Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KEGIATAN INTERNSIP

F.3 UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)


SERTA KELUARGA BERENCANA (KB)
PENYULUHAN STUNTING PADA ANAK DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS GABUS I

Disusun oleh :
dr. Farah Fauziah

Pendamping :
Dr. M. Wahib Hasyim

HALAMAN JUDUL
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
PERIODE MARET 2020 – JULI 2020
UPTD PUSKESMAS GABUS I
KABUPATEN PATI
JAWA TENGAH
2020
LEMBAR PENGESAHAN

F.3 UPAYA KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)


SERTA KELUARGA BERENCANA (KB)
PENYULUHAN STUNTING PADA ANAK DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS GABUS I

Pati, Juni 2020

Pembimbing Dokter Internsip

dr. M. Wahib Hasyim dr. Farah Fauzia

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatu.


Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmah dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
dengan baik laporan ini. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah salah satu
persyaratan dalam menempuh program dokter internsip di Pukesmas Gabus 1
Kabupaten pati.
Pada kesembpatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. dr. Pamuji Djoko Widodo selaku kepala Pukesmas Gabus 1 Kabupaten Pati .
2. dr. M. Wahib Hasyim selaku pembimbing di Pukesmas Gabus 1 Kabupaten
Pati.
3. Ibu dan anak di wilayah kerja puskesmas Gabus I.
4. Semua rekan dokter internsip dan pegawai Pukesmas Gabus 1 Kabupaten
Pati periode Maret 2020 – Juli 2020 yang telah banyak membantu.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, karena itu
saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat membatu
penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat menjadi bahan
informasi yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran, khususnya
dibidang kesehatan masyarakat.
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Pati, Juni 2020


Dokter Internsip

dr. Farah Fauziah

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1. Latar Belakang.........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................3
1.3. Tujuan......................................................................................................3
1.3.1. Tujuan Umum...........................................................................3
1.3.2. Tujuan Khusus...........................................................................3
1.4. Manfaat....................................................................................................3
1.4.1. Manfaat Teoritis........................................................................3
1.4.2. Manfaat Klinis..........................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5
2.1. Stunting....................................................................................................5
2.1.1. Definisi Stunting.......................................................................5
2.1.2. Kriteria Diagnostik....................................................................9
2.1.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Stunting..................10
2.1.4. Dampak Stunting.....................................................................10
2.2. Penyebab Stunting..................................................................................11
2.3. Upaya Pencegahan Stunting...................................................................13
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN DAN INTERVENSI............................15
3.1. Tujuan....................................................................................................15
3.2. Metode...................................................................................................15
3.3. Media.....................................................................................................15
3.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan............................................................15
3.5. Sasaran Penyuluhan...............................................................................15
3.6. Tempat...................................................................................................15
3.7. Kegiatan.................................................................................................16

iv
3.8. Evaluasi dan Hasil Penyuluhan..............................................................17
BAB IV PENUTUP...............................................................................................18
4.1. Kesimpulan............................................................................................18
4.2. Saran.......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
LAMPIRAN...........................................................................................................21

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah

lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek

untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan

pada masa awal setelah bayi lahir. Upaya peningkatan status gizi

masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek (stunting) menjadi

salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2015-2019 diaman target untuk

penurunan prevalensi stunting pada anak baduta (dibawah dua tahun)

menjadi 28%. (RPJMN, 2015-2019; TN2K, 2017)

Presentase status gizi balita pendek (stunted dan severely stunted) di

Indonesia tahun 2013 adalah 37,2%, dimana angka tersebut lebih tinggi

dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007 (36,8%). Persentase

tertinggi pada tahun 2013 adalah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (51,7%),

Sulawesi Barat (48,0%) dan Nusa Tenggara Barat (45,3%) sedangkan

persentase terendah adalah Provinsi Kepulauan Riau (26,3%). DI

Yogyakarta (27,2%) dan Jakarta (27,5%). (Pusat Data dan Informasi

Kemenkes RI, 2016).

Persentase Balita Gizi kurang (BB/U) di Kabupaten Pati tahun 2018

sebanyak 1.419 orang (2%), tahun 2017 sebanyak 1.419 orang (1,9%), tahun

2016 sebanyak 4.853 orang (6,15%), tahun 2015 sebanyak 4.616 orang

1
(5,59%), tahun 2014 sebanyak 4.980 orang (6,27%), tahun 2013

sebanyak5.348 orang (6,9%), tahun 2012 sebanyak 4.853 (6,14%).

Tahun2018 di Kabupaten Pati balita dengan gizi buruk menurut indeks

BB/TB sebanyak 72 orang (100%), turun dibandingkan tahun 2017

sebanyak 78 orang (0.0009), tahun 2016 sebanyak 94 orang (0,01%)

ditangani 100%, tahun 2015 sebanyak 71 orang (0,08%) ditangani 100%,

tahun 2014 sebanyak 85 orang (0,10%) sama dengan tahun 2013 sebanyak

102 orang (0,11%) namun secara jumlah kasus turun, tahun 2012 sebanyak

173 orang dan ditangani 100%, tahun 2011 sebanyak 185 orang (0,21%),

tahun 2010 sebanyak 188 orang (0,21%), tahun 2009 sebanyak 164 orang

(0,20%). (Profil Kesehatan Dinkes Pati, 2018)

Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada

1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Periode 1000 HPK telah terbukti

secara ilmiah merupakan “periode emas” yang menentukan kualitas

kehidupan. Dampak buruk akibat masalah gizi pada periode tersebut, dalam

jangka pendek adalah mengganggu perkembangan otak, kecerdasan,

pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan

dalam jangka panjang, dapat menimbulkan menurunnya prestasi dalam

belajar, menurunya kekebalan tubuh, resiko tinggi sakit diabetes,

kegemukan, kanker, stroke dan kualitas kerja yang tidak kompetitif

sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas ekonomi.

2
1.2. Rumusan Masalah

Kurangnya pengetahuan ibu terhadap pentingnya kualitas gizi anak

pada 1000 hari pertama kehidupan untuk menunjang pertumbuhan dan

perkembangan anak serta pengkajian terhadap pengelolaan gizi pada kasus

stunting/pendek.

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk memperoleh informasi mengenai pemahaman ibu

tentang stunting/pendek pada anak di wilayah kerja puskesmas

Gabus I.

1.3.2. Tujuan Khusus

Melalui kegiatan penyuluhan mengenai pentingnya tanda

dari stunting/pendek pada anak dapat menjadi screening pertama

agar tidak terjadi komplikasi yang berlanjut dan dapat dilakukan

pencegahan dengan mengatur gizi yang seimbang.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis

Memperluas wawasan dokter dan tenaga kesehatan lain dalam

mengenai kasus stunting/pendek dan dapat menganalisis masalah

serta mendapatkan solusinya.

3
1.4.2. Manfaat Klinis

a. Bagi Puskesmas

Membantu dalam pengembangan program kesehatan ibu

dan anak.

b. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai

stunting dan pengelolaan gizi kurang pada stunting, karena dapat

mendukung keberhasilan pengobatan.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stunting

2.1.1. Definisi Stunting

Stunting/pendek merupakan suatu kegagalan pertumbuhan

linier untuk mencapai potensi genetik yang disebabkan oleh akibat

dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000).

Anak dikatakan pendek (Stunting) jika tingginya berada dibawah -2

SD dari standar WHO (Dewey & Begum, 2011). Pendek

diidentifikasi dengan membandingkan tinggi seorang anak dengan

standar tinggi anak pada populasi yang normal sesuai dengan usia

dan jenis kelamin yang sama.

Ilustrasi tinggi badan yang berbeda dengan umur sama dapat

dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Anak kelas 4 sekolah dasar dengan tinggi yang berbeda

5
Studi-studi saat ini menunjukkan bahwa anak pendek sangat

berhubungan dengan prestasi pendidikan yang buruk, lama

pendidikan yang menurun dan pendapatan yang rendah sebagai

orang dewasa. Anak-anak pendek menghadapi kemungkinan yang

lebih besar untuk tumbuh menjadi dewasa yang kurang pendidikan,

miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak

menular. Oleh karena itu anak pendek merupakan prediktor

buruknya kualitas sumber daya manusia yang diterima secara luas,

yang selanjutnya menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di

masa yang akan dating (Trihono et al., 2015).

Pendek (Stunting) merupakan tragedi yang tersembunyi.

Pendek terjadi karena dampak kekurangan gizi kronis selama 1.000

hari pertama kehidupan anak. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan

perkembangan anak yang irreversible (tidak bisa diubah), anak

tersebut tidak akan pernah mempelajari atau mendapatkan sebanyak

yang dia bisa. Ancaman permasalahan gizi di dunia, ada 165 juta

anak dibawah 5 tahun dalam kondisi pendek dan 90% lebih berada di

Afrika dan Asia. Target global adalah menurunkan Stunting

sebanyak 40% pada tahun 2025 (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Untuk itu dibutuhkan penurunan 3,9% per tahun. Target global yang

tercapai adalah menurunkan Stunting 39,7% dari tahun 1990 menjadi

26,7% pada tahun 2010. Dalam jangka waktu 20 tahun tersebut

dapat diturunkan 1,6% per tahun. Penurunan yang sangat kecil

6
terjadi di Afrika (40% menjadi 38%). Sedangkan penurunan yang

cukup besar terjadi di Asia (dari 49% menjadi 28%), sekitar 2,9%

per tahun. Penurunan yang terbesar ada di Tiongkok, pada tahun

1990 sebesar 30% menjadi 10% pada tahun 2011. Gambaran

prevalensi pendek dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2. Peta pendek dunia, tahun 2007-2011

Tergambar bahwa negara Indonesia jika dibandingkan dengan

negara lain masuk dalam grup yang mempunyai prevalensi cukup

tinggi yaitu 30%-39%. Negara Indonesia menempati peringkat ke 5

dunia dengan jumlah anak pendek terbanyak. Posisi Indonesia hanya

lebih baik dari India, Tiongkok, Nigeria, dan Pakistan. Akan tetapi

ada situasi yang berbeda, pada Negara Afrika Tengah, Nigeria,

Pakistan terjadi situasi konflik senjata/peperangan, yang

menyebabkan anak-anak menjadi yatim piatu, diculik, disiksa

bahkan dijual seperti budak. Selayaknya Indonesia dengan kekayaan

sumber daya alam yang melimpah bisa menjadi jauh lebih baik

7
daripada negara-negara yang tengah mengalami krisis tersebut.

Dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, prevalensi

balita pendek di Indonesia berada tepat diatas Vietnam (Gambar

2.3). Hasil dari South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS) pada

tahun 2010-2011 menempatkan Indonesia sebagai negara yang

memiliki jumlah anak balita pendek terbesar, jauh diatas Malaysia,

Thailand serta Vietnam.

Gambar 3. Perbandingan prevalensi pendek antara beberapa


negera ASEAN

Pada tahun 2010, gambaran tinggi standar anak usia 5 tahun

adalah 110 centimeter, namun tinggi rata-rata anak Indonesia umur 5

tahun, kurang 6,7 centimeter untuk anak laki-laki dan kurang 7,3

centimeter untuk anak perempuan. Ketika memasuki usia 19 tahun,

tinggi kurang 13,6 centimeter untuk anak lakilaki dan kurang 10,4

8
centimeter untuk anak perempuan dari semestinya (Union, The,

International, & Consortium, 2014). Kejadian gagal tumbuh yang

terjadi pada usia balita akan berlanjut ke usia berikutnya. Besar

kemungkinan ketika mereka menginjak usia 19 tahun, maka tinggi

badan optimal tidak tercapai. Mereka akan menjadi manusia dewasa

yang pendek dengan keterbatasan untuk berproduktivitas optimal.

Data menunjukkan masih tingginya persentase perempuan usia 15-

19 tahun yang tidak lagi meneruskan sekolah dan masuk pada usia

reproduksi yang selanjutnya melahirkan lagi anak-anak yang kurang

gizi.

2.1.2. Kriteria Diagnostik

Normal, pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang

didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan

istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).

Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan tinggi

badan per umur (TB/U).

I. Sangat pendek : Z score < -3,0

II. Pendek : Z score < -2,0 s.d. Zscore ≥ -3,0

III. Normal : Z score ≥ -2,0

Dan di bawah ini merupakan klasifikasi status gizi stunting

berdasarkan faktor TB/U dan BB/TB.

9
I. Pendek-kurus : Z-score TB/U < -2,0 dan Z score BB/TB <

-2,0

II. Pendek-normal : Z-score TB/U <-2,0 dan Zscore BB/TB

antara -2,0 s/d 2,0

III. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

Kriteria bayi lahir dengan panjang badan pendek:

Laki-laki : ≤ 48 cm

Perempuan : < 47,3 cm

2.1.3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Stunting

Faktor yang Faktor-faktor yang berhubungan dengan Stunting

pada Balita antara lain adalah Asupan gizi, Asupan protein,

penggunaan garam yodium, Penyakit Infeksi, Genetik, Gizi pada ibu

hamil, Pemberian ASI Eksklusif, Status Imunisasi, Usia Balita, Jenis

Kelamin Balita, Berat Lahir Balita, Pendidikan Orang tua, Pekerjaan

Orang tua, Pola Asuh orang tua, dan Status Ekonomi Keluarga.

2.1.4. Dampak Stunting

Stunting pada anak mengakibatkan penurunan faktor imunitas

tubuh dan meningkatkan risiko terkena penyakit infeksi.

Kecenderungan untuk menderita penyakit tekanan darah tinggi,

diabetes, jantung dan obesitas akan lebih tinggi ketika anak stunting

menjadi dewasa. Stunting mengindikasikan masalah kesehatan

masyarakat karena berhubungan dengan meningkatnya resiko

10
morbiditas dan mortalitas, terhambatnya perkembangan fungsi

motorik dan mental serta mengurangi kapasitas fisik. Terhambatnya

perkembangan motorik dan mental ditandai oleh perilaku yang

abnormal seperti apatis, kurang aktif, kurang mengekspolarasi

lingkungan, lekas marah, dan kurang respon terhadap stimulasi yang

diberikan. Anak stunting mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih

rendah dibandingkan rata-rata anak yang tidak stunting. Penelitian di

Wonogiri pada anak SD umur 9-12 tahun menunjukkan bahwa anak

yang stunting memiliki risiko 9,2 kali lebih besar untuk memiliki

nilai IQ di bawah rata-rata, dan rata-rata prestasi belajar lebih rendah

dibandingkan dengan anak yang tidak stunting.[CITATION Kur15 \l

1057 ]

2.2. Penyebab Stunting

Telah diketahui bahwa gangguan pertumbuhan linear diakibatkan oleh

berbagai faktor (multifaktoral), yang kemungkinan besar dapat mengganggu

metabolisme. Faktor yang paling penting ada tiga yaitu konsumsi zat gizi,

infeksi dan interaksi ibu dan anak, yang sebagian besar tergantung pada

tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi keluarga. Selama ini

gangguan pertumbuhan dianggap hanya sebagai akibat dari kurang energi-

protein yang berlangsung dalam jangka waktu yang relatif lama. Walaupun

pendapat itu tidak sepenuhnya salah, hasil analisis dari penelitian tentang

hubungan antara intake energi-protein dengan pertumbuhan linear

11
menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan linear, dapat saja terjadi

meskipun intake energi-protein cukup.

Zat gizi dan non-gizi pada yang terdapat pada ASI berguna untuk

menopang kesehatan bayi, pertumbuhan, dan perkembangan sebagai faktor

amikroba, enzim pencernaan, hormon, dan growth modulator. Pemberian

ASI memberi manfaat bagi kesehatan dan gizi bayi melalui beberapa

mekanisme. ASI menyediakan sumber zat gizi lengkap secara penuh selama

6 bulan pertama kehidupan, kemudian memenuhi setengah kebutuhan

selama 6 bulan periode berikutnya dan memenuhi dua pertiga kebutuhan

pada tahun kedua kehidupan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa bayi

yang memperoleh ASI, lebih jarang menderita sakit bila dibandingkan

dengan bayi yang memperoleh susu formula, hal ini disebabkan ASI

mengandung zat kekebalan terhadap bakteri.

Defisiensi zat gizi mikro (mineral seng, besi, iodium, selenium)

diduga dapat menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan linear. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa suplementasi zat gizi mikro dapat

memperbaiki pertumbuhan linear. Hal ini menunjukkan bahwa kekurangan

konsumsi zat gizi mikro juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan

pertumbuhan linear.

Pola pengasuhan secara tidak langsung akan mempengaruhi status gizi

anak. Penelitian menunjukkan bahwa pola asuh sangatlah penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita. Lebih lanjut dikemukakan

juga bahwa pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh yang

12
diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta

sumberdaya lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Tingkat pendidikan orang tua merupakan faktor yang mempengaruhi

status gizi anak. Semakin tinggi pendidikan, semakin rendah prevalensi

balita kurang gizi dan balita kependekan.

2.3. Upaya Pencegahan Stunting

1 Pemerintah dan masyarakat fokus terhadap penanganan stunting pada

usia dan jenis kelamin anak yang dianggap berisiko tinggi yaitu anak

usia > 6 bulan dan berjenis kelamin laki-laki. Untuk usia dan jenis

kelamin anak yang berisiko rendah yaitu anak usia < 6 bulan dan

berjenis kelamin perempuan dilakukan upaya-upaya pencegahan agar

terhindar dari stunting.

2 Peningkatan pendidikan ibu melalui program pemerintah kejar paket A

agar ibu yang berpendidikan rendah dapat melek huruf sehingga dapat

mengakses informasi mengenai gizi dan kesehatan yang kemudian

informasi tersebut dipraktikan dalam keluarga.

3 Peningkatan sanitasi kebersihan diharapkan dapat mengurangi risiko

penyakit infeksi di wilayah pedesaan dan dibukanya lapangan

pekerjaan yang lebih bervariasi di wilayah pedesaan diharapkan dapat

berimbas pada pemenuhan kebutuhan gizi dan makanan keluarga.

Kedua hal ini diharapkan dapat mencegah terjadinya stunting di

pedesaan.

13
4 Memberikan asupan gizi yang baik tidak hanya pada ibu hamil, tapi

juga pada remaja putri, wanita usia subur agar kelak ketika sedang

hamil kebutuhan asupan gizi telah terpenuhi jauh sebelum memiliki

janin. Sebab remaja yang sedang bertumbuh umumnya melahirkan

bayi berat lahir rendah karena adanya persaingan nutrien untuk remaja

yang bertumbuh, fetus yang bertumbuh, dan fungsi placenta yang

buruk. Kehamilan pada remaja mempunyai risiko yang lebih tinggi

untuk mortlitas ibu dan bayi serta prematuritas. Perempuan dengan

masa anak-anak mengalami retardasi pertumbuhan juga akan

mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan

normal, karenya risiko untuk terjadinya “obstructed labor” akan lebih

tinggi.

14
BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN DAN INTERVENSI

III.1. Tujuan

Setelah dilakukan penyuluhan peserta penyuluhan diharapkan mampu

memahami tentang stunting/pendek, terkhusus untuk upaya pencegahannya.

III.2. Metode

Metode yang digunakan ialah melalui presentasi oral dan diskusi

tanya jawab.

III.3. Media

Media yang digunakan ialah media presentasi power point atau leaflet.

III.4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Hari / Tanggal : Selasa, 12 Mei 2020

Jam : 09.00 - Selesai

III.5. Sasaran Penyuluhan

Sasaran penyuluhan adalah ibu yang memiliki anak balita di wilayah

kerja puskesmas Gabus I.

III.6. Tempat

Penyuluhan dilaksanakan di Balai Pengobatan Ibu dan Anak

Puskesmas Gabus I Kecamatan Gabus Kabupaten Pati, dengan setting

tempat penyuluhan:

15
III.7. Kegiatan

Langkah- Kegiatan
Waktu Kegiatan Penyuluhan
langkah Masyarakat
1. 5 menit 1. Menyampaikan 1. Membalas
Pendahuluan salam salam
2. Memperkenalkan 2. Mendengarkan
diri dengan
3. Menjelaskan tujuan seksama
4. Menyampaikan 3. Memberikan
estimasi waktu respon
5. Menggali persepsi 4. Berpartisipasi
masyarakat terkait aktif
stunting/pendek
2. Penyajian 10 menit 1. Menjelaskan 1. Mendengarkan
materi tentang : dengan seksama
a. Definisi 2. Memberikan
stunting/pendek respon interaktif
b. Diagnosis
stunting/pendek
c. Faktor penyebab
stunting/pendek
d. Dampak
stunting/pendek
e. Penyebab
stunting/pendek
f. Upaya
pencegahan
stunting/pendek
3. Penutup 5 menit 1. Memberikan 1. Mengajukan
kesempatan untuk pertanyaan
bertanya 2. Berperan aktif

16
2. Melakukan 3. Mendengarkan
evaluasi dengan dengan seksama
mengajukan
pertanyaan terkait
bahasan
sebelumnya
3. Menyampaikan
kesimpulan

III.8. Evaluasi dan Hasil Penyuluhan

1. Evaluasi Proses

a. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan.

b. Peserta berperan aktif dan interaktif selama jalannya

penyuluhan.

2. Evaluasi Hasil

a. Bentuk : Tanya – Jawab

b. Jumlah : 4 pertanyaan

 Apa yang disebut dengan stunting/pendek?

 Apa saja faktor penyebab stunting/pendek?

 Apa yang perlu dilakukan untuk pencegahan

stunting/pendek?

 Apa saja dampak dari stunting/pendek?

3. Hasil : Peserta mampu menjawab pertanyaan dengan cukup baik.

17
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

1. Kasus stunting/pendek masih dipengaruhi pada kurangnya kesadaran

untuk memeriksakan gizi anak secara rutin.

2. Masih kurangnya pengetahuan ibu akan pentingnya tanda-tanda dari

stunting/pendek.

3. Penerapan pola hidup sehat, gizi yang cukup dan kegiatan penyuluhan

mampu memberikan dukungan sebagai suatu bentuk upaya peningkatan

kualitas hidup dan menurunkan kasus stunting/pendek.

4.2. Saran

1. Diperlukannya peran aktif tenaga kesehatan maupun kader desa dalam

mengajak masyarakat sekitar yang memiliki faktor risiko tinggi disertai

dengan tingkat pengetahuan dan kesadaran yang kurang untuk

mengikuti kegiatan penyuluhan maupun deteksi dini ke fasilitas

kesehatan terdekat.

2. Tenaga kesehatan dan kader desa secara berkelanjutan memberikan

penyuluhan tentang penerapan pola hidup sehat pada seluruh cakupan

wilayah kerja Puskesmas Gabus I.

3. Perlu ditingkatkannya kualitas pelayanan UKM Puskesmas dalam

mencanangkan program kesehatan ibu dan anak.

18
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia.

Caltavaturo, L. D. 2006. The Role of Zinc in Life: A Reviw. Journal of


Environmental Pathology, Toxicology, and Oncology., 25(3): 597-610.

Van der Hoek W, Feenstra. SG, Konradsen F. Availability of irrigation water for
domestic use in pakistan: its impact on prevalence of diarrhoea and
nutritional status of children. Journal of Health Population and Nutrition
[serial on internet]. 2002 Retrieved Maret 21, 2018. 77-84. Available
from: http://www.jstor.org/ discover/10.2307/23498727?sid=
21105796087873&uid=2&uid=4

Kurniawaty, E., dan Panunggal B. 2015. Hubungan Status Seng (Zn) dengan
Intellegence Quitient (IQ) pada Anak Usia 9-11 Tahun di SDN 1
Gondang Wonogiri. Journal of Nutrition College, 4(2): 119-125.
Retrieved Maret 21, 2018, from
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/article/view/10055

Nasikhah R dan Margawati A. 2012. Faktor Resiko Kejadian Stunting pada


Balita Usia 24-36 Bulan di Kecamatan Semarang Timur. Journal of
Nutrition College; 1(1): 715-730.

Noviza, L. 2014. Hubungan Konsumsi Zinc dan Vitamin A dengan Kejadian


Stunted pada Anank Batita di Desa Rambai Kecamatan Pariaman Selatan
Tahun 2014.

Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2016. INFODATIN : Situasi
Balita Pendek. Kementrian Kesehatan RI, Data dan Informasi, Jakarta
Selatan. Retrieved Maret 12, 2018, from
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/situasi-
balita-pendek-2016.pdf

RPJMN. 2015-2019.

Sandstead, H. H., dan Lofgren P. A. 2000. Introduction (Suplement). J. Nutr, 130:


1471-1483.

Susanty M, Kartika M, Hadju V, Alharini S. Hubungan pola pemberian ASI dan


MP-ASI dengan gizi buruk pada anak 6-24 bulan di Kelurahan
Pannampu Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2012; 1(2): 97-
103.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100


Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak kerdil (stunting).
Jakarta: Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

19
Retrieved 03 12, 2018, from
http://www.tnp2k.go.id/id/download/ringkasan-buku-100-kabupatenkota-
prioritas-untuk-intervensi-anak-kerdil-stunting/

Widhyari, S. D. 2012. Peran dan Dampak Defisiensi Zinc Terhadap Sistem


Tanggap Kebal. WARTAZOA , 22(3): 141-146.

20
LAMPIRAN

21
22
23
24
FORM BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Hari, Tanggal : Senin, 28 Juni 2020


Pukul : 12.30 WIB – Selesai
Tempat : Puskesmas Gabus I
Presentan : dr. Farah Fauziah
Judul : F.3 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Serta Keluarga
Berencana (KB). “Penyuluhan Stunting Pada Anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Gabus I”

No Nama Peserta Tanda Tangan


1 dr. Alnia Rindang Khoirunisya 1.
2 dr. Intan Rachmawati 2.
3 dr. Niken Tri Utami 3.
4 dr. Fieka Amelia 4.
5 dr. Sushanti Nuraini 5.
6 dr. M Wahib Hasyim 6.

Mengetahui
Pembimbing

dr. M Wahib Hasyim

25

Anda mungkin juga menyukai