Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan indikator yang digunakan untuk
mengukur derajat kesehatan yang berkaitan dengan jumlah wanita yang
meninggal akibat gangguan kehamilan, persalinan dan nifas (Badan Pusat
Statistik, 2012). Sebanyak 800 ibu meninggal setiap hari akibat kehamilan dan
melahirkan yang mayoritas terjadi di negara berkembang. (WHO, 2014). Angka
Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sendiri sempat mengalami penurunan dari tahun
1990 sebesar 390 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 220 ditahun 2010. Namun
mengalami kenaikan pesat menjadi 359 hasil dari Survey Demografi Kesehatan
Indonesia (SDKI) pada tahun 2012.
Target Millenium Development Goals (MDGs) yaitu menurunkan angka
kematian ibu pada tahun 2015 hingga 102 dari 100.000 kelahiran hidup yang tidak
tercapai. Sehingga target ini dilanjutkan dengan Sustainable Development Goals
(SDGs) dengan target penurunan angka kematian ibu hingga mencapai 306 dari
100.000 kelahiran hidup di tahun 2019 dan 70 per 100.000 kelairan hidup di tahun
2030 yang akan datang. Faktor utama penyebab kematian ibu adalah perdarahan
(28%), eclampsia (24%) dan infeksi (11%) (Kemenkes RI, 2014).
Post Partum Haemorrhage (PPH) atau Perdarahan Pasca Persalinan
merupakan penyebab terbesar kematian ibu di negara berkembang. Kasus ini juga
merupakan penyebab primer dari hampir seperempat kematian ibu secara global.
Disebut perdarahan post partum yakni terjadinya perdarahan lebih dari 500 cc
setelah persalinan pervaginam atau lebih dari 1000 cc setelah persalinan seksio
sesarea (WHO, 2009). Beberapa penyebab terjadinya perdarahan pasca persalinan
yang biasa dikenal dengan 4T yakni tone dimana uterus tidak bisa kontraksi untuk
menghentikan perdarahan atau yang biasa disebut atonia uteri, trauma seperti
trauma jalan lahir, tissue seperti adanya retensio plasenta karena sisa plasenta
yang tertinggal dan thrombin seperti gangguan pembekuan darah (Sarwono,2008).
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk menangani adanya
perdarahan pasca persalinan ini yakni dilakukannya manajemen aktif kala III.
Manajemen aktif kala III ini meliputi pemberian uterotonika segera setelah bayi
lahir, setelah observasi terhadap kontraksi uterus dilakukan klem tali pusat selama
3 menit dan melahirkan plasenta dengan penegangan tali pusat terkendali serta
masase uterus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Perdarahan Pasca Persalinan ?
2. Apa saja etiologi Perdarahan Pasca Persalinan?
3. Bagaimana patofisiologi Perdarahan Pasca Persalinan ?
4. Bagaimana penegakan diagnosis dari Perdarahan Pasca Persalinan ?
5. Apa saja tatalaksana pada Perdarahan Pasca Persalinan?
6. Apa saja komplikasi dari Perdarahan Pasca Persalinan ?
7. Bagaimana prognosis Perdarahan Pasca Persalinan ?

1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah :
1. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidan
kedokteran
2. Memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik di Bidang Obstetri dan
Ginekologi RSUD Kanjuruhan Kepanjen Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Malang

1.4 Manfaat
Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik Obstetri dan Ginekologi.

.
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Status Obstetri
2.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. H
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan :-
Agama : Islam
Alamat : Dusun Cungkal RT. 09 RW 02 Kel. Sumberpetung
Kec. Kalipare Kab. Malang, Jawa Timur
Status pernikahan : Menikah
Suku : Jawa
Tanggal MRS : 24 Juli 2022
Tanggal operasi : 26 Juli 2022
No RM : 537***
Diagnosa : G1P1001Ab000 dengan Late Hemorrhagic Post
Partum
Identitas Suami
Nama : Tn. A
Umur : 32 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan :-
Agama : Islam
Alamat : Dusun Cungkal RT. 09 RW 02 Kel. Sumberpetung
Kec.Kalipare Kab. Malang, Jawa Timur
Status pernikahan: Menikah
Suku : Jawa
2.2 Anamnesa
1. Keluhan Utama
Perdarahan dari jalan lahir bergumpal-gumpal
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan tanggal 24 Juli 2022 dengan
keluhan perdarahan dari jalan lahir yang bergumpal-gumpal sejak pagi pukul
08.00. Pasien melahirkan tanggal 12 Juli 2022 dan terdapat riwayat perdarahan
yang banyak saat persalinan. Pada tanggal 23 Juli 2022 keluar darah lagi dari
jalan lahir.
3. Riwayat kehamilan ini :
- Hamil muda : mual (-), muntah (-), pendarahan (-),
kejang (-)
- Hamil tua : sakit kepala (-), mual (-), muntah (-),
perdarahan (-), kejang (-)
- Pijat perut : disangkal
- Minum jamu : disangkal
- Trauma : disangkal
- ANC : 5 kali di bidan dan dokter spesialis
kandungan
1. Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
TBC : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat oprasi : disangkal
Epilepsi : disangkal
HIV : disangkal
2. Riwayat keluarga :
Hipertensi : Ibu pasien
DM : disangkal
TBC : disangkal
Asma : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat oprasi : disangkal
Epilepsi : disangkal
HIV : disangkal
3. Riwayat Haid :
Menarch : 12 tahun
Siklus : tiap 28 hari, teratur 1 kali sebulan
Lama : 5-6 hari
Jumlah darah : sedang (1-2 pembalut/hari)
Disminorea : pasien mengalami disminore ketika haid
Flour albus :-
HPHT : Post Partum
HPL : Post Partum
4. Riwayat Perkawinan:
Menikah : 1 kali, saat usia 29 tahun
Lama menikah: 1 tahun
5. Riwayat kehamilan dan persalinan

Jenis Umur Jenis Penolong Umur BB


Kelamin Kehamilan Kehamilan Anak Lahir
1 Perempuan 36 minggu Spontan Bidan bulan 3500
gr

6. Riwayat Kontrasepsi (KB)


- Tidak memakai kontrasepsi
7. Riwayat Kebiasaan :
Pola makan pasien 3-4 kali sehari dengan nasi, sayur dan lauk lebih
sering tahu tempe dan ayam, pola minum 2 L/hari, konsumsi kopi
3-4 kali perhari, tidak pernah olahraga. BAK 3-4 kali sehari, warna
kuning jernih, BAK terakhir 12:00. BAB 1 kali/hari, konsistensi
padat, BAB terakhir 05:00. Tidur 8 jam/hari, terakhir tidur jam
23:00.
8. Riwayat Sosial Ekonomi : Menengah
9. Riwayat Psikologis : Tenang
2.3 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Cukup
2. Kesadaran : Compos mentis, E4V5M6
3. Tanda Vital : TD : 100/60 mmHg; Nadi : 82 x/menit; RR : 19
x/menit; Suhu : 36 C ,SpO2 : 97%
o

4. Pemeriksaan Antropometri
- Berat badan saat hamil : kg
- Berat badan sebelum hamil : kg
- Tinggi badan : cm
5. Kulit : berwarna kuning langsat, tidak ada gatal,
kulit kering, turgor baik. Tidak didapatkan adanya luka
6. Kepala : Bentuk kepala normal, rambut kepala tidak
mudah rontok, tidak ada luka maupun benjolan.
7. Mata : Anemia +/+, ikterik -/-, pupil isokor, reflek
cahaya +/+, Mata tidak cowong
8. Hidung : tidak ada deformitas, tidak ada atrofi
konka, tidak ada secret, tidak ada obstruksi
9. Mulut : tidak ada stomatitis, gigi normal, kelainan
lidah tidak ada, mukosa faring tidak hiperemi, tidak ada pembesaran
tonsil.
10.Telinga : tidak ada secret, tidak serumen, tidak ada
benda asing, pendengaran normal
11. Leher : tidak kaku, tidak ada deviasi trakea, tidak
ada pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid
12. Thoraks : dalam batas normal

Pulmo :
- Inspeksi : bentuk normal, pergerakan dada kanan sama
dengan dada kiri, irama regular, otot bantu nafas (-), pola nafas
abnormal (-).
- Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
- Perkusi : sonor/sonor
- Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan :
wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Cor :
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis kuat angkat, thrill (-)
- Perkusi :
o Batas kiri atas : ICS II para sternal line sinistra
o Batas kanan atas: ICS II para sternal line dekstra
o Batas kiri bawah: ICS V midclavicular line sinistra
o Batas kanan bawah: ICS IV para sternal linea dekstra
- Auskultasi : bunyi jantung I-II, regular, suara tambahan
jantung : gallop (-), murmur (-).
13.Abdomen
- Inspeksi : gambaran pembuluh darah collateral (-), tumor (-),
striae livide (-), strie albican (-), line nigra (-), bekas operasi (-)
- Auskultasi : bising usus normal
- Palpasi : ada nyeri tekan dibekas SC, pembesaran organ (-),
teraba massa abdomen (-), TFU 2 jari diatas sympisis pubis
14. Ekstremitas : akral hangat
- Atas kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Atas kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Bawah kanan : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
- Bawah kiri : bengkak (-), sakit (-), luka (-)
15. Pemeriksaan Obstetri
a. Pemeriksaan luar
- Inspeksi : perut membesar arah membujur
- Palpasi :
 Leopold I : TFU tidak teraba
- Auskultasi : (-)
- His : (-)
Pemeriksaan dalam : VT : ditemukan darah +stobel portio 2cm
B. Status Ginekologi
Inspeksi : tde
Palpasi : tde
C. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 25 Juni 2022 / pukul 05.26 WIB
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,7 g/dL 11,4-15,1 g/dL

Hematokrit 29,5 % 38 - 42 %
Eritrosit 3,35 juta/cmm 4,0 – 5,0 juta/cmm
Leukosit 14.100/cmm 4700-11300/cmm
Trombosit 235.000/cmm 142.000-424.000/cmm
MCH 29,0 27-31 pg
MCHC 32,8 32-36 %
Hitung Jenis
Lekosit
Eosinofil 2,8 0-4 %
Basofil 0,5 0-1 %
Neutrofil 82,7 51-67 %
Limfosit 7,5 25-33 %
Monosit 6,5 2-5 %

1.1 RESUME
Ny. H 30 tahun datang dengan keluhan perdarahan banyak dari jalan
lahir. Keluhan tersebut dialami pasien sejak pagi 23 Juli 2022 pukul 08.00.
Terdapat riwayat melahirkan pada tanggal 12 Juli 2022. Pasien mengatakan
saat persalinan terdapat riwayat perdarahan yang banyak. Status vital sign
ketika pasien datang, kesadaran kompos mentis dengan GCS 456, TTV
pasien TD : 115/59 mmHg; Nadi : 124 x/menit; RR : 20 x/menit; SpO2 :
97%; suhu pasien normal yaitu 36,8 Co, sedangkan status generalisata pasien
secara keseluruhan dalam batas normal.
Pada hasil pemeriksaan obstetrik, didapatkan saat palpasi TFU tidak
teraba. Pemeriksaan leopold tidak dilakukan karena merupakan pasien post
partum. Pada saat pemeriksaan dalam ditemukan adanya darah + stobel
disertai portio 2 cm. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan hemoglobin
yang rendah yaitu dengan nilai 9,7 g/dL, Hematokrit 29,5% dan terjadi
peningkatan leukosit sebesar 14.100.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, diagnosis
kasus ini yaitu G3P1001Ab000 Post partum hari ke 11 dengan late HPP dan
anemia.
1.2 Diagnosa
P1001 Ab000 Post partum hari ke 11 dengan late HPP dan anemia.
1.3 Planning
- MRS
- Transfuse 4 PRC
- Infus 2 line : line 1 infus transfuse
Line 2 infus drip oksitosin dan metilergo
1.4 Tabel Observasi
23-07-2022 (18.00)
S O A P
Melahirkan KU : Cukup P1001Ab000 Infus 2 line :
tanggal 11-07- Tensi : 100/60 dengan post - 1 line infus
2022. Mengalami mmHg partum hari ke 11 transfuse
perdarahan Nadi : 82x/menit + Late HPP + - 2 line infus
banyak saat Suhu : 36,6C Anemia drip oksitosi
+ metilergo
persalinan. Hari RR : 19x/menit
ini jam 08.00 SpO2: 97% Transfusi 4 PRC :
keluar darah Anemis +/+ masuk 2 labu/hari
banyak darah dari Palpasi : TFU
jalan lahir tidak teraba
VT : +darah,
portio 2 cm
24-07-2022 (08.00)
S O A P
Lemas + KU : cukup P1001Ab000 Infus 2 line + DC
Pusing + PPV + dengan post lancar
Anemis + partum hari ke 12 Rencana transfuse
Hb : 4,3 gr/ dL + Late HPP + 4 PRC
Tensi : 110/70 Anemia Observasi lanjut
mmHg
Nadi : 84x/menit
SpO2 : 99%
RR : 20x/menit
Suhu : 36C
25-07-2022 (08.00)
S O A P
Perdarahan KU : cukup P1001Ab000 Infus RL 500 ml
pervaginam + Tensi : 110/70 dengan post 30 tpm + DC
Nadi : 88x/menit partum hari ke 13 lancar
SpO2 : 98% + Late HPP + Puasa +
RR : 19x/menit Anemia Injeksi ceftriakson
Suhu : 36,7C 2x1
R/ kuretase jam
12.00
26-07-2022 (08.00)
S O A P
- KU : cukup P1001Ab000 Infus RL 500 ml
Panas – dengan post 20 tpm
PPV -, Anemis- partum hari ke 14 Diet NSTVTP
Tensi : 110/70 + Post Curet H-1 Asam mefenamat
mmHg dengan ret sisa 3x500 mg
Nadi : 90x/menit plasenta Metilergo 2x0,125
Suhu : 36,5C
RR : 20x/menit
SpO2: 98%

1.5 Prognosis
- Ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
- Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi dan Klasifikasi Perdarahan Pasca Persalinan


Perdarahan Pasca Persalinan merupakan perdarahan dari saluran
genitalia lebih dari 500 mL setelah melahirkan pervaginam atau lebih dari
1000 mL setelah melahirkan secara seksio sesarea (PNPK, 2016). Perdarahan
pasca salin menurut waktu diklasifikasikan menjadi : (PNPK, 2016)
1. Perdarahan pasca salin primer (Primary Post Partum
Haemorrhage / Early Post Partum Haemorrhage )
Perdarahan yang terjadi 24 jam pertama pasca persalinan.
Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan
inversion uteri.
2. Perdarahan pasca salin sekunder (Secondary Post Partum
Haemorrhage / PPH kasep / Late Post Partum Haemorrhage )
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama pasca persalinan.
Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh
infeksi, subinvolusio uteri atau sisa plasenta yang tertinggal.

Berdasarkan jumlah perdarahannya, perdarahan pasca persalinan dibagi


menjadi : (PNPK, 2016).
1. Perdarahan Pasca Salin Minor yakni perdarahan sebanyak 500-
1000 cc tanpa adanya tanda-tanda klinis syok.
2. Perdarahan Pasca Salin mayor merupakan perdarahan sebanyak
>1000 cc dan terdapat adanya tanda-tanda syok. Perdarahan mayor
dibagi lagi menjadi mayor sedang (1000-2000 mL) dan mayor
berat (>2000 mL).

3.2 Faktor Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan


Perdarahan post partum primer disebabkan oleh 4T antara lain :
a. Tone
Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan keadaan lemahnya myometrium pada
uterus saat berkontraksi sehingga uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi/ plasenta lahir. Keadaan
ini menyebabkan perdarahan postpartum karena 1/5 curah jantung ibu hamil
sebanyak 1000 ml/menit memasuki sirkulasi plasenta saat persalinan yang
dapat menghilangkan banyak darah ibu dalam waktu yang singkat. Sehingga
atonia uteri merupakan penyebab perdarahan post partum tersering yakni
sebesar 75-90% yang dapat membuat kematian pada ibu (Coker A et al,
2006).
Faktor predisposisi pada atonia uteri adalah sebagai berikut :
(Sarwono, 2009)
 Regangan Rahim berlebihan karena gemelli, polihidramnion atau
makrosomia
 Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan kasep, partus
presipitatus, drip oksitosin, prostaglandin
 Kehamilan grande-multipara
 Ibu dengan keadaan umum jelek, anemis atau menderita penyakit
menahun
 Mioma uteri yang mengganggu kontraksi Rahim
 Infeksi intrauterine (korioamnionitis)
 Gangguan kontraksi (tokolitik, anastesi general)
 Riwayat atonia uteri sebelumnya.
b. Tissue

Retensio Plasenta
Retensio plasenta terjadi apabila plasenta tetap tertinggal di dalam
uterus 30 menit setelah bayi lahir. Saat kala tiga persalinan, myometrium
berkontraksi mengikuti penyusutan rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan plasenta menjadi kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian
terlepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian
bawah uterus atau ke dalam vagina.
Plasenta yang belum lepas sama sekali maka tidak menimbulkan
perdarahan. Plasenta yang lepas sebagian maka akan menimbulkan
perdarahan sehingga merupakan suatu indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta yang belum lepas sama sekali dari dinding uterus karena :
 Adanya kontraksi uterus yang kurang kuat untuk melepaskan plasenta
(plasenta adhesive).
 Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua
basalis dan Nitabuch layer (endometrium). Sedangkan bila plasenta
inkreta terjadi saat plasenta sampai menembus myometrium dan
siebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus
perimetrium.

Apabila sebagian kecil plasenta masih tertinggal dalam uterus maka


disebut rest placenta dan mennyebabkan perdarahan post partum primer atau
lebih sering late HPP. Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan/
separasi plasenta yang ditandai dengan perdarahan pervaginam atau plasenta
sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar pervaginam. Hingga akhirnya tahap
ekspulsi yang membuat plasenta lahir.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak 
akan menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus
segera diantisipasi dengan melakukan placenta manual, meskipun kala uri
belum keluar setengah jam (Sarwono, 2009)
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang
tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada
perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik
dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Maka dari itu, perlu dilakukan
eksplorasi ke dalam Rahim secara manual/ digital atau kuret dan pemberian
uterotonika (Sarwono, 2009).
c. Trauma
- Inversio Uteri
Inversio uteri merupakan salah satu kegawatdaruratan pada kala III
yang menimbulkan perdarahan. Inversio uteri adalah keadaan di mana
endometrium turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum. Ada 2 jenis,
yakni inversio komplet yang keluar dari ostium uteri eksternum dan inversio
uteri inkomplet yang masih di cavum uteri di dalam vagina (Sarwono, 2009).
Faktor penyebab terjadinya inversio uteri adalah adanya atonia uteri,
serviks yang masih terbuka lebar dan adanya kekuatan yang menarik fundus
ke bawah ( plasenta akreta, inkreta dan perkreta yang tali pusatnya ditarik
keras dari bawah). Kemudian ada tekanan pada fundus uteri dari atas
(Manuver Crede). Selain itu juga bisa karena adanya tekanan intraabdominal
yang keras dan tiba-tiba (batuk atau bersin keras) (Sarwono, 2009).
Tanda-tanda inversio uteri adalah : (Sarwono, 2009)
 Perdarahan banyak bergumpal-gumpal
 Syok karena kesakitan
 Di vulva, tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta
yang masih melekat
 Jika baru terjadi maka prognosis cukup baik
 Jika cukup lama maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat
uterus mengalami iskemi, nekrosis dan infeksi
- Robekan Jalan Lahir
Ruptur Perineum
Pertolongan persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan
memudahkan terjadinya robekan jalan lahir. Sehingga perlu dihindari
memimpin persalinan saat pembukaan servik belum lengkap. Penyebab
terjadinya robekan jalan lahir adalah sebagai berikut :
 Tersering karena persalinan lama, persalinan bantuan, stimulasi
persalinan, CPD
 Kepala janin terlalu cepat lahir
 Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
 Episiotomy
 Pada perineum sebelumnya terdapat banyak jaringan parut
 Trauma forsep atau ekstraksi vakum, versi ekstraksi

Tingkat robekan perineum :


Grade Daerah yang terkena
Grade I Mukosa vagina, kulit perineum, fourchette -> tidak
perlu dijahit
Grade II + otot dibawahnya (m. Perineal transversalis)
Grade III Mengenai m. Sfingter ani
3A : <50%
3B : >50%
3C : sfingter ani eksternum
Grade IV Mengenai mukosa rektum

d. Thrombin
- Gangguan Pembekuan Darah
Penyebab perdarahan post partum karena gangguan pembekuan darah
dapat dicurigai apabila penyebab yang lain dapat disingkirkan serta adanya
riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada
tendensi yang mudah terjadi perdarahan setiap kali dilakukan penjahitan serta
perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan,
perdarahan dari gusi, rongga hidung.
Faktor predisposisi terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian
janin (IUFD), eklamsia, emboli cairan ketuban dan sepsis. Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang normal. Waktu
perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia,
hypofibrinogenemia dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta
pemanjangan tes prothrombin dan PTT (partial thromboplastin time) (Sarwono,
2009).

3.3 Diagnosis Perdarahan Pasca Persalinan


Berdasarkan defisini perdarahan post partum dimana terjadi perdarahan

yang terjadi segera setelah persalinan sebanyak 500 ml (persalinan pervaginam)


dan lebih dari 1000 ml (persalinan seksio sesarea). Cara yang paling tepat untuk
menentukan apakah ibu mengalami perdarahan post partum adalah dengan
menghitung kehilangan darah yang terjadi.

Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Perdarahan Pasca Persalinan

Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan


postpartum.
1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban: apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari sisa plasenta dan ketuban,
robekan rahim dan plasenta succenturiata
4. Inspekulo: untuk melihat robekan pada cerviks, vagina, dan varises yang
pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium: bleeding time, Hb, Clot Observation test dan
lain-lain.

3.4 Penatalaksanaan Perdarahan Pasca Persalinan


Tatalaksana Awal
Tatalaksana Umum
1. Memanggil bantuan tim untuk tatalaksana secara simultan
2. Menilai sirkulasi, jalan nafas dan pernafasan pasien
3. Bila menemukan tanda-tanda syok, dilakukan penatalaksanaan
syok
4. Memberikan oksigenasi
5. Memasang infus intravena dengan kanul berukuran besar (16 atau
18) dan mulai pemberian cairan kristaloid (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat atau Ringer Asetat) sesuai kondisi ibu. Pada saat memasang
infus, dilakukan juga pengambilan sampel darah untuk
pemeriksaan
6. Jika fasilitas tersedia, ambil sampel darah dan dilakukan
pemeriksaan :
a. Kadar Hemoglobin (pemeriksaan hematologi rutin)
b. Penggolongan HBO dan tipe Rh serta sampel untuk
pencocokan silang
c. Profil hemostasis
 Waktu perdarahan (Bleeding Time/BT)
 Waktu pembekuan (Clotting Time/CT)
 Prothrombin time (PT)
 Activated partial thromboplastin time (APTT)
 Menghitung trombosit
 Fibrinogen
7. Dilakukan pengawasan tekanan darah, nadi dan RR ibu
8. Memeriksa kondisi abdomen : kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka dan
tinggi fundus uteri
9. Memeriksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan
laserasi (bila ada, missal : robekan serviks atau robekan vagina)
10. Periksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban
11. Memasang kateter Folley untuk memantau volume urin dibandingkan jumlah
cairan yang masuk
12. Menyiapkan transfuse darah bila kadar Hb < 8 g/dL atau secara klinis
ditemukan keadaan anemia berat
13. 1 unit whole blood (WB) atau PRC dapat menaikkan Hb 1g/dl atau
hematokrit sebesar 3% pada dewasa normal
14. Menentukan penyebab dari perdarahannya dan dilakukan tatalaksanan
spesifik sesuai penyebab

Tabel 3.3 Jumlah Cairan Infus Pengganti Berdasarkan Perkiraan Volume


Kehilangan Darah

Penilaian Klinis Volume Perkiraan Jumlah


Tatalaksana Frekuensi Perfusi Perdaraha Kehilangan Cairan
Darah Nadi Akral n (% dari Darah (ml) Infus
Sistolik volume (volume darah Kristaloid
(mmHg) total darah) ibu hamil =100 Pengganti
ml/kgBB)
120 80x/menit Hangat <10% <600 ml -
(asumsi berat
badan 60 kg)
100 100x/menit Pucat 15% 900 ml 2000-3000
ml
<90 >120x/menit Dingin 30% 1800 ml 3500-5500
ml
<60-70 >140x/menit Basah 50% 3000 ml 6000-9000
hingga tak ml
teraba

Tatalaksana Khusus
1. Atonia Uteri
 Dilakukan pemijatan uterus
 Pastikan plasenta lahir lengkap
 Berikan 20-40 oksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9 %/ Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/ menit dan 10 unit IM. Dilanjutkan
dengan infus oksitosin 20 unti dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/
Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes/ menit sampai perdarahan
berhenti
 Apabila tidak tersedia oksitosin atau bila perdarahan tidak berhenti,
diberikan ergometrin 0,2 mg IM atau IV (lambat), dapat diikuti
pemberian 0,2 mg IM setelah 15 menit dan pemberian 0,2 mg IM.IV
(lambat) setiap 4 jam bila diperlukan.
 Bila perdarahan berlanjut, berikan 1 g asam traneksamat IV (bolus
selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit)
 Dilakukan pasang kondom kateter atau kompresi bimanual internal
selama 5 menit
 Disiapkan tindakan operatif bila kontraksi uterus tidak membaik,
dimulai dari konservatif. Pilihan-pilihan tindakan operatif yang dapat
dilakukan antara lain prosedur jahitan B-lynch, embolisasi arteri
uterine, ligase arteri uterine dan arteri ovarika atau prosedur
histerektomi subtotal

2. Retensio plasenta
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 UNIT IM. Lanjutkan
infus oksitosin 20 UNIT dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti
 Lakukan tarikan tali pusat terkendali
 Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan plasenta manual
secara hati-hati
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisilin 2 g IV DAN
metronidazol 500 mg IV).
 Segera atasi atau rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap bila terjadi
komplikasi perdarahan hebat atau infeksi.
3. Sisa Plasenta
 Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menitdan 10 unitIM. Lanjutkan infus
oksitosin 20 unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer Laktat
dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga perdarahan berhenti.
 Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan keluarkan bekuan
darah dan jaringan (lihat lampiran A.2). Bila serviks hanya dapat
dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan aspirasi
vakum manual atau dilatasi dan kuretase (lihat lampiran A.3 dan A.4).
 Berikan antibiotika profilaksis dosis tunggal (ampisillin 2 g IV DAN
metronidazole 500 mg).
 Jika perdarahan berlanjut,tatalaksana seperti kasus atonia uteri.
4. Robekan Jalan Lahir
Ruptura Perineum dan Robekan Dinding Vagina
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bersihkan dengan antiseptik.
 Hentikan sumber perdarahan dengan klem kemudian ikat dengan
benan yang dapat diserap.
 Lakukan penjahitan
 Bila perdarahan masih berlanjut,berikan1gasamtraneksamat IV(bolus
selama 1 menit, dapat diulang setelah 30 menit) lalu rujuk pasien.
5. Inversio Uteri
 Segera reposisi uterus (lihat lampiran A.7). Namun jika reposisi
tampak sulit, apalagi jika inversio telah terjadi cukup lama, bersiaplah
untuk merujuk ibu.
 ika ibu sangat kesakitan, berikan petidin 1 mg/kgBB (jangan melebihi
100 mg) IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin 0,1 mg/kgBB
IM.
 Jika usaha reposisi tidak berhasil, lakukan laparotomi. u Jika
laparotomi tidak berhasil, lakukan histerektomi.
6. Gangguan Pembekuan Darah
 Pada banyak kasus kehilangan darah yang akut, koagulopati dapat
dicegah jika volume darah dipulihkan segera.
 Tangani kemungkinan penyebab (solusio plasenta, eklampsia).
 Berikan darah lengkap segar, jika tersedia, untuk menggantikan faktor
pembekuan dan sel darah merah.
 Jika darah lengkap segar tidak tersedia,pilih salah satu dibawahini:
o Plasma beku segar untuk menggantikan faktor pembekuan
(15 ml/ kg berat badan) jika APTT dan PT melebihi 1,5 kali
kontrol pada perdarahan lanjut atau pada keadaan
perdarahan berat walaupun hasil dari pembekuan belum
ada.
o Sel darah merah (packed red cells) untuk penggantian sel
darah merah.
o Kriopresipitat untuk menggantikan fibrinogen.
o Konsentrasi trombosit (perdarahan berlanjut dan trombosit
< 20.000).
o Apabila kesulitan mendapatkan darah yang sesuai, berikan
darah
golongan O untuk penyelamatan jiwa.
Alur Tatalaksana Perdarahan Post Partum

BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. H usia 30 tahun datang dengan ke IGD RSUD Kanjuruhan


pada tanggal 24 Juli 2022 pukul 07.37 WIB dengan keluhan utama
perdarahan dari jalan lahir yang bergumpal-gumpal. Perdarahan terjadi sejak
pagi pada tanggal 23 Juli 2022 pukul 08.00. Riwayat pasien telah melahirkan
pada tanggal 12 Juli 2022 dan terdapat riwayat perdarahan yang banyak pada
saat persalinan. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka didapatkan diagnosis yaitu P1001 Ab000 Post
partum hari ke 11 dengan late HPP dan anemia.
Diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada kasus, berdasarkan anamnesis diperoleh bahwa
kurang lebih 11 hari yang lalu SMRS, pasien melahirkan ditolong oleh bidan,
spontan, langsung menangis kuat, bayi perempuan, hidup, BB 3500 gram,
cukup bulan, diikuti lahirnya plasenta, tetapi disertai dengan perdarahan yang
banyak dari kemaluan, darah merah segar. Dari uraian, keluhan tersebut
mengarah pada gambaran klinis dari perdarahan post partum sekunder atau
late HPP karena perdarahan terjadi setelah 24 jam persalinan. Perdarahan post
partum digunakan ketika persalinan dengan usia kehamilan lebih dari 20
minggu, karena apabila usia kehamilan kurang dari 20 minggu disebut
sebagai abortus (Febrianto,2008). Namun, perdarahan ini hanyalah suatu
gejala, sehingga penyebabnya harus dicari dan dilakukan tatalaksana yang
sesuai dengan penyebab. Hal itu diperlukan adanya pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa TFU pasien tidak teraba
dan kontraksi uterus baik. Sehingga diagnosis banding atonia uteri dapat
disingkirkan karena pada atonia uteri didapatkan TFU masih setinggi pusat
atau lebih dengan kontraksi uterus yang lembek dan membesar
(Sarwono,2009). Apabila kontraksi uterus baik maka perlu dilakukan
eksplorasi untuk mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Pada pemeriksaan dalam, ditemukan adanya OUE yang terbuka, fluksus (+)
dengan darah aktif, ditemukan adanya laserasi tetapi luka sudah terjahit tanpa
ditemukan perdarahan tambahan. Maka perdarahan post partum akibat trauma
jalan lahir dapat disingkirkan.
Diagnose sisa plasenta masih bisa ditengakkan,
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau
setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang
tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada
perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik
dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Maka dari itu, perlu dilakukan
eksplorasi ke dalam Rahim secara manual/ digital atau kuret dan pemberian
uterotonika (Sarwono, 2009).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil kadar hemoglobin
pasien 9,7 gr/dL dan terjadi peningkatan leukosit sebesar 14.100. Hal ini
menunjukkan bahwa pasien dalam keadaan anemia sedang dan terjadi infeksi
meskipun tanda infeksi lain tidak terlihat. Dari hasil tersebut maka diagnosis
banding perdarahan post partum akibat gangguan pembekuan darah dapat
disingkirkan karena trombosit pada pasien ini normal. Pada hasil pemeriksaan
laboratorium gangguan pembekuan darah ditemukan waktu perdarahan dan
waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, hypofibrinogenemia dan
terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta pemanjangan tes
prothrombin dan PTT (partial thromboplastin time) (Sarwono, 2009).

Anda mungkin juga menyukai