Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah
dilakukan sejak berabad-abad yang lalu. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih
dari 200 juta jiwa, memiliki lebih kurang 30.000 spesies tumbuhan dan 940
spesies diantaranya termasuk dalam tumbuhan berkhasiat. Tumbuhan tersebut
menghasilkan senyawa metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktifitas
biologi yang beraneka ragam serta memiliki potensi yang sangat baik untuk
dikembangkan menjadi obat berbagai macam penyakit. Salah satu tanaman di
Indonesia yang dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional adalah tanaman
binahong (Anredera cordifolia).1
Tanaman binahong (Anredera cordifolia) adalah tanaman yang tumbuh di
Indonesia, China, Brasil, Australia, Paraguay, Argentina utara, dan Amerika.
Tanaman ini tumbuh dengan mudah didataran rendah dan dataran tingggi. 2
Tanaman ini telah banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias didaerah tropis
didunia. Tanaman binahong merupakan tanaman asli dari Brasil dan umumnya
disebut dengan nama pohon anggur Madeira atau pohon Anggur mignonette.
Tanaman binahong di Indonesia masih belum dikenal, namun tanaman ini
merupakan makanan yang dibutuhkan masyarakat Vietnam dan sering digunakan
sebagai sayuran di Taiwan. Tanaman ini diketahui memiliki khasiat penyembuhan
yang luar biasa dan telah digunakan lebih dari ribuan tahun oleh negara China,
Korea, dan Taiwan. Hampir semua bagian tanaman ini seperti batang, umbi dan
daun binahong dapat digunakan dalam terapi herbal.3 Tanaman binahong
mengandung saponin, alkaloid, polifenol, flavonoid dan monopolisakarida.
Flavonoid dapat berkhasiat sebagai anti mikroba, karena flavonoid memiliki peran
langsung sebagai fungsi antibiotik yang memiliki target spektrum yang luas. Daun
binahong memiliki antioksidan, asam askorbat dan senyawa fenolik yang dapat
digunakan sebagai kemampuan melawan bakteri gram positif dan gram negatif
sehingga digunakan dalam pengobatan penyakit menular seksual.3
Staphylococcus epidermidis adalah bakteri gram positif dari genus
staphylococcus yang tumbuh dengan mudah diberbagai medium dan aktif secara

1
metabolik. Organisme ini berkembang pada sebagian besar medium bakteriologik
dalam lingkungan aerobik atau mikroaerofilik, organisme ini paling cepat
berkembang pada suhu 37oC tetapi suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen
adalah suhu ruangan 20 – 25oC.4 Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri
yang umum terdapat pada kulit, lendir manusia dan mamalia lainnya. Organisme
ini paling sering berkoloni pada aksila, kepala, dan hidung.5 Sekitar 75% infeksi
yang disebabkan oleh bakteri golongan Stafilokokus koagulase negatif itu
disebabkan dari spesies Staphylococcus epidermidis, infeksi yang disebabkan oleh
Staphylococcus lugdunensis, Staphylococcus warneri, Staphylococcus hominis,
dan spesies lainnya lebih jarang terjadi. Infeksi Staphylococcus epidermidis sulit
disembuhkan karena bakteri ini terdapat dialat protesis. Organisme ini lebih sering
resisten terhadap obat antimikroba dari pada Staphylococcus aureus. Sekitar 75%
strain Staphylococcus epidermidis resisten terhadap obat Nafcillin.4
Penelitian terdahulu oleh Souza pada tahun 2014 menggunakan minyak
esensial dari daun binahong Brazil menunjukan adanya aktivitas penghambatan
terhadap patogen gram positif salah satunya Staphylococcus epidermidis
menunjukan konsentrasi hambat minimum (MIC) 25 μg/mL dan nilai minimum
bakteri bakterisida (MBC) 50 μg/mL.6 Belum ada penelitian tentang pengaruh
daya hambat ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia) yang tumbuh di
Indonesia terhadap Staphylococcus epidermidis, oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan suatu penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia) mempunyai
pengaruh daya hambat terhadap pertumbuhan Staphylococcus
epidermidis ?
2. Apakah terdapat pengaruh daya hambat di tiap konsentrasi ekstrak etanol
daun binahong (Anredera cordifolia) dalam menghambat pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis ?

2
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum peneliti ini ialah untuk mengetahui informasi mengenai
pengaruh daya hambat ekstrak etanol daun binahong terhadap Staphylococcus
epidermidis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus peneliti ini ialah untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan di setiap konsentrasi ekstrak etanol daun binahong dalam menghambat
pertumbuhan Staphylococcus epidermidis.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang daya
hambat daun binahong dan menjadikan tumbuhan tersebut sebagai obat
alternatif terhadap infeksi terutama oleh bakteri Staphylococcus
epidermidis.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan bahan –
bahan kajian guna meningkatkan kualitas pendidikan, bermanfaat bagi
pembaca dan khalayak ramai serta penelitian selanjutnya dan juga
memberikan informasi/memberi masukan bagi peneliti lain dan ahli
farmakologi untuk dilakukan pengembangan penelitian lanjut terhadap
daun binahong sebagai obat fitofarmaka.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Binahong (Anredera cordifolia)


2.1.1 Klasifikasi Taksonomi Anredera cordifolia
Klasifikasi ilmiah tanaman daun binahong (Anredera cordifolia) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Hamamelidae
Order : Caryophyllales
Familia : Basellaceae
Genus : Anredera
Species : Cordifolia anredera (Ten.) steenis2

2.1.2 Deskripsi Dan Manfaat Tanaman Binahong (Anredera cordifolia)


Tanaman binahong (Anredera cordifolia) adalah tanaman yang tumbuh di
Indonesia, China, Brasil, Australia, Paraguay, Argentina utara, dan Amerika. 2
Tanaman binahong di negara Eropa maupun Amerika, ini cukup dikenal tetapi
para ahli disana belum tertarik untuk meneliti serius dan mendalam, tetapi dalam
hal khasiat sebagai obat telah diakui. Tanaman binahong dikawasan Asia tenggara
merupakan konsumsi wajib bagi penduduk Vietnam ketika perang melawan
Amerika. Hampir semua bagian tanaman binahong seperti umbi, batang, dan daun
dapat digunakan dalam terapi herbal. Tanaman ini mempunyai banyak khasiat
dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit ringan maupun berat, seperti
sebagai obat luka karena tanaman ini mengandung asam askorbat yang penting
untuk mengaktifkan enzim prolil hidroksilase yang menunjang tahap hidroksilasi
dalam pembentukan kolagen, sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan

4
luka.7Selain itu tanaman ini juga bisa digunakan untuk obat radang usus buntu,
disentri, influenza, radang kandung kemih, campak dan cacar air.8

2.1.3 Zat - Zat Dalam Tanaman Binahong (Anredera cordifolia)


Senyawa yang terkandung dalam tanaman binahong diantaranya saponin,
alkaloid, polifenol, flavonoid, monosakarida dan polisakarida. Tanaman ini
memiliki senyawa flavonoid yang tinggi dari daun, batang, umbi, dan bunga.
Flavonoid dapat berkhasiat sebagai anti mikroba, karena flavonoid memiliki peran
langsung sebagai fungsi antibiotik. Daun binahong memiliki asam askorbat,
antioksidan dan senyawa fenolik yang dapat digunakan sebagai kemampuan
melawan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga digunakan dalam
pengobatan penyakit menular seksual. Daun binahong juga memiliki kandungan
asam oleanolic yang memiliki sifat anti inflamasi yang dapat mengurangi rasa
sakit pada luka bakar. Umbi binahong ditemukan kandungan protein ancordin
sebagai stimulan immun untuk merangsang pembentukan antibodi dan dapat
merangsang oksida nitrit yang dapat memperbaiki aliran darah yang membawa
nutrisi ke setiap sel jaringan.3

2.1.4 Morfologi Tanaman Binahong (Anredera cordifolia)


a. Daun
Tanaman ini berdaun tunggal, tangkainya sangat pendek, tersusun
berseling, daun berwarna hijau muda, berbentuk seperti jantung (cordata),
memiliki panjang sekitar 5-10 cm dan lebar sekitar 3-7 cm, helaian dari daun tipis
lemas, ujung runcing, pangkal berlekuk (emerginatus), tepinya rata atau
bergelombang, dan permukaan halus, licin.9
b. Bunga
Tanaman Binahong memiliki bunga berbentuk majemuk rimpang,
mahkota berwarna putih sampai krem berjumlah lima helai tidak berlekatan,
bertangkai panjang, panjang helai mahkota sekitar 0,5-1 cm dan memiliki bau
yang harum.9
c. Akar

5
Akar tanaman binahong tunggang yang berdaging lunak dan berwarna
coklat.9
d. Rhizoma
Rhizoma adalah umbi yang terdapat di dalam tanah, bercabang dan
tumbuh menjalar, diujungnya dapat tumbuh tunas yang muncul dipermukaan
tanah dan dapat merupakan suatu tumbuhan baru. Biasanya rhizoma merupakan
tempat penyimpanan cadangan makanan.9

2.1.5 Khasiat Tanaman Binahong (Anredera cordifolia)


Daun dari tanaman binahong dapat sebagai obat diabetes dan sebagai
analgesik (mengurangi rasa nyeri), serta bisa untuk penghalus kulit. Untuk
mengobati diabetes yaitu dengan cara sebanyak ± 50 gram daun binahong direbus
dengan 2 gelas air sampai mendidih, lalu setelah mendidih kemudian didinginkan
terlebih dahulu dan selanjutnya disaring. Hasil saringan tersebut setelah dingin
diminum sekaligus. Untuk penghalus kulit dengan cara daun binahong dicuci
bersih lalu ditumbuk sampai lumat tidak berbentuk. Hasil tersebut dapat dipakai
dalam pemakaian 2x dalam satu minggu yang digunakan sebagai masker
penghalus kulit.9

Gambar 2.1 Daun Binahong2 Gambar 2.2 Rhizoma Binahong2

6
Gambar 2.3 Tanaman Binahong9

2.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis


2.2.1 Klasifikasi Taksonomi Dan Morfologi
Klasifikasi bakteri Staphylococcus epidermidis adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Divisio : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Bacilliales
Family : Staphylococcaceae
Genus : Sraphylococcus
Spesies : Staphylococcus epidermidis10

2.2.2 Epidemiologi Dan Deskripsi


Staphylococcus epidermidis ada dimana – mana pada kulit dan mikroflora
mukosa manusia dan menyebabkan infeksi pada pasien imunokompeten saat
integritas penghalang kulit terganggu. Sebagian besar infeksi Staphylococcus
epidermidis diantaranya adalah pasien yang rawat inap karena terkait akan
peralatan medis yang menetap pada tubuh pasien seperti kateter intravaskular dan
intratekal, elektroda alat pacu jantung, kateter saluran kemih, dan implan logam
lainnya, yang digunakan oleh bakteri untuk masuk ke penjamu. Organisme ini
memiliki kemampuan besar untuk rekombinasi genetik dan perolehan gen.
Tingkat resistensi methicillin (oxacillin) terhadap Staphylococcus epidermidis saat
ini melibihi 70% dibanyak institusi di seluruh dunia. Meskipun resistensi anti
mikroba dapat mengganggu terapi, kegagalan pengobatan terutama dikaitkan
dengan kemampuan spesies ini untuk membentuk biofilm pada perangkat medis,
yang merupakan ciri umum dari banyak patogen nasokomial.11 Staphylococcus
epidermidis merupakan bakteri yang tidak ada motile, tidak berspora yang
membentuk fakultatif anaerobik.12

2.2.3 Infeksi Staphylococcus epidermidis

7
Staphylococcus epidermidis merupakan patogen oportunistik yang hanya
dapat menyebabkan infeksi pada pasien dengan (faktor predisposisi seperti lahir
prematur, cacat imun bawaan) atau kondisi medis seperti infeksi HIV,
imunosupresi setelah transplantasi organ padat dan kemoterapi terkait
neutropenia.13 Karena kurangnya informasi tentang siklus hidup Staphylococcus
epidermidis banyak penelitian telah dilakukan untuk identifikasi mekanisme
patogenitas dan infeksi terkait dari mikroorganisme ini. Bakteri ini dikenal
sebagai penyebab utama infeksi perangkat implan medis seperti peripheralor
central intravenous catheters (CVCs). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan di
Amerika, setidaknya 5 kasus infeksi aliran darah dari 1.000 CVC di ICU, 22%
infeksi tersebut berkorelasi dengan Staphylococcus epidermidis dan
mikroorganisme ini juga dapat mengkotaminasi lensa kontak yang dapat
menyebabkan keratitis mata dan endopthalmitis.12

2.2.4 Antibiotik Resistensi Terhadap Staphylococcus epidermidis


Resistensi terhadap methicillin tersebar luas di antara isolat rumah sakit
Coagulase negative staphylococci (CNS) dan khususnya Staphylococcus
epidermidis disebut dengan MRSE (methicillin resisten Staphylococcus
epidermidis) mulai global 75-90%. Hal ini karena kehadiran gen mecA yang kode
untuk protein pengikat penicilin, PBP2a, dengan penurunan afinitas untuk
methicillin. Heteroresistance, yang berarti bahwa hanya satu di 104 untuk 108 sel
menunjukan tingkat tinggi resistensi methicillin, terjadi pada cns mirip dengan
Staphylococcus aureus. Resistensi terhadap aminoglikosida dan makrolida, dan
untuk tingkat yang lebih rendah, tetrasiklin, kloramfenikol, dan klindamisin juga
sering diamati antara rumah sakit terkait strain Staphylococcus epidermidis.
Resistensi menengah untuk vankomisin (vise, vankomisin menengah tahan
Staphylococcus epidermidis) terus meningkat, Namun, penyebaran vankomisin
strain resistensi tingkat tinggi belum dilaporkan. Di antara antibiotik baru
,resistensi masih sangat langka untuk linezolid dan streptogramins, dan tidak
dilaporkan untuk daptomycin atau tigecycline. Dari catatan, resistensi non spesifik
(toleransi) oleh pembentukan biofilm menjadi perhatian besar pada infeksi
coagulase negative staphylococci.14

8
2.3 Hipotesis
H0 : Tidak terdapat pengaruh ekstrak etanol daun binahong dalam menghambat
bakteri Staphylococcus epidermidis.
Ha :Terdapat pengaruh pemberian ekstrak etanol daun binahong dalam
menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis.

H0 : Tidak terdapat perbedaan di setiap konsentrasi ekstrak etanol daun binahong


dalam menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis.
Ha : Terdapat perbedaan di setiap konsentrasi ekstrak etanol daun binahong dalam
menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis.

9
2.4 Kerangka Teori

Daun Binahong
(Anredera cordifolia)

Saponin Polifenol asam oleanolic Flavonoid Alkaloid

Antioksidan Antibakteri Antiinflamasi

Ekstraksi
Menggunakan
Etanol

Menghambat
Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus epidermidis
Gambar 2.4 Kerangka Teori3

10
2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Ekstrak etanol daun


binahong dengan Zona hambat yang
konsentrasi 25%, 50%, dan terbentuk disekitar cakram
75%.

Uji aktifitas antibakteri


terhada Staphylococcus
epidermidis

11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode experiment,
rancangan penelitian ini yaitu untuk menguji konsentrasi ekstrak daun binahong
Anredera cordifoia (Ten) steenis dengan variasi konsentrasi terhadap
pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermidis untuk mengetahui daya
antibakteri.

3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan Mei 2018.
Tempat Penelitian di Laboratorium Biokimia Universitas Abulyatama dan di
Laboratorium Riset Mikrobiologi Universitas Syiah Kuala.

3.3 Sampel Penelitian


 Bakteri Staphylococcus epidermidis 3 cawan petri
 Daun binahong 180 gram

3.4 Variabel Penelitian


Variabel dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Variabel Independen : Ekstrak etanol daun binahong dengan konsentrasi
25%, 50%, dan 75%.
2. Variabel Dependen : Zona hambat yang terbentuk disekitar cakram.

12
3.5 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala


Ukur Ukur
1. Ekstrak daun Sediaan pekat yang Timba Ekstrak kental Rasio
binahong didapat dengan ngan dalam gram.
mengekstraksi zat
aktif dari daun
binahong dengan
menggunakan
pelarut etanol.

2. Diameter Diameter zona Jangka -Sangat kuat Rasio


zona hambat bening yang sorong >20-30 mm
Staphylococc muncul pada difusi -Kuat 11-20 mm
us disk. -Sedang 6-10
epidermidis mm
-Lemah < 6 mm

3.6 Alat Dan Bahan Penelitian


3.6.1 Alat
Peralatan gelas kimia, vacum rotary evaporator, cawan penguap, jarum
ose, kapas, mesin giling simlisia, spatula, mikropipet, bunsen, pinset, aluminium
foil, penangas air,timbangan analitik, autoklaf, oven, chamber anaerob, inkubator,
jangka sorong,
3.6.2 Bahan Uji
Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri
Staphylococcus epidermidis yang di peroleh dari laboratorium mikrobiologi
fakultas kedokteran Universitas Syiah Kuala, dan daun binahong Anredera

13
cordifoia (Ten) steenis, media cair Nutrient broth (NB), aquades, tween 80, etanol
96%, HCl, Metanol, Mg, FeCl3, NaCl, H2SO4.

3.7 Prosedur Penelitian


3.7.1 Preparasi Sample
Daun binahong sebanyak 2 kg dicuci bersih dan ditiriskan, kemudian
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, tidak terkena sinar matahari secara
langsung, dipotong kecil-kecil, lalu dilakukan maserasi dengan etanol 96%
selama 3 hari, dan dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator
sehingga menjadi gel. Kemudian ekstrak dibagi dalam 4 konsentrasi, yaitu 25%,
50% dan 75%.
3.7.2 Identifikasi Senyawa Aktif Pada Daun Binahong
Identifikasi senyawa aktif dilakukan dengan uji Fitokimia, uji fitokimia
kandungan senyawa aktif secara kualitatif dengan uji reagen dari ekstrak etanol
daun binahong dilarutkan dengan sedikit pelarut, kemudian dilakukan uji alkaloid,
polifenol, uji tanin, uji saponin, uji steroid, dan uji triterpenoid. Pengujian
dilakukan di laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Abulyatama.
a. Uji Alkaloid
Masing-masing sebanyak 1 gram ekstrak etanol dan daun binahong
ditambahkan 0,5 HCl 2%. iarutan dibagi dalam 2 tabung. Tabung 1 ditambahkan
2-3 tetes reagen Dragendrof, tabung 2 ditambahkan 2-3 tetes mayer. Terbentuknya
endapan jingga pada tabung 1 dan endapan putih pada tabung 2 menunjukan
adanya alkaloid.
b. Uji flavonid
Ekstrak tanaman daun binahong dimasukan kedalam tabung reaksi
kemudian dilarutkan dalam 1-2 mL metanol. Setelah itu ditambahkan logam Mg
dan 4-5 tetes HCl pekat larutan bewarna merah atau jingga yang terbentuk
menunjukan adanya flavonid.
c. Uji polifenol

14
Dua ratus mg ekstrak dilarutkan dalam 10 ml air, lalu 10 menit dipanaskan
dan disaring. Filtrat ditetesi dengan FeCl3 sebanyak 3 tetes, lalu diamati
perubahan warnanya, hal positif polifenol adalah terbentuknya larutan bewarna
hijau kehitaman atau biru tua, maka bahan tersebut mengandung polifenol.

d. Uji tanin
Masing masing extrak etanol dan daun binahong sebanyak 1 g
ditambahkan 20 mL aquadest, kemudian didinginkan selama 30 menit. kemudian
ditambahkan 5 tetes larutan NaCl 10% kemudian didinginkan dan disaring, filtrat
dibagi menjadi 2. Filtrat 1 (sebagai kontrol), lalu sisa filtrat yang lainnya diuji
dengan cara menambahkan 3 tetes FeCl3. Kemudian dibandingkan dengan warna
larutan kontrol, warna biru hitam menunjukan adanya tanin terhidrolisis dan
warna hijau kecoklatan menunjukan adanya tanin terkondensasi.
e. Uji saponin
Masing-masing ektrak etanol dan daun binahong sebanyak 0,5g
ditambahkan 10 mL air panas dan didinginkan setelah dingin langsung dikocok
kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih yang setabil selama 10 menit setinggi 1-
10cm dan setelah ditambahkan 1 tetes HCl 2N buihnya tidak hilang maka
menunjukan adanya senyawa saponin.
f. Uji Steroid dan triterpenoid
Masing-masing ekstrak etanol dan daun binahong sebanyak 1g diekstraksi
dengan n-heksana hingga tidak bewarna kemudian residu extrak ditambahkan 10
mL kloroform dan diaduk selama 5 menit. Diambil lapisan klorofrom dengan
menggunakan pipet dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring dan dibagi
kedalam 2 bagian. Filtrat pertama (sebagai kontrol) bila ada sisa filtrat yang
lainnya ditambahkan 3 tetes asetat anhidrida dalam 1 tetes H2SO4 pekat, dan
diamati perubahan warna yang terjadi dengan dengan kontrol. Jika terbentuk
warna biru hijau atau merah ungu menunjukan senyawa steroid atau triterponoid.

3.8 Uji Aktivitas Antibakteri


3.8.1 Sterilisasi Alat

15
Sterilisasi alat digunakan sebelum semua peralatan digunakan yaitu
dengan cara membungkus semua peralatan dengan menggunakan kertas coklat
kemudian dimasukan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 15 pai (per
square inchi) selama 15 menit. alat yang tidak tahan panas tinggi disterilisasikan
dengan alkohol 70%.

3.8.2 Pembentukan Media


3.8.2.1 Media Nutrient Broth (NB).
Pembentukan media cair nutrient broth (NB) dengan cara menyiapkan
bahan bahan yaitu menimbang media NB sebanyak 6,5 gram kemudian dilarutkan
dengan aquadest sebanyak 500 mL dan erlenmeyer kemudian ditutup dengan
aluminium foil. Supsensi dipanaskan hingga mendidih lalu dimasukan kedalam
tabung reaksi, masing masing 5mL kemudian ditutup dengan kapas. Proses ini
dilakukan secara aseptik, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC
dengan tekanan 15 psi (per square inchi) selama 15 menit. Kemudian diletakan di
dalam posisis miring selama 1 x 24 jam pada suhu ruang.
3.8.2.2 Peremajaan Biakan Bakteri
Biakan murni bakteri diremajakan pada media agar padat dengan cara
bakteri diambil 1 ose lalu jarum ose yang mengandung bakteri Staphylococcus
epidermidis digoreskan secara aseptik pada media NB agar pada cawan yaitu
dengan mendekatkan cawan pada nyala api saat menggoreskan carum ose
kemudian cawan petri ditutup kembali dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
27oC dalam inkubator, kemudian diambil satu koloni dan ditanam pada media NB,
kemudian divotek supaya homogen, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 20oC dalam inkubator, ada pertumbuhan bakteri, jika media keruh kemudian
dibandingkan dengan media NB tampa bakteri.

3.8.2.3 Pembuatan Suspensi Bakteri


Diambil 1 mL dari hasil peremajaan biakan murni bakteri Staphylococcus
epidermidis dimasukan tabung reaksi yang berisi 5ml fisiologi 0,9% kemudian
divortek supaya homogen, kemudian dibandingkan dengan standart Mc Farland
dengan kepadatan bakteri sebanyak 108 sel/ml kemudian diencerkan 100 kali pada

16
media NaCl fisiologis 0.9% dan media NB. Didapatkan suspensi bakteri sebanyak
106 bakteri sel/mL, bakteri siap diujikan.

3.8.2.4 Media Meuller Hinton Agar (MHA)


Campurkan MHA sebanyak 3,4 gram dengan aquadest 100 ml ke dalam
Erlenmeyer yang akan digunakan untuk 4 cawan petri. Kemudian dipanaskan
menggunakan microwave hingga larut, kemudian sterilkan dengan menggunakan
Autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit dan selanjutnya dituangkan ke dalam
cawan petri yang berisi 25 ml pada setiap cawan petri dan inkubasi selama 24 jam
dengan suhu 37 oC.

3.9 Uji Aktivitas Antibakteri


Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan Metode difusi
yaitu dengan menggunakan cara cakram disk. Zat antibakteri dijenuhkan kedalam
kertas cakram ditanam pada media perbenihan agar padat yang telah dicampur
dengan bakteri yang diuji, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 18-24
jam. Selanjutnya diamati adanya area (zona) jernih disekitar kertas cakram yang
menunjukan ada tidaknya pertumbuhan bakteri.

3.10 Analisis Data


Data hasil penelitian dideskripsikan berdasarkan klasifikasi morales dan
dianalisis dengan menggunakan Analysis of Varience (ANOVA) statistik non
parametri untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol daun binahong (Anredera
cordifolia) terhadap isolat Staphylococcus epidermidis dan dilanjutkan dengan uji
Mann Whitney.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Hasil Identifikasi Daun Binahong
Hasil identifikasi daun binahong yang dilakukan di Laboratorium
Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama membenarkan bahwa
sampel daun binahong (Anredera cordifolia) yang diperoleh dari sawang (Aceh
Utara) merupakan daun binahong dan diperoleh hasil klasifikasi taksonomi
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Hamamelidae
Order : Caryophyllales
Familia : Basellaceae
Genus : Anredera
Species : cordifolia Anredera (Ten.) Steenis2

18
Gambar 4.1 Gambar daun binahong setelah dikeringkan

4.1.2 Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Binahong


Hasil pengeringan 180 gram daun binahong segar diperoleh 170,607 gram
daun binahong kering. Hasil dari ekstraksi 170,607 gram daun binahong
digunakan metode maserasi dengan 900 ml pelarut etanol 96% selama 3 x 24 jam
pada suhu ruangan (27 oC) untuk mencegah penguapan pelarut. Larutan hasil
perendaman kemudian dipisahkan dari daun dan larutan. Hasil maserasi
dipekatkan dengan vacum rotary evaporator pada suhu 66 oC, hingga diperoleh
ekstrak kental daun binahong bewarna hijau kehitaman sebanyak 7 gr.

Gambar 4.2 (a) Sebelum dilakukan maserasi daun binahong, (b) Hasil maserasi
daun binahong.

4.1.3 Hasil Uji Fitokimia


Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun binahong diperoleh hasil bahwa
terdapat senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, kuinon, polifenol,
saponin, triterpenoid, seperti terlihat pada tabel 4.1

19
Tabel 4.1 Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun binahong.
No Uji Senyawa Metabolit Sekunder Hasil
1. Flavanoid -
2. Kuinon +
3. Polifenol +
4. Tanin -
5. Saponin +
6. Steroid -
7. Triterpenoid +
8. Alkaloid +

4.1.4 Hasil Uji Antibakteri


Hasil daya hambat ekstrak etanol daun binahong terhadap pertumbuhan
bakteri Staphylococcus epidermidis dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan P0
kontrol negatif (Aquadest), P4 kontrol positif (Amoxicilin) diperoleh daya hambat
antibakteri Staphylococcus epidermidis secara berturut – turut adalah 6 mm, 6,33
mm, 7 mm, 0 mm, 29,1 mm.
Diameter zona hambat ekstrak etanol daun binahong dapat dilihat pada
gambar 4.3 dan Tabel 4.2

Gambar 4.3 Zona hambat ekstrak etanol daun binahong terhadap Staphylococcus
epidermidis

20
Tabel 4.2 Hasil zona hambat bakteri Staphylococcus epidermidis.
Perlaku Ulangan Jumlah Rata-rata SD Morales
an I II III
P1 6 mm 6 mm 6 mm 18 mm 6 mm 0,000 Lemah
(25%)
P2 6 mm 6 mm 7 mm 19 mm 6,33 mm 0,5773 Lemah
(50%) 5
P3 6 mm 7 mm 8 mm 21 mm 7 mm 1,000 Sedang
(75%)
P4 (K+) 28,5 30,9 27,9 87,3 29,1 mm 1,5874 Sangat kuat
mm mm mm mm 5
P0 (K-) 6 mm 6 mm 6 mm 18 mm 6 mm 0,000 Lemah

Keterangan :
P0 : Kontrol negatif (Aquadest)
P1 : Ekstrak etanol daun binahong konsentrasi 25%
P2 : Ekstrak etanol daun binahong konsentrasi 50%
P3 : Ekstrak etanol daun binahong konsentrasi 75%
P4 : Kontrol positif (Amoxicilin)
35 30.9
30 28.5 27.9
25
20
15
10 7 7 8
6 6 6 6 6 6 6 6 6
5
0
25 50 75 K+ K-

Ulangan I Ulangan II Ulangan III

Untuk mengetahui perbedaan pada setiap perlakuan dan pengulangan dapat dilihat
pada gambar 4.4

21
Gambar 4.4 Grafik hasil perbedaan perlakuan dan pengulangan zona hambat pada
bakteri Staphylococcus epidermidis.
Pada gambar 4.4 dapat diketahui bahwa konsentrasi 25% pada
pengulangan ke 1, 2, 3 diperoleh zona hambat 6 mm, konsentrasi 50% pada
pengulangan ke 1, 2 diperoleh masing – masing 6 mm dan pengulang ke 3
diperoleh 7 mm, pada konsentrasi 75% pengulangan ke 1 didapatkan 6 mm,
pengulangan ke 2 didapatkan 7 mm, pengulangan ke 3 didapatkan 8 mm, dengan
menggunakan kontrol negatif (Aquadest) didapatkan 6 mm. Penggunaan
Amoxicilin sebagai kontrol positif pada pengulangan ke 1 didapatkan 28,5 mm,
pengulangan ke 2 didapatkan 30,9 mm, dan pada pengulangan ke 3 diperoleh 27,9
mm.
Hasil dari uji Kruskal Wallis untuk menunjukan perbedaan dan peringkat
rata-rata pada setiap perlakuan. Pada kasus pemberian Amoxicilin diperoleh hasil
rata-rata paling tinggi yaitu 14.00 dibandingkan dengan pemberian lainnya.
Sedangkan pemberian ekstrak daun binahong memperoleh rata-rata paling tinggi
pada konsentrasi 75% dibandingkan dengan konsentrasi 25%, 50%, dan aquadest.
Secara keseluruhan dari setiap perlakuan dan pemberian konsentrasi pada ekstrak
daun binahong hanya kontrol positif (Amoxicilin) yang sangat berpengaruh.
Dilakukan analisis tabel test dengan menggunakan analisis statistik untuk
mengetahui perbedaan seluruh perlakuan tersebut bermakna secara statistik.

Tabel 4.3 Tabel hasil uji statistik


Zona Hambat Ulangan
Chi-Square 10,853 0,00
df 4 4
Asymp. Sig. 0,028 1,000

Dari tabel hasil test statistik diperoleh nilai Chi square sebesar F hitung > Ftabel
(10,853 > 5,692) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.
Cara lain untuk mengetahui pengaruhnya dapat dilihat dari nilai asymptomatik
signifikan 0,028 < 0,05 dalam hal ini H o ditolak dan Ha diterima. Artinya terdapat
pengaruh yang bermakna baik dari ekstrak daun binahong, Amoxicilin, dan
aquadest. Hasil Kruskal wallis test memberikan pengaruh yang bermakna pada

22
setiap perlakuan sehingga diperlukan uji lanjut yaitu uji mann whitney untuk
mengetahui perlakuan yang mana saja berbeda secara signifikan.
Tabel 4.4 Perbandingan antar perlakuan
Perlakuan Signifikan
Antar 1 dan 2 0,00
Antar 1 dan 3 0,00
Antar 1 dan 4 0,00
Antar 1 dan 5 0,00
Antar 2 dan 3 4,500
Antar 2 dan 4 3,000
Antar 2 dan 5 1,500
Antar 3 dan 4 3,000
Antar 3 dan 5 1,500
Antar 4 dan 5 2,500

Keterangan :
1. 1 Kontrol positif Amoxicilin
2. 2 Kontrol negatif Aquadest
3. 3 Konsentrasi 25%
4. 4 Konsentrasi 50%
5. 5 Konsentrasi 75%
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa nilai signifikan < 0,05,
ini artinya bahwa berbeda secara bermakna. Sedangkan nilai signifikan > 0,05
artinya tidak berbeda secara bermakna.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Uji Fitokimia
Sebanyak 180 gram binahong (Anredera cordifolia) dilakukan
pengeringan maka diperoleh 170,607 gram. Kemudian dilakukan maserasi dengan
900 ml pelarut etanol 96% selama 3 x 24 jam pada suhu 27 oC untuk mencegah
penguapan pelarut. Larutan hasil maserasi kemudian dipisahkan dari daun dan
larutan. Larutan dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator pada

23
suhu 66oC, pada suhu tersebut etanol dapat menguap dan diperoleh daun binahong
berwarna hijau kehitaman sebanyak 7 gr.
Berdasarkan Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa ekstrak etanol daun
binahong mengandung senyawa metabolit sekunder antara lain : alkaloid, kuinon,
polifenol, saponin, triterpenoid. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Anis ainurrochmah, Evie ratnasari, Lisa lisdiana
pada tahun 2013 dengan penelitian efektivitas ekstrak daun binahong terhadap
penghambatan pertumbuhan bakteri Shigella flexneri dengan metode sumuran.15
Kandungan flavonoid daun binahong dalam penelitian ini tidak ditemukan.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Widya
Selawa dan Kurniawan yang menyatakan bahwa didalam daun binahong terdapat
senyawa golongan flavonoid.16,17 Hal ini diakibatkan karena perbedaan letak
geografi yang dapat mempengaruhi senyawa metabolik sekunder pada daun
binahong.18 Daun binahong yang digunakan pada penelitian ini hidup di dataran
tinggi dan kondisi tanah serta iklim juga sangat berpengaruh dalam pertumbuhan
senyawa metabolik sekunder pada daun binahong.

4.2.2 Uji Antibakteri


Berdasarkan hasil penelitian Tabel 4.2 menunjukan bahwa ekstrak etanol
daun binahong (Anredera cordifolia) terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis
dengan konsentrasi P0 kontrol negatif (Aquadest), P1, P2, P3, P4 kontrol positif
(Amoxicilin) secara berturut-turut sebesar 0 mm, 6 mm, 6,33 mm, 7 mm, 29,1
mm. Hanya sedikit daya hambat yang terjadi pada bakteri Staphylococcus
epidermidis, hal ini dipengaruhi oleh tidak ditemukannya flavonoid didalam
ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia). Senyawa flavonoid merupakan
senyawa kimia yang bersifat bakteriostatik, dengan menghambat pertumbuhan sel
bakteri dan merusak membran sitoplasma.19 Sehubungan dengan flavonoid banyak
peneliti yang mengutarakan bagaimana mekanisme kerja dari flavanoid dalam
menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain bahwa flavanoid menyebabkan
terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom, dan lisosom
sebagai hasil interaksi antara flavonoid dengan DNA bakteri, sementara Mirzoeva
et al dalam penelitiannya mendapatkan bahwa flavonoid mampu melepaskan

24
energi tranduksi terhadap membran sitoplasma bakteri selain itu juga menghambat
motilitas bakteri, mekanisme berbeda dikemukakan Di Carlo et al dan Estrela et al
menyatakan bahwa gugus hidroksil yang terdapat pada struktur senyawa
flavonoid menyebabkan perubahan komponen organik dan transpor nutrisi yang
akhirnya akan mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap bakteri.20
Senyawa lain yang terkandung dalam daun binahong (Anredera cordifolia)
yang dapat menghambat bakteri adalah saponin, alkaloid, dan tanin. Mekanisme
kerja saponin sebagai anti bakteri adalah menurunkan tegangan permukaan
sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan
mengakibatkan senyawa intra seluler akan keluar.21 Sedangkan alkaloid memiliki
kemampuan sebagai antibakteri, dengan cara mengganggu komponen
peptidoglikan sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara sempurna.19
Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri adalah menghambat enzim reverse
transkriptase dan DNA topoisomerase sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk,
dan tanin juga mempunyai target pada polipeptida dinding sel sehingga
pembentukan dinding sel menjadi kurang sempurna. Hal ini menyebabkan sel
bakteri menjadi lisis karena tekanan osmotik maupun fisik sehingga sel bakteri
akan mati.21 Triterpenoid dan polifenol juga terdapat dalam daun binahong.
Triterpenoid memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri. Senyawa ini
menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme penghambatan terhadap
sintesis protein karena terakumulasi dan meyebabkan perubahan komponen-
komponen penyusun sel bakteri itu sendiri.22 Senyawa polifenol dapat
menghambat enzim pada protein transpor selubung sel bakteri, dan destruksi atau
inaktivasi fungsi materi genetik.23

25
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil fitokimia daun binahong mengandung senyawa metabolit sekunder
golongan alkaloid, kuinon, saponin, polifenol, dan triterpenoid.
2. Ekstrak etanol daun binahong terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%, kontrol negatif aquadest
dan kontrol positif Amoxicilin memperoleh zona hambat 6 mm, 6,33 mm,
7 mm, 0 mm, dan 29,1 mm.
3. Terdapat adanya pengaruh pemberian ekstrak etanol daun binahong
terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus epidermidis.
4. Terdapat adanya perbedaan pemberian di setiap konsentrasi ekstrak etanol
daun binahong terhadap zona hambat bakteri Staphylococcus epidermidis
dimana semakin tinggi konsentrasi maka semakin kuat daya hambat yang
didapat.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait ekstrak etanol daun
binahong pada konsentrasi yang lebih tinggi dan pengulangan lebih banyak untuk
mendapatkan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
epidermidis yang lebih maksimal.

26
Daftar Pustaka

1. Budi MT, Fachriyah E, Kusrini D. Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktifitas


Senyawa Alkaloid Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis).
Chem Info J. 2013;1(1):196-201.
2. Sumartiningsih S. The Effect of Binahong to Hematoma. Bioeng Pharm
Eng. 2011;5(6):244-246.
3. Sri Murni Astuti. Determination of Saponin Compound from Anredera
cordifolia ( Ten ) Steenis Plant ( Binahong ) to Potential Treatment for
Several Diseases. Agric Sci. 2011;3(4):224-232. doi:10.5539/jas.v3n4p224.
4. Jawetz, Melnic, Adelberg, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi Kedokteran.
23rd ed. (editor edisi bahasa Indonesia, ed.). Jakarta: EGC; 2007.
5. Otto M. Staphylococcus epidermidis the “accidental” pathogen. Nat Rev
Microbiol. 2009;7(8):555-567. doi:10.1038.
6. Souza LF, De Barros IBI, Mancini E, De Martino L, Scandolera E, De Feo
V. Chemical Composition And Biological Activities of The Essential Oil
From Anredera Cordifolia Grown In Brazil. Nat Prod Commun.
2014;9(7):1003-1006.
7. Ariani S, Loho L, Durry MF. Khasiat Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis) Terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi Dan
Reepitelisasi Penyembuhan Luka Terbuka Kulit Kelinci. e-Biomedik
(eBM). 2013;1(2):914-919.
8. Mahyuni R, Girsang ESB dan, Hanafiah DS. Pengaruh Pemberian Kolkisin
Terhadap Morfologi dan Jumlah Kromosom Tanaman Binahong ( Anredera
cordifolia Tenn. Steenis.). J Agroekoteknologi. 2015;4(1):1815-1821.
9. Wahyuningsih Q, Farmasi F, Purwokerto UM. EKSTRAK ETIL ASETAT
DAUN BINAHONG ( Anredera cordifolia ( Tenore ) Steen ) EKSTRAK
ETIL ASETAT DAUN BINAHONG. 2013.
10. Saraswati FN. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol 96% Limbah Kulit
Pisang Kepok Kuning ( Musa balbisiana ) Terhadap Bakteri Penyebab
Jerawat ( Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus, dan
Propionibacterium acne). 2015.
11. Mendes RE, Deshpande LM, Costello A, et al. Analysis of the molecular
epidemiology of staphylococcus epidermidis clinical isolates from USA
hospitals. 2012;1(June). doi:10.1128/AAC.00279-12.
12. Namvar AE, Bastarahang S, Abbasi N, et al. Clinical characteristics of
Staphylococcus epidermidis: a systematic review. GMS Hyg Infect Control.
2014;9(3). doi:10.3205/dgkh000243.
13. Buttner H, Mack D, Rohde H. Structural basis of Staphylococcus
epidermidis biofilm formation: mechanisms and molecular interactions.
Front Cell Infect Microbiol. 2015;5(February):1-15.
doi:10.3389/fcimb.2015.00014.
14. Michael otto. Molecular basis of Staphylococcus epidermidis infections.
Semin immunopathol. 2012;34(2):201-214. doi:10.1007/s00281-011-0296-
2.Molecular.
15. Ainurrochmah A, Ratnasari E, Lisdiana L. Efektivitas Ekstrak Daun
Binahong ( Anredera cordifolia ) terhadap Penghambatan Pertumbuhan
Bakteri S higella flexneri dengan Metode Sumuran. J LenteraBio.

27
2013;2(3):233-237.
16. Kurniawan B, Carolia N, Thamrin AA. Uji Efektivitas Antiinflamasi
Ekstrak Daun Bahinong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) pada Tikus
Jantan Galur Sprague Dawley yang Diinduksi Karagenin. Med Fac
Lampung Univ. 2013:10-17.
17. Selawa W, Runtuwene MRJ, Citraningtyas G. Kandungan flavonoid dan
kapasitas antioksidan total ekstrak etanol daun binahong [Anredera
cordifolia(Ten.)Steenis.]. Pharmacon J Ilm Farm - UNSRAT. 2013;2(1):18-
23.
18. Aryati H, Anggarwulan E. Pengaruh Penambahan DL-Triptofan terhadap
Pertumbuhan Kalus dan Produksi Alkaloid-Reserpin Pule Pandak
[ Rauvolfia serpentina ( L .) Bentham ex Kurz . ] secara In Vitro.
2005;3(2):52-56. doi:10.13057/biofar/f030204.
19. Retnowati Y, Bialangi N, Posangi NW. Pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus pada media yang diekspos denganinfus daun
sambiloto (Andrographis paniculata). Saintek. 2011;6(2).
20. Sabir A. Aktivitas antibakteri flavonoid propolis Trigona sp terhadap
bakteri Streptococcus mutans ( in vitro ). 2005;38(3):135-141.
21. Mercy N, Abidjulu J, Vanda S K. Pengaruh Antibakteri Ekstrak Kulit
Batang Matoa ( Pometia pinnata ) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
secara In vitro. Mipa Unsrat. 2013;2(2):128-132.
22. Ferawaty Siregar A, Sabdono A, Pringgenies D. Potensi Antibakteri
Ekstrak Rumput Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus luteus. J Mar
Res. 2012;1(2):152-160. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr.
23. Maliana Y, Khotimah S, Diba F, Penelitian T. Aktivitas Antibakteri Kulit
Garcinia mangostana Linn . Terhadap Pertumbuhan Flavobacterium dan
Enterobacter Dari Coptotermes curvignathus Holmgren. Protobiont.
2013;2(1):7-11.

28
Lampiran 1. Hasil Penelitian Ekstrak Etanol Daun Binahong

Keterangan :
P0 : Kontrol Negatif (Aquadest) : 0 mm
P1 : Ektrak Etanol daun binahong konsentrasi 25% : 6 mm
P2 : Ektrak Etanol daun binahong konsentrasi 50% : 6,33 mm
P3 : Ektrak Etanol daun binahong konsentrasi 75% : 7 mm
P4 : Kontrol Positif (Amoxicilin) : 29,1 mm

29
Hasil 3 kali pengulangan ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia)

Lampiran 2. Alur Penelitian

Pengaruh Ekstrak Daun Binahong Menggunakan


Etanol terhadap Staphylococcus epidermidis

Persiapan

Ekstrak Daun Sterilisasi alat Staphylococcus


Pembuatan media
Binahong dan bahan epidermidis
NB dan MHA

- Cuci - Isolat
- Keringkan - Dibiakan dalam
- Haluskan MHA media agar (NB)
- Maserasi - Pembuatan
- Evaporasi suspensi Bakteri

30
Kelompok Kelompok
Kontrol (Ekstrak) Kontrol

25% 50% 75% Amoxicilin(+) Aquadest (-)

Inkubasi 24 jam

Zona Hambat

Lampiran 2. Alur Penelitian


Lampiran 3. Skema Pembuatan Ekstrak Daun Binahong

Daun Binahong
(Anredra cordifoia (Ten))

Di Bersihkan

Kering anginkan Di maserasi dengan etanol 96% selama


selama ±3 hari 3 x 24 jam sebanyak 900ml

Filtrat Daun Binahong

Di Evaporasi dengan vacum


evaporator pada suhu 66oC
31
daun Binahong

7 gr

Lampiran 3. Skema Pembuatan Ekstrak Daun Binahong

Lampiran 4. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Binahong Dan Maserasi Daun


Binahong

Hasil penjemuran daun binahong hari Hasil penjemuran daun binahong hari
ke 1 ke 3

32
Hasil penjemuran daun binahong

Lampiran 4. Pembuatan ekstrak etanol daun binahong dan maserasi daun


binahong

Lampiran 5. Hasil Uji Fitokimia

33
(-) (-) (+) (+)

Lampiran 5. Hasil Uji Fitokimia

Lampiran 6. Hasil SPSS

34
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian

35
Lampiran 8. Surat Selesai Penelitian

36
37

Anda mungkin juga menyukai