Disusun oleh:
Pembimbing
Pendamping
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah
satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Agenda
pembangunan berkelanjutan yaitu Sustainable Development Goals (SDGs) yang
telah disahkan pada September 2015 berisi 17 tujuan dan 169 target. Tujuan
ketiga SDGs adalah menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua orang di segala usia dengan salah satu target
mengurangi AKI secara global sebanyak 70 per 100.000 kelahiran hidup tahun
2030.1
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis Tambahan
- Riwayat jantung berdebar, mudah lelah saat beraktivitas disertai sesak
nafas tidak ada.
- Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil tidak ada.
- Riwayat kencing manis tidak ada.
- Riwayat penyakit ginjal tidak ada.
- Riwayat pernah dioperasi di perut tidak ada.
- Riwayat alergi obat-obatan dan makanan tidak ada.
- Riwayat trombosit rendah atau perdarahan sebelum hamil atau pada
keluarga tidak ada.
Riwayathaid
- Menarche : 12 tahun
- Siklus : 28 hari
- Lama : 7 hari
- Banyaknya : ± 2-3x ganti pembalut sedang
- Dismenorhae : Tidak ada
RiwayatKehamilanSekarang
- Usia ibu hamil : 43 tahun
- HPHT : 27 Maret 2021
- Taksiran Persalinan : 03 Desember 2021
- Usia Kehamilan : 38 minggu
- Perdarahan Pervaginam : Tidak ada
- Keputihan : Tidak ada
- Mual dan Muntah : Tidak ada
- Pemakaian obat-obatan dan jamu : Tidak ada
Riwayat ANC
- Ibu pertama kali melakukan ANC pada saat usia kehamilan 4 minggu di
bidan.
- ANC selama hamil hanya dilakukan sebanyak 3 kali.
- Tidak pernah melakukan USG selama kehamilan
Riwayat obstetrik
Gravida 6, Partus 5, Abortus 0
No Tahun JK Usia Jenis Ditolong BBL &
Kehamilan Persalinan oleh PBL
1. 1997 P Aterm Spontan Bidan 2,9 kg
2. 2002 L Aterm Spontan Bidan 4 kg
3. 2008 L Aterm Spontan Dukun 2,7 kg
4. 2011 L Aterm Spontan Bidan 3,5 kg
5. 2018 P Aterm Spontan Bidan 3,6 kg
6. 2021 Hamil ini
Riwayat Ginekologi
Tidak ada
Riwayat KB
Kontrasepsi suntik 3 bulanan tidak teratur
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaanumum
- Kesadaran : Composmentis
- Kesan sakit : Sakit sedang
- Tanda vital
TD :120/80 mmHg
Nadi : 98x/m
Respirasi : 20x/m
Suhu : 36,7 C
- Berat badan awal sebelum hamil : 55 kg
- Beratbadansekarang : 63 kg
- Tinggi badan : 154 cm
- Kepala: Mata : Konjungtivaanemis -/-
Skleraikterik -/-
Hidung : Epistaksis -/-
Mulut : Gusi berdarah (-)
- Leher : KGB tidak teraba,JVP 5+0 cmH2O
- Thorax : Bentuk dan gerak simetris
Cor : Ictus cordis tidak terlihat,
BJ S1 dan S2 murni regular, S3 dan
S4 Gallop
(-),murmur (-), kardiomegali(-)
Pulmo : vesikuler +/+, Ronki -/-,
Wheezing -/-, sonor +/+
- Abdomen : Datar, bising usus(+) normal, hepar
lien tidak teraba. Nyeri
tekan (+)
- Ekstremitas : Akral hangat CRT< 2 detik,
petechiae (-), ekimosis (-)
Status Obstetrikus
- Thorax
Mammae : Papila menonjol : +/+
Areola hiperpigmentasi : +/+
Abses : -/-
Nyeritekan : -/-
- Abdomen : Bentuk : Cembung
Striae gravidarum : (+)
Linea Nigra : (+)
Tinggi Fundus Uteri : 33 cm
TBJ : (-)
Luka Operasi : (-)
Leopold I : (-)
Leopold II : (-)
Leopold III : (-)
Leopold IV : (-)
DJJ : 138x/m
His : (-)
Status Dermatologi :
Pada regio facialis, trunkus, manus dan pedis terdapat plak dengan dasar
eritem basah disertai krusta diatasnya berukuran lentikuler-plakat tersebar
diskret hingga konfluens disertai eksoriasi.
Status ginekologi
Pemeriksaan dalam : Portio tebal, pembukaan 2 cm, discharge (-),
perdarahan aktif pervaginam (-), HI
Inspekulo : (-)
HITUNGJENIS
Basofil 0 % 0,0 – 1,0
Eosinofil 3 % 2,0 –4,0
Neutrophil Segmen 77* % 50,0 –70,0
Limfosit 15* % 25,0 –50,0
Monosit 5 % 4,0 –8,0
KIMIA KLINIK
GDS 114 Mg/dL 60-200
SERO – IMUNOLOGI
IgG SARs Cov2 Non Reaktif Non Reaktif
IgM SARs Cov2 Non Reaktif Non Reaktif
HBsAg Non Reaktif Non Reaktif
T.P.H.A Negatif Negatif
Anti HIV Negatif Negatif
INTRAOPERATIF
14.30 WIB
USG :
- JTH Preskep
- GA 38w5d
- EDD 03/12/2021
15.10 WIB
S/ keluar air-air sejak 13 jam yll, mulas-mulas (+)
O/ Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg S : 36,6 C
N : 81x/menit R : 20 x/menit
A/ G6P5A0 Multigravida tua hamil 38-39 minggu dengan KPD >12 jam
JTH Preskep + Dermatitis Atopi
P/
- IVFD RL XX gtt/m
- Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam
- Inj Dexamethasone 6gr/12 jam
- R/ SC + MOW
- Konsul Sp.An (acc)
- Konsul Sp.DV
• Cetirizine 10mg tab 1x1
• Cream Topicare (ceramide) 10gr + Cream Digenta (Gentamicin
+ Betamethasone dipropionate) 10gr 2ddue
• Menggunakan sabun bayi yang hipoallergen
16.15 WIB
S/ telah lahir bayi laki-laki, menangis kuat, gerak aktif, retraksi (-), BAB
(+), BAK (+)
O/ APGAR 8/9
BB : 2700 gr PB : 49 cm
LK : 33cm LP : 31 cm
HR : 148x/m RR : 40x/m
SpO2 : 97%
Anus (+)
Kelainan (-)
A/ BBLC + NCB post SC a/i KPD>12 jam
P/
- Bersihkan jalan nafas
- Rangsang taktil
- Termoregulasi
- Inj Vit K
- Salep mata Gentamicin
BAB III
PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis multigravida tua dengan ketuban pecah dini (KPD) dan
dermatitis atopi (DA) pada pasien serta penatalaksanaannya pada kasus ini
sudah tepat ?
2. Bagaimana patofisiologi terjadinya ketuban pecah dini (KPD) dan dermatitis
atopi (DA) pada ibu hamil?
3. Bagaimana prognosis penderita pada kasus ini ?
BAB IV
ANALISA KASUS
1. Apakah diagnosis multigravida tua dengan ketuban pecah dini (KPD) dan
dermatitis atopi (DA) pada pasien serta penatalaksanaannya pada kasus ini
sudah tepat ?
Usia ibu hamil terlalu tua >35 tahun meningkatkan resiko kematian ibu. Pada
usia ini organ kandungan menua, jalan lahir tambah kaku, ada kemungkinan
besar ibu hamil mendapat anak cacat, terjadi persalinan macet dan
perdarahan. Pada umur ≥ 35 tahun kesehatan ibu sudah menurun akibatnya
akan beresiko lebih besar untuk mempunyai anak cacat, persalinan lama, dan
perdarahan. Penyulit lain yang mungkin timbul adalah kelainan letak,
plasenta previa, distoia dan partus lama.
Bayi yang lahir dari ibu hamil >35 tahun memiliki kelainan pada kromosom.
Kelainan yang paling banyak muncul berupa kelainan Down Syndrome, yaitu
sebuah kelainan kombinasi dari retardasi mental dan abnormalitas bentuk
fisik yang disebabkan oleh kelainan kromosom.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi komplikasi resiko dari
kehamilan dengan usia 30-40 tahun adalah :
Saat anamnesis didapatkan juga pasien mengeluh keluar air-air dari jalan lahir
sejak 7 jam SMRS. Air-air keluar secara spontan tanpa disertai rasa ingin
berkemih, warna bening dan tidak berbau. Pada pemeriksaan ginekologi
didapatkan portio tebal pembukaan 2 cm, discharge (-), perdarahan aktif
pervaginam (-), Hodge I. pemeriksaan inspekulo tidak dilakukan.
KPD pada pemeriksaan dengan spekulum, akan tampak keluar cairan dari
OUE. Seandainya belum keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta
batuk, mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau bagian terendah 13
digoyangkan, akan lampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada
fomiks anterior. Lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
kanaiis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban
pada fomiks posterior.
Ada beberapa akibat yang dihasilkan dari kejadian ketuban pecah dini,
diantaranya prolaps funiculii penurunan tali pusat. Hal ini bisa menyebabkan
gawat janin dan kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi
bokong atau Ietak lintang). Hipoksia dan asfiksia sekunder mengakibatkan
kompresi tali pusat, prolaps uteri, nilai APGAR rendah, ensefalopati, cerebral
palsy, perdarahan intrakranial. gagal ginjal, dan sndrom gawat napas.
Penatalaksanaan KPD yang diberikan kepada pasien ini adalah sudah tepat :
- IVFD RL XX gtt/m
- Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam
- Inj Dexamethasone 6gr/12 jam
- R/ SC + MOW
- Konsul anestesi (acc)
b. Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. bila gagal seksio
sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 gg intravaginal tiap 6 jam
maksimal 4 kali.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan anlibiotika dosis tinggi, dan
persalinan diakhiri: a. bila skor pelvik 5, induksi persalinan, partus
pervaginam.
Keluhan gatal pada pasien kembali memberat saat trimester ketiga akibat dari
bertambah besarnya uterus diikuti meningkatnya peregangan pada kulit.
Keluhan gatal pada kulit di trimester 3 perlu diwaspadai akibat tingginya
angka kejadian ICP (Intrahepatic cholestasis of pregnancy). Akibat
perubahan hormonal yang mencetuskan kolestasis. Kehamilan menyebabkan
defek pada ekskresi garam empedu yang menghasilkan peningkatan asam
empedu yang mencetuskan timbulnya pruritus. Diagnosis ICP pada pasien
bisa disingkirkan karena tidak ditemukan ikterik pada pasien meskipun tidak
dilakukannya pemeriksaan fungsi hati, dan diagnosis lebih mengarah kepada
dermatitis atopi pada kehamilan.
Dermatitis Atopi adalah kondisi pruritus yang aman yang ditandai dengan lesi
papular, eksoriasi dan tanda scratching dengan riwayat atau predisposisi yang
sesuai ataupun onset pertama selama kehamilan. Daerah predileksi yang
sering terkena adalah wajah, leher, daerah fleksor ekstremitas, dan badan.
Pada pasien didapatkan lesi pada regio facialis, trunkus, manus dan pedis
terdapat plak dengan dasar eritem basah disertai krusta diatasnya berukuran
lentikuler-plakat tersebar diskret hingga konfluens disertai eksoriasi. Temuan
pada pasien semakin mendukung kearah diagnosis dermatitis atopi.
Tatalaksana yang diberkan pada pasien adalah Cetirizine 10mg tab 1x1,
Cream Topicare (ceramide) 10gr + Cream Digenta (Gentamicin +
Betamethasone dipropionate) 10gr dioleskan 2 kali sehari setelah mandi, dan
menggunakan sabun bayi hipoallergen. Tatalaksana sistemsik yang aman
diberikan pada ibu hamil juga termasuk antihistamin antagonis H2
(loratadine dan cetirizine).
Faktor penyebab ketuban pecah dini belum diketahui atau tidak dapat
ditemukan secara pasti. Namun, kemungkinan yang menjadi faktor
predisposisi antara lain adalah paritas, kelainan selaput ketuban, usia ibu,
serviks yang pendek, indeksi, serviks inkompeten, trauma, gemeli,
hidramnion, kelainan letak, alkohol, dan merokok. Pasien pada kasus ini
hamil dengan multigravida usia tua yaitu G6P5A0 usia 43 tahun, hal ini
menjadikan pasien beresiko terjadinya KPD.
Pada penelitian lain (Maria & Sari, 2016), ibu dengan usia kehamilan 37- 42
minggu (aterm) kemungkinan memiliki risiko 3,300 kali lebih mengalami
ketuban pecah dini dibandingkan dengan usia kehamilan 42 minggu (preterm
dan postterm). Ibu dengan usia 35 tahun memiliki risiko 4,95 lebih besar
mengalami ketuban pecah dini dibandingkan dengan ibu dengan usia 20-35
tahun.
Selama masa kehamilan juga terjadi perubahan dari fisik sampai hormonal
secara fisiologis. Kadar estrogen meningkat selama masa kehamilan, hal ini
pulalah yang menjadi salah satu faktor timbulnya dermatitis atopi selama
masa kehamilan.
Pengaruh ketuban pecah dini dapat terjadi baik pada ibu dan juga janinnya.
Prognosis yang terjadi kepada ibu diantaranya :
a. Infeksi intrapartum/dalam persalinan. Jika terjadi infeksi dan kontraksi
saat ketuban pecah, dapat menyebabkan sepsis yang selanjutkan dapat
mengakibatkan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas.
b. Infeksi puerpuralis/ masa nifas
c. Partus lama/dry labour
d. Perdarahan postpartum
e. Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
f. Morbiditas dan mortalitas materal 16
Prognosis ketuban pecah dini juga ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi dari kehamilan. Untuk mencegah infeksi yang terjadi
pada ibu maupun janin akibat KPD, pada pasien diberikan antibiotik
spektrum luas yaitu Ceftriaxon dosis 1 gram dalam 24 jam, serta pemberian
Dexamenthason 6 gram tiap 12 jam. Pada pasien prognosis adalah dubia ad
bonam.
Untuk prognosis pada janin tergantung pada :
a. Maturitas janin : bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai
prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.
b. Presentasi : presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek,
khususnya jika bayinya premature.
c. Infeksi intrauterin meningkatkan mortalitas janin.
d. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah, semakin
tinggi insiden infeksi.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
5.2.2 Etiologi
a. Infeksi ‘
b. Prognosis janin
o Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prmatur
diantaranya respiratory distress sindrome, hipotermia,
gangguan makan neonatus, retinopathy of prematurity,
perdarahan intraventrikular, necrotizing enterocolitis,
gangguan otak, resiko cerebral palsy, hiperbilirubinema,
anemia, sepsis.
o Prolaps funiculli/penurunan tali pusat
o Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada
bayi).
Menyebabkan kompresitali pusat, prolaps uteri, dry
labour/partus lama, skor APGAR rendah, ensefalopati, cerebral
palsy, perdarahan intakranial, gagal ginjal, distress pernapasan.
o Morbiditas dan mortalitas perinatal (fadlun, 2011).
Semua ibu hamil dengan KPD prrmatur dapat kemungkinan
terjadinya karioamnionitis (radang pada korion dan amnion).
Resiko kecacatan dan kematian janin meningkatkan pada KPD
preterm.
5.2.7 Diagnosis
Penegakkan diagnosis adalah sebagai berikut : bila air ketuban banyak dan
mengandung mekonium verniks maka diagnosis dengan inspeksi mudah
ditegakkan, tapi bila cairan keuar sedikit maka diagnosis harus ditegakkan
pada : 15
a. Anamnesa : kapan keluar cairan, warna, bau, adakah partikel-partikel di
dalam cairan (lanugo serviks)
b. Inpeksi : bila fundus di tekan atau bagian terendah digoyangkan, keluar
cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior
c. Periksa dalam : ada cairan dalam vagina dan selaput ketuban sudah
tidak ada lagi
d. Pemeriksaan laboratorium : Kertas lakmus : reaksi basa (lakmus merah
berubah menjadi biru ), Mikroskopik: tampak lanugo, verniks
kaseosa(tidak selalu dikerjakan )
e. Pemeriksaan penunjang pada kasus ketuban pecah dini meliputi
pemeriksaan leukosit/ WBC (bila >15.000/ml) kemungkinan telah
terjadi infeksi. Ultrasonografi (sangat membantu dalam menentukan
usia kehamilan, letak atau presentasi janin, berat janin, letak dan gradasi
plasenta serta jumlah air ketuban), dan monitor bunyi jantung janin
dengan fetoskop Laennec atau Doppler atau dengan melakukan
pemeriksaan kardiotokografi ( bila usia kehamilan >32 minggu).15
5.2.8 Penatalaksanaan
a. Faktor genetik
b. Faktor imunologi
1. Polutan
2. Alergen
- -Aeroalergen atau alergen inhalant : tungau debu rumah,
serbuk sari buah, bulu binatang, jamur kecoa
- -Makanan: susu, telur, kacang, ikan laut, kerang laut dan
gandum
- -Mikroorganisme: Staphylococcus aureus,
Streptococcus sp, P.ovale, Candida
albicans,Trycophyton sp.
- -Bahan iritan: wool, desinfektans, nikel, peru balsam.
3. Faktor Psikologi
5.3.3 Diagnosis
Kriteria mayor dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka
didasarkan pengalaman klinis yang cocok untuk diagnosis
berbasis rumah sakit (hospital based) dan eksperimental,tetapi
tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis populasi karena
kriteria minor umumnya ditemukan pada kelompok kontrol,
disamping itu belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau
diuji untuk pengulangan (repeatability).
b. Kortikosteroid topikal
(Propaderm)
Fluosinolon Diflukortolon
f. .Pemberian antibiotik
g. Kortikosteroid Sistemik
h. Siklosporin
Pasien usia 43 tahun dengan G6P5A0 hamil 38 minggu dengan keluhan keluar
air-air dari jalan lahir sejak 7 jam SMRS dan gatal dan perih pada wajah, leher,
lipatan ketiak, dada, perut, selangkang dan kaki yang memberat sejak 2 minggu
SMRS. Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan USG selama kehamilan,
hanya melakukan ANC di bidan setempat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
TFU 33 c, DJJ 138x/menit, His (-), portio tebal, pembukaan 2cm, discharge (-),
perdarahan aktif pervaginam (-), HI. Status dermatologis didapatkan regio
facialis, trunkus, manus dan pedis terdapat plak dengan dasar eritem basah disertai
krusta diatasnya berukuran lentikuler-plakat tersebar diskret hingga konfluens
disertai eksoriasi. Pasien terdiagnosis G6P5A0 Multigravida tua hamil 38 minggu
dengan KPD 7 jam JTH preskep dengan Dermatitis Atopi. Pasien direncanakan
SC+ MOW serta mendapatkan tatalaksana kulit berupa Cetirizine 10mg tablet
1x1, Cream Topicare + Digenta dioles 2 kali sehari. Kehamilan >35 tahun pada
pasien termasuk kehamilan resiko tinggi dengan penyulit KPD akibat factor resiko
multipara dengan usia > 35 tahun akibat berkurangnya kekuatan otot uterus dan
abdomen, sehingga pada pasien direncanakan SC sekaligus melakukan MOW
untuk menghentikan kehamilan. Pada pasien juga terjadi dermatitis atopi akibat
perubahan kadar hormone estrogen yang meningkat. Berdasarkan diagnosis dan
tatalaksana yang sudah diberikan pada pasien prognosis pada pasien adalah dubia
ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. 2017. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi di Dunia.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatanindonesia/profil-kesehatan-indonesia-2016.pdf (diakses pada
tanggal 30 November 2021)
2. Kementerian Kesehatan RI. 2015. Kesehatan dalam Kerangka Sistainable
Development Goals. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
3. Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Dep. Kes RI
4. Depkes, R.I. 2010. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Jakarta: Depkes
RI dan JICA
5. Manuaba, Ida Bagus Gede. 2013. Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan,
dan KB. Jakarta: EGC
6. Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono
7. Tandu-Umba, B., Mbangama, M.A., Brunel, K.M., Kamongola., Kamgang
A.G., Tchawou., Perthus. M., Kivuidi., Munene, S.K., Meke, I.K.,
Kabasele, O.K., Kondoli, B.J., Kikuni, K.R., Kuzungu, S.K. 2014. Pre-
pregnancy high-risk factors at first antenatal visit: how predictive are these
of pregnancy outcomes. International Journal of Women’s Health, vol. 6,
hlm. 1011 – 1018
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia ( Depkes ). 2010. Komplikasi
Kehamilan
9. Manuaba I.A.C.,I.B.G Fajar M., dan I.B.G Manuaba, (2012). Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan edisi 2.
Jakarta:EGC
10. Hartanto, H. (2012). Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
11. Susilo. (2006). Kehamilan Tidak iinginkan (KTD) . Jakarta: PT
12. Endang S, Lisa D. 2010. Gambaran karakteristik ibu bersalin dengan
ketuban pecah dini di Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang tahun
2009. [Diakses 4 Desember 2021]. Available from:
https://ejurnal.akbidpantiwilasa.ac.id/index.php/kebidanan/article/
viewFile/3/2
13. Sualman K. Penatalaksanaan ketuban pecah dini. [online] 2009.[Diakses 4
Desember 2021]. 2019. Available from http://www.medicalstore.com
14. Prawirohardjo Sarwono, (2009). Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka
15. Saifuddin AB. Ketuban pecah dini, ekstraksi vakum. In: Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal (1st ed). Jakarta:
JNPKKRPOGI, 2002; 218-20.
16. Leung DYM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis. In:
Goldsmith LA, Katz LI, Gilchrest BA, Paleer AS, Leffell DJ, Wolff K,
editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine (Eight Edition).
New York: McGraw Hill Companies; 2008: p. 146- 58.
17. Ou LS, Leung DYM. Advances in atopic dermatitis. Chang Gung Med J.
2005;28:1-8.
18. Sularsito SA, Djuanda A. Dermatitis. In: Hamzah M, Aisah S, editors.
2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin (Edisi ke5). Jakarta: FKUI; p.129-
58.
19. Turner JD, Schwartz RA.2006. Atopic dermatitis a clinical chalange. Acta
Dermatoven APA.;15:59-67.
20. Remitz A, Reitamo S. 2008. The clinical manifestations of atopic
dermatitis. In: Reitamo S, Luger TA, Steinhoff M, editors. Textbook of
Atopic Dermatitis. London: Informa UK Ltd; p.1-12.
21. Gimenez JC. 2000. Atopic dermatitis. Alergol Immunol Clin.;15:279-95