Anda di halaman 1dari 18

Bronkopneumonia

Definisi
Bronkhopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit Pneumonia.
Bronchopneumonia (penumonia lobaris) adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut
bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus/bronkiolus yang berupa
distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution) yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing.

Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada


bronkus sampai dengan alveolus paru. Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada
anak kecil dan bayi, biasanya sering disebabkan oleh bakteri Streptokokus pneumonia
dan Hemofilus influenza yang sering ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi.
Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi pneumonia di Indonesia pada balita
diperkirakan antara 10-20% pertahun.
Bronkopneumonia merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal ini disebakan oleh munculnya
organisme nosokomial yang resisten terhadap antibiotik. Adanya organisme-
organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya
bronkopneumonia.

Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang termasuk indonesia hampir 30%
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan risiko kematian yang tinggi,
sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit
pada anak di bawah umur 2 tahun. Insiden pneumonia pada anak ≤5 tahun di negara
maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20
kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun
pada anak balita dinegara berkembang.
Patogen viral adalah penyebab predominan dari infeksi saluran nafas bawah pada
balita dan anak yang kurang dari 5 tahun. Tidak seperti bronkiolitis yang puncak laju
serangannya adalah pada umur 1 tahun, puncak laju serangan pneumonia adalah pada
umur 2-3 tahun, kemudian berkurang setelahnya

Etiologi
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh
adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme
pathogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh
terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
1. Reflek glottis dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia yang menggerakan
kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.
2. Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, protozoa,
mikrobakteri, mikoplasma, dan riketsia antara lain:
A. Bakteri : Streptococcus, Staphylococus,H. Influenza, Klebsiella.
B. Virus : Legionella pneumonia
C. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
D. Aspirasi makanan, sekresi orofariengal atau isi lambung kedalam paru
E. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

3 minggu - 3
Usia Bakteri yang Sering
Etiologi Bakteri yang Jarang
Etiologi
Lahir-20 Chlamydia
Bakteri Bordetella pertussis
Bakteri
4bulan
bulan - 5 Bakteri Bakteri
hari trachomatis
Chlamydia
E. colli Haemophillus
Bakteri anaerob influenzae
tahun
Streptococcus
Streptococcus Haemophillus influenzae
pneumoniae group B Streptococcus
tipe B group D
pneumoniae
Mycoplasma
Listeria tipe B
Moraxella catharalis
Haemophillus influenzae
Virus Moraxella catharalis
pneumoniae
moonocytogenes
Virus Adeno Staphylococcus aureus
Streptococcus Neisseria meningitidis
Streptococcus pneumoniae
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus
pneumoniae Parainflueza Virus
Virus Staphylococcus
Ureaplasma aureus
urealyticum
1,2,3
Virus Adeno Virus
Respiratory Syncytial Virus Sitomegalo
Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
virus Parainfluenza
Virus Virus Sitomegalo
Virus Rino Virus Herpes Simpleks
Respiratory Syncytial
virus
Faktor Non Infeksi. Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus
meliputi: Bronkopneumonia hidrokarbon yang terjadi oleh karena aspirasi selama
penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah
dan bensin).
Bronkopneumonia lipoid biasa terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung
minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang
sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi.
Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak

Faktor Resiko
Faktor resiko pneumonia pada anak
1. Faktor anak
Umur, jenis kelamin, riwayat bayi berat lahir rendah (BBLR), pemberian ASI,
status gizi, status imunisasi, defisiensi vitamin A dan pemberian makanan terlalu
dini
2. Faktor orang tua
Pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan sosial ekonomi
3. Faktor lingkungan
Polusi udara di dalam rumah, kepadatan hunian, ventilasi rumah dan kondisi fisik
rumah
Anak dengan daya tahan atau imunitas terganggu akan menderita
bronkopneumonia berulang atau bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi
penyakit ini dengan sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memicu
timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anastesia, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.

Patologi dan Patogenesis


Traktus respiratorius bawah normalnya tetap dipertahankan steril oleh mekanisme
pertahanan fisiologis, termasuk eskalator mukosilier, sekresi normal seperti IgA, dan
pembersihan jalur nafas dengan batuk. Mekanisme pertahanan imunologis dari paru
yang membatasi invasi oleh organisme patogenik termasuk makrofag yang terdapat
pada alveoli dan bronkioli, IgA sekretori, dan immunoglobulin lain.
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran sepanjang jalur nafas, yang
juga berhubungan dengan jejas langsung pada epitel respiratori yang menyebabkan
obstruksi jalur nafas yang berasal dari edema, sekresi abnormal, dan debris seluler.
Saluran nafas yang masih sempit dan kecil pada balita menyebabkan balita lebih
mudah untuk mengalami infeksi parah. Atalektasis, edema interstisial, dan mismatch
antara ventilasi-perfusi menyebabkan hipoksemia yang dibarengi dengan obstruksi
jalur nafas. Infeksi virus dari traktus respiratorius juga dapat menjadi faktor
predisposisi dari infeksi sekunder dengan mengacaukan mekanisme pertahanan host,
mengganggu sekresi, dan mengubah flora bakterial.
Ketika terdapat infeksi bakteri di parenkim paru, proses patologis terjadi
berdasarkan organisme yang menginvasi. M. pneumoniae melekat pada epitel
respiratori, menghambat silia, dan menyebabkan destruksi sel dan respon inflamasi di
submucosa. Seiring dengan progres infeksi, debris sel, sel inflamasi, dan mukus
menyebabkan obstruksi jalur nafas, dimana infeksi menyebar sepanjang bronkus,
mirip seperti yang terjadi pada pneumonia viral.
S. pneumoniae menyebabkan edema local yang memfasilitasi proliferasi
organisme dan menyebar menuju bagian terdekat paru, biasanya dicirikan dengan
konsolidasi lobaris yang fokal. Infeksi Streptococcus grup A pada traktus respiratorius
bawah menyebabkan infeksi yang lebih difus pada parenkim dan pneumonia
interstisial. Patologinya meliputi nekrosis mukosa trakeobronkial; pembentukan
banyak sekali eksudat, edema, dan pendarahan local dengan ekstensi ke septa
interalveolar; dan pelibatan dari duktus limfatikus dan peningkatan kecendrungan
keterlibatan pleura.
T. Pneumonia oleh S. aureus dicirikan dengan bronkopneumonia yang konfluen,
yang biasanya unilateral dan dicirikan dengan adanya area nekrosis hemoragik yang
luas dan area kavitasi ireguler dari parenkim paru, menyebabkan pneumatoceles,
empyema, atau seringkali fistula bronkopulmoner. Kelainan lain harus
dipertimbangkan apabila anak mengalami pneumonia bacterial yang rekuren.
Kemungkinan daapt terjadi defek seperti abnormalitas pada produksi antibody (seperti
agammaglubilnemia, hipogammaglobulinemia, atau defisiensi IgG), defek granulosit
(seperti penyakit kronik granulomatosa), fibrosis kistik, dyskinesia silier,
bronkiektasis kongenital, fistula trakeoesofageal, atau peningkatan pulmonary blood
flow. Faktor tambahan yang mempengaruhi juga seperti trauma, anastesia atau
aspirasi.

Patofisiologi

A. Stadium I kongesti/ Hiperemia (4-12 jam pertama) -- terjadi respon peradangan


permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler. Ini terjadi akibat
pelepasan mediator peradangan dari sel mast. Mediator tersebut mencakup histamin
dan prostagladin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen
bekerjasama dengan histamin dan prostagladin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini menyebabkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstitial sehingga terjadi pembengkakan dan edema
antar kapiler dan alveolus, yang meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/ Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) -- terjadi sewaktu alveolus
terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh pejamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat
tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.
Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat, dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
C. Stadium III/ Hepatisasi kelabu (3-8 hari) -- terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Lobus masih tetap padat dan warna
merah berubah menjadi pucat kelabu terjadi karena sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin.
Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus, kapiler
tidak lagi kongestif.
D. Stadium IV/ Resolusi (7-11 hari) -- terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan dan eksudasi lisis. Eksudat berkurang. Dalam alveolus
makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin
diresorbsi dan menghilang. Proses kerusakan yang terjadi dapat di batasi dengan
pemberian antibiotik sedini mungkin agar sistem bronkopulmonal yang tidak terkena
dapat diselamatkan.sehingga jaringan kembali ke struktur semula.

Klasifikasi
Berdasarkan derajat keparahan penyakit
1. Bronkopneumonia sangat berat: bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
2. Bronkopneumonia berat: bila dijumpai retraksi tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotik.
3. Bronkopneumonia: bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat
yakni >60 x/menit pada anak usia kurang dari dua bulan; >50 x/menit pada anak
usia 2 bulan-1 tahun; >40 x/menit pada anak usia 1-5 tahun.
4. Bukan bronkopneumonia: hanya batuk tanpa adanya gejala dan tanda seperti di
atas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotik.

Gejala Klinis
Bronkopneumonia ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Gejala-gejala klinis tersebut
antara lain:
a. Adanya retraksi epigastrik, interkostal, suprasternal
b. Adanya pernapasan yang cepat dan pernapasan cuping hidung
c. Biasanya didahului infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari
d. Demam, dispneu, kadang disertai muntah dan diare
e. Batuk biasanya tidak pada permulaan penyakit, mungkin terdapat batuk, beberapa
hari yang mula-mula kering kemudian menjadi produktif
f. Pada auskultasi ditemukan ronkhi basah halus nyaring
g. Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukositosis dengan predominan
PMN
h. Pada pemeriksaan rontgen thoraks ditemukan adanya infiltrat interstitial dan
infiltrat alveolar serta gambaran bronkopneumonia

Cara Mendiagnosis
Penderita datang dengan keluhan utama sesak nafas. Dari keluhan ini dapat
dipikirkan adanya kelainan pada paru-paru, jantung, kelainan metabolik seperti
asidosis maupun uremia, atau adanya kelainan pada otak. Dari alloanamnesis tidak
didapatkan keluhan buang air kecil, sehingga kemungkinan kelainan metabolik dapat
disingkirkan.
Dari pemeriksaa fisik tidak didapatkan penurunan kesadaran ataupun kejang
sehingga kelainan di sentral dapat disingkirkan. Selain itu, dari hasil pemeriksaan
jantung didapatkan dalam batas normal sehingga kelainan pada jantung dapat
disingkirkan. Oleh karena itu, dapat dipastikan kelainan sesak yang terjadi
diakibatkan oleh kelainan pada paru-paru. Dari alloanamnesis, didapatkan pasien
mengalami batuk serta demam, sehingga dipikirkan adanya suatu infeksi. Selain itu,
dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan suara nafas tambahan berupa rokhi basah
halus nyaring yang khas untuk bronkhopneumonia.
Diagnosis bronkhopneumonia ditegakkan berdasarkan pedoman diagnosis klinis
bronkhopneumonia WHO, dimana gejala yang muncul pada pasien ini adalah sesak
nafas dengan nafas cuping hidung, riwayat demam batuk pilek, sianosis, dan dari
auskultasi didapatkan suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus nyaring.

Diagnosis Banding
Diagnosis kerja pada kasus ini adalah pneumonia yang terletak pada lobularis
paru, yang disebut bronkopneumonia. Dengan diagnosis banding adalah bronkhitis
dan bronkiolitis.

A. Bronkopneumonia : Peradangan saluran napas yang terjadi karena infeksi bakteri


dan virus. Bakteri penyebab yang tersering adalah pneumokokus (Streptococcus
pneumonia), HiB (Haemophilus influenza type b), dan stafilokokus
(Staphylococcus aureus) sedangkan virus yang sering seperti parainfluenza, virus
influenza, adenovirus. Pada kasus pneumonia, peradangan terjadi di alveolus
sehingga kantung alveolus yang seharusnya terisi udara justru terisi cairan atau
nanah. Hal ini menyebabkan oksigen sulit masuk ke aliran darah, serta membuat
penderita pneumonia mengalami batuk, demam tinggi (400C atau lebih) disertai
menggigil, sesak napas atau frekuensi napas menjadi sangat cepat, keluar keringat
dingin, dada terasa sakit, terutama saat menarik napas dalam atau batuk.
B. Bronkhitis : Peradangan saluran napas yang selalu disebabkan oleh virus, terutama
virus penyebab selesma (common cold) dan virus influenza. Pada kasus bronkitis,
peradangan terjadi di bronkus dan menyebabkan dinding bronkus menghasilkan
banyak cairan. Akibatnya, penderita bronkitis mengalami batuk berdahak, demam
ringan, sesak napas atau rasa penuh di dada, hidung tersumbat dan berair, sakit
tenggorokan, lemas, letih, lesu dan sakit kepala
C. Bronkiolitis : Peradangan saluran napas yang ditandai dengan adanya inflamasi
pada bronkiolus sering disebabkan oleh RSV, parainfluenza, virus influenza,
adenovirus, rhinovirus, M. pneumoniae. Pada kasus bronkiolitis, akan terjadi
inflamasi pada dinding bronkiolus dan terdapat mukus yang menghalangi jalannya
udara. Akibatnya, penderita bronkiolitis mengalami demam tinggi, sesak napas,
rewel, terlihat sangat lelah, porsi makan berkurang drastis, adanya tanda-tanda
dehidrasi (bisa dilihat dari kencingnya yang jarang). Jika sesak napas makin parah
hingga menyebabkan kulit menjadi pucat, bibir dan lidah tampak biru, dan tubuh
berkeringat, atau ada jeda berhenti napas yang cukup lama.
Tata Laksana Farmakologi dan Nonfarmakologi
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit, misalnya toksis, distress pernapasan,
tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang lain kompikasi, dan terutama
mempertimbangkan usia pasein. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan
asam-basa, elektrolit dan gula darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan
analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta
harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau
dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia
yang diduga disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobioogis cepat. Oleh karena itu, antibiotic dipilih berdasarkan
pengalaman empiris. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis
pasien serta faktor epidemiologis.
1) Pneumonia Rawat Jalan
Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara
oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat
jalan, dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai
90%. Peneitian multisenter di Pakistan menemukan bahwa pada pneumonia rawat
jalan, pemberian amoksisiin dan kotrimoksazol dua kali sehari mempunyai
efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB,
sedangakn kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP-20 mg/kgBB
sulfametoksazol).
Makrolid, baik eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta-laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan pertimbangan
adanya aktivitas ganda terhadap S. pneumonia dan bakteri atipik.
2) Pneumonia Rawat Inap
Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotic golongan beta-
laktam atau kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap
beta-laktam dan kloramfenikol, dapat diberikan antibiotic lain seperti gentamisin,
amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan.
Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia
tanpa komplikasi meskipun tidak ada studi control mengenai lama terapi
antibiotic yang optimal.
Pada neounatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotic intravena harus dimulai
sesefera mungkin. Oleh karena pada neonates dan bayi kecil sering terjadi sepsis
dan meningitis, antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotic spectrum luas
seperti kombinasi beta-laktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau
sefalosporin generiasi ketiga. Bila keadaan sudah stabil, antibiotic dapat diganti
dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotic yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta-aktam dengan/atau tanpa klavulanat; pada kasus yang lebih berat
diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru
intravena, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau
keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotic oral dan berobat jalan.
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotic
beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.
Feyzullah dkk. Melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotic pada anak
dengan pneumonia berat berusia 2-24 bulan. Antibiotik yang dibandingkan
adalah gabungan penisilin G intravena (25.000 U/kgBB setiap 4 jam) dan
kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6 jam), dan seftriakson intravena (50
mg/kgBB setiap 12 jam). Keduanya diberikan selama 10 hari, dan ternyata
memiliki efektifitas yang sama.
Akan tetapi, banyak penelitian melaporkan resistensi Streptococcus pneumonia
dan Haemophilus influenza ―mikroorganisme paling penting penyebab
pneumonia pada anak― terhadap kloramfenikol.
Kriteria Rawat Inap
 Bayi :
- Saturasi oksigen <92%,sianosis
- Frekuensi napas >60x/menit
- Distress pernapasan, apnea, intermiten, atau grunting
- Tidak mau minum/menyusu
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah
 Anak :
- Saturasi oksigen <92%, sianosis
- Frekuensi napas >50x/menit
- Distress pernapasan
- Terdapat tanda dehidrasi
- Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tatalaksana Umum
Pasien dengan saturasi <92% pada saat bernapas dengan udara kamar
harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup
untuk mempertahankan saturasi oksigen >92%.
- Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan
intravena dan dilakukan balans cairan ketat
- Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia
- Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan
pasien dan mengontrol batuk
- Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya
setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen

Pemberian Antibiotik
- Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotic oral pada anak <5
tahun karena efektif melawan sebagian besar pathogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya
adalah co-amoxiclav, ceflacor, eritromisin, claritromisin, dan azitromisin
- M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotic golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara
empiris pada anak >5 tahun
- Makrolid diberikan jika M. pneumoniae atau C. pneumonia dicurigai
sebagai penyebab
- Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika S. pneumonia sangat
mungkin sebagai penyebab
- Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau
kombinasi flucloxacillin dengan amoksisilin
- Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (missal karena muntah) atau termasuk dalam
derajat pneumonia berat
- Antibiotic intravena yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol,
co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
- Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotic intravena
Penatalaksanaan pada pasien ini, yaitu terapi suportif berupa pemberian
O2 1 L/menit sudah tepat. Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia,
menurunkan usaha untuk bernapas, dan mengurangi kerja miokardium.
Oksigen penting diberikan kepada anak yang menunjukkan gejala adanya
tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam; SpO2 <90%;
frekuensi napas 60 x/menit atau lebih; merintih setiap kali bernapas untuk bayi
muda; dan adanya head nodding (anggukan kepala). Pemberian Oksigen
melalui nasal pronge yaitu 1- 2 L/menit atau 0,5 L/menit untuk bayi muda.
Untuk kebutuhan cairan, sesuai dengan berat badan yaitu 7 Kg, sehingga
pasien diberikan cairan N4D5 melalui mikrodrip infus dengan 25-30 tetes per
menit. N4D5 terdiri dari 100 cc D5% dengan 25 cc NaCl, dimana kandungan
dekstrosa 50 g (200 kkal), Na 38,5 mEq/L, Cl 38,5 mEq/L, Ca 200 mg/dL, dan
total Osm 353. Sedangkan untuk mengatasi demamnya pasien diberikan
antipiretik parasetamol yang diberikan selama pasien demam. Dosis yang
digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/kali pemberian. Dapat diulang
pemberiannya setiap 4-6 jam.
Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis. Pada kasus ini, dipilih antibiotik ceftriaxone yang
merupakan antibiotik sefalopsorin generasi ketiga dengan aktivitas yang lebih
luas terhadap bakteri gram negatif. Dosis ceftriaxone yaitu 50-100
mg/KgBB/hari, dalam dua dosis pemberian. Antibiotik ceftriaxone diberikan
sebanyak 350 mg dua kali sehari secara intra vena.

Pencegahan dan Edukasi


Pencegahan
A. Pencegahan Primer -- bertujuan untuk menghilangkan faktor risiko terhadap
kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan seperti memberikan imunisasi
campak pada usia 9 bulan dan imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus)
sebanyak 3 kali yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
B. Pencegahan Sekunder -- bertujuan untuk mencegah orang yang telah sakit agar
sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan
pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan
terjadinya komplikasi. Upaya yang dapat dilakukan seperti :
1. Pneumonia berat : dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan
penambahan oksigen.
2. Pneumonia ringan : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau
amoksilin.
3. Bukan pneumonia : perawatan dirumah saja tanpa terapi antibiotik. Bila
demam berikan paracetamol. Bersihkan hidung anak yang mengalami pilek
dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air gram. Jika mengalami
nyeri tenggorokan berikan penicilin dan dipantau selama 10 hari.
C. Pencegahan Tersier -- bertujuan agar tidak munculnya penyakit lain atau kondisi
lain yang akan memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha
rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan untuk mencegah proses
penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upaya yang dilakukan
dapat berupa :
1. Melakukan perawatan yang ekstra pada balita dirumah, beri antibiotik selama
5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol bila keadaan anak memburuk.
2. Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana kesehatan terdekat
agar penyakit tidak bertambah parah dan tidak menimbulkan kematian.
Edukasi
1. Memberikan penjelasan kepada orangtua khususnya ibu pasien mengenai
pentingnya imunisasi dan pemberian ASI ekslusif.
2. Memberikan penjelasan kepada ibu pasien tentang penyakit anaknya dan cara
merawat anaknya.

Komplikasi
Komplikasi dari pneumonia biasanya merupakan hasil dari penyebaran langsung
bakteri pada kavum toraks (seperti efusi pleura, empiema, dan perikardiis) atau
penyebaran bakteremia dan hematologis. Meningitis, artritis supuratif, dan
osteomyelitis adalah contoh komplikasi yang jarang dari penyebaran secara
hematologis.
S. aureus dan S. pneumoniae adalah penyebab utama dari empiema. Pengobatan
empyema didasarkan pada stadium penyakit (seperti eksudatif, fibropurulen, atau
organizing).

Prognosis
Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai dari secara
dini pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan kanak-
kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini
morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlamat menunjukkan mortalitas yang lebih
tinggi.

SKDI
SKDI 4A yaitu setelah lulus menjadi dokter mampu membuat diagnosis klinik
dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
Daftar Pustaka
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/
Kliegman, R. M. et al. 2015. Nelson Textbook of Pediatrics, 20th Ed. Philadelphia:
Elsevier
Mason RJ, et al. 2005. Murray and Nadel’s text book of respiratology medicine
volume1 Ed 1. Netherland : Elseiver Saunders.
Pudjiadi, A. H., et al. (2011). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Rahajoe, N., Supriyatno, B., & Setyanto, D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi
1 Cetakan 2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Pertanyaan
Anmal 1
a. bagaimana mekanisme batuk tidak berdahak yang dialami pasien?
Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk melindungi saluran napas
bawah terhadap benda asing/iritan yang masuk dan menjaga agar tetap steril.
Benda asing/ iritan pada saluran nafas bawah → impuls aferen dari nervus vagus
ke otak → inspirasi udara cepat dan dalam → epiglottis dan pita suara menutup
untuk menjerat udara dalam paru → otot abdomen berkontraksi mendorong
diafragma serta otot pernafasan juga berkontraksi → pita suara dan epiglottis
membuka tibatiba → udara bertekanan tinggi keluar dari paru-paru dengan cepat.
b. Bagaimana mekanisme demam yang dialami pasien?
Infeksi  merangsang pengeluaran mediator inflamasi seperti IL-1, IL6, dan TNF
α asam arakhidonat  sintesis prostaglandin  homeostasis tubuh meningkatkan
suhu tubuh dengan meningkatkan set point di hipothalamus untuk melawan
infeksi.
c. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap kasus tersebut?
Pneumonia dapat terjadi pada semua umur, namun Pneumonia merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita)
karena usia tersebut masuk ke dalam faktor risiko dimana lebih rentan terinfeksi
kuman, dan perkembangan imun yang belum sempurna. Pada jenis kelamin risiko
anak laki-laki cenderung menderita pneumonia 1,5 kali daripada anak perempuan
dikarenakan diameter saluran napas anak laki-laki lebih sempit dan perbedaan
daya tahan tubuh dengan anak perempuan.
d. Apa saja yang dapat menyebabkan timbulnya gejala gejala tersebut?
Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme pathogen.
e. Bagaimana tatalaksana awal pada pasien?
1. Pneumonia berat : dirawat dirumah sakit, diberikan antibiotik parenteral dan
penambahan oksigen.
2. Pneumonia ringan : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral, ampisilin atau
amoksilin.
3. Bukan pneumonia : perawatan dirumah saja tanpa terapi antibiotik. Bila demam
berikan paracetamol. Bersihkan hidung anak yang mengalami pilek dengan
menggunakan lintingan kapas yang diolesi air gram. Jika mengalami nyeri
tenggorokan berikan penicilin dan dipantau selama 10 hari.

Anmal 2
a. Mengapa sesak yang timbul tidak disertai mengi?

b. Mengapa keluhannya bertambah berat sejak 2 hari yang lalu?


Ketika mikroorganisme masuk dan menginfeksi alveoli akan terjadi proses
peradangan yang meliputi 4 stadium. Waktu perjalananan antar stadium berjalan
cepat hanya dengan hitungan jam-hari, sehingga ketika kondisi ini tidak segera
ditangani maka eksudat serosa yang masuk ke alveoli semakin banyak dan
stadium makin berlanjut ke tingkat yang lebih parah sehingga keluahan semakin
bertambah
c. Apa diagnosis banding dari pasien dilihat dari gejala sesak yang tidak dipengaruhi
cuaca/aktivitas dan tidak didapatkannya mengi?
Bronkitis dan bronkiolitis
d. Bagaimana mekanisme sesak napas yang dialami pasien?
Infeksi alveolus merangsang makrofag alveolar mengeuarkan sitokin-sitokin
seperti TNF alfa, interferon, dan interleukin 1 serta 2 lalu permeabilitas kapiler
alveolus meningkat sehingga eksudat serosa masuk ke alveoli, sel-sel darah putih
dan PMN masuk ke alveolus menyebabkan penumpukan eksudat yang akan
meningkatkan sawar antara alveolus dan pembuluh darah sehingga oksigen dalam
arteri menurun, karbondioksida terlarut dalam darah meningkat dan menyebabkan
sukar bernapas.
Kerusakan pada parenkim paru mempengaruhi proses pertukaran gas,
terganggunya proses pertukaran O2 dengan CO2 mengakibatkan napas menjadi
sesak.
e. Apa saja faktor penyebab sesak napas ?
Infeksi virus corona (Covid-19)
Pneumonia (infeksi paru-paru)
Pneumotoraks (paru-paru yang robek)
Emboli paru (pembekuan darah di arteri paru-paru)
Penyumbatan saluran napas.

Anmal 3
d. bagimana hubungan antara ayah yang merokok dengan kasus?
penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita)
karena faktor lingkungan tersebut masuk ke dalam faktor risiko dimana lebih
rentan terinfeksi kuman, dan perkembangan imun yang belum sempurna. Perokok
pasif lebih rentan mengalami gangguan kesehatan akibat paparan kombinasi asap
rokok dari asap yang keluar dari rokok perokok aktif dan juga asap yang
dihembuskan dari perokok aktif. Asap yang terpapar pada perokok pasif
mengandung lebih dari 7.000 kandungan bahan kimia yang membahayakan
kesehatan mengganggu daya tahan tubuh untuk melawan bakteri atau virus yang
menjadi penyebab pneumonia.
e. Diagnosis banding apa saja yang dapat disingkirkan dari informasi tambahan ini?
Makna tidak adanya riwayat atopi dapat membantu menyingkirkan kemungkinan
adanya penyakit alergi seperti asma bronkhial, rinitis alergi, dermatitis atopi, alergi
obat dan alergi makanan.
Makna dari anak tidak mendapatkan imunisasi dan ASI ekslusif merupakan faktor
risiko bagi anak untuk menderita pneumonia.
Makna dari ayah perokok menunjukkan adanya penyakit pada saluran pernapasan.
Makna dari hasil tes Covid19 untuk menyingkirkan kemungkinan Covid19 karena
adanya beberapa gejala yang sama.

Anda mungkin juga menyukai