Latar Belakang Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu ditanggulangi Masalah gizi yang utama di Indonesia: Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) Anemia Gangguan Besi (AGB) Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Vitamin A (KVA) Faktor risiko: Perilaku (pengetahuan) Tingkat sosial ekonomi Pelayanan kesehatan
Pendahuluan Pengertian Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat : kegiatan mengupayakan peningkatan status gizi masyarakat Melibatkan berbagai profesi baik kesehatan dan non kesehatan Kegiatan di puskesmas meliputi: Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) Upaya Perbaikan Gizi Institusi (UPGI) Upaya Penanggulangan Kelainan Gizi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) UPGK - UPGI UPGK : upaya perbaikan gizi keluarga tujuan keluarga sadar gizi (kadarzi) UPGI : pelayanan dilakukan pada institusi : sekolah, pesantrean, panti asuhan, pabrik, embarkasi haji, dll. Andre seorang anak laki-laki berusia 12 bulan terpaksa dibawa ke puskesmas, karena menderita gizi buruk dengan komplikasi penyakit diare. Dalam kesehariannya Andre diasuh oleh neneknya, karena kesibukan kedua orang tuanya. Mulai usia 3 bulan, Andre sudah tidak diberi ASI lagi dan hanya diberi susu botol. Andre tidak pernah dibawa ke posyandu yang ada di daerahnya, sehingga pertumbuhannya tidak terpantau. Tanpa disadari hari demi hari berat badannya mengalami penurunan dan kurus sekali. Kondisi Andre menjadi sangat lemah dan sakit-sakitan. Apakah kejadian yang menimpa Andre harus dialami oleh anak-anak lain? (Suara Kita, 13 Agustus 2004)
Gizi Keluarga Latar Belakang KADARZI Memasuki usia sekolah, lebih dari sepertiga (36%) anak tergolong pendek (stunting), sebagai indikasi kekurangan gizi menahun. Tahun 2003, 11% anak sekolah menderita GAKY. Tahun 2002 terdapat 27,3% balita menderita gizi kurang, 8% diantaranya gizi buruk. Sebanyak 50% balita mengalami kekurangan vitamin A dan anemia juga ditemukan pada sekita 48,1% balita.
Upaya perbaikan gizi mempertimbangkan beberapa hal penting sebagai berikut : - Arah perbaikan gizi lebih mengedepankan perubahan perilaku keluarga, untuk mencegah dan menanggulangi gizi kurang dan gizi lebih. - Sasaran perbaikan gizi diperluas mencakup seluruh kelompok siklus hidup, meliputi; bayi, balita, usia sekolah, remaja dan usia produktif serta usia lanjut. - Pendekatan yang lebih mengutamakan pemberdayaan keluarga, pemberdayaan masyarakat, peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan didukung kerjasama lintas sektor DEFINISI Keluarga Sadar Gizi (KADARZI), merupakan gambaran keluarga yang berperilaku gizi seimbang, mampu mengenali dan memecahkan masalah gizi anggota keluarganya.
PERILAKU GIZI SEIMBANG adalah pengetahuan, sikap dan praktek keluarga meliputi mengkonsumsi makanan seimbang dan berperilaku hidup sehat.
MAKANAN SEIMBANG adalah pilihan makanan keluarga yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan masing-masing anggota keluarga dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan bebas dari pencemaran
Perilaku Sadar Gizi 1. Memantau berat badan secara teratur 2. Makan beraneka ragam 3. Hanya mengkonsumsi garam beryodium 4. Memberikan hanya ASI saja kepada bayi sampai usia 6 bulan 5. Mendapatkan dan memberikan suplementasi gizi bagi anggota keluarga yang membutuhkan
Mengapa perlu memantau berat badan secara teratur? Perubahan berat badan menggambarkan perubahan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan Menimbang dapat dilakukan oleh keluarga dimana saja Keluarga dapat mengenali masalah kesehatan dan gizi anggota keluarganya Keluarga mampu mengatasi masalahnya baik oleh sendiri atau dengan bantuan petugas
Cara Memantau BB Anak 1. Anak dapat ditimbang di rumah atau di posyandu atau di tempat lain sekurangnya 2 bulan sekali 2.Berat badan anak dimasukkan ke dalam KMS 3. Bila grafik berat badan pada KMS Naik (sesuai garis pertumbuhannya), berarti anak sehat, bila tidak naik berarti ada penurunan konsumsi makanan atau gangguan kesehatan dan perlu ditindaklanjuti oleh keluarga atau meminta bantuan petugas kesehatan
Makanan Beraneka Ragam Tubuh manusia memerlukan semua zat gizi (energi, lemak, protein, vitamin, dan mineral) sesuai kebutuhan. Tidak ada satu jenis bahan makanan pun yang lengkap memiliki seluruh kandungan zat gizinya. Mengkonsumsi makanan beraneka ragam yang mengandung sumber energi, lemak, protein, vitamin, dan mineral untuk menjamin pemenuhan kebutuhan gizi. Menggunakan Garam Beryodium Zat yodium diperlukan tubuh setiap hari Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) menimbulkan penurunan kecerdasan, gangguan pertumbuhan dan pembesaran kelenjar gondok Kandungan zat yodium dalam air dan tanah di beberapa daerah belum mencukupi kebutuhan
Memberikan hanya ASI saja pada bayi hingg usia 6 bulan ASI merupakan makanan bayi yang paling sempurna, bersih dan sehat ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang dengan normal sampai berusia 6 bulan (ASI Eksklusif) Praktis karena lebih mudah diberikan setiap saat Meningkatkan kekebalan tubuh bayi Menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi
Sumplementasi Gizi Kebutuhan zat gizi pada kelompok bayi, balita, ibu hamil dan ibu menyusui meningkat dan seringkali tidak bisa dipenuhi dari makanan sehari-hari, terutama vitamin A untuk balita, zat besi untuk ibu dan yodium untuk penduduk di daerah endemis gondok Suplementasi zat gizi (tablet, kapsul atau bentuk lain) diperlukan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi tersebut Apabila kebutuhan zat-zat gizi tersebut dipenuhi dari pengkayaan makanan, maka suplementasi zat gizi dapat dihentikan secara bertahap
Tablet Besi Kapsul Yodium Penilaian Keluarga yang Sudah Sadar Gizi : Status gizi seluruh anggota keluarga khususnya ibu dan anak baik Tidak ada lagi bayi berat lahir rendah pada keluarga Semua anggota keluarga mengkonsumsi garam beryodium Semua ibu memberikan hanya ASI saja pada bayi sampai usia 6 bulan Semua balita dalam keluarga yang ditimbang naik berat badannya sesuai umur Tidak ada masalah gizi lebih dalam keluarga
Cara Menuju KADARZI : a. Pembinaan kesehatan Pemasyarakatan Pedoman umum gizi seimbang Mengadakan penyuluhan mengenai gizi seimbang Mengadakan pelatihan kader mengenai pelayanan gizi keluarga Membina pelaksanaan operasional pelayanan gizi keluarga didalam & luar Posyandu b. Perlindungan khusus: Suplementasi vitamin A pada balita Suplementasi tablet besi pada ibu hamil dan menyusui Suplementasi kapsul minyak beryodium pada calon pengantin, ibu hamil dan menyusui Pemberian makanan tambahan pada balita di posyandu Pemantauan tumbuh kembang bayi dan balita di posyandu c. Deteksi dini: Deteksi status gizi pada bayi, balita dan lansia yang datang ke puskesmas d. Tindakan dan pengobatan: Menerima dan menangani rujukan dari posyandu mengenai masalah gizi Pojok gizi, wadah konsultasi gizi Puskesmas Upaya Perbaikan Gizi Institusi Pembinaan teknis, pelatihan, penyuluhan, dan intervensi langsung kepada pemilik institusi, pengelola maupun pelaksana pelayanan gizi di sekolah- sekolah, pusat latihan olah raga, asrama haji, panti sosial, perusahaan/pabrik dan pesantren.
Kegiatan UPGI di Sekolah Dasar : Program makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) Berhasil meningkatkan kehadiran siswa dan menurunkan jumlah anak yang putus sekolah.
Upaya Perbaikan Gizi Institusi (2) Kegiatan UPGI di pusat pelatihan olahraga : Penyusunan buku pedoman pelayanan gizi olahraga Pelatihan 200 orang pengelola makanan di panti sosial, perusahaan, lembaga pemasyarakatan, jasa boga, dan pondok pesantren tentang penyelenggaraan makanan masal yang sehat Masalah KVA di Indonesia Hasil studi masalah gizi mikro (Puslitbang gizi dan makanan Depkes RI, 2006), menyatakan jumlah balita dengan serum retinol < 20 g/dl 1992 : 50% 2006 : 14,6%
Penanggulangan masalah KVA balita sudah dilaksanakan sejak 1970 distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan & peningkatan promosi konsumsi sumber Vit. A.
Dua survei terakhir (2007 dan 2011) menunjukkan secara nasional proporsi balita dengan serum retinol < 20 g/dl sudah dibawah batas masalah kesehatan masyarakat (< 15%), artinya masalah KVA secara nasional bukan merupakan masalah kesehatan masyarakat. Program Vitamin A Tujuan umum Menurunkan prevalensi dan mencegah kekurangan vitamin A pada anak-anak dan balita.
Tujuan khusus Cakupan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi paling sedikit 80% dari seluruh sasaran Seluruh jajaran kesehatan mengetahui tugas masing-masing dalam kegiatan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, dan melaksanakan tugas tersebut dengan baik Seluruh sektor terkait mengetahui peranan masing-masing dalam kegiatan distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi dan melaksanakan peran tersebut dengan baik Sasaran Bayi Kapsul vitamin A 100.000 SI (warna biru) diberikan kepada semua bayi berumur 6 11 bulan, baik sehat maupun sakit.
Balita Kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) diberikan kepada semua anak balita (umur 1 5 tahun), baik sehat maupun sakit.
Ibu Nifas Kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) diberikan kepada ibu yang baru melahirkan (nifas) sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI.
Dosis Vitamin A a. Secara periodik Bayi umur 6-11 bulan kapsul vitamin A 100.000 SI 1x serentak pada bulan Februari atau Agustus Balita kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) tiap 6 bulan Ibu nifas kapsul vitamin A 200.000 SI (warna merah) paling lambat 30 hari setelah melahirkan
b. Kejadian tertentu Xeropthalmia Campak, Pneumonia, Diare, Gizi Buruk, dan Infeksi Lain Sumber Vitamin A Retinol Berasal dari hewani Dapat terjadi hipervitaminosis Efektivitas 100% Contoh : Hati dan Cod liver oil
Beta karoten / provitamin A Berasal dari nabati 1/2 harus dikonversi 1/3 harus diabsorbsi Efektifitas hanya 1/6 Contoh : wortel
Definisi GAKY adalah sekumpulan gejala yang timbul karena tubuh seseorang kurang unsur yodium secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Yodium adalah sejenis mineral yang terdapat di alam, baik di tanah maupun di air, merupakan zat gizi mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan mahluk hidup. Resiko GAKY suatu daerah Kandungan yodium dalam tanah dan air sudah banyak yang terkikis karena erosi, banjir atau hujan lebat Sumber air, hewan dan tumbuhan di daerah tersebut mengandung kadar yodium yang rendah Tanda Penduduk GAKY Kadar Yodium dalam Urin: Jika median Eksk- resi Yodium dalam Urin (EYU) penduduk kurang dari 100g/l Cakupan konsumsi garam beryodiumnya masih kurang dari 90%
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) Gondok Kretinisme Penumpulan intelektual
Penanggulangan dan pencegahan akibat kekurangan yodium a. Penanggulangan Garam beryodium. Suplementasi yodium pada binatang Suntikan minyak beryodium (Lipiodol) Kapsul minyak beryodium.
b. Pencegahan Secara relatif, hanya makanan laut yang kaya akan yodium : sekitar 100 g/100 gr. Pencegahan dilaksanakan melalui pemberian garam beryodium. Jika garam beryodium tidak tersedia, maka diberikan kapsul minyak beryodium setiap 3, 6 atau 12 bulan, atau suntikan ke dalam otot setiap 2 tahun.
Anjuran asupan yodium setiap hari di dalam makanan Dosis 50 g/hari untuk kisaran usia 0-12 Bulan. Dosis 90 g/hari untuk kisaran usia 1-6 tahun. Dosis 120 g/hari untuk kisaran usia 7-12 tahun. Dosis 150 g/hari untuk kisaran usia 12-Dewasa. Dosis 200 g/hari untuk kisaran Ibu hamil dan menyusui.
Jenis makanan segar(/gram) Kering(/gram) Ikan air tawar 17 40 68 - 194 Ikan air laut 163-3180 471-4591 Kerang 308-1300 1292-4987 Daging hewan 27-97 - Susu 35-56 - Telur 93 - Serealia biji 22-72 34-92 Buah 0-29 62-277 Tumbuhan polong 23-36 223-245 Sayuran 12-201 204-1636
Masalah program GAKY Teknologi penggaraman umumnya masih sederhana/tradisional dengan sistem kristalisasi total yang menghasilkan kualitas garam rendah, dengan kadar NaCl < 88% Industri kecil di sentra produksi belum menerapkan sistem SNI Distributor garam yodium sulit menjangkau pasar desa di daerah terpencil pemalsuan dan penipuan kandungan yodium dalam garam. Solusi masalah program GAKY Uji coba demplot pegaraman dengan sistem kristalisasi bertingkat di 7 kabupaten meningkatkan produktifitas sekitar 25-75% dan kualitas garam dengan kandungan NaCl mencapai 92%. Industri kecil perlu pembinaan sistem manajemen mutu, pelatihan teknik produksi dan bantuan peralatan mesin yodisasi garam. mengembangkan sistem distribusi garam beryodium melalui berbagai alternatif yang melibatkan PKK, LSM dan swasta Anemia Gizi Besi Suatu keadaan dimana terjadinya penurunan cadangan besi dalam hati, sehingga jumlah Hb di bawah normal. Disebabkan oleh kurangnya asupan besi, absorpsi besi, perdarahan, atau hilangnya besi dalam tubuh melalui urin Zat esensial untuk pembentukan darah seperti: Besi Asam folat Vit. B12 Protein Kriteria Diagnosa Anemia Status Defisiensi Besi MCHC <31% Serum Besi <50 mcg/100ml Saturasi Transferin <15% Penyebab Anemia Gizi Besi Asupan makanan Perdarahan Hemsiderinuria, hemoglobinuria, dan hemosiderosis pulmonal Malabsorpsi besi
UNTUK REMAJA PUTRI DAN WANITA USIA SUBUR Anemia Gizi : Kadar (Hb) dalam darah disebabkan karena kekurangan zat yang diperlukan untuk pembentukan tersebut. Indonesia sebagian besar kekurangan zat besi (Fe) Anemia Gizi Besi. Remaja Putri (RP) : masa peralihan anak dewasa, ditandai perubahan fisik dan mental, ditandai berfungsinya alat reproduksi seperti menstruasi (umur 10-19 tahun) Wanita Usia Subur (WUS) : wanita dimana msh mengalami proses reproduksi/menstruasi (umur 15- 45 tahun).
TUJUAN PROGRAM Umum : status kesehatan dan gizi RP/WUS melalui penanggulangan anemia gizi. Khusus : 1. kinerja petugas kesehatan. 2. partisipasi dan kerjasama antara terkait. 3. kesadaran RP/WUS pentingnya status kes. & gizi. 4. Suplementasi TTD untuk RP/WUS secara mandiri. 5. prevalensi Anemia Gizi pada WUS khususnya RP.
SASARAN PROGRAM Langsung : Remaja Putri dan Wanita Usia Subur
Tidak langsung : 1. Remaja Putri. 2. Guru/pendidik/Kepala Sekolah 3. Pemuka/Tokoh Agama dan masyarakat 4. Ketua Organisasi Kepemudaan
5. Ketua LSM 6. Ketua federasi pekerja sektor non formal 7. Petugas kesehatan 8. Tempat kerja 9. Distributor 10. Masyarakat umum
A. PERSIAPAN 1. Kesepakatan lintas program & sektor terkait. 2. Kesepakatan meliputi jajaran kesehatan, pendidikan, keagamaan serta organisasi dan LSM. 3. Penyediaan pedoman bagi petugas penyuluh. 4. Penyediaan materi KIE. 5. Penyusunan kurikulum Kesehatan Reproduksi Remaja. 6. Penyediaan & distribusi Tablet Tambah Darah.
7. Penyebarluasan informasi melalui : a. Kampanye/promosi b.Media elektronik dan cetak. c. Lokakarya, pameran, pencanangan. d.Siaran keliling di Daerah Tingkat II, kecamatan dan desa.
B. PELAKSANAAN 1. KIE : penyuluhan suplementasi TTD untuk RP/WUS secara berkala dengan mengikut sertakan :
e. Donor agency bidang kesehatan. f. Organisasi Profesi. g. Media Komunikasi. h. Pekerja formal : i. Pekerja non formal
a. Lintas Sektor Terkait b. Organisasi Sosial dan Keagamaan c. Organisasi Kepemudaan dan Wanita d. LSM terkait
2. Suplementasi Tablet Tambah Darah a. Dilaksanakan secara mandiri. b.Tablet Tambah Darah mengandung 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat.
3. Distribusi Tablet Tambah Darah mengikuti alur sebagai berikut :
PABRIK DISTRIBUSI/ Pedagang Besar Farmasi APOTIK/TOKO OBAT Koperasi Unit Desa Warung/ Toko Koperasi/kantin Sekolah/pesantren Pos Obat Desa Dokter/Bidan Praktek Swasta Pondok Bersalin Remaja Putri/WUS 4. Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK) Setiap tahun ukur LILA LILA <23,5 cm Risiko KEK dirujuk ke Puskesmas Pengukuran LILA dilakukan oleh wanita itu sendiri, kader atau pendidik. Konseling dilakukan oleh petugas gizi di Puskesmas, sarana kesehatan lain/ yang datang ke sekolah, pesantren/ tempat kerja.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Kecamatan : Sekolah/Puskesmas/organisasi kesehatan, wanita, pemuda dan agama: Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan Menyediakan paket penyuluhan kesehatan Koordinasi dengan camat. Koordinasi dengan tempat tersedianya TTD. Melaksanakan penyuluhan serta konseling.
2. Daerah Tingkat II: Depdikbud, Kandepkes, Dinkes, Depag Kabupaten/ Kotamadya : Pendistribusian paket penyuluhan. Koordinasi dengan Pemda Tingkat II Koordinasi dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau distributor tentang distribusi TTD. Mengadakan pemantauan ke sekolah/pesantren/tempat kerja/organisasi.
3. Daerah Tingkat I : Merencanakan kebutuhan paket penyuluhan/kurikulum kesehatan dan gizi, tiap kabupaten/kotamadya. Melakukan koordinasi dengan Pemda Tingkat I. Melakukan koordinasi dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) atau distributor TTD. Melakukan pemantauan ke Daerah Tingkat II.
4. Pusat : Depdikbud, Depkes, dan Depag : Melakukan koordinasi dalam penyusunan paket penyuluhan tiap propinsi. Koordinasi dengan produsen TTD. Koordinasi dengan lintas sektor lain (Depsos, BKKBN) serta LSM. Melakukan pemantauan ke DT I&II
PENCATATAN DAN PELAPORAN 1. Dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang sudah ada. 2. Depdikbud, Depkes, Depag dan instansi terkait melaporkan kepada instansi masing-masing sampat ke Tingkat Pusat. 3. Cakupan suplementasi TTD mandiri, dilaksanakan secara langsung melalui data penjualan dan survei.
Kegiatan evaluasi meliputi : A. Kelancaran logistik dan dana. B. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan, deteksi dini dan konseling. C. Survei Cepat Kelainan Gizi. D. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). E. Penelitian atau studi.
Indikator keberhasilan : A. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku (PSP) ttg anemia gizi. B. Cakupan distribusi & konsumsi TTD pada RP/WUS. C. Kepatuhan minum TTD. D. prevalensi anemia pada RP/WUS.
PERAN GURU DAN TOKOH MASYARAKAT A.Peran guru Memberikan pengetahuan pentingnya mencegah dan mengobati anemia. Pendidikan diintegrasikan pada mata pelajaran Biologi, IPA, Penjaskes. Kegiatan UKS, PMR merupakan sarana memberikan penyuluhan. Komunikasi dengan orang tua agar memper-hatikan status gizi dan kesehatan putrinya.
B. Peran tokoh masyarakat Berperan dalam memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat. Penyuluhan gizi dan kesehatan di luar sekolah dilaksanakan melalui kegiatan Karang Taruna, Remaja Masjid, Majelis Talim, PKK dan lain-lain.
Pendahuluan Undang-undang Pangan Nomor 18 tahun 2012 Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan Pendahuluan Kerawanan pangan kondisi ketahanan pangan tidak terpenuhi kondisi apabila rumah tangga mengalami kurang gizi akibat tidak tercukupinya ketersediaan pangan dan atau ketidakmampuan rumah tangga dalam mengakses pangan yang cukup, atau jika konsumsi makanan di bawah jumlah kalori yang dibutuhkan Pendahuluan Faktor penyebab kerawanan pangan: 1. tidak adanya akses secara ekonomi bagi individu/rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup 2. tidak adanya akses secara fisik bagi individu rumah tangga untuk memperoleh pangan yang cukup 3. tidak tercukupinya pangan untuk kehidupan yang produktif individu/rumah tangga 4. tidak terpenuhinya pangan secara cukup dalam jumlah, mutu, ragam, keamanan, serta keterjangkauan harga Pendahuluan Rawan Pangan Kronis Transien Pendahuluan Kerawanan pangan dapat diukur dengan angka kecukupan gizi (AKG) Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) 2004 kecukupan kalori penduduk Indonesia adalah 2000 kkal Persentase rawan pangan berdasar angka kecukupan gizi (AKG) suatu daerah, dihitung dengan menjumlahkan penduduk dengan konsumsi kalori kurang dari 1400 kkal (70% AKG) perkapita dibagi dengan jumlah penduduk pada golongan pengeluaran tertentu Pendahuluan 2012 47,64 juta penduduk atau 19,46 % dari seluruh penduduk di Indonesia yang mengalami kondisi sangat rawan pangan Sejak tahun 2010 telah dibentuk sistem kewaspadaan pangan dan gizi untuk mengantisipasi kondisi rawan pangan dan gizi. (Peraturan Menteri Pertanian/Ketua Harian Dewan Ketahanan Pangan Nomor 43 Tahun 2010) Situasi Pangan dan Gizi Situasi Pangan Aspek Ketersediaan Aspek Akses Situasi Gizi Kondisi Kesehatan Balita (tumbuh kembang) Analisis SKPG Bulanan a. Ketersediaan Pangan Indikator: Luas tanam & luas puso dari 4 komoditas (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar)
Hasil analisis: Persentase luas tanam & luas puso pada bulan berjalan/bulan analisis dibanding dengan rata-rata luas tanam bulan bersangkutan 5 tahun terakhir menunjukkan tingkat rawan pangan wilayah Analisis SKPG Bulanan b. Akses Pangan Indikator: Fluktuasi 8 komoditas harga pangan
Hasil analisis: Persentase rata-rata harga bulan berjalan 8 komoditas dibandingkan dengan rata-rata harga 3 bulan sebelumnya menunjukkan tingkat rawan pangan wilayah Analisis SKPG Bulanan c. Aspek Pemanfaatan Pangan Indikator: Kesehatan balita
Hasil analisis: Persentase balita yang naik BB dibandingkan jumlah balita ditimbang Persentase balita yang gizi di bawah garis merah (BGM) dibandingkan jumlah balita ditimbang Persentase balita yang tidak naik BBnya dalam 2x penimbangan berturut-turut dibandingkan jumlah balita ditimbang Analisis SKPG Tahunan a. Aspek Ketersediaan menghitung ketersediaan pangan serealia per kapita per hari dibanding nilai konsumsi normatif (300 gr) b. Aspek Akses Pangan c. Aspek Pemanfaatan Pangan Indikator status gizi balita yang dinilai dengan prevalensi gizi kurang pada balita di masing-masing yang dikumpulkan sekali setahun melalui kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) Menurunkan kasus kurang gizi balita menjadi <20%, gizi buruk menjadi <1% KEP (kekurangan energi protein/ balita dengan status gizi kurang dan buruk) <15% Bayi bawah garis merah <15% Balita gizi buruk yang mendapat perawatan 100% Jumlah anak balita dan atau pra sekolah yang dideteksi tumbuh kembang 90%
ASI-ekslusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu (ASI) seaja kepada bayi sejak lahir sampai berumur 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman lain, kecuali obat, vitamin, dan mineral. Bayi yang lulus ASI Ekslusif: = bayi umur 711 bulan yang mendapat ASI saja sampai usia 6 bln bayi umur 711 bulan di suatu wilayah x100 %
Cakupan ASI Ekslusif : = bayi usia 06 bulan yang diberi ASI seluruh bayi usia 06 bulan di suatu wilayah x 100 %
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud berbasis bahan makanan lokal Sasaran Sasaran dipilih melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai berikut : Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat Pemulihan Gizi/Puskesmas Perawatan atau RS Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2 T) Balita kurus Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Prinsip PMT diberikan dalam bentuk makanan atau bahan makanan lokal dan tidak diberikan dalam bentuk uang. sebagai makanan tambahan bukan sebagai pengganti makanan utama memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran sekaligus sebagai proses pembelajaran dan sarana komunikasi antar ibu dari balita sasaran. kegiatan di luar gedung puskesmas dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dapat diintegrasikan dengan kegiatan lintas program dan sektor terkait lainnya. PMT Pemulihan dibiayai dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) Persyaratan Jenis dan Bentuk Makanan Makanan tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan makanan atau makanan lokal Makanan tambahan pemulihan diberikan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita sasaran Makanan berupa : sumber protein hewani maupun nabati (misalnya telur/ikan/daging/ayam, kacang- kacangan atau penukar) sumber vitamin dan mineral yang terutama berasal dari sayur-sayuran dan buah-buahan Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama 90 hari berturut-turut. Makanan tambahan pemulihan berbasis bahan makanan /makanan lokal ada 2 jenis yaitu berupa: MP-ASI (untuk bayi dan anak berusia 6-23 bulan) Makanan tambahan untuk pemulihan anak balita usia 24-59 bulan berupa makanan keluarga.
Bentuk makanan tambahan pemulihan yang diberikan kepada balita dapat disesuaikan dengan pola makanan
Alternatif Pelaksanaan Masak bersama setiap hari : Makanan tambahan pemulihan disiapkan dan dimasak oleh kader bersama ibu sasaran di rumah kader b. 1 porsi makanan lauk atau makanan selingan dan buah. Setiap hari kader bersama ibu balita memasak makanan sesuai umur anak Masing-masing 1 anak balita sasaran mendapat makanan tambahan yang sudah dimasak tersebut ditambah 1 porsi buah (papaya, semangka atau melon) kader memberikan penyuluhan tentang makanan Kegiatan berlangsung selama 7 hari dalam seminggu berturut-turut. Jika ada ibu dan balita sasaran yang tidak hadir, kader mengantar makanan tambahan pemulihan ke rumah balita tersebut
Masak bersama 2 kali seminggu
2 kali seminggu Hari-hari lainnya dapat diberikan bahan makanan yang kering Jumlah hari makan anak adalah 90 hari (HMA) yang dilakukan berturut-turut.
Masak bersama 1 kali seminggu
sekali seminggu dalam bentuk makanan lokal. memasak hidangan makanan lengkap berupa bubur, nasi, lauk pauk, sayur dan buah untuk dimakan oleh anak bersama-sama sebagai sarana pembelajaran Hari-hari lainnya dapat diberikan bahan makanan yang kering untuk dibawa pulang Kegiatan serupa berlangsung selama 1 kali dalam seminggu selama 90 hari. Jumlah hari makan anak adalah 90 hari (HMA) yang dilakukan berturut-turut. http://kgm.bappenas.go.id/document/makalah/23_makalah.pdf dr. Suparyanto, M.Kes. Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). 2011. http://dr-suparyanto.com/2011/08/gangguan- akibat-kekurangan-yodium-gaky.html Universitas Udayana. Program Gizi Kesehatan Masyarakat di Puskesmas. http://staff.unud.ac.id/~ady/wp- content/uploads/2008/09/program-gizi.pdf Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Kementrian Kesehatan RI.Panduan Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang. 2011 http://bkp.deptan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/PENGANTARS KPG.pdf