Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

THALASSEMIA

Oleh:

Rosinta Rosman, dr.

Dokter Pendamping:

Sumarmi, dr

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

45 KUNINGAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

Talasemia adalah suatu kelainan genetik yang ditandai dengan penurunan


sintesis rantai α dan β dari globin yang membentuk hemoglobin. Penurunan sintesis
rantai globin tersebut mengakibatkan hemoglobinopati atau hemoglobin yang
terbentuk berfungsi abnormal. Hemoglobinopati Talasemia merupakan penyakit
keturunan yang paling sering dijumpai di seluruh dunia. Talasemia paling tinggi
terjadi pada populasi di wilayah-wilayah Mediterania, Timur Tengah,
Transkaukasus, Asia Tengah, Sub-benua India, dan Timur Jauh. Sedangkan di
Indonesia, Palembang merupakan wilayah dengan frekuensi pembawa sifat
Talasemia β terbanyak. yaitu sebesar 9,2%. Lalu diikuti oleh Bangka dan Sumbawa
dengan masing-masing 5,4% dan 5,1%. Sedangkan di Bali, pembawa sifat
Talasemia β sebesar 1,2% dari populasi. Berdasarkan penurunan sintesis rantai
globin, Talasemia dibagi menjadi Talasemia α dan Talasemia β. Penurunan sintesis
rantai globin terjadi akibat adanya perubahan pada gen globin pada kromosom
manusia. Gen β-globin adalah penghasil rantai globin β yang merupakan bagian
dari sekelompok gen yang terletak pada kromosom 11. Jika gen β-globin tidak
diproduksi secara normal pada kelainan kromosom 11, maka dapat menyebabkan
munculnya sindrom Talasemia β. Talasemia β dapat dibagi menjadi 3, yaitu
Talasemia β Mayor (Cooley’s anemia), Talasemia β intermedia, dan Talasemia β
minor (trait). Pasien Talasemia β mayor umumnya menunjukkan gejala-gejala
berupa badan lemah, cepat lelah, kulit dan sklera kekuningan (jaundice), urin
gelap, denyut jantung meningkat, sesak napas, pusing, sakit kepala, hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus, perut membuncit akibat hepatosplenomegali
dengan wajah yang khas (frontal bossing), mulut tongos (rodent like mouth), bibir
agak tertarik, dan maloklusi gigi.
Keluhan anemia pada pasien Talasemia β mayor dapat dikurangi dengan
pemberian terapi transfusi darah rutin. Namun, transfusi darah rutin tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya iron overload atau penumpukan besi di jaringan yang
dapat berbahaya bagi pasien. Sehingga biasanya transfusi darah yang lama juga
dibarengi dengan pemberian terapi kelasi besi untuk mengikat besi-besi yang
tertimbun sehingga tidak berbahaya. Penderita Talasemia β mayor umumnya
meninggal pada usia muda dan jarang mencapai usia dekade ke-3. Namun apabila
fasilitas transfusi darah memadai dan perawatan dengan kelasi besi yang baik, usia
dapat mencapai dekade ke-5 dan kualitas hidup juga lebih baik.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien dan Orang Tua


Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. M C Tn. J Ny. J
Umur 1 tahun 43 tahun 39 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan
Alamat Blok Bababkan Gunung Manik
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa - Sunda Sunda
Pendidikan - SD SD
Pekerjaan - Pedagang IRT
Keterangan Hubungan Ayah kandung Ibu kandung
dengan orang
tua : Anak
Kandung, dan
anak Ke-2

II. Anamnesis

Dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua pasien.

Lokasi : Poli Thalassemia RSUD 45 KUNINGAN

Tanggal : 05-08-2022

Keluhan utama:

Os pucat dan badan tampak kuning sejak 3 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:

3 hari SMRS OS pucat dan badan tampak kuning serta lemas, cepat
lelah. Batuk, pilek, sesak napas, muntah, mimisan, perdarahan gusi,ruam
merah pada kulit, dan bengkak pada badan
Time line:

• 17-19/12/2021: awal terjadinya gejala muncul, pucat(+) sesak(+) dengan Hb 4,7

g/dL, dan didiagnosis Thalassemia β, anemia gravis, dan terapi Transfusi PRC

168cc

Os rutin kontrol setiap bulannya dan di jadwalkan 3 minggu 1x transfusi

• 27/05/2022 : keluhan pucat (+),dengan Hb: 9,4 dan BB: 9,3, didiagnosis

Thalassemia dan terapi Transfusi PRC 100cc

• 25/06/2022 : keluhan pucat (-),dengan Hb: 10,8 dan BB: 8,4, didiagnosis

Thalassemia dan kontrol 3 minggu

• 7/7/2022 : keluhan pucat (+),dengan Hb: 8,7 dan BB: 8,7, didiagnosis

Thalassemia dan terapi Transfusi PRC 125cc

Riwayat Penyakit Dahulu:

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi - Difteri - Peny. Jantung -
Cacingan - Diare - Peny. Ginjal -
Demam berdarah - Kejang demam - Peny. Darah 5 bulan
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Asma -
Kesan: Ibu pasien mengatakan os pernah menderita sakit anemia sekitar umur 5 bulan

Riwayat penyakit Keluarga:

Dikeluarga kakak kandung os menderita sakit thalassemia dan rutin transfusi


Riwayat kehamilan dan kelahiran:

KEHAMILAN Morbiditas kehamilan Tidak ditemukan


Kelainan
Perawatan antenatal Rutin periksa ke
bidan
KELAHIRAN Tempat kelahiran Bidan
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Spontan
Masa gestasi ± 38 minggu
Berat lahir 3000 g, Panjang
badan dan Lingkar kepala tidak
Keadaan bayi
ingat
Langsung menangis

Riwayat pasca lahir:

Langsung menangis, anak tidak pernah sakit setelah lahir seperti asfiksia, infeksi intra

partum, trauma lahir dan lain – lain.

Riwayat Imunisasi:

Vaksin Umur
0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan 6 bulan 9 bulan
BCG √
DPT √ √ √
Polio √ √ √ √
Campak √
Hepatitis B √
Kesan: imunisasi lengkap

Riwayat pertumbuhan dan perkembangan:

Pertumbuhan : normal

Gangguan perkembangan mental : tidak ada


Riwayat Makan:

ASI ekslusif : Pasien minum ASI sejak baru lahir sampai dengan saat ini,

diberikan sesuai kebutuhan.

Susu formula : Pasien tidak pernah diberikan susu formula sejak lahir.

Pasien sudah makan bubur susu, nasi tim maupun makanan dewasa.

Kesan: kualitas dan kuantitas cukup

III. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Tampak sakit sedang

 Kesadaran : compos mentis GCS E5M6V4

 Data antropometri

o Berat badan : 8,9 kg

o Panjang badan : 75 cm

o BB/U : Z score antara –1 SD s.d median

o TB/U : Z score antara –1 SD s.d median

o BB/TB : Z score antara –1 SD s.d median

Kesan: Gizi baik

 Tanda vital

o Nadi : 128x/menit

o Pernafasan : 28x/menit

o Suhu tubuh : 36℃

o SpO2 : 97% (room air)


 Kepala

o Bentuk : Normochephali

o Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

o Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil bulat,

isokor 2mm, refleks cahaya -/-, edem palpebra -/-

o Telinga : normotia, serumen -/-

o Hidung : septum deviasi (-), sekret -/-, nafas cuping hidung -/-

o Mulut : sianosis (-), bibir tampak kering (-), lidah kotor (-), faring

hiperemis (-), mukosa bibir pucat (+)

 Wajah : Facies cooley (+)

o Leher : KGB dan kelenjar tiroid tidak teraba membesar

 Thorax

o Infeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris, retraksi (-)

o Palpasi : vokal fremitus kiri dan kanan

o Perkusi : perbandingan kiri dan kanan sonor

o Auskultasi : bising nafas dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

 Jantung

o Infeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis

o Palpasi : teraba ictus cordis pada ICS V, 1 cm medial linea

midklavikula kiri

o Perkusi :-
o Batas kanan: sela iga V, linea parastrenalis kanan

o Baras kiri : sela iga V, 1 cm medial linea midklavikula kiri

o Batas atas : sela iga II

o Auskultasi : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

o Infeksi : perut cembung

o Palpasi : supel, turgor kulit baik, hepar dan lien tidak teraba

membesar

o Perkusi : timpani diseluruh lapang abdomen

o Auskultasi : bising usus (+)

 Kulit : ikterik (-), petechie (-)

 Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas, CRT < 2”

IV. Pemeriksaan Neurologis

1. Tanda Rangsang Selaput Otak

Kaku kuduk : -

Brudzinski I : -

Lasegue : >70/>70

Kernig : >135/>135

Brudzinski I : -/-

2. Sistem Motorik

Ekstremitas atas proksimal-distal : bergerak aktif -/-

Ekstremitas bawah proksimal-distal : bergerak aktif -/-


V. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Labolatorium
Tanggal 17/12/2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 4,7 g/dL 10,8 – 12,8
Leukosit 24.390 /μL 6,0 – 17,0
Hematokrit 9,2% 35,0 – 43,0
Trombosit 453.000 /μL 150 – 450
Eritrosit 1,35 juta /μL 3,60 – 5,20
Indek Eritrosit
MCV 68,1 fL 73 – 101
MCH 34,9 pg 23 – 31
MCHC 51,1 % 26 – 34
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Basofil 4% 0–1
Eosinofil 3% 1–6
Neutrofil Batang 0% 2–6
Neutrofil Segmen 20 % 25 – 50
Limfosit 58 % 50 – 77
Monosit 13 % 2.0 – 9.0
NLR 4.3 %
ALC (Abs. Limfosit Count) 14145 >1500
Tanggal 01/10/2021, RSUD 45 KUNINGAN
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Analisa Hb (HPLC)
HbA2 < 0,0 1,75-3,25
HbF 75,1% < 1,0
Tanggal 05/08/2022, pukul 08.01 RSUD 45 KUNINGAN
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 7,8 g/dL 10,7 – 13,1
Leukosit 7.400 /μL 6,0 – 17,0
Hematokrit 21,7% 35,0 – 43,0
Trombosit 326.000 /μL 150 – 450
Eritrosit 2,84 juta /μL 3,60 – 5,20
Index Eritrosit
MCV 76,2 fL 73 – 101
MCH 27,3 pg 23 – 31
MCHC 35,8 % 26 – 34
MORFOLOGI SEDIAAN APUSAN DARAH TEPI

Eritrosist: Polikromasi pada Hipokrom Mikrositer

• Tidak ditemukan Basophilic Stiplpling

• Tidak ditemukan Normoblast

Kesan: Affected: β-Thalassemia homozygotes/ β-Thalassemia heterozygotes

VI. Diagnosis

Diagnose kerja : Thalassemia-β

VII. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Poli

 IVFD NaCl 0,9%

 Transfusi PRC 125cc {(12-7,8)x8,6x 4=144,48}

Edukasi

 Lengkapi imunisasi

 Hindari makanan yang banyak mengandung besi


FOLLOW UP

TTV
JAM
TD Nadi RR Suhu
10.30 - 130 28 36
11.00 (PRC) - 128 28 36
11.05 - 128 28 36
11.15 - 128 28 36
11.30 - 128 28 36
11.45 - 128 28 36
12.00 - 128 28 36
12.15 - 128 28 36
13.00 - 128 28 36,5
14.15 - 130 28 36,2
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

a. Definisi

Thalasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis


hemoglobin yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai
globin.Thalassemia merupakan sekelompok anemia hipokromik herediter dengan
berbagai derajat keparahan. Defek genetik yang mendasari meliputi delesi total atau
parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibat dari berbagai
perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai
globin atau pembentukan mRNA yang cacat secara fungsional. Akibatnya adalah
penurunan dan supresi total sintesis rantai polipeptida Hb. Kira-kira 100 mutasi yang
berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotip thalassemia, banyak di antara mutasi
ini adalah unik untuk daerah geografi setempat.
Pada umumnya, rantai globin yang disintesis dalam eritrosit thalassemia secara
struktural adalah normal. Pada bentuk thalassemia-α yang berat, terbentuk hemoglobin
hemotetramer abnormal (β4 atau γ4) tetapi komponen polipeptida globin mempunyai
struktur normal. Sebaliknya, sejumlah Hb abnormal juga menyebabkan perubahan
hemotologi mirip thalassemia. Gen thalassemia sangat luas tersebar, dan kelainan ini
diyakini merupakan penyakit genetik manusia yang paling prevalen. Distribusi utama
meliputi daerah-daerah perbatasan Laut Mediterania, sebagian besar Afrika, Timur
Tengah, India, dan Asia Tenggara. Dari 3% sampai 8% orang Amerika keturunan Itali
atau Yunani dan 0,5 % dari kulit hitam Amerika membawa gen untuk thalassemia-β.
Di beberapa daerah Asia Tenggara sebanyak 40 % dari populasi mempunyai satu atau
lebih gen thalassemia.

b. Epidemiologi
Di seluruh dunia, 15 juta orang memiliki presentasi klinis dari thalassemia.
Fakta ini mendukung thalassemia sebagai salah satu penyakit turunan yang terbanyak
menyerang hampir semua golongan etnik dan terdapat pada hampir seluruh negara di
dunia. Beberapa tipe thalassemia lebih umum terdapat pada area tertentu di dunia.
Thalassemia-β lebih sering ditemukan di negara-negara Mediteraniam seperti
Yunani,

Itali dan Spanyol. Banyak pulau-pulau Mediterania seperti Ciprus, Sardinia, dan Malta,
memiliki insidens thalassemia-β mayor yang tinggi secara signifikan. Thalassemia-β
juga umum ditemukan di Afrika Utara, India, Timur Tengah, dan Eropa Timur.
Sebaliknya, thalassemia-α lebih sering ditemukan di Asia Tenggara, India,
TimurTengah, dan Afrika.

Gambar 1. Daerah Penyebaran Thalassemia/Sabuk

Thalassemia Mortalitas dan Morbiditas


Thalassemia-α mayor adalah penyakit yang mematikan, dan semua janin yang
terkena akan lahir dalam keadaan hydrops fetalis akibat anemia berat. Beberapa
laporan pernah mendeskripsikan adanya neonatus dengan thalassemia-α mayor yang
bertahan setelah mendapat transfusi intrauterin. Penderita seperti ini membutuhkan
perawatan medis yang ekstensif setelahnya, termasuk transfusi darah teratur dan terapi
khelasi, sama dengan penderita thalassemia-β mayor. Terdapat juga laporan kasus yang
lebih jarang mengenai neonatus dengan thalassemia-α mayor yang lahir tanpa hydrops
fetalis yang bertahan tanpa transfusi intrauterin. Pada kasus ini, tingginya level Hb
Portland, yang merupakan Hb fungsional embrionik, diperkirakan sebagai penyebab
kondisi klinis yang jarang tersebut.
Pada pasien dengan berbagai tipe thalassemia-β, mortalitas dan morbiditas
bervariasi sesuai tingkat keparahan dan kualitas perawatan. Thalassemia-β mayor yang
berat akan berakibat fatal bila tidak diterapi. Gagal jantung akibat anemia berat atau
iron overload adalah penyebab tersering kematian pada penderita. Penyakit hati,
infeksi fulminan, atau komplikasi lainnya yang dicetuskan oleh penyakit ini atau
terapinya termasuk merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas pada bentuk
thalassemia yang berat. Mortalitas dan morbiditas tidak terbatas hanya pada penderita
yang tidak diterapi mereka yang mendapat terapi yang dirancang dengan baik tetap
berisiko mengalami bermacam-macam komplikasi. Kerusakan organ akibat iron
overload, infeksi berat yang kronis yang dicetuskan transfusi darah, atau komplikasi
dari terapi khelasi, seperti katarak, tuli atau infeksi merupakan komplikasi yang
potensial.

Usia
Meskipun thalassemia merupakan penyakit turunan (genetik), usia saat timbulnya
gejala bervariasi secara signifikan. Dalam talasemia, kelainan klinis pada pasien
dengan kasus-kasus yang parah dan temuan hematologik pada pembawa (carrier)
tampak jelas pada saat lahir. Ditemukannya hipokromia dan mikrositosis yang tidak
jelas penyebabnya pada neonatus, digambarkan di bawah ini, sangat mendukung
diagnosis.

Gambar 2. Sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H pada neonatus

Namun, pada thalassemia-β berat, gejala mungkin tidak jelas sampai paruh
kedua tahun pertama kehidupan sampai waktu itu, produksi rantai globin γ dan
penggabungannya ke Hb Fetal dapat menutupi gejala untuk sementara. Bentuk
thalassemia ringan sering ditemukan secara kebetulan pada berbagai usia. Banyak
pasien dengan kondisi thalassemia-β homozigot yang jelas (yaitu, hipokromasia,
mikrositosis, elektroforesis negatif untuk Hb A, bukti bahwa kedua orang tua
terpengaruh) mungkin tidak menunjukkan gejala atau anemia yang signifikan selama
beberapa tahun. Hampir semua pasien dengan kondisi tersebut dikategorikan sebagai
thalassemia-β intermedia. Situasi ini biasanya terjadi jika pasien mengalami mutasi
yang lebih ringan.

c. Patofisiologi
Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari gangguan
produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih rantai globin tertentu
(α,β,γ,δ) akan menghentikan sintesis Hb dan menghasilkan ketidakseimbangan dengan
terjadinya produksi rantai globin lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin (α dan non-α) berpasangan antara satu sama lain
dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan terjadi produksi
berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi akumulasi rantai tersebut di
dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil dan memudahkan terjadinya destruksi
sel. Ketidakseimbangan ini merupakan suatu tanda khas pada semua bentuk
thalassemia. Karena alasan ini, pada sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut
sebagai hemoglobinopati karena pada tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai
globin normal secara struktural dan juga karena defeknya terbatas pada menurunnya
produksi dari rantai globin tertentu.
Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang tereduksi. Reduksi
bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak diproduksi sama sekali (complete
absence). Sebagai contoh, apabila rantai β hanya sedikit diproduksi, tipe thalassemia-
nya dinamakan sebagai thalassemia-β+, sedangkan tipe thalassemia-β° menandakan
bahwa pada tipe tersebut rantai β tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari
gangguan produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel
darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah menjadi
lebih kecil, yang mengarah kegambaran klasik thalassemia yaitu anemia hipokromik
mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk anemia yang disebabkan oleh
adanya gangguan produksi dari salah satu atau kedua komponen Hb : heme atau
globin. Namun hal ini tidak terjadi pada silent carrier, karena pada penderita ini
jumlah Hb dan indeks sel darah merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia-β yang paling umum, level Hb A2 (δ2/α2) biasanya
meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan rantai δ oleh rantai α
bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya kekurangan rantai β adekuat untuk
dijadikan pasangan. Gen δ, tidak seperti gen β dan α, diketahui memiliki keterbatasan
fisiologis dalam kemampuannya untuk memproduksi rantai δ yang stabil dengan
berpasangan dengan rantai α, rantai δ memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total
Hb). Sebagian dari rantai α yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2,
dimana sisanya (rantai α) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran
sel, mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga
terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan oleh
rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri (misalnya
toksisitas dari rantai α pada thalassemia-β lebih nyata dibandingkan toksisitas rantai β
pada thalassemia- α).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia-β mayor atau anemia Cooley,
berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial yang berlebihan.
Kelebihan rantai α bebas yang signifikan akibat kurangnya rantai β akan menyebabkan
terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah di sumsum tulang (eritropoesis
inefektif).
Produksi Rantai Globin
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu mengenali
dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada orang sehat atau normal.
Suatu unit rantai globin merupakan komponen utama untuk membentuk Hb : bersama-
sama dengan Heme, rantai globin menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai
globin akan membentuk struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb
normal dibentuk dari dua rantai globin α (atau mirip-α) dan dua rantai globin non-α.
Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe rantai globin yang
membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda
dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen pada tahap-
tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai δ(rantai mirip-α) berkombinasi dengan
rantai γ membentuk Hb Portland (δ2γ2) dan dengan rantai ε untuk membentuk Hb
Gower-1 (δ2ε2). Selanjutnya, ketika rantai α telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower-
2, berpasangan dengan rantai ε (α2ε2). Hb Fetal dibentuk dari α2γ2 dan Hb dewasa
primer (Hb A) dibentuk dari α2β2. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2, dibentuk dari
rantai α2δ2.

Gambar 3. Gen rantai α yang berduplikasi pada kromosom 16 berpasangan dengan


rantai-rantai non-α untuk memproduksi bermacam-macam Hb normal.
Patofisiologi Seluler
Kelainan dasar dari semua tipe thalassemia adalah ketidakseimbangan sintesis
rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari produksi rantai globin yang
berlebihan berbedabeda pada tiap tipe thalassemia. Pada thalassemia-β rantai α yang
berlebihantidak mampu membentuk Hb tetramer terpresipitasi di dalam prekursor sel
darah merah dan, dengan berbagai cara menimbulkan hampir semua gejala yang
bermanifestasi pada sindroma thalassemia-β, situasi ini tidak terjadi pada thalassemia-
α.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia-α adalah rantai γ pada tahun-
tahun pertama kehidupan dan rantai β pada usia yang lebih dewasa. Rantai-rantai tipe
ini relative bersifat larut sehingga mampu membentuk homotetramer yang, meskipun
relatif tidak stabil, mampu tetap bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul
Hb seperti Hb Bart (γ4) dan Hb H (β4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini
mempengaruhi perbedaan besar pada manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari
penyakit ini.
Rantai α yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah bersifat tidak
larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan membran sel
(mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu divisi sel. Kondisi ini
menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari prekursor sel darah merah.
Sebagai tambahan, sel- sel yang bertahan yang sampai ke sirkulasi darah perifer
dengan intracellular inclusion bodies (rantai yang berlebih) akan mengalami hemolisis;
hal ini berarti bahwa baik hemolisis maupun eritropoesis inefektif menyebabkan
anemia pada penderita dengan thalassemia-β.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan produksi dari
rantai γ, yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian rantai α yang berlebihan
untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang menguntungkan. Ikatan dengan
sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi dapat mengurangi gejala dari penyakit dan
menghasilkan Hb tambahan yang memiliki kemampuan untuk membawa oksigen.
Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap anemia berat,
menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah merah pada penderita
dengan thalassemia-β. Peningkatan level Hb F akan meningkatkan afinitas oksigen,
menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana bersama-sama dengan anemia berat akan
menstimulasi produksi dari eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid
yang inefektif akan menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik
penyerapan besi dan laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah
gejala klinis dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah abnormal
dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama dengan adanya
hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi, akan menyebabkan
splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi darah secara
teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat eritropoesis inefektif dapat
dicegah atau dikembalikan seperti semula. Memberikan sumber besi tambahan secara
teori hanya akan lebih merugikan pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang
sebenarnya karena penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis
inefektif dan jumlah besi pada penderita yang bersangkutan. Eritropoesis yang
inefektif akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena adanya downregulation
dari gen HAMP yang memproduksi hormone hepar yang dinamakan hepcidin,
regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag. Hal ini
terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat diperbaiki,
dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga penyerapan besi akan
berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis), absorpsi besi
menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini tidak terjadi pada
penderita thalassemia-β berat karena diduga faktor plasma menggantikan mekanisme
tersebut dan mencegah terjadinya produksi hepsidin sehingga absorpsi besi terus
berlangsung meskipun penderita dalam keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon lain
bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan makrofag menuju
plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus. Ferroportin diregulasi oleh
jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin. Hubungan ini juga menjelaskan
mengapa penderita dengan thalassemia-β yang memiliki jumlah besi yang sama
memiliki jumlah ferritin yang berbeda sesuai dengan apakah mereka mendapat
transfusi darah teratur atau tidak. Sebagai contoh, penderita thalassemia-β intermedia
yang tidak mendapatkan transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah
dibandngkan dengan penderita yang mendapatkan transfuse darah secara teratur,
meskipun keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat dengan
protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti pada thalassemia
berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di plasma. Besi ini cukup
berbahaya karena memiliki material untuk memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya
akan terakumulasi pada organ-organ, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati,
mengakibatkan terjadinya kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
d. Klasifikasi Thalassemia dan Presentasi Klinisnya
Saat ini dikenal sejumlah besar sindrom thalasemia; masing-masing melibatkan
penurunan produksi satu atau lebih rantai globin, yang membentuk bermacam-macam
jenis Hb yang ditemukan pada sel darah merah. Jenis yang paling penting dalam
praktek klinis adalah sindrom yang mempengaruhi baik atau sintesis rantai α maupun
β.
Thalassemia-α
Anemia mikrositik yang disebabkan oleh defisiensi sintesis globin-α banyak ditemukan
di Afrika, negara di daerah Mediterania, dan sebagian besar Asia. Delesi gen globin-α
menyebabkan sebagian besar kelainan ini. Terdapat empat gen globin-α pada individu
normal, dan empat bentuk thalassemia-α yang berbeda telah diketahui sesuai dengan
delesi satu, dua, tiga, dan semua empat gen ini.
Tabel 1. Thalassemia-α
Ket : N = hasil normal, Hb = hemoglobin, Hb Bart’s = γ4, HbH = β4
Genotip Jumlah gen α Presentasi Hemoglobin Elektroforesis
Klinis Saat Lahir > 6 bulan - Sile
αα/αα 4 Normal N N nt
-α/αα 3 Silent carrier 0-3 % Hb Barts N
--/αα atau –α/-α 2 Trait thal-α 2-10% HbBarts N
--/-α 1 Penyakit Hb H 15-30% Hb Hb H
Bart
--/-- 0 Hydrops >75% Hb Bart -
Fetalis
Carrier Thalassemia-α
Merupakan tipe thalassemia subklinik yang paling umum, biasanya ditemukan
secara kebetulan diantara populasi, seringnya pada etnik Afro-Amerika. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, terdapat 2 gen α yang terletak pada kromosom 16.
Pada tipe silent carrier, salah satu gen α pada kromosom 16 menghilang,
menyisakan hanya 3 dari 4 gen tersebut. Penderita sehat secara hematologis, hanya
ditemukan adanya jumlah eritrosit yang rendah dalam beberapa pemeriksaan.
Pada tipe ini, diagnosis tidak dapat dipastikan dengan pemeriksaan
elektroforesis Hb, sehingga harus dilakukan tes lain yang lebih canggih. Bisa juga
dicari akan adanya kelainan hematologi pada anggota keluarga ( misalnya orangtua)
untuk mendukung diagnosis. Pemeriksaan darah lengkap pada salah satu orangtua yang
menunjukkan adanya hipokromia dan mikrositosis tanpa penyebab yang jelas
merupakan bukti yang cukup kuat menuju diagnosis thalasemia.
- Trait Thalassemia-α
Trait ini dikarakterisasi dengan anemia ringan dan jumlah sel darah merah yang
rendah. Kondisi ini disebabkan oleh hilangnya 2 gen α pada satu kromosom 16 atau
satu gen α pada masing-masing kromosom. Kelainan ini sering ditemukan di Asia
Tenggara, India dan Timur Tengah.
Pada bayi baru lahir yang terkena, sejumlah kecil Hb Barts (γ4) dapat
ditemukan pada elektroforesis Hb. Lewat umur satu bulan, Hb Barts tidak terlihat lagi,
dan kadar Hb A2 dan HbF secara khas normal.

Gambar 4. Thalassemia alpha menurut hukum Mendel

- Penyakit Hb H
Kelainan disebabkan oleh hilangnya 3 gen globin α, merepresentasikan
thalassemia-α intermedia, dengan anemia sedang sampai berat, splenomegali, ikterus
dan jumlah sel darah merah yang abnormal. Pada sediaan apus darah tepi yang
diwarnai dengan pewarnaan supravital akan tampak sel-sel darah merah yang diinklusi
oleh rantai tetramer β (Hb H) yang tidak stabil dan terpresipitasi di dalam eritrosit,
sehingga menampilkan gambaran golf ball. Badan inklusi ini dinamakan sebagai Heinz

bodies.
Gambar 5. Pewarnaan supravital pada sapuan apus darah tepi Penyakit Hb H yang
menunjukkan Heinz-Bodies

- Thalassemia-α Mayor
Bentuk thalassemia yang paling berat, disebabkan oleh delesi semua gen
globin-α, disertai dengan tidak ada sintesis rantai α sama sekali. Karena Hb F, Hb A,
dan Hb A2 semuanya mengandung rantai α, maka tidak satupun dari Hb ini terbentuk.
Hb Barts (γ4) mendominasi pada bayi yang menderita dan karena γ4 memiliki afinitas
oksigen yang tinggi, maka bayi itu mengalami hipoksia berat. Eritrositnya juga
mengandung sejumlah kecil Hb embrional normal (Hb Portland = δ2γ2) yang berfungsi
sebagai pengangkut oksigen.
Kebanyakan dari bayi-bayi ini lahir mati, dan kebanyakan dari bayi yang lahir
hidup meninggal dalam waktu beberapa jam. Bayi ini sangat hidropik, dengan gagal
jantung kongestif dan edema anasarka berat. Yang dapat hidup dengan manajemen
neonatus agresif juga nantinya akan sangat bergantung dengan transfusi.

Thalassemia-β
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β;
antara lain :
- Silent Carrier Thalassemia-β
Penderita tipe ini biasanya asimtomatik, hanya ditemukan nilai eritrosit yang
rendah. Mutasi yang terjadi sangat ringan, dan merepresentasikan suatu thalassemia-
β+. Bentuk silent carrier thalassemia-β tidak menimbulkan kelainan yang dapat
diidentifikasi pada individu heterozigot, tetapi gen untuk keadaan ini, jika diwariskan
bersama-sama dengan gen untuk thalassemia-β°, menghasilkan sindrom thalassemia
intermedia.
Gambar 6. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel
- Trait Thalassemia-β
Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis
Hb abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F atau keduanya.
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia
defisiensi besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama
waktu yang panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai
peningkatan Hb-A2 yang berarti (3,4%-7%).
Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF, sekitar 2-
6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal
dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ.

- Thalassemia-β Yang Terkait Dengan Variasi Struktural Rantai β


Presentasi klinisnya bervariasi dari seringan thalassemia media hingga seberat
thalassemia-β mayor.
Ekspresi gen homozigot thalassemia (β+) menghasilkan sindrom mirip anemia
Cooley yang tidak terlalu berat (thalassemia intermedia). Deformitas skelet dan
hepatosplenomegali timbul pada penderita ini, tetapi kadar Hb mereka biasanya
bertahan pada 6-8 gr/dL tanpa transfusi.
Kebanyakan bentuk thalassemia-β heterozigot terkait dengan anemia ringan.
Kadar Hb khas sekitar 2-3 gr/dL lebih rendah dari nilai normal menurut umur.
Eritrosit adalah mikrositik hipokromik dengan poikilositosis, ovalositosis, dan
seringkali bintik-bintik basofil. Sel target mungkin juga ditemukan tapi biasanya tidak
mencolok dan tidak spesifik untuk thalassemia. MCV rendah, kira-kira 65 fL, dan
MCH juga rendah (<26 pg). Penurunan ringan pada ketahanan hidup eritrosit juga
dapat diperlihatkan, tetapi tanda hemolisis biasanya tidak ada. Kadar besi serum
normal atau meningkat.
- Thalassemia-β° Homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)
Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.

Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima
transfusi pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum
tulang maupun di luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur
patologis mungkin terjadi. Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak
menghasilkan bentuk wajah yang khas.

Gambar 7. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)


Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat
kekuningan. Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan
hemosiderosis. Pada penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya
sehingga menimbulkan ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 8. Splenomegali pada thalassemia


Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh
siderosis pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan
gagal jantung kongestif kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering
merupakan kejadian terminal.
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang
tidak ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak
ditemukan poikilosit yang terfragmentasi aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah
besar eritrosit yang berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi
intraeritrositik yang merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca
splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat
transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding
capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar HbF yang sangat
tinggi dalam eritrosit.

e. Stadium Thalassemia
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah
kumulatif transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat
gejala yang melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai
terapi khelasi pada pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem
ini, pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells
(PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan
sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24
jam normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki
keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding
ventrikel kiri. Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventricular abnormal pada EKG
dalam 24 jam.

3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi ejeksi
pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi premature dari atrial dan
ventrikular.

f. Terapi
Penderita trait thalassemia tidak memerlukan terapi ataupun perawatan lanjut
setelah diagnosis awal dibuat. Terapi preparat besi sebaiknya tidak diberikan kecuali
memang dipastikan terdapat defisiensi besi dan harus segera dihentikan apabila nilai
Hb yang potensial pada penderita tersebut telah tercapai. Diperlukan konseling pada
semua penderita dengan kelainan genetik, khususnya mereka yang memiliki anggota
keluarga yang berisiko untuk terkena penyakit thalassemia berat.
Penderita thalassemia berat membutuhkan terapi medis, dan regimen transfusi
darah merupakan terapi awal untuk memperpanjang masa hidup. Transfusi darah harus
dimulai pada usia dini ketika anak mulai mengalami gejala dan setelah periode
pengamatan awal untuk menilai apakah anak dapat mempertahankan nilai Hb dalam
batas normal tanpa transfusi.
- Transfusi Darah
Transfusi darah bertujuan untuk mempertahankan nilai Hb tetap pada level 9 - 9.5
gr/dL sepanjang waktu. Pada pasien yang membutuhkan transfusi darah reguler, maka
dibutuhkan suatu studi lengkap untuk keperluan pretransfusi. Pemeriksaan tersebut
meliputi fenotip sel darah merah, vaksinasi hepatitis B (bila perlu), dan pemeriksaan
hepatitis. Darah yang akan ditransfusikan harus rendah leukosit, 10-15 mL/kg PRC
dengan kecepatan 5 mL/kg/jam setiap 3-5 minggu biasanya merupakan regimen yang
adekuat untuk mempertahankan nilai Hb yang diinginkan. Pertimbangkan pemberikan
asetaminofen dan difenhidramin sebelum transfusi untuk mencegah demam dan reaksi
alergi.

Komplikasi Transfusi Darah


Komplikasi utama dari transfusi adalah yang berkaitan dengan transmisi bahan
infeksius ataupun terjadinya iron overload. Penderita thalassemia mayor biasanya
lebih mudah untuk terkena infeksi dibanding anak normal, bahkan tanpa diberikan
transfusi. Beberapa tahun lalu, 25% pasien yang menerima transfusi terekspose virus
hepatitis B. Saat ini, dengan adanya imunisasi, insidens tersebut sudah jauh berkurang.
Virus Hepatitis C (HCV) merupakan penyebab utama hepatitis pada remaja usia di atas
15 tahun dengan thalassemia. Infeksi oleh organisme opurtunistik dapat menyebabkan
demam dan enteriris pada penderita dengan iron overload, khususnya mereka yang
mendapat terapi khelasi dengan Deferoksamin (DFO). Demam yang tidak jelas
penyebabnya, sebaiknya diterapi dengan Gentamisin dan Trimetoprim-
Sulfametoksazol.

- Terapi Khelasi (Pengikat Besi)


Apabila diberikan sebagai kombinasi dengan transfusi, terapi khelasi dapat
menunda onset dari kelainan jantung dan, pada beberapa pasien, bahkan dapat
mencegah kelainan jantung tersebut.
Chelating agent yang biasa dipakai adalah DFO yang merupakan kompleks
hidroksilamin dengan afinitas tinggi terhadap besi. Rute pemberiannya sangat penting
untuk mencapai tujuan terapi, yaitu untuk mencapai keseimbangan besi negatif (lebih
banyak diekskresi dibanding yang diserap). Karena DFO tidak diserap di usus, maka
rute pemberiannya harus melalui parenteral (intravena, intramuskular, atau subkutan).
Dosis total yang diberikan adalah 30-40mg/kg/hari diinfuskan selama 8-12 jam saat
pasien tidur selama 5 hari/minggu.

- Transplantasi Sel Stem Hematopoetik (TSSH)


TSSH merupakan satu-satunya yang terapi kuratif untuk thalassemia yang saat
ini diketahui. Prognosis yang buruk pasca TSSH berhubungan dengan adanya
hepatomegali, fibrosis portal dan terapi khelasi yang inefektif sebelum transplantasi
dilakukan. Prognosis bagi penderita yang memiliki ketiga karakteristik ini adalah 59%,
sedangkan pada penderita yang tidak memiliki ketiganya adalah 90%. Meskipun
transfusi darah tidak diperlukan setelah transplantasi sukses dilakukan, individu
tertentu perlu terus mendapat terapi khelasi untuk menghilangkan zat besi yang
berlebihan. Waktu yang optimal untuk memulai pengobatan tersebut adalah setahun
setelah TSSH. Prognosis jangka panjang pasca transplantasi, termasuk fertilitas tidak
diketahui. Biaya jangka panjang terapi standar diketahui lebih tinggi daripada biaya
transplantasi. Kemungkinan kanker setelah TSSH juga harus dipertimbangkan.

- Terapi Bedah
Splenektomi merupakan prosedur pembedahan utama yang digunakan pada
pasien dengan thalassemia. Limpa diketahui mengandung sejumlah besar besi
nontoksik (yaitu fungsi penyimpanan). Limpa juga meningkatkan perusakan sel darah
merah dan distribusi besi. Fakta-fakta ini harus selalu dipertimbangkan sebelum
memutuskan melakukan splenektomi.. Limpa berfungsi sebagai penyimpanan untuk
besi nontoksik, sehingga melindungi seluruh tubuh dari besi tersebut. Pengangkatan
limpa yang terlalu dini dapat membahayakan. Sebaliknya, splenektomi dibenarkan
apabila limpa menjadi hiperaktif menyebabkan penghancuran sel darah merah yang
berlebihan dan dengan demikian meningkatkan kebutuhan transfusi darah,
menghasilkan lebih banyak akumulasi besi.
Splenektomi dapat bermanfaat pada pasien yang membutuhkan lebih dari 200-
250 mL/kg PRC per tahun untuk mempertahankan tingkat Hb 10 gr / dL karena dapat
menurunkan kebutuhan sel darah merah sampai 30%.

Gambar 9. Splenektomi
Risiko yang terkait dengan splenektomi minimal, dan banyak prosedur
sekarang dilakukan dengan laparoskopi. Biasanya, prosedur ditunda bila
memungkinkan sampai anak berusia 4-5 tahun atau lebih. Pengobatan agresif dengan
antibiotik harus selalu diberikan untuk setiap keluhan demam sambil menunggu hasil
kultur. Dosis rendah Aspirin setiap hari juga bermanfaat jika platelet meningkat
menjadi lebih dari 600.000 / μL pasca splenektomi.

- Diet
Pasien dianjurkan menjalani diet normal dengan suplemen sebagai berikut : asam
folat, asam askorbat dosis rendah dan alfa-tokoferol. Sebaiknya zat besi tidak
diberikan, dan makanan yang kaya akan zat besi juga dihindari. Kopi dan teh diketahui
dapat membantu mengurangi penyerapan zat besi di usus.

g. Skrining
Dapat dilakukan skrining premarital dengan menggunakan pedigree. Atau bisa
juga dilakukan pemeriksaan terhadap setiap wanita hamil berdasar ras, melalui ukuran
eritrosit, kadar Hb A2 (meningkat pada thalassemia-β). Bila kadarnya normal, pasien
dikirim ke pusat yang bisa menganalisis rantai α.

h. Prognosis
Prognosis bergantung pada tipe dan tingkat keparahan dari thalassemia. Seperti
dijelaskan sebelumnya, kondisi klinis penderita thalassemia sangat bervariasi dari
ringan bahkan asimtomatik hingga berat dan mengancam jiwa.
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Pada anamnesis pasien menyatakan telah melakukan transfusi rutin sejak usia 4 bulan karena
diagnosis menderita Talasemia β Mayor. Talasemia β Mayor merupakan penyakit yang bersifat
genetik. Sedangkan pada keluarga pasien ditemukan adanya gejala serupa yang dapat menunjukkan
bahwa kakak kandung keluarga pasien juga memiliki Talasemia β Mayor. Hal tersebut berarti kedua
orang tua pasien memiliki gen pembawa Thalasemia atau disebut karier Talasemia β. Sehingga
kemungkinan hanya memiliki gejala-gejala ringan atau mungkin tidak bergejala sehingga tidak
dapat diketahui. Kakak pertama pasien dikatakan pada usia 5 tahun dengan diagnosis Talasemia β.
Gejala dan tanda Talasemia β Mayor yang dapat ditemukan pada pasien yaitu badan lemah, di mana
pasien menyatakan badan sering lemas dan mudah lelah saat beraktivitas sehingga pasien lebih
sering hanya diam di rumah dan tidak bekerja. Kondisi pasien semakin lemas karena pasien tidak
melakukan transfusi darah rutin pada tanggal 27 bulan Mei 2021. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
konjungtiva anemis sering dijumpai pada pasien Talasemia β Mayor. Pasien juga menunjukkan
terdapat pada mulut mukosa bibir pucat, dan wajah facies cooley. Pada pasien tidak dijumpai
adanya pembesaran limpa atau splenomegali yang dapat dipalpasi. Splenomegali apabila dalam
jangka waktu yang lama dapat memperparah anemia yang dialami oleh pasien, serta menyebabkan
leukopenia serta trombositopenia. Namun, pada pasien tidak ditemukannya hasil laboratorium yang
menunjukkan leukopenia serta trombositopenia. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan
Hemoglobin rendah, dan pada hapusan darah ditemukan tampilan eritrosit Polikromasi pada
Hipokromik-Mikrositer yang sering kali ditemukan pada pasien dengan Talasemia. Hal tersebut
kemungkinan besar dikarenakan transfusi darah rutin yang telah dilakukan pasien. Dalam kasus ini,
pasien diberikan tatalaksana berupa transfusi darah PRC per bulan. Jika terapi tersebut rutin
dilanjutkan dengan pengawasan kadar Hemoglobin dan besi yang ketat tiap 6 bulannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Herman, Dicky Pribadi. Pediatrik Praktis Edisi 3. Bandung. 2007.


2. Risan, Nelly Amalia, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bandung :
Ilmu kesehatan Anak UNPAD. 2005.
3. Hoffbrand,A. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC. 2005. Robbins,dkk. Buku Ajar
Patologi. Edisi 7. Jakarta: EGC. 2007.

Anda mungkin juga menyukai