Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA


PENYAKIT PNEUMONIA

NAMA : dr. FEBRIANTI TRI ANINGRUM


NIP : 19900214 201902 2 003

PUSKESMAS LEBAKSIU
DINAS KESEHATAN KABUPATEN TEGAL
PROVINSI JAWA TENGAH
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “ Pencegahan dan Tatalaksana Penyakit Pneumonia”.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak
mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari penyusunan maupun tata
bahasa penyampaian makalah ini. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati menerima
saran dan krituk agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak –
pihak lain yang membutuhkan.

Lebaksiu, November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER JUDUL …………………………………………………………………………… 1


KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………………. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………………………. 5
BAB III KESIMPULAN ……………………………………………………………………………. 18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………………. 19

3
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan di
dunia. Infeksi saluran napas bawah dapat dijumpai berbagai bentuk, salah satunya adalah
pneumonia.
Pneumonia merupakan proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru
(alveoli). Juga dapat didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai parenkim paru, distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian selain penyakit – penyakit
kardiovaskuler, tuberculosis, keganasan , dan sebagainya. Diagnosis yang cermat dan
komprehensif sangat diperlukan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat
pneumonia. Di samping dengan melakukan pemeriksaan fisik yang komprehensif meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, diagnosis pneumonia memerlukan berbagai
pemeriksaan penunjang, salah satunya pemeriksaan radiologi toraks.
Komplikasi yang dapat ditimbulkan pneumonia bukanlah hal yang sepele, bisa timbul
akibat kegagalan terapi, kondisi imunodefisiensi, dan lainnya. Oleh karen itu, diperlukan
identifikasi kasus secara tepat melalui anamnesa yang lengkap, pemeriksaan fisik, dan bila
perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologis untuk menegakkan secara cepat dan
tepat diagnosis dari pneumonia sehingga dapat diterapi pengobatan dan pencegahannya.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang
disebabkan oleh mikoorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa).1
Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang
disebabkan oleh mikoorganisme. Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh non
mikoorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat – obatan dan
sebagainya) disebut pneumonitis.2

II. ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikoorganisme yaitu
bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram positif, yaitu Streptococcus
pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan distribusi
umur pasien dan keadaan klinis terjadinya infeksi.2
Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV),
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus.2
Tabel 1. Mikoorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan
terjadinya infeksi.2

Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang


Lahir – 20 hari Bakteria Bakteria
 Escherichia colli  Grup D Streptococci
 Grup B Streptococci  Haemophillis
 Listeria influenzae
monocytogenes  Streptococcus
pneumonia
 Ureaplasma
urealyticum

Virus
 Cytomegalovirus
 Herpes simplex virus
3 minggu – 3 bulan Bakteria Bakteria
 Clamydia trachomatis  Bordetella pertussis
 Streptococcus  Haemophillus
pneumonia influenza tipe B & non
typeable
Virus  Moxarella catarrhalis

5
 Respiratory syncytial  Staphylococcus aureus
virus (RSV)  Ureaplasma
 Influenza virus urealyticum
 Parainfluenza virus
 Adenovirus Virus
 Cytomegalovirus
4 bulan – 5 tahun Bakteria Bakteria
 Streptococcus  Haemophillus
pneumoniae influenza type B
 Clamydia pneumoniae  Moxarella catarrhalis
 Mycoplasma  Neisseria meningitis
pneumoniae  Staphylococcus aureus

Virus Virus
 Respiratory syncytial  Varicella zoster virus
virus (RSV)
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Adenovirus
 Measles
5 tahun - dewasa Bakteria Bakteria
 Clamydia pneumoniae  Haemophillus
 Mycoplasma influenza type B
pneumoniae  Legionella species
 Streptococcus  Staphylococcus aureus
pneumoniae
Virus
 Adenovirus
 Epstein barr virus
 Influenza virus
 Parainfluenza virus
 Rhinovirus
 Respiratory syncytial
virus
 Varicella zoster virus

Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia :


a. Usia < 2 tahun dan > 65 tahun
b. Riwayat penyakit paru dan jantung kronis (asma, PPOK, penyakit jantung)
c. Riwayat common cold atau infeksi saluran napas atas
d. Sistem imun yang belum matur
e. Imunodefisiensi (gizi buruk atau penyakit system imun)
f. Merokok
g. Sedang dirawat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya terutama bila
menggunakan ventilator

6
III. KLASIFIKASI
A. Berdasarkan sifat : 3
a) Pneumonia primer, yaitu radang paru yang terserang pada orang yang tidak
mempunyai faktor risiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu
Staphylococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, juga virus penyebab
infeksi pernapasan (RSV, Influenza, Parainfluenza). Selain itu, juga bakteri
pneumonia yang tidak khas (atypical) yaitu mikoplasma, chlamydia dan
legionella.
b) Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor predisposisi,
selain penderita penyakit paru lainnya, seperti COPD, terutama bagi mereka
yang mempunyai penyakit menahun seperti diabetes melitus, HIV, kanker,
dan sebagainya.

B. Berdasarkan penyebab :4,5


a) Pneumonia bacterial/tipikal, dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya Klebsiella
pada penderita alkoholik, Staphylococcus pada penderita paska infeksi
influenza.
b) Pneumonia atipikal, disebabkan Mikoplasma, Legionella, dan Chlamydia.
c) Pneumonia virus, disebabkan virus RSV, Influenza, Parainfluenza, CMV,
adenovirus.
d) Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
ada penderita dengan daya tahan tubuh lemah (immunocompromised).

C. Berdasarkan klinis dan epidemiologi :4,5


a) Pneumonia komuniti (Community acquired pneumonia / CAP), pneumonia
yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, dan termasuk pneumonia
yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap kurang dari 48 jam.
b) Pneumonia nosokomial (Hospital acquired pneumonia / HAP), merupakan
pneumonia yang terjadi di rumah sakit yang terjadi setelah 48 jam berada di
rumah sakit. Kuman penyebab sangat beragam, yang sering di temukan yaitu
Staphylococcus aureus atau bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti
E.coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat
resistensi obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP.

D. Berdasarkan lokasi :4,5


a) Pneumonia lobaris, pneumonia focal yang melibatkan satu / bebrapa lobus
paru. Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan
gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari
cairan edema yang menyebar melalui pori – pori Kohn. Jarang pada bayi dan
orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen.

7
Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus seperti
aspirasi benda asing atau adanya proses keganasan.
b) Bronkopneumonia, inflamasi paru – paru biasanya dimulai di bronkus
terminalis. Bronkus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat
mukopurulen membentuk bercak – bercak konsolidasi di lobulus yang
bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak – bercak infiltart mutifocal
pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus.
c) Pneumonia interstisial, terutama pada penyangga yaitu interstisial dinding
bronkus dan peribronkil. Peradangan dapat ditemukan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial peribronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus
masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.

IV. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik
Gejala – gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, antara lain :
a. Gejala Mayor :
1. Batuk
2. Dahak / sputum produktif
3. Demam
b. Gejala Minor
1. Sesak napas
2. Nyeri dada
3. Konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik
4. Jumlah leukosit > 12.000/µl
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas
selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu tubuh
kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi. Juga
disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah. 4
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas,
pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-kadang
melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah
kasar pada stadium resolusi. 4

B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
>10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit
terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan
diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas
darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat
terjadi asidosis respiratorik.5

8
C. Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
 Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai dengan
lobus atau segment paru secara anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada
atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ; batas
lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan
jantung atau di lobus medius kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tidanya pertukaran udara
pada alveolus).
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,
hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukan
konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.5
1. Pneumonia Lobaris
Foto Thorax

9
Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang
mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan
pada pneumonia jenis ini.

CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai
ke perifer.

10
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
Foto Thorax

Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri dan
lobus bawah kiri.

CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak


menjalar sampai perifer.

11
3. Pneumonia Interstisial
Foto Thorax

Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial


prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,
diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19 tahun. (A)
Menunjukan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang irreguler. (B)
CT Scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang
irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda
panah)

D. Pemeriksaan Bakteriologis

12
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum
disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.4
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-kumur dengan
akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam kemudian
membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril dan ditutup rapat.
Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih dari 4 jam). Jika terjadi
kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%.
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 4

E. Komplikasi
1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada
infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar
60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob
35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya
transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema
dengan cairan eksudat.
2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia
berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia
pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang terjadi
peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis intrahepatik.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.
4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi
oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.
5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari
4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti
Pseudomonas aeruginosa.
6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak
tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic
fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia
nekrotikans

V. DIAGNOSA BANDING
a. Tuberkulosis
b. Atelektasis
c. Efusi Pleura

VI. PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA PNEUMONIA


TATALAKSANA
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik
pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji
kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
13
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat dilihat
sebagai berikut :4

A. Pemberian Antibiotik
Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
􀂃 Golongan Penisilin
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
􀂃 Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
􀂃 Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi
􀂃 Marolid baru dosis tinggi
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Pseudomonas aeruginosa
􀂃 Aminoglikosid
􀂃 Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
􀂃 Tikarsilin, Piperasilin
􀂃 Karbapenem : Meropenem, Imipenem
􀂃 Siprofloksasin, Levofloksasin
Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
􀂃 Vankomisin
􀂃 Teikoplanin
􀂃 Linezolid
Hemophilus influenzae
􀂃 TMP-SMZ
􀂃 Azitromisin
􀂃 Sefalosporin gen. 2 atau 3
􀂃 Fluorokuinolon respirasi
Legionella
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
􀂃 Rifampisin
Mycoplasma pneumoniae
􀂃 Doksisiklin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon
Chlamydia pneumoniae
􀂃 Doksisikin
􀂃 Makrolid
􀂃 Fluorokuinolon

14
15
Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia -S.pneumonia Klaritromisin - Siprofloksasin


penderita -M.pneumonia 2x250 mg 2x500mg atau
< 65 tahun -C.pneumonia - -Azitromisin Ofloksasin 2x400mg
-Penyakit -H.influenzae 1x500mg - Levofloksasin
Penyerta (-) -Legionale sp - Rositromisin 1x500mg atau
-Dapat -S.aureus 2x150 mg atau Moxifloxacin 1x400mg
berobat jalan -M,tuberculosis 1x300 mg - Doksisiklin 2x100mg
-Batang Gram (-)

Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid


penderita > H.influenzae generasi 2 -Levofloksasin
65 tahun Batang gram(-) -Trimetroprim -Gatifloksasin
- Peny. Aerob +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin
Penyerta (+) S.aures -Betalaktam
-Dapat M.catarrhalis
berobat jalan Legionalle sp

Kategori III -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +


berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam
- Perlu -Polimikroba 3 -Sulferason
dirawat di termasuk Aerob - Betalaktam +
RS,tapi tidak -Batang Gram (-) Penghambat
perlu di ICU -Legionalla sp Betalaktamase
-S.aureus +makrolid
M.pneumoniae

Kategori IV -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/


berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalosporin
-H.influenzae generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalosporin
-Jamur endemic generasi 3 +
kuinolon
16
B. Terapi Suportif
 Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.
 Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat
disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat
bronkospasme.
 Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk
dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk
melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk
untuk melancarkan pernapasan.
 Pengaturan cairan. Kebutuhan kapiler paru sering terganggu pada
pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama
bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur
dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal.
Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
 Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini
tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.
 Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan
bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.
 Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada
pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan
menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan
penurunan pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi. Dalam
hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi dan
menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan
atau didapat asidosis respiratorik.
c. Respiratory arrest.
d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
 Drainase empiema bila ada.
 Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang
didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan
CO2 yang berlebihan.

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat


suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya
perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan ini dapat diberikan secara
sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama)
dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari
intravena ke oral terapi ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti
secara secara klinis, dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran pencernaan
berfungsi normal.
Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah :
 Temp ≤ 37,8 C,

17
 Kesadaran baik
 Denyut jantung ≤ 100 denyut / menit,
 Respirasi rate≤ 24 napas / menit
 Tekanan darah sistolik ≥ 90 mmHg
 Saturasi O2 arteri ≥ 90% atau pO2 ≥ 60 mmHg pada ruang udara,
 Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

PENCEGAHAN
Mencegah pneumonia pada anak – anak merupakan komponen penting dari strategi
untuk mengurangi angka kematian anak. Imunisasi terhadap Hib, pneumokokus,
campak dan pertussis adalah cara paling efektif untuk mencegah pneumonia.
Nutrisi yang memadai adalah kunci untuk meningkatkan pertahanan alami anak –
anak, dimulai dari dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama
kehidupan. Selain efektif dalam mencegah pneumonia, juga dapat membantu
mengurangi panjangnya penyakit jika seorang anak sakit.
Serta untuk mencegah atau mengurangi risiko penyakit pneumonia pada dewasa,
dapat dengan mengubah gaya hidup sehat, seperti berhenti merokok, berhenti
konsumsi minuman beralkohol, gizi yang seimbang dan adekuat, memeriksakan gigi
secara regular, menjaga kebersihan tangan, pemberian vaksinasi khususnya usia
diatas 50 tahun, melakukan etika batuk dan bersin dengan benar dan lainnya.

BAB III
KESIMPULAN

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan

18
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh
mikoorganisme (bakteri, virus, jamur, protozoa.
Gejala – gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia, seperti demam, batuk,
sputum produktif, dapat disertai dengan sesak napas hingga nyeri dada. Dalam melakukan
diagnosis yang mengarah pada pneumonia selain dengan melakukan anamnesa gejala ,
perlu dilakukannya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan
radiologisnya baik berupa foto toraks maupun ct scan paru.
Dalam tatalaksana penyakit pneumonia antara lain dengan pemberian antibiotik, terapi
suportif serta mencegah atau mengurangi faktor risiko terjadinya penyakit pneumonia
diperlukan adanya perubahan gaya hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyaki Paru Fakultas
Kesehatan UNAIR ; Surabaya.
2. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM ; Jakarta.

19
3. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. EGC ; Jakarta
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia Komuniti
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia Nasokomial

20

Anda mungkin juga menyukai