DISKUSI
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia.
18
Berikut ini adalah daftar etiologi pneumonia pada anak berdasarkan kelompok
umur.6
Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang
Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E.Coli Bakteri Anaerob
Streptoccous Hemolitikus Grup Streptoccous Group D
B Haemophillus Influenzae
Streptoccous Pneumoniae Virus
Cytomegalovirus
Herpes Simpleks
3 minggu - 3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia Trachomatis Bordetella Pertussis
Streptoccous Pneumoniae H.Influenza Tipe B
Virus S. Aureus
Adenovirus
Virus Influenza
Virus Paraiinfluenza
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia Pneumonia H. Influenza
Mycoplasma Pneumoniae Moraxella Chataralis
Streptococcus Pneumoniae S. Aureus
Virus Virus
Adenovirus Varicella- Zooster
Virus Influenza
Virus Parainflueza
Rhinovirus
1 Tahun ke Bakteri Virus
atas Chlamydia Pneumoniae Adenovirus
Mycoplasma Pneumoniae Epstein-Barr
19
Streptococus Pneumoniae Rhinovirus
Parainfluenza Virus
Influenza Virus
20
otot bantu pernafasan (otot intercosta) yang dapat menimbulkan retraksi dada.
Organisasi dapat terjadi dan mengakibatkan jaringan parut fibrosa dalam beberapa
kasus. Penyakit agresif dapat menghasilkan abses. Adanya peradangan bronkus dan
paru mengakibatkan peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada
lumen bronkus sehingga timbul peningkatan refleks batuk.8
21
Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang terinfeksi dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai direabsorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.1
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag
sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.1
22
Pada kasus ini di diagnosis dengan bronkopneumonia berat karena ditemukan
trias pneumonia/bronkopneumonia pada pasien yaitu keluhan sesak napas, batuk, dan
demam. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan nafas cepat yaitu 62x/menit dan suhu
37,1 oC. Terlihat adanya pernapasan cuping hidung dan adanya rhinorea, pemeriksaan
toraks didapatkan adanya retraksi intercostal namun tidak ditemukan sianosis dan pasien
masih dapat minum. Pada saat palpasi ditemukan vocal fremitus meningkat, Dan pada
auskultasi diitemukan pula suara napas tambahan yaitu ronkhi basah halus pada kedua
lapang paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukositosis (14,7 x 10 3
/mm3) menandakan terjadi infeksi bakteri. Kemungkinan penyebabnya adalah bakteri
Chlamydia Pneumonia, Mycoplasma Pneumoniae dan Streptococcus Pneumoniae.
Gambaran foto rontgen thoraks pneumonia pada anak dapat meliputi gambaran
difus merata pada kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat ringan pada satu paru
hingga konsolidasi luas pada kedua paru disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia,
dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri. Pada pneumonia
Stafilokokus sering ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai
ukuran7.
23
a. Pemberian oksigen 2-4 lpm sampai sesak hilang
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit. Pada kasus ini anak
berusia 10 bulan. Kebutuhan cairan untuk bayi pada triwulan IV adalah 110-125
ml/kgBB/hari. Pasien mampu minum susu formula dengan baik.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Mukolitik dan ekspektoran yaitu pemberian ambroxol dan salbutamol. Ambroxol
adalah obat golongan mukolititk sedangkan salbutamol merupakan β-adrenergik
yang memiliki efek bronkodilatasi. GG atau glyceryl guaicolate adalah obat yang
berfungsi sebagai ekspektoran dengan meningkatkan kekentalan sputum dan
mengeluarkannya dari trakea dan bronkus.
b. Obat penurun demam diberikan paracetamol dengan dosis 10-15ml/kgBB/hari
dengan 3-4x pemberian. pada sediaan syrup mengandung 120mg parasetamol
dalam 5 ml. Pada pasien ini dengan berat 9 kg di diberikan parasetamol syrup
dengan dosis 4 x 1 Cth.
c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis. Pada pasien diberikan ceftriaxone. Ceftriaxone adalah antibiotik golongan
cephalosporin yang memiliki aktivitas bakterisidal dengan menghambat dinding
bakteri. Ceftriaxone diindikasikan untuk bakteri sensitif pada infeksi saluran nafas
bagian bawah termasuk bronkopneumonia. Dosis yang digunakan adalah 20-
50mg/kgBB/hari terbagi dalam 1-2x pemberian secara intravena. Pada pasien ini
dengan berat 9 kg diberikan injeksi ceftriaxone 300 mg/hari.3
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu dalam penanganan pneumonia,
antibiotik dipilih berdasarkan pengalaman empiris, yaitu bila tidak ada kuman yang
dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama) menurut kelompok usia.
Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada kemungkinan etiologi
penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien serta faktor
epidemiologis.1,8
24
a. Beta laktam amoksisillin
b. Amoksisillin - asam klavulanat
c. Golongan sefalosporin
d. Kotrimoksazol
e. Makrolid (eritromisin)
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang direkomendasikan adalah
antibiotik beta-laktam dengan/atau tanoa klavulanat; pada kasus yang lebih berat
diberikan beta-laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena, atau
sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau keadaan sudah stabil,
antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan berobat jalan. Terapi antibiotik diteruskan
selama 7-10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.9
Pada pneumonia rawat inap, berbagai RS di Indonesia memberikan antibiotik
beta-laktam, ampisilin, atau amoksisilin, dikombinasikan dengan kloramfenikol.9
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang
jarang dari penyebaran infeksi hematologi.1
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik bila didiagnosis
dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas lebih tinggi didapatkan pada anak-anak
dengan keadaan malnutrisi energi–protein dan datang terlambat untuk pengobatan.3, 5
DAFTAR PUSTAKA
25
1. Rahajoe, N. N., Supriyatno, B., Setyanto, D. B. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak
Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson.H.B., Behrman, R. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi bahasa Indonesia, diterjemahkan, didapatkan dan diedit oleh
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014.
3. USU. Bronkopneumonia. Jurnal Universitas Sumatra Utara. 2011
4. Tim Adaptasi Indonesia. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta:
WHO Indonesia
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Buku Bagan Manajemen Terpadu
Balita Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
6. WHO. Revised WHO classification and treatment of childhood pneumonia at health
facilities.2014.
7. IDAI. 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi I. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI.
8. Omar. 2010. Clinical Practice Guidelines on Pneumonia and Respiratory Tract
Infections in Children. Malaysia
9. Depkes. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia.2012.
26
27