Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

“PNEUMONIA PADA ANAK”

PENDAMPING
dr. Kadek Sulyastuty

Disusun Oleh :

dr. Sukandrana Arya Penida

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD PATUT PATUH PATJU
TAHUN 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi saluran nafas bawah masih menjadi masalah utama dalam bidang
kesehatan. World Health Organization (WHO) melaporkan infeksi saluran nafas
bawah sebagai infeksi penyebab kematian paling sering di dunia dengan hampir 3,5
juta kematian per tahun. Pneumonia dan influenza didapatkan sebagai penyebab
kematian sekitar 50.000 estimasi kematian pada tahun 2010.1,2
Pneumonia merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat, yang
merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak-anak dan
orang dewasa. Hal ini diduga karena penyakit ini merupakan penyakit yang akut dan
kualitas penatalaksanaannya belum memadai.2 Pneumonia paling banyak disebabkan
oleh bakteri dan virus. Patogen yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae tipe b (Hib), dan Respiratory Syncytial Virus (RSV). 3,4
Pneumonia merupakan penyakit yang banyak terjadi di seluruh penjuru dunia yang
telah menginfeksi kira-kira 450 juta orang pertahun. Penyakit ini menjadi penyebab
utama jutaan kematian pada semua kelompok (7% dari kematian total dunia) setiap
tahun. Angka ini paling besar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun
dan dewasa yang berusia lebih dari 75 tahun.3 Angka period prevalence pneumonia
atau angka penderita pneumonia pada waktu tertentu di Indonesia cenderung
meningkat dari 2,1% pada tahun 2007 menjadi 2,7% pada tahun 2013.5
Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang tepat,
mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama di Indonesia.
Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi antibiotika yang efektif, perawatan
yang baik, serta usaha preventif yang bermakna terhadap penyakit ini perlu dilakukan
agar berkurangnya morbiditas dan mortalitas pada pneumonia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru, yang disebabkan oleh


mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, dan parasit), bahan kimia, paparan fisik
(suhu dan radiasi). Dimana unit fungsional paru terisi dengan cairan radang, dengan
atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium.6

Pneumonia merupakan proses inflamasi parenkim paru yang sebagian besar


disebabkan oleh mikroorganisme ( virus, bakteri, parasit ), atau bisa juga disebabkan
oleh hal lain ( aspirasi, radiasi, dll ). 6

2.2 Etiologi

Penyabab pneumonia adalah bakteri (Streptococcus pneumoniae,


Staphylococcus aureus, dan streptokokus beta hemolitikus grup A), virus (virus
sinsitial pernafasan (respiratory syncitial virus RSV), parainfluenzae, influenzae,
dan adenovirus), mikoplasma pneumonia, Haemophilus influenzae type B.
Mikoplasma pneumonia menjadi penyebab dominan pada anak usia sekolah dan
anak yang lebih tua, sedangkan virus sinsitial pernafasan merupakan penyebab
tersering dalam usia beberapa tahun pertama.6,7
Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain virus,
jamur, dan bakteri. S.pneumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia
bacterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak
kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus (RSV) merupakan rius penyebab
tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Pada umur yang lebih muda, adenovirus,
parainfluenza dan influenza virus juga ditemukan. Mycoplasma pneumonia dan
Chlamydia pneumonia, lebih sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya
merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada anak lebih dari 10 tahun.
Penelitian di Bandung menunjukan bahwa Streptococcus pneumonia dan
Staphylococcus epidermis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada
apusan tenggorok pasien pneumonia umur 2-59 bulan.7

Tabel 2.1 Etiologi penumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia.6
Kelompok usia Penyebab Lahir
20 hari - E.colli
- Streptococcus group D
- Haemophillus influenzae
- Streptococcus pneumoniae
- Streptococcus group B
- Virus Sitomegali
- Virus Herpes simplek

3 minggu – 3 bulan - Chlamydia trachomatis


- Streptococcus pneumoniae
- Haemophillus influenzae type B
- Staphylococcus aureus
- Virus Sitomegali
- Virus Influenza
- Respiratori Syncytial virus

4 bulan – 5 tahun - Chlamydia pneumoniae


- Mycoplasma pneumoniae
- Streptococcus pneumoniae
- Haemophillus influenza type B
- Stapylococcus aureus
- Moraxella catharalis
- Virus Influenza
- Virus Parainfluenza
- Virus Adeno
- Respiratory Syncytialvirus

5 tahun – remaja - Chlamydia pneumoniae


- Mycoplasma pneumoniae
- Streptococcus pneumoniae
- Haemophillus influenzae
- Legionella sp
- Staphylococcus aureus
- Virus Adeno
- Virus Influenza
- Virus Parainfluenza
- Virus Rino
- Virus Varisela – Zoster
- Respratory Syncytial Virus

2.3 Faktor Risiko

Faktor yang meningkatkan resiko derajat dan kejadian pneumonia adalah8 :

 Defek anatomi bawaan

 Malnutrisi ( z – score < - 2 SD )

 Berat badan lahir rendah, ( < 2500 gram )

 ASI non eksklusif ( selama 4 bulan pertama kehidupan )

 GER (gastroesofageal reflux)

 Aspirasi

 Kurangnya imunisasi campak ( dalam waktu 12 bulan pertama kehidupan )

 Polusi udara di dalam rumah

 Kepadatan rumah

 Orang tua merokok

 Kelembaban, udara dingin

 Polusi udara di luar rumah

 Kekurangan vitamin A.

2.4 Cara Penularan

Pneumonia termasuk dalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara.


Sumber penularan adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman ke udara
pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara masuknya
kuman penyebab pneumonia kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang
dihirup, selain itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan
droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada
orang di sekitar penderita, transmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang
dan menggunakan benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita.7,8,9

2.5 Klasifikasi

a) Klasifikasi Berdasarkan Anatomi Dan Etiologi

Terdapat beberapa pembagian pneumonia, tetapi yang sering digunakan adalah


pembagian secara anatomis dan etiologis. Secara anatomi pembagian pneumonia
adalah pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkopneumonia), dan
pneumonia interstitialis (bronkiolotis). Pembagian etiologis meliputi bakteri
(Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus hemolitycus,
Streptococcus aureus, Haemophylus infleunzae, Bacillus Friedlander, dan
Mycobacterium tuberculosis), virus (RSV, adenovirus, virus influenza, dan virus
sitomegalik), Mycoplasma pneumoniae, jamur (Histoplasma capsulatum,
Cryptococcus neoformans, Blastomyces dermatitides, Coccidioides immitis,
Aspergilus species, dan Candida albicans), aspirasi (makanan, cairan amnion,
benda asing), pneumonia hipostatik, sindrom Loeffler. Etiolgi pneumonia sulit
dibedakan secara klinis biasa, sehingga untuk menentukan terapi sangat
diperlukan pengetahuan tentang penyakitnya (pembagian etiologis) daripada
pembagian anatomis.7
b) Klasifikasi berdasarkan MTBS
Menurut buku bagan MTBS terdapat klasifikasi pneumonia, dengan kriteria yaitu
pneumonia berat atau penyakit sangat berat, gejalanya meliputi ada tanda bahaya
umum (muntah, kejang, letargis) atau tarikan dinding dada kedalam atau stridor.
Pneumonia, gejalanya meliputi nafas cepat, serta batuk bukan pneumonia yaitu
tidak ada tanda – tanda pneumonia atau penyakit sangat berat.7

2.6 Patognesis
Mikroorganisme penyebab pneumonia terhisap ke paru bagian perifer
melalui saluran respiratori. Pertama terjadi edema akibat reaksi jaringan yang
mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian
paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukan kuman alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit
PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi kelabu, selanjutnya jumlah makrofag meningkat di alveoli, dan
sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman, dan debris menghilang.
Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang
tidak terkena akan tetap normal.9

Bagan 2.1 Patogenesis Pneumonia

2.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi pneumonia yang terjadi pada anak adalah antara ringan hingga
sedang, sehingga tidak perlu perawatan di rumah sakit, hanya rawat jalan saja.
Pneumonia yang memerlukan perawatan di rumah sakit adalah pneumonia yang
berat, mengancam kehidupan dan terdapat komplikasi. Faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah immunologik,
imaturitas anatomik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang tidak
khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur diagnostik invasif, dan
faktor patogenesis. Gambaran klinis pneumonia pada anak tergantung pada berat–
ringannya infeksi. Gejala infeksi umum meliputi demam, sakit kepala, malaise,
turunnya nafsu makan, mual, muntah atau diare. Gejala gangguan respiratori, yaitu
batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipnea, nafas cuping hidung, merintih, dan
sianosis. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pekak perkusi, suara nafas yang
melemah, ronkhi, sedangkan pada perkusi dan auskultasi neonatus umumnya tidak
terjadi kelainan karena gejala dan tanda yang beragam dan tidak jelas.9,10

2.8 Diagnosis

1. Anamnesis

Tergantung pada berat ringannya infeksi. Secara umum dapat ditemukan7 :

 Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi


imunokompremai, kelainan anatomi bronkus, atau asma.

 Gejala Infeksi Umum : demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan


nafsu makan, keluhan gastrointestinal (mual, muntah, diare).

 Gangguan Respiratori : batuk yang awalnya kering kemudian menjadi


produktif dengan dahak purulent bahkan bisa berdarah, sesak nafas, retraksi
dinding dada (retraksi subkostal), takipnea, nafas cuping hidung, air hunger,
merintih, sianosis.

2. Pemeiksaan Fisik

Dapat ditemukan pekak saat perkusi, suara nafas melemah/menurun, terdengar


ronkhi. Pada neonates dan bayi kecil, gejala pneumonia tidak selalu jelas terlihat.
Umumnya tidak ditemukan kelainan pada perkusi dan auskultasi paru.
Pernafasan tidak teratur dan hypopnea dapat ditemukan pada bayi muda.8,9

Diagnosis etiologi berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan atau serologis


merupakan dasar terapi yang optimal, tetapi untuk menemukan bakteri penyebab
pneumonia harus dengan pemeriksaan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh
karena itu pneumonia pada anak didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang
menunjukan keterlibatan sistem respiratori dan gambaran radiologis. Akibat
tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, maka WHO
mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini
terutama ditunjukan untuk pelayanan kesehatan primer. Tujuannya adalah untuk
menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis yang langsung dapat
dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan dasar pemberian
antibiotik.7,8

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuensi nafas dan


retraksi subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang.
Namun demikian, kriteria tersebut mempunyai sensitivitas yang buruk untuk ana
dengan malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala malaria.9,10
a. Bayi kurang dari 2 bulan :

1) Pneumonia Berat : nafas cepat (≥ 60kali/menit) atau retraksi yang berat.

2) Pneumonia Sangat Berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,


demam/hipotermia, bradypnea, atau pernafasan ireguler.

a. Bayi berusia 2 bulan-5 tahun

1) Pneumonia Ringan : nafas cepat (≥ 50kali/menit) pada usia 2 bulan hingga 1


tahun, (≥ 40kali/menit) pada usia > 1 tahun-5 tahun.

2) Pneumonia Berat : Adanya retraksi dinding dada

3) Pneumonia Sangat Berat : Tidak dapat makan/minum, kejang, letargis,


malnutrisi

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1) Darah Perifer Lengkap
Pada pneumonia yang disebabkan oleh virus dan mikoplasma, jumlah leukosit
dalam batas normal atau sedikit meningkat, sedangkan pneumonia karena bakteri,
terjadi leukositosis (15.000 – 40.000/mm3) dengan predominan leukosit PMN.
Pada infeksi Chlamydia pneumoniae kadang – kadang ditemukan adanya
eosinofilia.8
2) Pemeriksaan Rontgen Thorax
Tidak direkomendasikan untuk melakukan foto thorax secara rutin pada anak
dengan infeksi saluran pernapasan bawah akut ringan. Pemeriksaan dilakukan
pada penderita pneumonia yang dirawat inap atau bila tanda klinis yang
membingungkan. Foto thorax ulang hanya dilakukan bila didapatkan atelectasis,
kecurigaan terjadi komplikasi pneumonia berat, gejala yang menetap atau
memburuk, atau tidak respon terhadap antibiotik.8,9
Secara umum, gambaran foto thorax pada pneumonia berat berupa :
 Infiltrat interstisial: peningkatan corakan bronkovaskular, hiperaerasi.
 Infiltrat alveolar (konsolidasi paru dengan air bronchogram), disebut sebagai
pneumonia lobaris bila mengenai 1 lobus paru.
 Bronkopneumonia : bercak-bercak infitrat difus merata pada kedua paru
(dapat meluas hingga daerah perifer paru) disertai dengan peningkatan
corakan peribronkial.
 Penebalan peribronkial, infiltrate interstisial merata, dan hiperinflasi
cenderung terlihat pada pneumonia virus.
 Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen/lobar, bronkopneumonia dan air
bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.9
Gambar 2.1 Hasil Pemeriksaan Foto Thorax
3) Pemeriksaan Kultur dan Pewarnaan Gram Sputum
Dengan kualitas baik direkomendasikan dalam tatalaksana anak dengan
pneumonia berat.10
4) C- Reactive Protein ( CRP )
CRP adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit, secara klinis
CRP digunakan sebagai alat dignostik untuk membedakan antara faktor infeksi
dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi bakteri superfisialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan infeksi bakteri
superfisialis daripada infeksi bakteri profunda. Tidak direkomendasikan sebagai
pemeriksaan rutin.10
5) Uji Serologis
Uji serologis bertujuan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri
tipik yang mempunyai sensitifitas dan spesifitas rendah. Diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat diketahui dengan titer antibodi yang meningkat seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Peningkatan titer juga bisa
menunjukan adanya infeksi yang pernah terjadi. Untuk membedakannya
diperlukan serum fase akut dan serum fase konvalesen, namun secara umum uji
serologis tidak terlalu bermanfaat dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, tetapi
bermanfaat untuk mendiagnosis bakteri atipik seperti mikoplasmadan klamidia,
serta beberapa virus (RSV, sitomegalo virus, campak, influenza A dan B,
adenovirus), peningkatan antibodi IgM dan IgG dapat membantu diagnosis.10
6) Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis pada pneumonia anak tidak perlu dilakukan, kecuali
pada pneumonia yang berat dan memerlukan rawat inap di rumah sakit. Spesimen
pemeriksaan ini bisa diambil dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan
bronkus, aspirasi paru, darah, dan pungsi paru. Diagnosis definitif bila kuman
ditemukan dari aspirasi paru, cairan pleura, dan darah. 10
7) Uji Tuberkulin
Selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan penderita TBC
dewasa.10
8) Pemeriksaan Lain
Pada setiap anak yang dirawat inap dengan pneumonia, seharusnya dilakukan
pemeriksaan pulse oximetry.10

2.10 Penatalaksanaan
 Kriteria Rawat Inap9,10
 Bayi:
 Saturasi oksigen <92%, sianosis
 Frekuensi napas >60 x/menit
 Distres pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
 Tidak mau minum/menetek
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah
 Anak :
 Saturasi oksigen <92%, sianosis
 Frekuensi napas >50 x/menit
 Distres pernapasan
 Grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah

 Tatalaksana Pneumonia Ringan


 Anak di rawat jalan :
 Beri antibiotik : Kotrimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama
3
hari atau Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk
pasien HIV diberikan selama 5 hari.10
 Tindak lanjut
Anjurkan ibu untuk memberi makan anak. Nasihati ibu untuk membawa
kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat kalau keadaan anak
memburuk atau tidak bisa minum atau menyusu.10
 Ketika anak kembali9,10 :
- Jika pernapasannya membaik (melambat), demam berkurang, nafsu
makan membaik, lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
- Jika frekuensi pernapasan, demam dan nafsu makan tidak ada perubahan,
ganti ke antibiotik lini kedua dan nasihati ibu untuk kembali 2 hari lagi.
- Jika ada tanda pneumonia berat, rawat anak di rumah sakit dan tangani
sesuai pedoman di bawah ini.

 Tatalaksana Pneumonia Berat


 Anak dirawat inap :
 Terapi Antibiotik9
- Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),
yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak
memberi
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi
dilanjutkan di rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/
kgBB/kali tiga kali sehari) untuk 5 hari berikutnya.
- Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan
yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan
berat) maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap
8 jam).
- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat foto
dada.
- Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk
pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB
IM
sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari – 3 kali pemberian). Bila keadaan anak
membaik, lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari
sampai secara keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral
selama 2 minggu.

Tabel 2.2 Pilihan Antibiotik Intravena Pada Pneumonia

 Terapi Oksigen9,10
- Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat.
- Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia
oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap
harinya
pada anak yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap
stabil
> 90%. Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna.
- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan
oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak
direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap
waktu. Perbandingan terhadap berbagai metode pemberian oksigen yang
berbeda.
- Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit)
tidak ditemukan lagi.
- Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau
prong tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta
memastikan semua sambungan baik. Sumber oksigen utama adalah
silinder. Penting untuk memastikan bahwa semua alat diperiksa untuk
kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf diberitahu tentang
penggunaannya secara benar.

 Perawatan Penunjang
 Bila anak disertai demam (> 390 C) yang tampaknya menyebabkan distres,
beri parasetamol.11
 Bila ditemukan adanya wheeze, beri bronkhodilator kerja cepat.
 Bila terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan
oleh anak, hilangkan dengan alat pengisap secara perlahan.
Pastikan anak memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur anak
tetapi hati-hati terhadap kelebihan cairan/overhidrasi.
 Anjurkan pemberian ASI dan cairan oral.11
 Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa nasogastrik dan berikan cairan
rumatan dalam jumlah sedikit tetapi sering. Jika asupan cairan oral
mencukupi, jangan menggunakan pipa nasogastrik untuk meningkatkan
asupan, karena akan meningkatkan risiko pneumonia aspirasi.11
 Jika oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang hidung yang sama.
 Bujuk anak untuk makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Beri
makanan sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam
menerimanya.11

 Rekomendasi UKK Respirologi


Antibiotik untuk community acquired pneumonia11,12 :
 Neonatus - 2 bulan : Ampisilin + gentamisin
 > 2 bulan :
 Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
 Lini kedua Seftriakson
 Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral
dengan antibiotic golongan yang sama dengan antibiotik intravena
sebelumnya.
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat
 Antibiotik intravena yang danjurkan adalah: ampisilin dan kloramfenikol,
co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotik intravena.

 Nutrisi
 Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per oral
harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau
intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT dapat menekan
pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran lubang hidung kecil.
Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang terkecil.11
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon
antidiuretik.11
 Kriteria Pulang10
 Gejala dan tanda pneumonia menghilang
 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana control
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah

2.11 Komplikasi

Jika anak tidak mengalami perbaikan setelah dua hari, atau kondisi anak
semakin memburuk, lihat adanya komplikasi atau adanya diagnosis lain.
Jika mungkin, lakukan foto dada ulang untuk mencari komplikasi. Beberapa
komplikasi yang sering terjadi adalah sebagai berikut11,12 :

a) Pneumonia Stafilokokus

Curiga ke arah ini jika terdapat perburukan klinis secara cepat walaupun
sudah diterapi, yang ditandai dengan adanya pneumatokel atau pneumotoraks
dengan efusi pleura pada foto dada, ditemukannya kokus Gram positif yang
banyak pada sediaan apusan sputum. Adanya infeksi kulit yang disertai
pus/pustula mendukung diagnosis.

 Terapi dengan kloksasilin (50 mg/kg/BB IM atau IV setiap 6 jam) dan


gentamisin (7.5 mg/kgBB IM atau IV 1x sehari). Bila keadaan anak
mengalami perbaikan, lanjutkan kloksasilin oral 50mg/kgBB/hari 4 kali
sehari selama 3 minggu.

Catatan: Kloksasilin dapat diganti dengan antibiotik anti-stafilokokal lain


seperti oksasilin, flukloksasilin, atau dikloksasilin.

b) Empiema

Curiga ke arah ini apabila terdapat demam persisten, ditemukan tanda


klinis dan gambaran foto dada yang mendukung. Bila masif terdapat tanda
pendorongan organ intratorakal. Pekak pada perkusi. Gambaran foto dada
menunjukkan adanya cairan pada satu atau kedua sisi dada. Jika terdapat
empiema, demam menetap meskipun sedang diberi antibiotik dan cairan pleura
menjadi keruh atau purulen.
c) Perikarditis Purulenta

d) Infeksi Ekstrapulmoner

e) Miokarditis (pada anak usia 2-24 bulan).

2.12 Prognosis

Data Survei Kesehatan Nasional (SKN 2001) meunjukan bahwa 27,6%


kematian bayi dan 22,8%kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit
respiratori, terutama pneumonia. Prognosis dari pnerumonia tergantung dari berat
ringannya infeksi dan tatalaksana yang dilakukan.9,10
BAB III
PENUTUP

3. 1 Kesimpulan
Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru, yang
disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, dan parasit), bahan
kimia, paparan fisik (suhu dan radiasi). S.pneumoniae merupakan penyebab
tersering pneumonia bacterial pada semua kelompok umur. Virus lebih sering
ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory Syncytial Virus (RSV)
merupakan rius penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Sumber
penularan pneumonia adalah penderita pneumonia yang menyebarkan kuman
ke udara pada saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Penatalaksanaan
pneumonia pada anak tergantung dari berat ringannya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wunderink RG, Watever GW. 2014. Community-acquired pneumonia. N Engl J


Med.2014;370:543-51.
2. PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
3. Dahlan Z. 2009. Pneumonia, dalam Sudoyo AW, dkk (editor). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Universitas Indonesia.
4. Niederman MS, Mandel LA, Anzueto A, Bass JB, Broughton WA, Campbell GD,
Dean N, File T, Fine MJ, Gross PA et al. VICTOR L. YU, M.D. Guidelines for the
Management of Adults with Community-acquired Pneumonia – Diagnosis,
Assessment of Severity, Antimicrobial Therapy, and Prevention. Am J Respir Crit
Care Med 2001; 163: 1730-1754.
5. Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
6. Abdoerrachman M.H., 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta: Infomedia. Pp
283-4.
7. World Health Organization (WHO). Pelayanan kesehatan anak dirumah sakit,
pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat pertama dikabupaten/kota.
Jakarta:WHO;2009.

8. American Academy of Pediatrics (AAP), 2012. Organizational Principles to Guide


and Define the Child Health Care System and/or Improve the Health of all Children.
Pediatric Vol. 129 No. 3.
9. Pudjiadi AH, Hegar B, Hardyastuti S, Idris NS,Gandaputra EP, Harmoniati ED,
penyunting. Pedoman pelayanan medis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2011.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2016. Buku Saku Dosis Obat Pediatri.
Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
11. Said M. Pneumonia. Dalam: Rahajoe NN, Supriyanto B, Styanto DB, penyunting.
Buku ajar respirologi anak. Edisi I cetaka 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.
12. Ilten F, Senocak F, Zorlu P, Tezic T. Cardiovascular change in children with
pneumonia. Turk J Pediatri. 2003;45:306-10.

Anda mungkin juga menyukai