A. Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi, berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah
suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan
sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Adapun tujuan umum dari pemberian imunisasi
adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
Program imunisasi dasar lengkap menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia no. 42 tahun 2013 wajib diberikan pada bayi sebelum berusia satu tahun, yang
terdiri dari Bacillus Calmette Guerin (BCG), diphtheria pertussis Tetanus-Hepatitis B-
haemophillus influenzae tipe B (DPT-HB-HiB), hepatitis B pada bayi baru lahir, polio dan
campak. Setiap bayi (usia 0-11 bulan) wajib mendapatkan imunisasi asar lengkap yang
terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3 dosis DPT-Hepatitis B, 4 dosis polio, dan 1
dosis campak.
Gambar 1. Jadwal Imunisasi Anak Usia 0-18 Tahun (Sumber: Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2017)
Seperti bagan diatas, dapat dilihat bahwa skema imunisasi itu sendiri memiliki alur
yang berbeda-beda. Namun, imunisasi itu sendiri seringkali hanya dilakukan pada
imunisasi wajib rutin. Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh
pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang
bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu. Imunisasi wajib
terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus. Imunisasi rutin
merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus-menerus sesuai jadwal.
Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi lanjutan
merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk
memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia di bawah
tiga tahun (Batita), anak usia sekolah dasar, dan wanita usia subur.
Imunisasi tambahan diberikan kepada kelompok umur tertentu yang paling berisiko
terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Yang termasuk
dalam kegiatan imunisasi tambahan adalah Backlog fighting, Crash program, PIN (Pekan
Imunisasi Nasional), Sub-PIN, Catch up Campaign campak dan Imunisasi dalam
Penanganan KLB (Outbreak Response Immunization/ORI).
Imunisasi pilihan merupakan imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai
dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit menular
tertentu, yaitu vaksin MMR, Hib, Tifoid, Varisela, Hepatitis A, Influenza, Pneumokokus,
Rotavirus, Japanese Ensephalitis, dan HPV.
B. ASI Eksklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian ASI pada bayi selama enam bulan pertama, tanpa
minuman atau makanan tambahan lain. Setelah usia 6 bulan, bayi diberikan ASI dengan
makanan pendamping ASI, pemberian ASI dapat dilanjutkan sampai dengan anak berusia
dua tahun atau lebih. ASI mengandung zat gizi lengkap yang dapat dicerna dengan baik
oleh balita, terlebih kolostrum ASI yang mengandung antibodi dan imunoglobulin yang
tinggi, sehingga dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi.
Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai dalam ASI menjamin status gizi bayi
baik serta kesakitan dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis
menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi, misalnya diare,
otitis media, dan infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. Kolostrum mengandung
zat kekebalan 10-17 kali lebih banyak dari susu matang (matur). Zat kekebalan yang
terdapat pada ASI antara lain akan melindungi bayi dari penyakit diare dan menurunkan
kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi telinga, batuk, pilek, dan penyakit alergi.
Dalam rangka menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United Nation
Childrens Fund(UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan
sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam bulan.
Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6 bulan, dan pemberian ASI
dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun (WHO, 2005). Pada tahun 2003, pemerintah
Indonesia mengubah rekomendasi lamanya pemberian ASl eksklusif dari 4 bulan menjadi
6 bulan.
UNICEF dan WHO merekomendasikan pemberian ASl eksklusif sampai bayi
berumur enam bulan. Setelah itu anak harus diberi makanan padat dan semi padat sebagai
makanan tambahan selain ASI. ASl eksklusif dianjurkan pada beberapa bulan pertama
kehidupan karena ASI tidak terkontaminasi dan mengandung banyak gizi yang diperlukan
anak pada umur tersebut. Pengenalan dini makanan yang rendah energi dan gizi atau yang
disiapkan dalam kondisi tidak higienis dapat menyebabkan anak mengalami kurang gizi
dan terinfeksi organisme asing, sehingga mempunyai daya tahan tubuh yang rendah
terhadap penyakit di antara anak-anak.
Dalam laporan Riskesdas, pola menyusui dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu
menyusui eksklusif, menyusui predominan, dan menyusui parsial sesuai definisi WHO.
a. Menyusui eksklusif adalah tidak memberi bayi makanan atau minuman lain, termasuk
air putih, selain menyusui (kecuali obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI
perah juga diperbolehkan).
b. Menyusui predominan adalah menyusui bayi tetapi pernah memberikan sedikit air atau
minuman berbasis air, misalnya teh, sebagai makanan/ minuman prelakteal sebelum
ASI keluar.
c. Menyusui parsial adalah menyusui bayi serta diberikan makanan buatan selain ASI,
baik susu formula, bubur atau makanan lainnya sebelum bayi berumur enam bulan,
baik diberikan secara kontinyu maupun diberikan sebagai makanan prelakteal.
Nutrisi yang cukup adalah kunci untuk meningkatkan pertahanan alami anak, dimulai
dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan. Selain efektif dalam
mencegah pneumonia, ini juga membantu mengurangi lamanya penyakit jika seorang anak
menjadi sakit. (WHO, 2019)
Pasal 128 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa selama pemberian ASI, pihak keluarga,
pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu secara penuh dengan
penyediaan waktu dan fasilitas khusus. Penyediaanfasilitas khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diada kan di tempat kerja dan tempat sarana umum .
Pasal 200 sanksi pidana dikenakan bagi setiap orang yang dengan sengaja
menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 128 ayat (2). Ancaman pidana yang diberikan adalah pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 6 berbunyi "Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASl eksklusif
kepada bayi yang dilahirkannya".
2. Berat. Ukur berat bayi secara langsung dengan timbangan bayi. Bayi harus ditimbang
dalam keadaan telanjang atau hanya mengenakan popok. Jika berat bayi di luar
perkiraan dan secara signifikan berbeda dari yang diperkirakan, ulangi pengukuran
untuk memastikan keakuratan. Anak yang sudah dapat berdiri harus ditimbang dengan
mengenakan pakaian dalam atau gaun saja di timbangan berdiri. Gunakan timbangan
yang sama pada setiap kunjungan untuk mengoptimalkan pembandingan.
3. lndeks Massa Tubuh untuk Usia. Kini tersedia bagan-bagan spesifik-usia dan spesifik-
jenis kelamin untuk menilai IMT pada anak. IMT pada anak berkaitan dengan lemak
tubuh, berhubungan dengan risiko kesehatan di masa mendatang untuk obesitas.
Pengukuran IMT bermanfaat untuk deteksi dini obesitas pada anak berusia lebih dari 2
tahun. Bagan pertumbuhan IMT untuk anak mempertimbangkan perbedaan jenis
kelamin dan usia. Obesitas kini menjadi epidemi masa kanak-kanak yang utama, dan
keadan ini sering dimulai pada usia sebelum 6 sampai 8 tahun. Akibat obesitas pada
masa kanak-kanak adalah risiko hipertensi, diabetes, sindrom metabolik, dan
kurangnya rasa percaya diri. Obesitas pada anak sering menyebabkan obesitas pada
masa dewasa serta memendeknya usia harapan hidup. Hasil IMT sebaiknya diberikan
kepada orang tua, bersama dengan informasi mengenai dampak kebiasaan makan yang
sehat dan aktivitas fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Bickley, Lynn S. 2013. Bates’ Guide to Physical Examination and History Taking 11th
edition. Philadelphia: Wolters Kluwer.
Cesar, Juraci., dkk. 1999. Impact of breast feeding on admission for pneumonia during
postneonatal period in Brazil: nested case-control study. Brazil: BMJ Volume 318.
Available on https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC27869/
Kemenkes RI. 2014. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. Jakarta: InfoDATIN
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/10/03Buku-Ajar-
Imunisasi-06-10-2015-small.pdf
https://www.idai.or.id/tentang-idai/pernyataan-idai/jadwal-imunisasi-idai-2020
World Health Organization. 2008. Training Course on Child Growth Assessment. Geneva:
WHO. Available on https://www.who.int/childgrowth/standards/chts_boys_z.pdf
Analisis Masalah