PUSKESMAS LEBAKSIU
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL
PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “ Pencegahan dan Tatalaksana Penyakit Pneumonia”.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak
mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan maupun tata
bahasa penyampaian makalah ini. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati menerima
saran dan krituk agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak –
pihak lain yang membutuhkan.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan di
dunia. Infeksi saluran napas bawah dapat dijumpai berbagai bentuk, salah satunya adalah
pneumonia.
Pneumonia merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru
(alveoli). Juga dapat didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian selain penyakit – penyakit
kardiovaskuler, tuberculosis, keganasan , dan sebagainya. Diagnosis yang cermat dan
komprehensif sangat diperlukan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat
pneumonia. Di samping dengan melakukan pemeriksaan fisik yang komprehensif meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, diagnosis pneumonia memerlukan berbagai
pemeriksaan penunjang, salah satunya pemeriksaan radiologi toraks.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan pneumonia bukanlah hal yang sepele, bisa timbul
akibat kegagalan terapi, kondisi imunodefisiensi, dan lainnya. Oleh karen itu, diperlukan
identifikasi kasus secara tepat melalui anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan bila
perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis untuk menegakkan secara cepat dan
tepat diagnosis dari pneumonia sehingga dapat diterapi pengobatan dan pencegahannya.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh mikoorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa).1
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikoorganisme. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh non
mikoorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat – obatan dan
sebagainya) disebut pneumonitis.2
II. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikoorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, yaitu Streptococcus
pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi
umur pasien dan keadaan klinis terjadinya infeksi.2
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus.2
Tabel 1. Mikoorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan
terjadinya infeksi.2
Virus
Cytomegalovirus
Herpes simplex virus
3 minggu – 3 bulan Bakteria Bakteria
Clamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus Haemophillus
pneumonia influenza tipe B & non
typeable
Virus Moxarella catarrhalis
5
Respiratory syncytial Staphylococcus aureus
virus (RSV) Ureaplasma
Influenza virus urealyticum
Parainfluenza virus
Adenovirus Virus
Cytomegalovirus
4 bulan – 5 tahun Bakteria Bakteria
Streptococcus Haemophillus
pneumoniae influenza type B
Clamydia pneumoniae Moxarella catarrhalis
Mycoplasma Neisseria meningitis
pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Virus
Respiratory syncytial Varicella zoster virus
virus (RSV)
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Adenovirus
Measles
5 tahun - dewasa Bakteria Bakteria
Clamydia pneumoniae Haemophillus
Mycoplasma influenza type B
pneumoniae Legionella species
Streptococcus Staphylococcus aureus
pneumoniae
Virus
Adenovirus
Epstein barr virus
Influenza virus
Parainfluenza virus
Rhinovirus
Respiratory syncytial
virus
Varicella zoster virus
6
III. KLASIFIKASI
A. Berdasarkan sifat : 3
a) Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak
mempunyai faktor risiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu
Staphylococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, juga virus penyebab
infeksi pernapasan (RSV, Influenza, Parainfluenza). Selain itu, juga bakteri
pneumonia yang tidak khas (atypical) yaitu mikoplasma, chlamydia dan
legionella.
b) Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,
selain penderita penyakit paru lainnya, seperti COPD, terutama bagi mereka
yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes melitus, HIV, kanker,
dan sebagainya.
7
Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti
aspirasi benda asing atau adanya proses keganasan.
b) Bronkopneumonia, inflamasi paru – paru biasanya dimulai di bronkus
terminalis. Bronkus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat
mukopurulen membentuk bercak – bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak – bercak infiltart mutifocal
pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c) Pneumonia interstisial, terutama pada penyangga yaitu interstisial dinding
bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemukan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial peribronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.
IV. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala – gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, antara lain :
a. Gejala Mayor :
1. Batuk
2. Dahak / sputum produktif
3. Demam
b. Gejala Minor
1. Sesak napas
2. Nyeri dada
3. Konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. Jumlah leukosit > 12.000/µl
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga
disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. 4
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang
melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah
kasar pada stadium resolusi. 4
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.5
8
C. Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan
lobus atau segment paru secara anantomis.
Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada
atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas
lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan
jantung atau di lobus medius kanan.
Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara
pada alveolus).
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.5
1. Pneumonia Lobaris
Foto Thorax
9
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.
CT Scan
Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai
ke perifer.
10
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax
Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan
lobus bawah kiri.
CT Scan
11
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax
CT Scan
Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)
CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda
panah)
D. Pemeriksaan Bakteriologis
12
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum
disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.4
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan
akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%.
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 4
E. Komplikasi
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada
infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar
60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob
35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya
transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema
dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia
berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia
pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi
peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi
oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari
4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti
Pseudomonas aeruginosa.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak
tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic
fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia
nekrotikans
V. DIAGNOSA BANDING
a. Tuberkulosis
b. Atelektasis
c. Efusi Pleura
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat
sebagai berikut :4
A. Pemberian Antibiotik
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
Marolid baru dosis tinggi
Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
Doksisiklin
Makrolid
Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
Doksisikin
Makrolid
Fluorokuinolon
14
15
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II
17
Kesadaran baik
Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,
Respirasi rate≤ 24 napas / menit
Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,
Kemampuan untuk mengambil asupan oral.
PENCEGAHAN
Mencegah pneumonia pada anak – anak merupakan komponen penting dari strategi
untuk mengurangi angka kematian anak. Imunisasi terhadap Hib, pneumokokus,
campak dan pertussis adalah cara paling efektif untuk mencegah pneumonia.
Nutrisi yang memadai adalah kunci untuk meningkatkan pertahanan alami anak –
anak, dimulai dari dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama
kehidupan. Selain efektif dalam mencegah pneumonia, juga dapat membantu
mengurangi panjangnya penyakit jika seorang anak sakit.
Serta untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit pneumonia pada dewasa,
dapat dengan mengubah gaya hidup sehat, seperti berhenti merokok, berhenti
konsumsi minuman beralkohol, gizi yang seimbang dan adekuat, memeriksakan gigi
secara regular, menjaga kebersihan tangan, pemberian vaksinasi khususnya usia
diatas 50 tahun, melakukan etika batuk dan bersin dengan benar dan lainnya.
BAB III
KESIMPULAN
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
18
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh
mikoorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa.
Gejala – gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, seperti demam, batuk,
sputum produktif, dapat disertai dengan sesak napas hingga nyeri dada. Dalam melakukan
diagnosis yang mengarah pada pneumonia selain dengan melakukan anamnesa gejala ,
perlu dilakukannya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan
radiologisnya baik berupa foto toraks maupun ct scan paru.
Dalam tatalaksana penyakit pneumonia antara lain dengan pemberian antibiotik, terapi
suportif serta mencegah atau mengurangi faktor risiko terjadinya penyakit pneumonia
diperlukan adanya perubahan gaya hidup sehat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyaki Paru Fakultas
Kesehatan UNAIR ; Surabaya.
2. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM ; Jakarta.
19
3. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. EGC ; Jakarta
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia Nasokomial
20