
penular penyakit. Vektor DD dan DBD di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti sebagai
vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor sekunder. Spesies tersebut merupakan
nyamuk permukiman, stadium pradewasanya mempunyai habitat perkembangbiakan di
tempat penampungan air/wadah yang berada di pemukiman dengan air yang relatif jernih.
Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak ditempat – tempat
penampungan air buatan antara lain : bak mandi, ember, vas bunga, tempat minum burung,
kaleng bekas, ban bekas, dan sejenisnya di dalam rumah meskipun juga ditemukan di luar
rumah di wilayah perkotaan; sedangkan nyamuk Aedes albopictus lebih banyak ditemukan di
penampungan air alami di luar rumah, seperti axilla daun, lubang pohon, potongan bambu
dan sejenisnya terutama di wilayah pinggiran kota dan pedesaan, namun juga ditemukan di
tempat penampungan buatan di dalam dan di luar rumah. Spesies nyamuk tersebut
mempunyai sifat anthrofilik, artinya lebih memilih menghisap darah manusia, disamping itu
juga bersifat multiple feeding artinya untuk memenuhi kebutuhan darah sampai kenyang
dalam satu periode siklus gonotropik biasanya menghisap darah beberapa kali. Sifat tersebut
meningkatkan risiko penularan DD/DBD di wilayah perumahan yang penduduknya lebih
padat, satu individu nyamuk yang infektif dalam satu periode waktu mengigit akan mampu
menularkan virus kepada lebih dari satu orang. 4,9
3.3. Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan
Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air.
Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan
pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun
1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
9

3.4. Patogenesis
Dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh salah satu dari
keempat serotype virus dengue. Infeksi oleh suatu serotype dapat menghasilkan imunitas
terhadap serotype yang sama, tetapi tidak untuk serotype yang berbeda.
Nyamuk Aedes aegypti yang tidak terinfeksi oleh virus dengue memperoleh virus
tersebut ketika nyamuk tersebut menggigit orang yang terinfeksi oleh virus dengue. Virus
dengue berkembang di dalam tubuh nyamuk selama 1-2 minggu dan akan mencapai kelenjar
liur dari nyamuk hingga akhirnya di transmisikan ketika nyamuk menggigit manusia. Hal ini
dapat terjadi beberapa kali sehari hingga nyamuk tersebut mati (1-4 minggu).
Setelah manusia tergigit oleh nyamuk yang terinfeksi virus dengue, virus dengue akan
bereplikasi di nodus limfe manusia selama 2-3 hari kemudian virus tersebut akan meluas ke
darah dan ke berbagai jaringan. Virus akan beredar di sirkulasi darah selama 4-5 hari dan
terjadilah fase demam, kemudian hilang dan suhu tubuh kembali menjadi normal.
Patogenesis infeksi dengue berat atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) hingga kini
masih belum jelas. Akan tetapi berdasarkan penelitian dikatakan bahwa infeksi dengue dapat
memberat hingga 15 kali pada infeksi berulang dibandingkan dengan infeksi primer. Diduga
berbagai mekanisme ikut berperan dalam patogenesis infeksi dengue yang berat, termasuk
Antibody-Dependent Enhancement (ADE), sel T (T helper maupun T sitotoksik), peran
monosit serta makrofag, dan peran komplemen yang diaktivasi oleh kompleks imun virus.
Selain itu, perbedaan tingkat virulensi dari serotype yang berbeda diduga juga berperan
dalam patogenesis infeksi dengue berat.
Sejauh ini hipotesis yang paling dominan adalah keterlibatan ADE ketika terjadi
infeksi sekunder, di mana antibodi yang sudah dibentuk sebelumnya akan mempercepat dan
meningkatkan uptake dan replikasi virus di makrofag. Hipotesis lainnya yaitu sel T, di mana
diferensiasi T helper (Th1) akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin,
sedangkan Th2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Mediator-mediator inflamasi yang
dihasilkan tersebut akan menyebabkan disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Monosit dan makofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibody. Namun
proses fagositosis ini akan meningkatkan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
Selain itu, aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3 dan C5a.
C3 dan C5a yang terbentuk ini juga akan menyebabkan kebocoran plasma.
Trombositopenia pada DHF terjadi karena dua hal, yaitu karena adanya supresi pada
sumsum tulang dan karena pemendekan usia trombosit. Pada keadaan trombositpenia ini
ditemukan juga peningkatan trombopoetin di dalam darah sebagai usaha kompensasi tubuh
akibat rendahnya jumlah trombosit. Selain itu koagulopati yang terjadi disebabkan karena
adanya interaksi antara virus dengan dinding pembuluh darah sehingga terjadi disfungsi
endotel yang menyebabkan terjadinya kebocoran plasma. 7,8

2.5. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis untuk demam berdarah dengue yaitu :
 Demam tinggi , timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.
 Berlangsung antara 2-7 hari.
 Muka kemerahan (facial flushing), anoreksi, mialgia, dan arthralgia.
 Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen difus.
 Kadang disertai sakit tenggorok.
 Faring dan konjungtiva kemerahan.
 Dapat disertai kejang demam.
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat :
 Demam < 7 hari.
 Ruam
 Rumple lead (+)
 Nyeri kepala dan retroorbital.
 Mialgia, arthralgia.
 Leukopeni.
 Kasus DBD lingkungan (+).
Menurut WHO (2012) demam dengue memiliki tiga fase yaitu:
1. Fase demam
Pada fase ini penderita akan mengalami demam tinggi secara mendadak selama 2-7 hari
yang sering dijumpai dengan wajah kemerahan, eritema kulit, myalgia, arthralgia, nyeri
retroorbital, rasa sakit di seluruh tubuh, fotofobia, dan sakit kepala serta gejala umum seperti
anoreksia, mual dan muntah.
2. Fase kritis
Pada fase kritis terjadi penurunan suhu menjadi 37.5 - 38◦C atau kurang pada hari ke 3-8
dari penyakit. Progresivitas leukopeni yang diikuti penurunan jumlah platelet mendahului
kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit merupakan tanda awal terjadinya perubahan pada
tekanan darah dan denyut nadi.
3. Fase penyembuhan
Setelah pasien bertahan 24-48 jam fase kritis, reabsorbsi kompartemen ekstravaskular
bertahap terjadi selama 48-72 jam. Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu
makan kembali normal, gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil.
Tanda bahaya (warning sign) pada pasien yaitu dijumpai :
 Pada fase afebris klinis tidak ada perbaikan atau memburuk.
 Tidak mau minum
 Muntah terus menerus.
 Nyeri perut hebat.
 Letargi dan/gelisah.
 Perubahan perilaku.
 Perdarahan (mimisan, muntah & BAB hitam, menstruasi berlebih, urin berwarna
hitam/hemoglobinuria atau hematuria).
 Pusing.
 Pucat (akral teraba dingin).
 Diuresis berkurang dalam 4-6 jam 7

2.6. Diagnosis
2.6.1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin , hematokrit, jumlah trombsosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun
deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase
Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis
yang mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap dengue berupa antibodi total, IgM
maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:
 Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (LPB)>15% dari
jumlah total leukosit yang pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
 Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit >20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
 Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
 SGOT/SGPT dapat meningkat
 Ureum/kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
 Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan transfusi darah
atau komponen darah.
 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan igM dan igG terhadap dengue
 IgM: terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang
setelah 60-90 hari.
 IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, pada infeksi sekunder
igG mulai terdeteksi hari ke 2.
 Uji HI: dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari
perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
 NS 1: Antigen NS1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari
kedelapan. Sensitivitas antigen NS1 berkisar 63%-93,4% dengan spesifisitas 100%
sama tingginya dengan spesifisitas gold standard kultur virus. Hasil negatif antigen
NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue. 7
2.6.2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemotoraks kanan tetapi apabila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala
prodromal yang tidak khas seperti: nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah. 7

a. Demam Dengue (DD) probable dengue.


Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua atau lebih
manifestasi klinis sebagai berikut:
 Nyeri kepala
 Nyeri retro-orbital
 Mialgia
 Artralgia
 Ruam kulit
 Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bendung positif).
 Leukopenia (leuko < 5000)
 Trombosit <150.000
 Hematokrit naik 5-10%
Dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD yang sudah
dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama. 7
b. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal dibawah ini
dipenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
- Uji bendung positif
- Ptekie, ekimosis, atau purpura
- Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain.
- Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
berikut: peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
 Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
 Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia
Dari keterangan diatas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
ditemukan kebocoran plasma pada DBD.
c. Sindrom Syok Dengue (SSD)
Seluruh kriteria diatas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar
sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

2.7. Diagnosis Banding


Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis. 7

2.8. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui
klasifikasi derajat penyakit seperti tertera pada tabel 1. 7

Tabel Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


DD/DBD Derajat* Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau  Leukopenia, Serologi
lebih tanda:  Trombositopenia, tidak Dengue
Sakit kepala, nyeri retro- ditemukan bukti Positif
orbital, mialgia, artralgia kebocoran plasma

DBD I Gejala di atas ditambah uji  Trombositopenia


bendung positif (<100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas ditambah  Trombositopenia
perdarahan spontan (<100.000/µl), bukti ada
kebocoran plasma
DBD III Gejala di atas ditambah  Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit (<100.000/µl), bukti ada
dingin dan lembab serta kebocoran plasma
gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan  Trombositopenia
tekanan darah dan nadi (<100.000/µl), bukti ada
tidak terukur kebocoran plasma
*DBD derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue (SSD)

2.9. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue. Prinsip utama adalah terapi suportif.
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutukan suplemen cairan
melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Protokol penatalaksanaan DBD pada pasien berdasarkan kriteria:
 Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.
 Praktis dalam pelaksanaannya.
 Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, yaitu:
Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan pertama
pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan insikasi rawat.
Seorang yang tersangka menderita DBD dilakukan pemeriksaan hemoglobin (Hb),
hematokrit (Ht), dan trombosit bila:
 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-200.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran konrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb,Ht, dan trombosit tiap 24 jam) atau bila keadaan
penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
 Hb,Ht, meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.
Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka
di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini.
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut:
1500 + {20 x (BB dalam kg- 20)}
Setelah pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
 Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan tetap
seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombosit tiap 12 jam.
 Bila Hb, Ht, meningkat >20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%


Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5 %. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan
infus cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam
pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hematokrit turun,
frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus
dikurangi menjadi 5ml/kg/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila
keadaan tetap menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi
3ml/kg/jam. Bila pemantauan keadaaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat
dihentikan 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap
tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun
<20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi
10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila
keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15
ml/kgBB/jam dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan
tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesuai protokol tatalaksana sindrom syok dengue
pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberiaan cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal.

Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan
hidung/ epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tapon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematokezia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan
sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan
tetap seperti keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernapasan,
dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit
serta hemostasis harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya
diulang seiap 4-6 jam.
Pemberian hepain diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-
tanda koagulasi intravaskular diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT
yang memanjang), PRC diberikan bila nilai HB kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit
hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa


Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue maka hal yang pertama yang
harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian
cairan intravaskular yang hilang harus segera dilakukan.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap, hemostasis, analisis gas darah, kadar
natrium, kalium, dan klorida, serta uream dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100
mmHg dan tekanan nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi
menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit kemudian keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-
tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus
harus dihentikan ( karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah
terjadi, ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan
hipovolemi, edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian
dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai
hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berati perembesan plasma masih berlangsung
maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematrokit menurun,
berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada pasien diberikan transfusi darah
segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Pengawasan dini kemungkinan terjadi renjatan berulang harus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan. Oleh karena itu untuk mengetahui
apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status
kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri
tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan
2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat
dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat
cairan tersebut. Pemberian koloid mula-mula dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB dan
dievaluai 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau kecukupan
cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah
hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB ( maksimal 1-1,5 m/hari) dengan sasaran tekanan
vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan
dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,
infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi
renjatan tetap belum teratasi makan dapat diberikan inotropik/vasopresin. 7,9
2.10. Pencegahan
Pencegahan penyakit DBD dapat dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu pencegahan primer,
pencegahan sekunder, dan pencegahan tertier.
a. Pencegahan primer
Pencegahan ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap
sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit.
 Survelains vektor
Untuk menentukan distribusi, kepadatan populasi, habitat utama larva, faktor resiko
berdasarkan waktu dan tempat yang berkaitan dengan penyebaran dengue, dan tingkat
kerentanan atau kekebalan insektisida yang dipakai untuk memprioritaskan wilayah dan
musim untuk pelaksaan pengendalian vektor.
 Pengendalian vektor
- Pengendalian cara kimiawi : menggunakan insektisida
- Pengendalian caca biologik : menggunakan kelompok hidup baik golongan
mikroorganisme hewan invertebrata atau vertebrata.
- Pengendalian lingkungan : memasang kawat kasa lubang pintu, lubang jendela, dan
ventilasi seluruh bagian rumah, hindari menggantung pakaian pada tempat yang tidak
terjangkau cahaya matahari.
 Survelains kasus
Surveilans kasus DBD dapat dilakukan dengan survelains aktif maupun pasif.
Tujuannya untuk memantau kecenderungan penyebaran dengue jangka panjang.
 Gerakan pemberantasan sarang nyamuk
- Menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan minimal
sekali dalam seminggu.
- Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos
oleh nyamuk dewasa.
- Mengubur barang-barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang semuanya dapat
menampung air hujan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.

b. Pencegahan sekunder
1. Penemuan, pertolongan, dan pelaporan penderita
2. Diagnosis
3. Diagnosis laboratorium
4. Pengobatan penderita DBD
5. Penyelidikan epidemiologi

c. Pencegahan tertier
Pencegahan ini untuk mencegah kematian akibat penyakit DBD dan melakukan
reabilitasi.3 Upaya yang dapat dilakukan adalah:
- Transfusi darah
- Stratifikasi daerah rawan DBD
 Endemis
 Sporadis
 Potensial
 Bebas

2.11. Komplikasi
a. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan
dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DHF yang tidak disertai syok. Gangguan
metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DHF bersifat sementara, maka kemungkinan
dapat juga disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari
koagulasi intravaskular yang menyeluruh.

b. Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok
yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang.
Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi dengan baik. Diuresis
merupakan parameter yang penting dan mudah dikerjakan untuk mengetahui apakah syok
telah teratasi. Diuresis diusahakan >1 ml/kgBB/jam. Oleh karena bila syok belum teratasi
dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada
keadaan syok berat sering kali dijumpai acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah
urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.

c. Oedem paru
Oedem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai
panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedem paru oleh karena
pembesaran plasma masih terjadi. 7,8
2.12. Prognosis
Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi yang
didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi pada 40-50%
pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat kematian dapat ditekan
<1% kasus. Keselamatan secara langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan
intensif. Pada kasus yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok
berkepanjangan atau perdarahan intrakranial.3

BAB IV
KESIMPULAN

Seorang anak perempuan usia 8 tahun didiagnosa dengue fever dan diberikan talaksana
awal dengan pemberian terapi cairan. Terapi medikamentosa berupa pemberian IVFD RL
24 tpm makro, paracetamol 3x500 mg jika demam, domperidon syr 3x1 cth dan Trombofit
sachet 2x1. Saat ini kondisi pasien sudah membaik dan pulang untuk dilakukan berobat
jalan.
DAFTAR PUSTAKA
1. A Sukohar., 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD) Volume 2, Nomor 2, Februari
2014. Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung : 2014
2. Candra, A., Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. Semarang: Aspirator Vol. 2 No. 2. 2010
3. Wahyono. TRM. Dkk.,Buletin Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Kemenkes.2010
4. Fitriani. Anita.,Prevalensi Demam Berdarah Dengue di Kota Medan Berdasarkan
Data di Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011. Skripsi. Medan: FKUSU. 2013
5. Depkes RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan.
Jakarta. Departemen Kesehatan RI; 2005.
6. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Jendela Epidemiologi Demam Berdarah
Dengue. Jakarta. Kementerian Kesehatan RI; 2010.
7. Suhendro, Leonard N, Khie C, Herdiman T.P., Demam Berdarah Dengue. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta. 2014.p:529-548.
8. World Health Organization. Dengue Guidlines for Diagnosis Treatment, Prevention
and Control. 2005
9. World Health Organization. Dengue Guidlines for Diagnosis Treatment, Prevention
and Control. 2009

Anda mungkin juga menyukai