Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usia kehamilan atau usia gestasi janin umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari
terhitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Perhitungan ini, dengan simpang baku
sekitar 2 minggu, dengan asumsi bahwa ovulasi dan konsepsi terjadi pada hari ke 14 dari
siklus haid, dimana siklus haid umunya berlangsung selama 28 hari.
Dalam setiap kehamilan penting untuk mengetahui usia gestasi janin, pengetahuan ini
menjadi sangat penting jika kehamilan tersebut bermasalah dan untuk menghindari kesalahan
dalam pengelolaan selanjutnya. Usia gestasi janin dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus Naegele, dimana tanggal persalinan yang diperkirakan didapat dari tanggal HPHT
ditambah 7, bulan dikurangi 3 dan tahun ditambah 1. Untuk itu dipastikan bahwa siklus haid
teratur, lama haid dalam batas normal dan perdarahan haid terakhir bulan merupakan akibat
dari metode kontrasepsi yang digunakan sebelum kehamilan.
Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294
hari) atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Pada umumnya
KLB dianggap berkaitan erat dengan kesakitan pada janin maupun ibunya. Terdapat dua
pilihan macam pengelolaan KLB yaitu dengan pengelolaan aktif/progresif dengan melakukan
induksi persalinan secara rutin pada umur kehamilan 41 atau 42 minggu, atau pengelolaan
ekpektatif/pasif dengan pemeriksaan kesejahteraan janin dan induksi persalinan dilakukan
apabila serviks sudah matang atau timbul komplikasi obstetri yang menjadi indikasi untuk
mengakhiri kehamilan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan kasus penyakit ini antara lain:
1. Apakah definisi darikehamilan post-date atau lebih bulan?
2. Bagaimana faktor-faktor yang dapat menyebabakan kehamilan lebih bulan?
3. Bagaimana cara menentukan umur kehamilan lebih bulan?
4. Bagaimana komplikasi kehamilan lebih bulan?
5. Bagaimana penatalaksanaan kehamilan lebih bulan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan kasus adalah:
1. Mengetahui definisi dari kehamilan post-date atau lebih bulan?
2

2. Mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabakan kehamilan lebih bulan?


3. Mengetahui cara menentukan umur kehamilan lebih bulan?
4. Mengetahui komplikasi kehamilan lebih bulan?
5. Mengetahui penatalaksanaan kehamilan lebih bulan?
1.4 Manfaat Makalah
1.4.1 Manfaat Keilmuan
Diharapkan laporan kasus ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan
mengenai kehamilan lebih bulan.
1.4.2 ManfaatPraktis
Diharapkan laporan kasus ini dapat memberikan tambahan literatur dalam menghadapi
kasus seperti ini.
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 33 Tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Tumpang
Pendidikan : SMP
No. Reg : 435327
Identitas Suami
Nama : Tn. S
Umur : 36 Tahun
Pekerjaan : Supir Truk
Agama : Islam
Alamat : Tumpang
Pendidikan : STM
4

2.2 Anamnesa
2.2.1 Keluhan Utama
Kenceng-kenceng sejak 2 hari yang lalu
2.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kandungan RSUD Kanjuruhan Kepanjen pukul 10.00 WIB
untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien merasakan sudah hamil 9 bulan dan datang
untuk kontrol. Pasien merasakan kenceng-kenceng pada perut sejak 2 hari yang lalu,
sifatnya hilang timbul. Pasien tidak mengeluhkan keluar darah, air maupun lendir dari
jalan lahir. Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua, oleh dokter pasien disarankan
untuk MRS.
2.2.3 Riwayat kehamilan ini
Hamil muda : mual (+), muntah (+), perdarahan (-), kejang (-)
Hamil tua : mual (-), muntah (-), perdarahan (-), kejang (-)
ANC : ke bidan 9 kali
Oyok :-
Riwayat kehamilan sebelumnya
Riwayat SC pada anak pertama 10 tahun lalu atas indikasi PRM
2.2.4 Riwayat Menstruasi
- Menarche :14 Tahun
- Lama menstruasi : 7 Hari
- Siklus : teratur
- Jumlah : 2-3 pembalut/ hari
- HPHT : 24-11-2016
- HPL : 1-9-2017
- Usia Kehamilan : 40-41 minggu
2.2.5 Riwayat Penggunaan Alat Kontrasepsi
KB suntik 3 bulan sekali selama 10 tahun setelah kelahiran anaak pertama
2.2.6 Riwayat Penyakit Dahulu
- Kardiovaskuler : Disangkal
- Hipertensi : Disangkal
- DM : Disangkal
- TBC : Disangkal
- Asma : Disangkal
- Penyakit kelamin/HIV AIDS : Disangkal
5

- MRS sebelumnya : Disangkal

2.2.7 Riwayat Perkawinan


Kawin : 1 kali, lama 11 tahun; umur saat kawin 22 tahun.
2.2.8 Riwayat Penyakit Keluarga
- Kanker : Disangkal
- Penyakit hati : Disangkal
- Hipertensi : Disangkal
- DM : Disangkal
- Epilepsi : Disangkal
- Penyakit Jiwa : Disangkal
- Kelainan bawaan : Disangkal
- Hamil kembar : Nenek dari suami
- TBC : Disangkal
- Alergi : Makanan laut
2.2.9 Pola Makan/Minum/Eliminasi/Istirahat/Psikososial
- Pola makan : 3 kali/hari
- Pola minum : ± 1500 cc/hari
- Riwayat minum jamu (+)
- Pola eliminasi : BAK 1200 cc/hari; warna kuning jernih
BAB 2 kali/hari; konsistensi lunak
- Pola istirahat : Tidur 6-8 jam/hari; terakhir jam 05.00 WIB
- Psikososial : social support dari semua keluarga
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.3.1 Status Present
Keadaan Umum : Compos mentis
GCS : 456
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 36,2oC
Jumlah Pernafasan : 20 x/menit
BB/TB : 69 kg/146 cm
6

2.3.2 Pemeriksaan Umum


1. Kulit : Normal
2. Kepala
Mata :Anemis (-/-); ikterik (-/-); pandangan menurun (-)
Mulut :stomatitis(-); hiperemi faring(-); pembesaran tonsil(-)
3. Leher : Pembesaran KGB leher (-); pembesaran tiroid (-)
4. Thorax
Paru :Pergerakan pernapasan simetris, retraksi otot napas (-), pembesaran
KGB axila (-), sonor, vesikuler (+/+); wheezing (-/-); ronkhi (-/-)
Cor : iktus kordis terlihat dan teraba, batas jantung normal, S1 S2
reguler, bising jantung
5. Kelenjar mamae : simetris, hiperpigmentasi, colostrum (-),
6. Abdomen : membesar membujur, striae albican (+), bekas operasi (+), linea
nigra (+), pekak, nyeri tekan (-), bising usus (+),
7. Ekstremitas : edema -/-, varises -/-, reflek patella +2/+2
2.3.3 Status Obstetri
Pemeriksaan luar
Inspeksi : Perut membesar arah membujur
Palpasi :
Leopold I : Tinggi fundus uteri 34 cm. Bagian teratas teraba besar, bulat,
lunak, tidak melenting. Kesan: bokong.
Leopold II : Tahanan memanjang disebelah kiripunggung di kiri (puki)
Leopold III : Di bagian bawah teraba besar, bulat, keras. Kesan: kepala.
Leopold IV : Belum masuk PAP
Auskultasi : Bunyi jantung janin 141 x/menit (reguler).
Pemeriksaan dalam
Dilakukan oleh bidan; pada tanggal 11 September Jam: 12.30
Pengeluaran per vaginam : tidak ada apa-apa
Vulva/vagina : Blood slym (-), fluor albus (-), benjolan (-), luka (-)
Pembukaan waktu his : Porsio menutup
Penipisan portio : Belum dapat dievaluasi
Ketuban : Belum dapat dievaluasi
Bagian terdahulu : Belum dapat dievaluasi
Bagian terendah : Belum dapat dievaluasi
Hodge : Belum dapat dievaluasi
7

Molase : Belum dapat dievaluasi

2.4 Ringkasan
Pasien (33 tahun) datang ke Poli Kandungan RSUD Kanjuruhan Kepanjen pukul
10.00 WIB untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien merasakan sudah hamil 9
bulan dan datang untuk kontrol. Pasien merasakan kenceng-kenceng pada perut sejak
2 hari yang lalu hilang timbul. Pasien tidak mengeluhkan keluar darah, air maupun
lendir dari jalan lahir. Ini merupakan kehamilan kedua, oleh dokter pasien disarankan
untuk MRS
Secara obyektif pasien dalam keadaan umum yang baik dan tanda vital normal.
Pemeriksaan obsetrik menunjukkan TFU 34 cm dan kesan bokong, punggung janin di
kiri, bagian terbawah kepala, dan belum masuk PAP. DJJ 141 x/menit. Pemeriksaan
dalam tidak ada apa-apa dan portio masih menutup.
2.5 Diagnosa
1. GII PI00Ab000 usia ibu 33 tahun
2. Gravid uk 40-41 minggu
3. Letak kepala, belum masuk PAP, punggung kiri
4. Hamil Post Date
5. BSC 10 tahun lalu
6. Belum inpartu
2.6 Planning Diagnose
Ultrasonografi (USG)
2.7 Rencana Tindakan
1. Infus RL
2. Pasang DC
3. Evaluasi tanda vital
4. Antibiotik 2 jam pre op
5. Pemeriksaan laboratorium lengkap: DL (Hb, eritrosit, leukosit, trombosit,
hematokrit), clotting time, bleeding time, HbsAg)
6. Pro SC elektif
8

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Kehamilan Lebih Bulan


3.1.1 Definisi
Kehamilan lewat bulan (KLB) adalah kehamilan yang berlangsung 42 minggu (294
hari) atau lebih, dihitung dari HPHT dengan lama siklus haid rata-rata 28 hari. Beberapa
penulis juga menyatakan KLB sebagai kehamilan melebihi 42 minggu. Jika ditinjau dari segi
bayi yang dilahirkan maka lebih dianjurkan menggunakan istilah postmatur, dimana istilah ini
merujuk pada fungsi. Jika ditinjau dari segi bayi, maka usia gestasi dilihat dengan memeriksa
tanda-tanda fisik dan laboratorium yang ditemukan pada bayi dan dengan melakukan
penilaian menurut score maturity rating.
Beberapa istilah yang perlu dimengerti antara lain: janin aterm adalah janin pada
kehamilan minggu ke 38-42 setelah HPHT, dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah
HPHT. Preterm dimaksudkan untuk kehamilan dan janin adalah saat sebelum minggu ke 38
dari HPHT, sedangkan bayi prematur adalah bayi yang lahir pada minggu ke 37 atau kurang.
Prematuritas adalah bayi yang lahir hidup dengan berat badan 2.500 gram atau kurang. Istilah
postmature sering digunakan secara keliru sebagai kehamilan yang terus berlangsung melewai
taksiran persalinan. Sebenarnya istilah tersebut digunakan bagi bayi baru lahir dari KLB yang
terbukti terjadi gangguan nutrisi intra uterin dan bayi lahir dengan dismature yaitu dengan
adanya tanda-tanda sindroma postmaturitas.
3.1.2 Istilah Lain dari KLB
Istilah kehamilan lewat bulan mempunyai beberapa sinonim yaitu: post-term
pregnancy, kehamilan postdatisme, prolonged pregnancy, extended pregnancy, kehamilan
postmatur, kehamilan serotinus, late pregnancy, post maturity pregnancy.
3.1.3 Epidemiologi KLB
Angka kejadian KLB rata-rata 10%, bervariasi antara 3,5%-14% dan 4%-7,3%
diantaranya kehamilan berlangsung melebihi 43 minggu. Perbedaan yang lebar ini disebabkan
perbedaan dalam menentukan umur kehamilan berdasarkan definisi yang dianut, populasi dan
kriteria dalam penentuan umur kehamilan. Karena pada umumnya umur kehamilan
diperhitungkan dengan rumus Naegle, sehingga masih ada faktor kesalahan pada penentuan
siklus haid dan kesalahan dalam perhitungan.
Dengan adanya ultrasonografi maka angka kejadian KLB dari 7,5% berdasarkan
HPHT turun menjadi 2,6% berdasarkan pemeriksaan ultrasonografi secara dini (pada umur
9

kehamilan 12-18 minggu) dan turun menjadi 1,1% bila diagnosis ditegakkan berdasarkan
HPHT dan ultrasonografi. Saito dkk dalam penelitian terhadap 110 pasien yang taksiran
tanggal ovulasi diketahui berdasarkan suhu basal, angka kejadian KLB adalah 11%
berdasarkan HPHT dibandingkan 9% berdasarkan tanggal ovulasi.
Mengingat resiko yang dihadapi oleh janin dan ibu, maka batasan yang digunakan
adalah umur kehamilan 42 minggu atau lebih. Untuk itu penderita perlu dirawat karena
termasuk kehamilan resiko tinggi.
3.1.4 Etiologi KLB
Terjadinya KLB sampai sekarang belum jelas diketahui. Namun beberapa teori dicoba
untuk menjelaskan terjadinya KLB. Secara umum teori-teori tersebut menyatakan KLB terjadi
karena adanya gangguan terhadap timbulnya persalinan.
Secara garis besar penyebab terjadinya KLB dari beberapa teori yaitu:
1. HPHT tidak jelas terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan pemeriksaan antenatal
yang teratur dan berpendidikan rendah.
2. Ovulasi yang tidak teratur dan adanya variasi waktu ovulasi oleh karena sebab apapun.
3. Kehamilan ekstrauterin.
4. Riwayat KLB sebelumnya, sebesar 15% beresiko untuk mengalami KLB.
5. Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan karena
a. Kurangnya produksi 16-a-hidroksidehidroeplandrosteron-sulfat (prekursor
estrogen) janin, yang sering ditemukan pada anensefalus.
b. Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis janin yang dapat mengakibatkan
penurunan produksi prekursor estriol sintesis
c. Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan x-linked inherited disease yang
bersifat resesif, sehingga pemecahan sulfat dari dehidroandrosteron sulfat tidak
terjadi
6. Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin serta peningkatan
reseptor oksitosin. Sedangkan untuk menimbulkan kontraksi uterus yang kuat, yang
paling berperan adalah prostaglandin.
7. Nwotsu et al menemukan bahwa kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta dan
rendahnya kadar kortisol dalam darah janin akan menimbulkan kerentanan terhadap
tekanan dari miometrium sehingga tidak timbul kontraksi.
8. Kurangnya estrogen tidak cukup untuk merangsang produksi dan penyimpanan
glikofosfolipid pada membran janin yang merupakan penyedia asam arakidonat pada
pembentukan konversi prostaglandin.
10

9. Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan, diduga gangguan yang
menyebabkan tidak adanya tekanan pada pleksus Frankenhauser oleh bagian tubuh
janin, oleh sebab apapun, dapat mengakibatkan terjadinya KLB.
3.1.5 Patofisiologi KLB
1. Sindrom Postmatur
Deskripsi Clifford 1954 tentang bayi postmatur didasarkan pada 37 kelahiran
secara tipikal terjadi 300 hari atau lebih setelah menstruasi terakhir. Ia membagi
postmatur menjadi tiga tahapan:

Stadium 1 cairan amnion jernih, kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa


dan maserasi berupa kulit kering, rapuh, dan mudah mengelupas
Stadium 2 kulit berwarna hijau, disertai mekonium
Stadium 3 kulit menjadi berwarna kuning-hijau pada kuku, kulit dan tali pusat
Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas. Gambaran ini
berupa kulit keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukkan
pengurasan energy, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut bermata terbuka,
tampak luar biasa siaga, tua dan cemas. Kulit keriput dapat amat mencolok di telapak
tangan dan telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Kebanyakan bayi postmatur
seperti itu tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang
turun di bawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya. Namun, dapat terjadi hambatan
pertumbuhan berat, yang logisnya harus sudah lebih dahulu terjadi sebelum minggu
42 minggu lengkap.banyak bayi postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat
akibat asfiksia lahir dan aspirasi mekonium. Beberapa bayi yang bertahan hidup
mengalami kerusakan otak.

2. Disfungsi Plasenta
Clifford (1954) mengajukan bahwa perubahan kulit pada postmatur disebabkan
oleh hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis keduanya yang terus
mempengaruhi konsep-konsep kontemporer menghubungkan sindrom postmaturitas
dengan penuaan plasenta. Namun Clifford tidak dapat mendemonstrasikan
degenerasi plasenta secara histologis. Memang, dalam 40 tahun berikutnya tidak
ditemukan perubahan morfologis dan kuantitatif yang signifikan. Smith and Barker
(1999) baru-baru ini melaporkan bahwa apoptosis plasenta meningkat secara
signifikan pada gestasi 41 sampai 42 minggu lengkap dibanding dengan 36 sampai
39 minggu. Makna klinis apoptosis tersebut tidak jelas sampai sekarang.
11

Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar eritropoetin plasma tali pusat pada 124
neonatus tumbuh normal yang dialhirkan dari usia gestasi 37 sampai 43 minggu.
Mereka ingin menilai apakah oksigenasi janin terganggu, yang mungkin disebabkan
oleh penuaan plasenta, pada kehamilan yang berlanjut melampaui waktu seharusnya.
Penurunan tekanan parsial oksigen adalah satu-satunya stimulator eritropoetin yang
diketahui. Setiap wanita yang diteliti mempunyai perjalanan persalinan dan
perlahiran nonkomplikata tanpa tanda-tanda gawat janin atau pengeluaran
mekonium. Kadar eritropoetin plasma tali pusat menindkat secara signifikan pada
kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada skor apgar
dan gas tali darah pusat yang abnormal pada bayi-bayi ini, penulis menyimpulkan
bahwa ada penurunan oksigenasi janin pada sejumlah kehamilan postterm.

Janin postterm mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi


tersebut luar biasa besar pada saat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukkan
bahwa fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang berlanjut,
meskipun kecepatannya lebih lambat adalah ciri khas gestasi antara 38 dan 42
minggu. Nahum dkk (1995) baru-baru ini memastikan bahwa pertumbuhan janin
terus berlangsung sekurang-kurangnya sampai 42 minggu.

3. Gawat Janin dan Oligohidramnion


Alasan-alasan utama meningkatnya resiko pada janin postterm dijelaskan oleh
Leveno dkk. Mereka melaporkan bahwa bahaya pada janin intrapartum merupakan
konsekuensi kompresi tali pusat yang menyertai oligohidramnion.
Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi ketika kehamilan telah melewati
42 minggu. Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin ke dalam volume cairan
amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental
yang terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
Trimmer dkk (1990) mengukur produksi urin janin tiap jam dengan
menggunakan pengukuran volume kandung kemih ultrasonic serial pada 38
kehamilan dengan usia gestasi 42 minggu atau lebih. Produksi urin yang berkurang
ditemukan menyertai oligohidramnion. Namun, ada hipotesis bahwa aliran urin janin
yang berkurang mungkin merupakan akibat oligohiramnion yang sudah ada dan
membatasi penelanan cairan amnion oleh janin. Velle dkk (1993) dengan
menggunakan bentuk-bentuk gelombang Doppler berdenyut, melaporkan bahwa
aliran darah ginjal janin berkurang pada kehamilan postterm dengan
oligohidramnion.
12

4. Pertumbuhan Janin Terhambat


Hingga kini makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilan yang
seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan. Morbiditas dan mortalitas
meningkat secara signifikan pada bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan .
seperempat kasus lahir mati yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan
bayi-bayi dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relative kecil.
3.1.6 Pendiagnosaan KLB
Untuk menegakkan diagnosis KLB, perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang
teliti, dapat dilakukan saat antenatal maupun postnatal. Anamnesis dan pemeriksaan yang
perlu dilakukan dalam menegakkan diagnosis KLB antara lain:
1. Riwayat haid
2. Denyut jantung janin
3. Gerakan janin
4. Pemeriksaan ultrasonografi
5. Pemeriksaan sitologi
6. Pemeriksaan radiologi
Menurut Pernoll, digunakan beberapa parameter, dianggap KLB jika 3 dari 4 kriteria
hasil pemeriksaan ditemukan, yaitu:
1. Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan urin dinyatakan positif
2. Telah lewat 32 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan
menggunakan fetalphone Doppler.
3. Telah lewat 22 minggu sejak denyut jantung janin pertama kali terdengar dengan
menggunakan stetoskop Laennec.
4. Telah lewat 24 minggu sejak ibu merasakan aktivitas/gerakan janin (quickening)
Parameter yang dapat membantu penentuan umur kehamilan adalah tanggal saat
pertama kali tes kehamilan positif (+_ UK 6 minggu) persepsi ibu akan adanya gerakan janin
(quickening) pada UK 16-18 minggu, waktu saat detik jantung janin pertama kali terdengar
(10-12 minggu dengan fetal phone/Doppler dan 19-20 minggu dengan fetoskop)
3.1.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnose:
1. Pemeriksaan ultrasonografi
Digunakan sebagai gold standar dalam membantu menentukan UK. Ketepatan
pemeriksaan ultrasonografi berubah seiring dengan lamanya umur kehamilan saat
diperiksa. Waktu yang paling baik untuk konfirmasi UK dengan ultrasonografi adalah
13

antara 16-20 minggu. Bila perkiraan UK dengan perhitungan berdasarkan HPHT


berbeda lebih dari 10-12 hari dibandingkan pemeriksaan ultrasonografi tersebut.
a. Pada trimester I, parameter yang paling sering dipakai adalah panjang puncak
kepala-bokong (CRL=Crown-Rump Lenght). Berdasarkan pengukuran CRL,
90% dengan interval kepercayaaan ± 3 hari. Panjang femur pada umumnya
dipakai sebagai pedoman pada UK 14 minggu, dan bila digunakan sebelum UK
20 minggu ketepatannya ± 7 hari.
b. Padatrimester II, digunakan diameter biparetal (BPD-Biparetal Diameter),
lingkar kepala (HC=Head Circumference) dan panjang femur (FL=Femur
Lenght). BPD sampai UK 20 minggu memiliki ketepatan 90% interval
kepercayaan ± 8 hari, tetapi antara UK 18-24 minggu ketepatan 90% dengan
interval kepercayaan ± 12 hari.
c. Pada trimester III, digunakan pengukuran BPD dan FL dengan masing-masing
ketepatannya ± 21 hari dan ± 16 hari.
2. Pemeriksaan cairan amnion
Dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa kehamilan lewat bulan. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat diidentifikasi adalah:
a. Kadar lesitin/spingomielin
Bila lesitin/spongiomielin dalam cairan amnion kadarnya sama, maka umur
kehamilan sekitar 22-28 minggu, lesitin 1,2 kali kadar spongiomielin 28-32
minggu, pada kehamilan genap bulan rasio menjadi 2:1. Pemeriksaan ini tidak
dapat dipakai untuk menentukan kehamilan postterm, tetapi hanya digunakan
untuk menentukan apakah janin cukup umur/matang untuk dialhirkan yang
berkaitan mencegah kesalahan dalam tindakan pengakhiran kehamilan.
b. Aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA)
Hastwell berhasil membuktikan bahwa cairan amnion mempercepat waktu
pembekuan darah. Aktivitas ini meningkat dengan bertambahnya umur kehamilan.
Pada umur kehamilan 41-42 minggu ATCA berkisar antara 45-65 detik, pada umur
kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan ATCA kurang dari 45 detik. Bila
didapatkan ATCA antara 42-46 detik menunjukkan bahwa kehamilan berlangsung
lewat waktu.
c. Sitologi cairan amnion
Pengecatan nile blue sulphate dapat melihat sel lemak dalam cairan amnion. Bila
jumlah sel yang mengandung lemak melebihi 10% maka kehamilan diperkirakan
14

36 minggu dan apabila 50% atau lebih, maka umur kehamilan 39 minggu atau
lebih.
Tabel . Gambaran sitologi hormonal kehamilan mendekati genap bulan, genap bulan dan KLB
Mendekati Genap Lewat
Sitologi
genap bulan bulan bulan
Kelompok dan lipatan sel ++ +/0 0
Sel navikular +++ +/0 0
Penyebaran sel tersendiri + ++/+++ +++
Sel superficial tersendiri 0 ++ +++
Sel intermediate tersendiri + ++ +/0
Sel basal eksterna tersendiri 0 0 ++
Indeks piknotik < 10% 15-20% >20%
Indeks eosinofil 1% 2-15% 10-20%
Sel radang + + ++
3. Pemeriksaan Radiografi
Dilakukan untuk menilai pusat-pusat penulangan pada bagian-bagian tertentu yang
dapat memperkirakan usia kehamilan.
Tabel 1. Umur kehamilan menurut terlihatnya inti penulangan
Inti penulangan UK (minggu)
Kalkaneus 24-26
Talus 26-28
Femur distal 36
Tibia proksimal 38
Kuboid 38-40
Humerus proksimal 38-40
Korpus kapitatum ≥ 40
Korpus hamitatum ≥ 40
Kuneiformis ke-3 ≥ 40
Femur proksimal ≥ 40

3.1.8 Pengaruh KLB


KLB dapat mempengaruhi kedaan plasenta, janin, maupun ibu.
1. Pengaruh terhadap plasenta
Penimbunan kalsium, selaput vakulosinsisial yang menebal dan berkurang, degenerasi
jaringan plasenta sepertie edema, timbunan fibrinoid, fibrosis, thrombosis intervili,
dan infark vili.
2. Pengaruh terhadap ibu
KLB meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Persalinan post-matur dapat
menyebabkan distosia, karena adanya:
a. Kontraksi uterus yang tak terkoordinir
b. Janin besar
15

c. Moulding (moulage) kepala kurang


Oleh karena itu dapat ditemukan penyulit saat persalinan berupa:
a. Partus lama
b. Kesalahan letak
c. Inersia uteri
d. Distosia bahu
e. Perdarahan post-partum
3. Pengaruh terhadap janin
a. Berat janin bertambah
b. Terjadi sindrom prematuritas, sesuai dengan deskripsi Clifford.
c. Gawat janin
3.1.9 Penatalaksanaan KLB
Terdapat dua pendapat dalam pengelolaan KLB yaitu:
1. Pengelolaan ekspektatif/konservatif/pasif
Pertimbangan dalam pengelolaan pasif adalah dengan mengingat beberapa hal:
a. Usia gestasi tidak selalu diketahui dengan benar, sehingga janin mungkin kurang
matur.
b. Sulit untuk mengidentifikasi dengan jelas apakah janin akan meninggal atau akan
mengalami morbiditas serius jika tetap dipertahankan.
c. Mayoritas janin lahir dalam keadaan baik.
d. Induksi persalinan tidak selalu berhasil.
e. Bedah Caesar meningkatkan resiko morbiditas ibu, bukan hanya pada kehamilan
ini, tapi juga kehamilan berikutnya.
Manajemen penanganan secara pasif adalah:
a. Monitoring janin
b. Cek tanda insufisiensi plasenta
c. Pemeriksaan pematangan serviks, sesuaikan dengan skor bishop. Jika memenuhi
kriteria Bishop dengan skor ≥6, maka dapat diinduksi persalinan.
Tabel. Sistem skoring menurut Bishop
Kriteria 0 1 2 3
Dilatasi serviks (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran serviks (%) 0-30 40-50 60-70 80
Penurunan kepala dari H III (cm) -3 -2 -1 – (0) +1 – (+2)
Konsistensi serviks Keras Sedang Lunak
Posisi serviks Posterior Medial Anterior
16

Induksi persalinan secara operatif/tindakan, yaitu:


a. Melepas kulit ketuban dari bagian bawah rahim
b. Amniotomi
c. Rangsangan pada puting susu
d. Stimulasi listrik
e. Pemberian bahan-bahan ke dalam rahim/rektum dan hubungan seksual

Induksi persalinan secara medisinal, yaitu:


a. Tetes oksitosin
b. Pemakaian prostaglandin
c. Cairan hipertonik intrauterin/extra-amniotic normal saline.

2. Pengelolaan aktif
Tindakan operasi seksio sesar dilakukan dengan pertimbangan berikut:
a. Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
b. Bishop skor tidak memenuhi 6 ke atas
c. Pembukaan belum lengkap, persalinan tak maj, dan gawat janin
d. Primigravida tua
e. Kematian janin dalam rahim (KJDR)
f. Pre-eklampsia
g. Hipertensimenahun
h. Anakberharga
i. Kesalahanletakjanin

3.2Sectio Caesarea
3.2.1Definisi
Seksio sesaria atau persalinan sesaria didefinisikan sebagai melahirkan janin melalui
insisi dinding abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi). Tindakan ini dilakukan
untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang
dapat timbul bila persalinan tersebut berlangsung pervaginam.
3.2.2Klasifikasi
1. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan
melakukan insisi pada segmen bawah uterus. Hampir 99% dari seluruh kasus seksio
sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan dengan menggunakan teknik ini, karena
memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik, dan tidak banyak
menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam
17

mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan


dapat menimbulkan perdarahan. Arah insisi melintang (secara Kerr) dan insisi
memanjang (secara Kronig).
2. Seksio sesarea klasik (corporal), yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri.
Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman
(misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika urinaria akibat pembedahan
sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau karsinoma serviks
invasif), bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah.
3. Seksio sesarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah seksio
sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada uterus
miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur uteri yang tidak dapat
diatasi dengan jahitan.
4. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam
rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam praktek obstetri (Charles,
2005).
5. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum
dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke bawah atau ke
garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah.
3.2.3Indikasi Tindakan Sectio Caesarea
A. Faktor janin
1. Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit
keluar dari jalan lahir, umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan (macrosomia)
karena ibu menderita kencing manis (diabetes mellitus). Apabila dibiarkan terlalu
lama di jalan lahir dapat membahayakan keselamatan janinnya.
2. Kelainan letak janin
Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan letak lintang. Letak
sungsang yaitu letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin
merupakan kutub bawah. Sedangkan letak lintang terjadi bila sumbu memanjang ibu
membentuk sudut tegak lurus dengan sumbu memanjang janin. Oleh karena seringkali
bahu terletak diatas PAP (Pintu Atas Panggul), malposisi ini disebut juga prensentasi
bahu.
3. Ancaman gawat janin (fetal disstres)
Keadaan janin yang gawat pada tahap persalinan, memungkinkan untuk segera
dilakukannya operasi. Apabila ditambah dengan kondisi ibu yang kurang
18

menguntungkan. Janin pada saat belum lahir mendapat oksigen (O2) dari ibunya
melalui ari-ari dan tali pusat. Apabila terjadi gangguan pada ari-ari (akibat ibu
menderita tekanan darah tinggi atau kejang rahim), serta pada tali pusat (akibat tali
pusat terjepit antara tubuh bayi), maka suplai oksigen (O2) yang disalurkan ke bayi
akan berkurang pula. Akibatnya janin akan tercekik karena kehabisan nafas. Kondisi
ini dapat menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang
meninggal dalam rahim. Apabila proses persalinan sulit dilakukan melalui vagina
maka bedah casarea merupakan jalan keluar satu-satunya.
4. Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, kerusakan genetik, dan hidrosepalus (kepala besar karena
otak berisi cairan), dapat menyababkan memutuskan dilakukan tindakan operasi.
5. Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang dapat menyebabkan keadaan gawat darurat pada
ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi yaitu Plasenta
previa (plasenta menutupi jalan lahir), Solutio Plasenta (plasenta lepas), Plasenta
accrete (plasenta menempel kuat pada dinding uterus), Vasa previa (kelainan
perkembangan plasenta).
6. Kelainan tali pusat
Berikut ini ada dua kelainan tali pusat yang biasa terjadi yaitu prolapsus tali pusat (tali
pusat menumbung), dan terlilit tali pusat. Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)
adalah keadaan penyembuhan sebagian atau seluruh tali pusat berada di depan atau di
samping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum
bayi. Dalam hal ini, persalinan harus segera dilakukan sebelum terjadi sesuatu yang
tidak diinginkan pada bayi, misalnya sesak nafas karena kekurangan oksigen (O2).
Terlilit tali pusat atau terpelintir menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke janin tidak
lancar. Jadi, posisi janin tidak dapat masuk ke jalan lahir, sehingga mengganggu
persalinan maka kemungkinan dokter akan mengambil keputusan untuk melahirkan
bayi melalui tindakan Sectio Caesaerea.
7. Bayi kembar (multiple pregnancy)
Tidak selamanya bayi kembar dilakukan secara Caesarea. Kelahiran kembar memiliki
resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Bayi kembar
dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan
melalui persalinan alami. Hal ini diakibatkan, janin kembar dan cairan ketuban yang
berlebihan membuat janin mengalami kelainan letak. Oleh karena itu, pada kelahiran
kembar dianjurkan dilahirkan di rumah sakit karena kemungkinan sewaktu-waktu
19

dapat dilakukan tindakan operasi tanpadirencanakan. Meskipun dalam keadaan


tertentu, bisa saja bayi kembar lahir secara alami. Faktor ibu menyebabkan ibu
dilakukannya tindaka operasi, misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi
kontraksi rahim, riwayat kematian pre-natal, pernah mengalami trauma persalinan dan
tindakan sterilisasi. Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan janin harus dilahirkan
dengan operasi.

B. Faktor ibu
1. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 35 tahun memiliki resiko
melahirkan dengan operasi. Apalagi perempuan dengan usia 40 tahun ke atas. Pada
usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah
tinggi, penyakit jantung, kencing manis (diabetes melitus) dan pre- eklamsia (kejang).
Eklamsia (keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga seringkali
menyebabkan dokter memutuskan persalinan dengan operasi caesarea.
2. Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin dan dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Kondisi tersebut membuat bayi susah keluar melalui jalan
lahir.
3. Persalinan sebelumnya Caesar
Persalinan melalui bedah Caesarea tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus
berlangsung secara operasi atau tidak.
4. Faktor hambatan panggul
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit. bemafas. Gangguan jalan lahir ini bisa
terjadi karena adanya mioma atau tumor. Keadan ini menyebabkan persalinan
terhambat atau macet, yang biasa disebut distosia.
5. Kelainan kontraksi Rahim
Jika kontraksi lahir lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine action) atau
tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan,
menyebabkan kepala bayi tidak terdorong atau tidak dapat melewati jalan lahir dengan
lancar. Apabila keadaan tidak memungkinkan, maka dokter biasanya akan melakukan
operasi Caesarea.
20

6. Ketuban pecah dini


Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera
dilahirkan. Kondisi ini akan membuat air ketuban merembes keluar sehingga tinggal
sedikit atau habis.
7. Rasa takut kehilangan
Pada umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami rasa
sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha yang
semakin kuat. Kondisi tersebut sering menyebabkan seorang perempuan yang akan
melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Sehingga untuk
menghilangkan perasaan tersebut seorang perempuan akan berfikir melahirkan melalui
Caesarea.
3.2.4Kontraindikasi
Pada prinsipnya seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin sehingga
dalam praktik obstetri tidak terdapat kontraindikasi pada seksio sesarea. Dalam hal ini adanya
gangguan mekanisme pembekuan darah ibu, persalinan pervaginam lebih dianjurkan karena
insisi yang ditimbulkan dapat seminimal mungkin
3.2.5Komplikasi
Kelahiran sesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu maupun janinnya. Morbiditas
pada seksio sesarea lebih besar jika dibandingakan dengan persalinan pervaginam. Ancaman
utama bagi wanita yang menjalani seksio sesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan
sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan perlukaan pada traktus urinarius, infeksi pada
luka.
Demam puerperalis didefinisikan sebagai peningkatan suhu mencapai 38,50C. Demam
pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala bukan sebuah diagnosis yang menandakan
adanya suatu komplikasi serius . Morbiditas febris merupakan komplikasi yang paling sering
terjadi pasca pembedahan seksio seksarea.
Perdarahan masa nifas post seksio sesarea didefinisikan sebagai kehilangan darah
lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai homeostatis
di tempat insisi uterus maupun pada placental bed akibat atoni. Komplikasi pada bayi dapat
menyebabkan hipoksia, depresi pernapasan, sindrom gawat pernapasan dan trauma
persalinan.
21

BAB IV
KESIMPULAN

Pasien (33 tahun) datang ke Poli Kandungan RSUD Kanjuruhan Kepanjen pukul 10.00
WIB untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien merasakan sudah hamil 9 bulan dan datang
untuk kontrol. Pasien merasakan kenceng-kenceng pada perut sejak 2 hari yang lalu hilang
timbul. Pasien tidak mengeluhkan keluar darah, air maupun lendir dari jalan lahir. Ini
merupakan kehamilan kedua, oleh dokter pasien disarankan untuk MRS.
Secara obyektif pasien dalam keadaan umum yang baik dan tanda vital normal.
Pemeriksaan obsetrik menunjukkan TFU 34 cm dan kesan bokong, punggung janin di kiri,
bagian terbawah kepala, dan belum masuk PAP. DJJ 141 x/menit. Pemeriksaan dalam tidak
ada apa-apa dan portio masih menutup. Oleh karena itu di diagnosa
1. GII PI000 Ab000 usia ibu 33 tahun
2. Gravid uk 40-41 minggu
3. Letak kepala, belum masuk PAP, punggung kiri (puki)
4. BSC 10 tahun lalu
5. Belum inpartu
Untuk mencegah bahaya persalinan sulit dan prognosis yang buruk pada ibu dan janin maka
pada pasien ini direncanakan akan dilakukan sectio caesar dengan indikasi Post date atau
kehamilan lebih bulan dan bekas SC 10 tahun lalu

Anda mungkin juga menyukai